18 December 2011

Renungan Natal 2011: KELAHIRAN YANG AJAIB (Denny Teguh Sutandio)

Renungan Natal 2011

KELAHIRAN YANG AJAIB

oleh: Denny Teguh Sutandio

Kata malaikat itu kepadanya: “Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah. Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus. Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan.”

(Luk. 1:30-33)

“Natal telah tiba.” Begitu seruan banyak orang menyambut hari Natal. Tidak peduli orang dari agama mana pun, momen Natal adalah momen yang dinanti-nantikan, tentu bukan karena maknanya, tetapi karena hari liburnya, apalagi hari yang penuh dengan promo sale barang-barang seperti: baju, tas, dll. Bagi mereka, Natal hanya sekadar hari libur menjelang akhir tahun sambil menyambut tahun baru. Yang lebih celaka, banyak orang Kristen juga ikut arus zaman di mana mereka juga hanya menjalani rutinitas pergi ke gereja menghadiri kebaktian Natal, ikut memasang pohon Natal, dll, tetapi melupakan makna Natal sesungguhnya. Di gereja-gereja, khususnya di gereja-gereja arus utama, khotbah-khotbah Natal mayoritas hanya berkisar tentang makna Natal yang umum, misalnya sukacita, damai dengan sesama, berbagi dengan sesama, dll. Meskipun itu tidak salah, tetapi itu bukan inti berita Natal. Natal sudah lama dijauhkan dari intinya yaitu kelahiran Kristus, yang lebih penting Kristus itu sendiri.

Lalu, apa pentingnya Natal? Natal adalah momen merayakan hari kelahiran Tuhan Yesus Kristus yang ajaib. Ada beberapa pertanyaan yang mungkin bisa diajukan:

Pertama, apa pentingnya merayakan hari kelahiran? Bukankah semua orang juga lahir ke dalam dunia dan merayakan hari ulang tahun yang menandakan sudah berapa tahun mereka ada di dunia? Namun, setelah merayakan hari ulang tahun, pada waktu tua, mereka juga meninggal. Jadi, mereka merayakan hari ulang tahun hanya sementara.

Kedua, mengapa kelahiran Kristus disebut kelahiran yang ajaib? Bukankah beberapa pendiri agama lain juga bisa dikatakan memiliki momen kelahiran yang diklaim oleh para penganutnya sebagai kelahiran yang ajaib? Mari kita bandingkan kelahiran Kristus dengan kelahiran dua pendiri agama lainnya.

Pendiri agama Buddha adalah Sidharta Gautama, yang pada kelahiran pertamanya bernama Sumedha, lahir pada tahun 560 SM.[1] Dia adalah bodhisattva[2] yang tinggal di sorga Tushita dengan nama Shvetaketu (“White Banner”). Dari sorga Tushita itu, dia melihat dunia penuh dengan penderitaan, maka karena belas kasihnya, ia turun ke dalam dunia ingin membebaskan manusia dari penderitaan tersebut. Dia memilih lahir dalam keluarga Raja Shudhodhana dan istrinya, Ratu Mayadevi, penguasa dari suku Shakya (Singa). Sebuah website mengatakan bahwa alasan Siddharta Gautama memilih lahir dalam keluarga raja adalah karena waktu itu, kasta penguasa (ksatria) lebih dihormati dari kasta imam (Brahmana).[3] Dikisahkan, Bodhisattva yang muncul dalam wujud gajah putih[4] masuk dengan penuh kesadaran ke dalam kandungan Maya dan Maya mengalami kejadian itu sebagai mimpi. Dalam mimpi itu, ia pergi ke Himalaya dan dipelihara oleh para dewa-dewi. Akhirnya, ia berada dalam keadaan hamil. Itulah masa kedua dari 12 masa dalam hidup Buddha, di maan bumi bergetar dan guruh menggelegar. Setelah tersadar dari mimpinya, ia mengajak suaminya pergi ke sebuah hutan dan menceritakan mimpinya itu. Tentang lahirnya Buddha, ajaran Buddha mengatakan,

Ia adalah seorang anak yang lain dari anak-anak lain, karena inti di dalam dirinya ialah zat rohani, yang diwujudkan oleh karma dalam hidupnya yang terdahulu. Masuk ke dalam kandungan tanpa memerlukan penghamilan ibu oleh seorang bapa, sedangkan yang lazim pada waktu hamil diperlukan tiga faktor, yaitu seorang bapa, seorang ibu, dan suatu gandharva (zat rohani).[5]

Pada saat masa terakhir dari 12 masa dalam hidup Buddha, ia pernah mengatakan, “Aku yang teragung di dunia ini, inilah kelahiranku yang terakhir, akan kuakhiri penderitaan, kelahiran, tua, dan mati.” Tujuah hari sesudah kelahirannya, ratu Maya meninggal dan Buddha diasuh oleh bibinya yang juga kakak perempuan ibunya yang bernama Mahaprajapati.[6]

Selain Siddharta Gautama, pendiri agama Islam yaitu Muhammad pun juga memiliki kelahiran yang “ajaib.” Muhammad lahir di Mekkah, Arab Saudi, tanggal 2 Agustus 570 M (hari kedua dari bulan Rabiya pada kalender matahari). Ayahnya, Abdullah meninggal sebelum Muhammad lahir. Ketika Muhammad lahir, katanya, ibunya (Aminah) melihat cahaya seperti bintang turun ke bumi.[7] Arti nama Muhammad sendiri adalah highly praised (yang sangat dipuji).[8]

Dari dua kisah kelahiran pendiri agama Buddha maupun Islam, rupa-rupanya kelahiran mereka tidak ada bedanya dengan kelahiran Kristus yang ajaib yang sering kita baca di Alkitab. Bukankah ketika Siddharta Gautama dan Muhammad lahir, kelahiran mereka ditandai dengan hal-hal spektakuler seperti ketika Kristus lahir (Kristus lahir dari Roh Kudus—Mat. 1:20 dan para orang Majus datang menyembah-Nya setelah melihat bintang-Nya di timur—Mat. 2:1-12). Lalu, apa pentingnya kelahiran Kristus yang ajaib? Bagian mana yang ajaib dari kelahiran Kristus? Pada momen Natal tahun ini, mari kita merenungkan kelahiran Kristus yang ajaib dari teks Alkitab.

Mari kita kembali ke nats kita yaitu Lukas 1:30-33 untuk menyelidiki keajaiban dari kelahiran Kristus yaitu keajaiban Kristus yang lahir itu.

Di dalam Lukas 1:31, malaikat Tuhan berkata kepada Maria, ibu Yesus, “Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus.” Ketika Kristus hendak dilahirkan melalui Maria, malaikat Tuhan memerintahkan Maria untuk menamai bayi yang akan dilahirkannya itu dengan nama Yesus. Apa arti Yesus? Dalam bahasa Yunani, teks ini adalah ησον (Iēsoun) yang merupakan kata benda berfungsi sebagai objek langsung (akusatif), maskulin, dan jamak dari kata ησος (Iēsous). Di dalam LXX (Septuaginta),[9] kata ini merupakan terjemahan Yunani dari kata Ibrani:יְהוֹשֻׁ֙עַ֙ (yehôšûa‘ atau yühôšùª`) atau bentuk nama yang kemudian: יֵשׁ֙וּעַ (yēšûa‘ atau yēšûª`) dan pemakaian kata ini merujuk pada: Yosua, anak Nun (Kel. 17:9 dst; Bil. 11:28; dll), imam besar Yosua (Hag. 1:1; Zak. 3:1), dan orang Lewi yang bernama Yesua (2Taw. 31:15). Kata yang berasal dari kata Ibrani ini berarti Yahweh (Tuhan) menolong atau Tuhan itu keselamatan (bdk. tafsiran Philo, filsuf Yahudi yang juga menguasai filsafat Yunani: σωτηρία κυρίουsōtēria kuriou[10]).[11] Dari studi kata singkat ini, kita melihat bahwa ketika Yesus Kristus lahir, Ia sudah dipersiapkan sebuah nama yang agung yaitu Allah itu keselamatan. Jika Buddha berarti orang yang mendapat pencerahan akan kebenaran, maka Yesus berarti Tuhan itu keselamatan (atau bisa ditafsirkan: Kebenaran). Dibandingkan dengan Muhammad yang hanya disebut utusan Tuhan yang tentunya tidak dapat menyelamatkan manusia, Yesus Kristus disebut keselamatan dari Allah yang sanggup menyelamatkan manusia dari dosa melalui pengorbanan-Nya di kayu salib.

Selanjutnya, di ayat 32, malaikat itu berkata lagi, “Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi.” Dalam teks Yunani, tidak ditemukan kata “Allah”, karena kata Yunani yang dipakai: υἱὸς ψστου (huios hypsistou), di mana υἱὸς (huios) berarti anak dan kata ψστου (hupsistou) yang merupakan kata sifat, berfungsi sebagai kepemilikan (genitif) dari kata ψστος (hupsistos) ini berarti Tertinggi. Young’s Literal Translation (YLT) menerjemahkannya, “Son of the Highest” (Anak yang Mahatinggi). Meskipun tidak ada kata “Allah” di dalam teks Yunani, namun Mahatinggi tentu identik dengan Allah itu sendiri.[12] Dengan kata lain, Yesus Kristus selain sebagai Keselamatan dari Allah, Ia juga adalah Anak Allah yang tentu juga berarti Allah itu sendiri. Jangan berpikir Anak Allah itu bukan Allah atau lebih rendah derajatnya dari Allah. Allah Trinitas adalah 3 pribadi Allah yang setara dalam hakikat, namun berbeda dalam peran. Inilah yang saya sebut sebagai kelahiran yang ajaib, karena Allah sendiri yang menjelma menjadi manusia. Lalu, apa bedanya dengan Buddha? Bukankah Buddha juga mengklaim turun dari sorga mengunjungi manusia dengan meminjam rahim ratu Maya? Ingatlah, Buddha tidak pernah mengklaim sebagai Tuhan apalagi percaya pada Tuhan yang berpribadi. Di dalam Buddhisme, meski beberapa dari mereka percaya adanya Tuhan, mereka percaya pada Tuhan yang tidak berpribadi, sehingga segala sesuatu di dalam hidup ini bergantung pada hukum alam. Dan lagi, Buddha sendiri mengklaim sebagai orang yang menemukan sumber kebenaran dan itu berarti dia bukan Kebenaran (Truth) itu sendiri. Dari sini, jelas tidak bisa disamakan antara kelahiran Yesus Kristus yang adalah Allah sendiri yang menjelma menjadi manusia dengan kelahiran Buddha yang hanya seorang yang menemukan kebenaran sejati yang menjelma menjadi manusia. Bukan hanya tidak bisa disamakan, kelahiran Kristus jauh lebih ajaib dari kelahiran Buddha, karena Kristus adalah Allah sendiri yang menjelma menjadi manusia tanpa meninggalkan natur Ilahinya, sedangkan Buddha bukan Tuhan. Dibandingkan dengan Muhammad yang hanya disebut utusan Tuhan yang terakhir, Yesus Kristus bukan hanya sekadar utusan/nabi Allah, tetapi Anak Allah yang juga adalah Allah sendiri.

Kemudian, malaikat itu berkata kepada Maria, “Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan.” (ay. 32b-33) Selain sebagai keselamatan dari Allah dan Allah itu sendiri, Yesus juga disebut sebagai raja yang berkuasa bahkan Kerajaan-Nya itu bersifat selama-lamanya atau tidak akan berkesudahan. Kata “tidak berkesudahan” dalam teks Yunaninya οκ τλος (ouk telos) yang berarti tidak ada akhirnya.[13] Di sini, kita melihat keunggulan Yesus dibandingkan dengan Buddha dan Muhammad. Jika Buddha hanya disebut orang yang menemukan kebenaran ultimat dan akhirnya dia meninggal (meskipun para penganutnya berkata bahwa Buddha itu bukan hanya Siddharta Gautama, tetapi herannya, mereka tidak pernah menyebut Buddha itu Tuhan),[14] Muhammad hanya sebagai utusan Tuhan yang akhirnya meninggal juga, maka Yesus Kristus adalah Allah yang berkuasa sebagai Raja dan kerajaan-Nya tidak akan berakhir. Artinya, kerajaan Kristus bukanlah kerajaan dunia yang sementara yang dapat musnah suatu saat, tetapi kerajaan yang berlangsung selama-lamanya.

Biarlah melalui renungan singkat ini dari Injil Lukas 1:30-33, kita disadarkan betapa ajaib dan agungnya kelahiran Kristus dibandingkan dengan kelahiran para pendiri agama lain. Hendaklah hal ini tidak membuat kita sombong, lalu menghina agama lain, tetapi justru membakar semangat kita untuk memberitakan Injil kepada mereka yang belum menerima Kristus. Biarlah Natal tahun ini bukan menjadi Natal rutinitas yang selalu dipenuhi dengan ornamen-ornamen pohon Natal, sinterklas, khotbah-khotbah yang “dangkal” (meskipun tidak semuanya salah) seperti: “damai dengan sesama”, dll, tetapi dipenuhi dengan semangat mengerti Kristus yang lahir sambil memberitakan inti Natal ini kepada banyak orang khususnya yang belum mengenal Kristus. Sudahkah hati kita dikobarkan oleh Kristus yang lahir? Amin. Soli Deo Gloria.



[1] Tony Tedjo, Mengenal Agama Hindu, Buddha, dan Khong Hu Cu (Bandung: Pionir Jaya, 2011), hlm. 55.

[2] Orang yang menemukan sumber kebenaran ultimat atau nirvana dan memimpin orang-orang lain untuk menemukan sumber pemenuhan yang sama.

[3] “Life of the Buddha,” http://www.religionfacts.com/buddhism/history/buddha.htm (diakses: 18 Desember 2011)

[4] Gajah putih adalah metafora dari kekuatan dan kepandaian.

[5] Tony Tedjo, Mengenal Agama Hindu, Buddha, dan Khong Hu Cu, hlm. 56-57.

[6] Ibid., hlm. 57.

[7] Mark A. Gabriel, Jesus and Muhammad: Profound Differences and Surprising Similarities (Florida: FrontLine, 2004), hlm. 23-24.

[9] Septuaginta adalah Perjanjian Lama dalam bahasa Ibrani yang diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani.

[10] Menurut tata bahasa Yunani, sōtēria kuriou berarti keselamatan dari/milik Tuhan (kuriou merupakan kata benda deklensi kedua yang berfungsi sebagai kepemilikan/genitif).

[11] Horst Balz dan Gerhard Schneider, ed., Exegetical Dictionary of the New Testament (Grand Rapids, Michigan: William B. Eerdmans, 1990), hlm. 180.

[12] Kata ψστος (hupsistos) yang merujuk pada Allah dapat dijumpai pada: Mrk. 5:7; Luk. 1:35, 76; 6:35; 8:28; Kis. 7:48; 16:17; Ibr. 7:1.

[13] Kata Yunani οκ (ouk) berarti tidak dan kata τλος (telos) berarti akhir (end).

[14] Para penganut Buddhisme menyebut Buddha bukan hanya Siddarta Gautama, sehingga Buddha itu juga “kekal.” Kekal berarti tidak sementara, maka kekal berarti tidak mungkin seorang manusia, tetapi Siddharta Gautama dahulunya adalah seorang boddhisattva yang merujuk pada “someone on the path to Awakening” (seseorang yang berada dalam jalan pencerahan) {diambil dari website agama Buddha sendiri: http://buddhanet.net/e-learning/history/b_fbodi.htm}. Bahkan Buddha sendiri, menurut para pengikutnya, bukan Tuhan atau nabi, tetapi hanya seorang manusia biasa, namun karena usaha keras dari hati dan pikirannya, ia bisa mengubah segala keterbatasannya dan mengajak semua orang untuk menjadi Buddha (http://thebuddhistcentre.com/text/who-was-buddha). Manusia itu makhluk terbatas yang fana, terbatas, dan suatu saat pasti meninggal. Tidak mungkin ada manusia yang dengan kerja keras mampu mengubah keterbatasannya. Jika manusia bisa mampu mengubah keterbatasannya, pertanyaan sederhana: bagaimana manusia yang terbatas mengetahui tentang ketidakterbatasan, jika ia tidak mengenal Pribadi yang tak terbatas? Jika Buddhisme tidak percaya kepada Tuhan yang berpribadi yang tak terbatas, bagaimana mereka bisa mengerti ketidakterbatasan, lalu sanggup mengubah keterbatasan menjadi ketidakterbatasan?

No comments: