TUHAN, AJARLAH KAMI BERDOA
(Seri Pengajaran Doa Bapa Kami):
“Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya”
(Mat. 6:11)
oleh: Denny Teguh Sutandio
Setelah memuliakan dan mengharapkan kerajaan dan kehendak-Nya dinyatakan kepada kita, maka kita baru “diizinkan” untuk meminta hal-hal jasmani kepada-Nya: makanan, kesalahan, dan pencobaan.
Permintaan tentang hal-hal jasmani pertama adalah tentang makanan. Kata “makanan” di dalam ayat 11 ini di dalam bahasa Yunani adalah arton yang berarti roti (bread). Kata ini dipakai di: Matius 26:26; Markus 6:38, 44, 52; Lukas 9:3; dan Ibrani 9:2. Hampir semua terjemahan Alkitab bahasa Inggris menerjemahkan ayat 11 ini sebagai bread. Arti lainnya adalah makanan secara umum dan kata arton dalam arti ini dipakai di: Markus 3:20 (makan); Lukas 15:17 (makanan); dan 2 Tesalonika 3:12 (makanan). Dengan kata lain, kata “makanan” dalam ayat 11 ini tentu tidak terbatas pada roti saja, karena makanan pokok di negara lain tidak hanya roti, sehingga terjemahan Alkitab LAI ini cukup tepat.
Lalu, kita meminta Allah untuk memberikan makanan itu “pada hari ini”. “Pada hari ini” di dalam teks Yunaninya epiousion[1] yang bisa diterjemahkan “pada hari ini” (today) atau setiap hari (daily). Di dalam Matius 6:11, LAI memilih terjemahan “pada hari ini”, sedangkan di Lukas 11:3, LAI memilih terjemahan “setiap hari”, padahal kedua kata itu di dalam teks Yunaninya sama. Kedua arti kata itu tidak menjadi masalah, karena pada intinya, kita meminta Allah memberikan makanan kepada kita sebagai wujud kita berharap pada belas kasihan-Nya.
Kata “secukupnya” di dalam terjemahan Indonesia TIDAK ditemukan di dalam teks Yunaninya, sehingga penambahan kata ini hanya sekadar mempertegas.
Dengan berdoa “berikanlah kami pada hari ini makanan kami”, kita diajar Kristus bahwa:
1. Hal-hal Jasmani (seperti makanan) Tetap Perlu Bagi Manusia
Beberapa orang Kristen yang dipengaruhi oleh asketisisme percaya bahwa sebagai orang Kristen, kita harus menyangkal diri dalam arti menyangkal dari kebutuhan jasmani, seperti: tidak makan, tidak minum, dll, karena mereka percaya bahwa tubuh ini jahat, sedangkan jiwa ini baik (dualisme Platonistik). Sebenarnya, dalam satu sisi, hal itu baik dari segi aplikasi karena mengajar kita untuk mendisiplin diri, tetapi di sisi lain, hal itu juga tidak benar secara fondasi doktrin dan aplikasi, karena Alkitab TIDAK melarang kita untuk makan, minum, berekreasi, dll apalagi mengajar kita bahwa tubuh ini jahat dan jiwa ini baik. Bahkan Tuhan sendiri memperbolehkan kita untuk meminta hal jasmani, salah satunya makanan. Hal ini membuktikan bahwa Allah mengerti bahwa makanan tetap merupakan hal perlu bagi manusia.
2. Kita Harus Bergantung Pada Allah yang Memberikan Berkat Setiap Hari.
Karena hal-hal jasmani tetap diperlukan oleh manusia, maka melalui doa ini, kita diajar bahwa kita diperbolehkan meminta hal jasmani kepada Allah dengan iman karena kita bergantung sepenuhnya pada Allah yang memelihara sekaligus memberi berkat kepada kita setiap hari. Di sini, kita diajar Kristus bahwa Allah bukan Allah yang meninggalkan dunia setelah menciptakannya (paham Deisme), tetapi Ia adalah Allah yang memelihara ciptaan-Nya khususnya umat pilihan-Nya baik dalam hal keselamatan (sehingga mereka tidak akan binasa) maupun dalam kehidupan sehari-hari. Pemeliharaan Allah di dalam kehidupan umat-Nya sehari-hari mengakibatkan kita tidak perlu kuatir akan hidup kita (bdk. Mat. 6:25-33).
Di sisi lain, pemeliharaan Allah menunjukkan bahwa Allah yang dipercaya oleh orang Kristen adalah Allah yang hidup dan berdaulat mutlak atas hidup manusia. Hal ini sangat berbeda dengan konsep “Allah” atau “Tuhan” yang dipercaya oleh orang-orang non-Kristen yang tentunya tak berpribadi. Bandingkan Allah dalam iman Kristen dengan konsep “Tuhan” dalam agama Budha yang tak berpribadi (meskipun mengaku berpribadi) yang katanya ada, tetapi karena di luar nalar manusia, maka anggaplah itu tidak ada (menurut pengakuan teman saya yang beragama Budha). Jika “Tuhan” ada, tetapi karena di luar nalar manusia, lalu “Tuhan” dianggap tidak ada, bukankah ini suatu ketidakkonsistenan logika? Kedua, di dalam agama ini juga dipercaya bahwa “nasib” manusia ditentukan oleh hukum karma. Pertanyaannya adalah jika mereka percaya adanya Tuhan, lalu apa gunanya “Tuhan” itu jika pada akhirnya tujuan akhir hidup manusia ditentukan oleh hukum karma yang merupakan sesuatu yang mati?
Meskipun kita tetap bergantung kepada Allah, kita tidak diperintahkan oleh Allah untuk malas bekerja, karena “jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan.” (2Tes. 3:10) Lalu, bagaimana menyeimbangkannya? Bergantung dan beriman kepada Allah seharusnya menjadi dasar kita bekerja keras bagi kemuliaan-Nya sambil menyadari bahwa segala berkat jasmani yang dikaruniakan-Nya kepada kita itu adalah anugerah-Nya yang memampukan kita untuk bekerja keras.
Allah kita adalah Allah yang memelihara hidup umat-Nya dengan menyediakan berkat yang cukup bagi mereka. Biarlah pemeliharaan-Nya ini menjadi dasar dan pendorong bagi kita untuk bekerja keras untuk memuliakan-Nya. Amin.
[1] Kata Yunani ini hanya muncul 2x di dalam Perjanjian Baru, yaitu di Matius 6:11 dan Lukas 11:3 (dua-duanya merupakan isi Doa Bapa Kami).
No comments:
Post a Comment