21 March 2007

Refleksi Jumat Agung 2007 (1) : DUKACITA dan SUKACITA SEJATI (oleh : Denny Teguh Sutandio)

Refleksi Jumat Agung 2007 (1)

DUKACITA DAN SUKACITA SEJATI
oleh : Denny Teguh Sutandio

Nats : Yohanes 18:20

“Aku berkata kepadamu : Sesungguhnya kamu akan menangis dan meratap, tetapi dunia akan bergembira ; kamu akan berdukacita, tetapi dukacitamu akan berubah menjadi sukacita.”


Yohanes 18:16-33 merupakan ayat di mana Tuhan Yesus sedang membicarakan saat kematian-Nya yang semakin mendekat setelah Ia mengajar tentang Roh Kudus yang akan diutus. Ketika Tuhan Yesus mengatakan bahwa tinggal sesaat lagi mereka dan Dia akan bertemu, maka para murid menjadi gusar dan bingung tentang makna pernyataan-Nya. Kemudian, Dia melanjutkan dengan mengatakan bahwa mereka yang tidak akan melihat-Nya lagi akan menangis dan meratap, tetapi sebaliknya dunia akan bergembira. Apa arti perkataan-Nya ini ? Pada waktu itu, kalau kita sedang berada di posisi para murid-Nya, kita pun tentu akan bingung. Tetapi puji Tuhan, melalui Alkitab yang sudah sempurna diwahyukan, kita mendapatkan pengertian bahwa ayat ini sedang menunjukkan pada kematian Kristus. Para murid akan menangis dan meratap berarti mereka akan menangisi “kepergian” Yesus untuk disalib. Ketika kita sedang ditinggalkan oleh orang yang kita kasihi misalnya orangtua atau pasangan kita entah karena kecelakaan dan meninggal atau ditinggal ke luar kota/negeri, kita pun akan menangis. Tetapi apa bedanya dengan para murid yang berdukacita ? Ayat 21 pada bagian ini membandingkan kedukacitaan para murid dengan ilustrasi seorang perempuan yang berdukacita (atau bisa diartikan menderita) pada saat ia melahirkan, tetapi setelah anaknya lahir, ia tidak akan menderita tetapi bergembira. Demikianlah gambaran Kristus bagi para murid-Nya yang sementara berdukacita karena Kristus akan disalib dan “meninggalkan” mereka.

Salib Kristus menggambarkan dua hal yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu, bagi umat pilihan Allah, itu merupakan suatu anugerah yang harus direnungkan dan diresponi dengan sungguh-sungguh. Artinya, ketika kita berada pada suatu momen menjelang Jumat Agung, tidak seharusnya kita berhura-hura, tetapi diam merenungkan pengorbanan Kristus menuju Via Dolorosa. Kedua, bagi umat yang sudah ditetapkan untuk binasa, salib Kristus merupakan tertawaan/hinaan (lihat kembali Yohanes 18:20a dengan perkataan, “dunia akan bergembira.”). John Gill dalam tafsirannya langsung menunjuk “dunia” kepada orang-orang Yahudi dan para ahli Taurat yang tidak percaya. Mengapa mereka yang menolak Kristus menjadi bergembira ? Karena mereka berpikir bahwa Kristus itu merugikan mereka. Bagi orang-orang Yahudi dan para ahli Taurat yang tidak mau percaya, bukankah Kristus selalu “merugikan” mereka karena telah mengobrak-abrik kemunafikan mereka? “Wajar” saja, kalau Kristus dimusuhi. Dan ini juga merupakan refleksi bagi kita. Ketika kita berdosa dan Allah membukakan realita keberdosaan kita, apakah kita bersikap sombong seperti orang-orang Yahudi dan para ahli Taurat yang tidak percaya yang akhirnya menyalibkan Kristus ataukah kita memiliki kerendahan hati seperti para murid-Nya ?

Selanjutnya, dukacita yang dialami oleh para murid-Nya karena “ditinggalkan” oleh Kristus yang disalib ternyata tidak berlarut-larut, karena dukacita itu sebenarnya sementara dan dukacita itu “akan berubah menjadi sukacita.” Pada saat Kristus disalib, para murid menjadi berdukacita, sedangkan dunia bergembira, tetapi ketika mereka mengerti makna pengorbanan-Nya dan realita kebangkitan-Nya serta kenaikan-Nya, maka para murid tidak lagi berdukacita tetapi bersukacita, sedangkan dunia yang tadinya bergembira akan menjadi bersusah hati, mengapa ? Karena dunia (menggambarkan umat yang telah ditetapkan untuk binasa) yang dahulu mengolok-olok Kristus, sekarang menjadi hidup yang tidak berpengharapan disebabkan oleh kesalahan mereka sendiri yang menolak Kristus. Di sini, kita belajar mengenai pengertian dukacita dan sukacita sejati. Dukacita dan sukacita sejati bukan tergantung pada hal-hal fenomenal, tetapi pada esensi. Di dalam refleksi kita ini, kita menjumpai bahwa dukacita dan sukacita sejati berpusat kepada Kristus. Ketika orang percaya di dalam Kristus dan menerima-Nya sebagai satu-satunya Tuhan dan Juruselamat (karena Roh Kudus telah melahirbarukannya), maka pasti dirinya menemukan sukacita sejati dan mampu menempatkan dukacita dan sukacita secara benar. Mereka menangisi apa yang Tuhan tangisi dan bersukacita akan apa yang Tuhan senangi. Misalnya, ketika melihat dosa, umat pilihan-Nya yang percaya pasti ikut bersedih, sebaliknya ketika ada seorang yang baru diinjili mau bertobat dan percaya kepada Kristus, umat pilihan-Nya ini akan bersukacita karena Tuhan bersukacita. Itu yang disebut oleh Pdt. Dr. Stephen Tong sebagai menyangkal diri, yaitu menyesuaikan kehendak kita dengan kehendak Allah. Sebaliknya, umat yang sudah ditetapkan untuk binasa yang sengaja menolak Kristus tidak akan pernah mengerti arti sesungguhnya dukacita dan sukacita. Sehingga tidak heran, untuk hal-hal remeh, mereka dengan mudahnya “bersukacita”, sedangkan untuk hal-hal yang bernilai tinggi, mereka menolaknya. Itu adalah gambaran manusia BERDOSA yang terus merasa diri paling hebat, berkuasa, pintar, dll, padahal RUSAK TOTAL.

Hari ini, ketika Anda merenungkan bagian ini, sadarkah Anda akan realita keberdosaan Anda sendiri ? Setiap kita itu seperti yang Tuhan Yesus ajarkan adalah kuburan yang dilapisi hal-hal yang baik (wewangian, peti yang indah), tetapi isinya adalah bau busuk. Ketika kita menyadari kebusukan kita, maukah kita (khususnya Anda) meresponi panggilan untuk kembali bertobat dan percaya di dalam Kristus ? Ketika seseorang percaya di dalam Kristus, ia pasti tidak akan binasa (Yohanes 3:16), melainkan beroleh hidup yang kekal, dan tentunya mendapatkan pengharapan hidup yang pasti yang tidak pernah akan dijumpai pada filsafat, agama, kebudayaan manapun di dunia ini. Kristus adalah satu-satunya pengharapan bagi umat manusia. Bertobatlah dan kembali kepada-Nya sekarang ! Soli Deo Gloria.

No comments: