05 November 2009

Eksposisi 1 Korintus 1:1 (Ev. Yakub Tri Handoko, Th.M.)

EKSPOSISI 1 KORINTUS 1:1

oleh: Ev. Yakub Tri Handoko, Th.M.



Nats: 1 Korintus 1:1



Sama seperti surat-surat kuno lainnya, surat 1 Korintus dimulai dengan penjelasan tentang identitas penulis. Cara penulisan seperti ini berbeda dengan cara modern yang meletakkan nama pengirim di akhir surat. Identitas pengirim berfungsi lebih dari sekedar pemberian tentang siapa yang mengirim surat itu. Apa yang dicantumkan dalam identitas penulis seringkali berkaitan dengan isi surat dan menjelaskan relasi antara penulis dan penerima surat. Dalam surat 1 Korintus terdapat dua nama sebagai pengirim surat, yaitu Paulus dan Sostenes. Masing-masing nama ini memiliki sebutan tersendiri yang menjelaskan relasi mereka dengan penerima surat.


Paulus (ay. 1a)
Banyak orang sering salah memahami nama “Paulus”. Nama ini dianggap sebagai nama baru yang dimiliki Saulus setelah dia bertobat. Hal ini tentu saja tidak tepat. Ada beberapa penjelasan tentang hal ini. Pertama, sebagai seorang Yahudi yang memiliki kewarganegaraan Romawi (Kis. 16:37; 21:39; 22:25) dan lahir di diaspora (Kis. 22:3), Paulus memiliki nama Yahudi (Saulus) maupun Latin (Paulus). Nama Latin “Paulus” secara hurufiah berarti “kecil”. Nama ini mungkin dipakai sesuai dengan postur tubuh Paulus yang kecil (Acts of Paul and Techla, bdk. 1Kor. 2:3; 2Kor. 10:10).

Setelah pertobatannya (Kis. 9) nama “Saulus” tetap dipakai (Kis. 11:25, 30; 12:25; 13:1, 2, 4, 7, 9). Ketika dia menjelaskan kisah pertobatannya di hadapan orang-orang Yahudi, Paulus tetap memakai nama “Saulus” (Kis. 22:7, 13). Demikian pula ketika dia menceritakan kisah itu di depan Raja Herodes Agripa (Kis. 26:14) yang menguasai budaya Yahudi (Kis. 26:3a).

Nama “Paulus” baru dipakai secara konsisten setelah Paulus bersama Barnabas diutus untuk memberitakan Injil kepada orang-orang non-Yahudi (Kis. 13:7, 9, 13, 16, 42, 43, 45, 46, dst). Pengubahan penyebutan ini hanya merupakan salah satu strategi pekabaran Injil yang dilakukan Paulus. Dalam istilah modern strategi ini disebut kontekstualisasi Injil.

Dari cara penulisan nama penulis di 1 Korintus 1:1 terlihat bahwa Paulus berusaha membedakan antara dirinya dengan Sostenes. Hal ini terlihat dari penggunaan kata sambung kai (“dan”) yang memisahkan antara Paulus dan Sostenes. Sebutan yang dipakai untuk keduanya pun berbeda: Paulus disebut sebagai rasul, sedangkan Sostenes sebagai saudara. Dalam Perjanjian Baru, kata rasul (apostolos) bisa merujuk pada tiga kelompok: 12 murid (Mat. 10:2//Luk. 6:13), orang-orang tertentu yang memegang kepempinan dalam gereja secara resmi (misalnya Paulus dan Barnabas, Kis. 14:14; Rm. 1:1) dan orang-orang Kristen secara umum yang memberitakan Injil (1Kor. 9:5-6; 2Kor. 8:3, 23; Flp. 2:25).

Dalam 1 Korintus 1:1 (dan mayoritas suratnya yang lain) Paulus tidak hanya mengklaim diri sebagai rasul. Dia menjelaskan beberapa aspek penting dari kerasulannya. Dalam konteks 1 Korintus, aspek-aspek tersebut perlu mendapat penekanan, karena kerasulan Paulus sedang dipermasalahkan: sebagian lebih menyukai rasul lain (1:12), jemaat Korintus menghakimi (4:1-5) dan menguji (9:1-23; bdk. 2Kor. 11:7-9) kerasulan Paulus. Pada masa sesudahnya pun mereka justru lebih mempercayai rasul-rasul palsu (2Kor. 11:4-5, 21).

Dipanggil (klhtos)
Paulus menjelaskan bahwa kerasulannya adalah hasil dari panggilan ilahi. Dalam teks Yunaninya, kata ini diletakkan dalam urutan pertama setelah nama Paulus. Posisi seperti ini menunjukkan bahwa aspek kerasulan ini adalah yang sangat penting. Aspek ini berkaitan dengan peristiwa panggilan khusus yang diterima Paulus ketika dia dalam perjalanan menuju Damsyik (Kis. 9:1-18). Aspek ini perlu ditegaskan oleh Paulus karena dia tidak termasuk saksi mata dari kehidupan Yesus maupun orang yang dipanggil Yesus untuk menjadi pengikut-Nya, padahal menjadi saksi mata dan dipanggil Yesus merupakan salah satu persyaratan untuk menjadi rasul (bdk. Kis. 1:21-22). Melalui penjelasan “dipanggil” (klhtos) di sini Paulus ingin menyatakan bahwa dia pun sebenarnya sama seperti 12 rasul lain, yaitu menerima panggilan dari Tuhan Yesus. Dia pun layak disebut sebagai saksi mata, walaupun dia hanya menyaksikan Tuhan yang bangkit.

Oleh kehendak Allah
Penjelasan ini sekilas hanya mengulang penjelasan sebelumnya, namun ungkapan “oleh kehendak Allah” di sini memiliki penekanan yang berbeda. Kalau ungkapan “dipanggil” (klhtos) lebih menyoroti aspek proses, ungkapan “oleh kehendak Allah” lebih pada sumber inisiatif dari kerasulan Paulus. Di berbagai kesempatan Paulus menyatakan bahwa inisiatif tersebut bukan berasal dari manusia, baik dari dirinya sendiri maupun orang lain (Gal. 1:1). Dia menggambarkan pertobatan dan panggilannya sebagai bayi yang lahir secara prematur (1Kor. 15:8-9). Kepada jemaat Galatia yang juga meragukan kerasulan dan ajarannya, Paulus menegaskan bahwa kerasulannya bukan berasal dari manusia (Gal. 1:16-17). Panggilan kerasulannya berasal dari Allah sendiri yang sejak dari dalam kandungan telah memilih dia (Gal. 1:15).

Mengapa Paulus perlu menyatakan bahwa inisiatif kerasulannya berasal dari Allah? Hal ini kemungkinan besar terkait dengan kecurigaan sebagian orang terhadap Paulus. Dia kadangkala dicurigai hanya ingin menyenangkan hati manusia (bdk. Gal. 1:10), terutama melalui ajarannya tentang anugerah yang dianggap membuka peluang yang besar bagi kebebasan manusia dan dosa (bdk. Rm. 3:8).

Dengan menyatakan bahwa kerasulannya bersumber dari inisiatif Allah, Paulus ingin memberitahu jemaat di Korintus bahwa dia sendiri sebelumnya tidak menginginkan untuk menjadi rasul, apalagi mencari keuntungan materi bagi diri sendiri (bdk. 1Kor. 9:12, 15, 18; 2Kor. 11:7-9). Dalam 2 Korintus 11:23-28 dia bahkan menjelaskan semua penderitaan yang harus dia tanggung selama menjadi rasul.

(Rasul) Kristus Yesus (cristou Ihsou)
Ungkapan “rasul Kristus Yesus” dapat dipahami dalam dua cara. Jika frase “Kristus Yesus” di sini berfungsi sebagai possesion genitive, maka ungkapan ini berarti “rasul milik Kristus Yesus”. Jika berfungsi sebagai subjective genitive, maka berarti “rasul yang diutus oleh Kristus Yesus”. Dari dua alternatif ini, kemungkinan yang terakhir tampaknya yang paling sesuai, sekalipun makna yang pertama juga pasti termasuk di dalamnya. Bentuk subjective genitive ini lebih sesuai dengan dua aspek kerasulan sebelumnya. Bedanya, ungkapan “rasul Kristus Yesus” di sini lebih menekankan pada subjek yang memanggil Paulus sebagai rasul.

Apakah maksud Paulus menjelaskan bahwa dia adalah rasul Kristus Yesus? Ungkapan ini tampaknya dimaksudkan untuk menekankan bahwa Paulus memiliki tugas kerasulan yang khusus dari Kristus Yesus, yaitu memberitakan Injil. Dalam 1 Korintus 1:17a dia menyatakan “sebab Kristus mengutus aku bukan untuk membaptis, tetapi untuk memberitakan Injil”. Seorang rasul memiliki dan berhak menjabat beragam tugas, namun Paulus mengetahui dengan pasti bahwa panggilannya yang terutama dan khusus adalah memberitakan Injil (bdk. Kis. 9:15-16).


Sostenes
Sama seperti beberapa suratnya yang lain (2Kor. 1:1; Flp. 1:1; Kol 1:1; 1Tes. 1:1; 2Tes. 1:1; Fil 1:1), dalam 1 Korintus 1:1 Paulus juga menyebutkan nama rekan sekerjanya. Kali ini nama yang disebut adalah Sostenes. Siapakah Sostenes di sini? Mengapa dia disebut dalam pembukaan surat ini?

Sostenes kemungkinan besar adalah sekretaris Paulus yang menuliskan surat 1 Korintus. Hal ini tersirat dari kata ganti “kami” yang muncul beberapa kali dalam surat ini. Bagaimanapun, Paulus pasti memiliki alasan lain ketika menyebutkan nama Sostenes, karena di suratnya yang lain dia tidak menyebutkan nama sekretarisnya (bdk. Rm. 1:1 dan 16:22). Terlepas dari sedikitnya data Alkitab yang ada, Sostenes di sini tampaknya lebih tepat dilihat sebagai kepala rumat ibadat orang Yahudi di Korintus ketika Paulus pertama kali mengabarkan Injil di sana (Kis. 18:17). Tradisi gereja mendukung dugaan ini. Di samping itu, pemakaian artikel di depan kata “saudara” (lit. “the brother”) menyiratkan bahwa jemaat Korintus pasti sudah mengenal Sostenes. Sostenes yang disebut di sini adalah orang tertentu yang dikenal jemaat Korintus sekalipun pada waktu itu ada banyak orang dengan nama Sostenes.

Mengapa Paulus perlu mencantumkan nama Sostenes dalam suratnya? Selain karena Sostenes terlibat langsung dalam penulisan surat sebagai sekretaris, Paulus merasa perlu menyebut namanya sebagai salah satu contoh bukti dari kekuatan Injil yang dia beritakan (bdk. 1Kor. 1:22-23) dan otentisitas kerasulannya (bdk. 1Kor. 9:1-2).

Penyebutan Sostenes sebagai “saudara” bukanlah sekedar sapaan formalitas. Sebutan ini sering kali dipakai sebagai persamaan kata “orang Kristen” (bdk. 1Kor. 5:11). Jadi, sebutan ini memiliki makna rohani di dalamnya. Tidak semua orang layak disebut sebagai “saudara”. Yang layak disebut sebagai “saudara” adalah mereka yang sama-sama menyebut Allah sebagai Bapa melalui pekerjaan Roh Kudus dan karya Kristus (Rm. 8:15//Gal. 4:6).


Sumber:
Mimbar GKRI Exodus, 22 Juli 2007

No comments: