07 June 2009

Roma 15:20-21: KONSEP PELAYANAN SEJATI-3: Pemberitaan Injil dan Sentralitas Kristus

Seri Eksposisi Surat Roma:
Penutup-3


Konsep Pelayanan Sejati-3: Pemberitaan Injil dan Sentralitas Kristus

oleh: Denny Teguh Sutandio



Nats: Roma 15:20-21



Konsep pelayanan yang kedua dari Paulus adalah pelayanan sejati adalah pelayanan yang berpusat kepada Kristus melalui pemberitaan Injil yang ia lakukan. Hal ini dipaparkan Paulus di ayat 20 s/d 21.


Selain oleh kuasa Roh Kudus, Paulus tetap memberitakan Injil dengan berfokus kepada Kristus sebagai inti berita utama Injil. Di ayat 20, ia mengatakan hal ini, “Dan dalam pemberitaan itu aku menganggap sebagai kehormatanku, bahwa aku tidak melakukannya di tempat-tempat, di mana nama Kristus telah dikenal orang, supaya aku jangan membangun di atas dasar, yang telah diletakkan orang lain,” Mungkin jika kita membaca terjemahan bahasa Indonesia, kita akan kebingungan dengan struktur kalimat dan artinya. Ada baiknya kita membaca terjemahan bahasa Inggris. International Standard Version (ISV) menerjemahkannya, “My one ambition is to proclaim the gospel where the name of Christ is not known, lest I build on someone else's foundation.” (satu ambisiku adalah untuk memberitakan Injil di mana nama Kristus tidak/belum dikenal, supaya aku jangan membangun di atas dasar orang lain) Di ayat ini, Paulus hendak mengajar kita beberapa hal penting tentang pelayanan penginjilan yang ia lakukan:
Pertama, Paulus berambisi memberitakan Injil. Di dalam bahasa Yunani, kata ini adalah philotimeomai yang bisa diterjemahkan strive (berusaha keras) atau bisa diterjemahkan kehormatan. Ia bukan hanya bergantung pada kuasa Roh Kudus di dalam pelayanannya, ia sendiri berusaha keras memberitakan Injil. Atau dengan kata lain ia berambisi memberitakan Injil. Luar biasa, ia “BERAMBISI” memberitakan Injil. Dunia kita adalah dunia postmodern yang sarat dengan semangat relativisme, humanisme, dan pragmatisme. Tidak heran yang didengungkan adalah kemauan dan kehebatan diri atau menggunakan istilah kerennya “AMBISI.” Ambisi menjadi tren dan gaya hidup zaman kita, bahkan beberapa (atau bahkan banyak?) orang Kristen pun sudah mulai diracuni dengan gaya hidup ini. Mereka suka berambisi melakukan apa pun demi kepuasan diri, meskipun secara KTP, mereka mengaku diri “Kristen.” Tetapi herannya, kalau untuk pekerjaan Tuhan, mereka malas bahkan tidak berambisi sama sekali. Mengapa? Karena ambisinya sudah diserahkan untuk hal-hal yang sementara. Patutkah mereka disebut “Kristen”? TIDAK! Mereka secara KTP mengaku diri “Kristen”, tetapi secara esensi dan hati, mereka tidak ada bedanya dengan orang dunia yang berambisi melakukan apa yang mereka sukai. Berbeda dari konsep manusia postmodern, Paulus yang meneladani Kristus TIDAK pernah berambisi memperluas kerajaan atau pengaruhnya, tetapi berambisi memberitakan Injil. Di dalam penginjilan, ia mengutamakan berita tentang Kristus (hanya Kristus/Solus Christus). Inilah jiwa seorang hamba Tuhan sejati. Hamba Tuhan sejati TIDAK berambisi memperluas gerejanya dengan alasan pertumbuhan gereja (church growth) tetapi dengan pengajaran yang sembrono dan tidak berdasar. Hamba Tuhan sejati TIDAK berambisi mengeduk keuntungan pribadi dari jemaat dengan memanipulasi berita di mimbar. Hamba Tuhan sejati TIDAK berambisi menyamarkan (atau menghilangkan) inti berita Injil, lalu mengatakan bahwa semua agama itu sama. Hamba Tuhan sejati HARUS memiliki AMBISI yang kudus yang berpusat kepada Allah dan pekerjaan-Nya, yaitu pemberitaan Injil. Bagaimana dengan kita yang melayani Tuhan di rumah Tuhan? Sudahkah kita memiliki ambisi memberitakan Injil? Sungguh ironis jika ada hamba Tuhan yang tidak berambisi untuk memberitakan Injil, tetapi berambisi untuk hal-hal duniawi? Marilah kita bertobat dan kembalilah kepada Kristus dan panggilan kita mula-mula sebagai hamba-Nya yang setia!

Kedua, Paulus berambisi memberitakan Injil di tempat di mana Kristus belum diberitakan. Paulus bukan hanya berambisi memberitakan Injil, tetapi ia berambisi memberitakan Injil di tempat di mana Kristus belum diberitakan. Apa signifikansi tambahan “di tempat di mana Kristus belum diberitakan”? Apa alasannya? Pada kalimat berikutnya, ia mengatakan alasannya yaitu agar dia tidak membangun di atas dasar yang telah diletakkan orang lain. Orang lain di dalam ayat ini berarti para rasul Kristus lain yang telah memberitakan Injil di suatu daerah. Misalnya, Petrus sudah memberitakan Injil di X, maka Paulus TIDAK akan memberitakan Injil di kota X itu, tetapi dia akan menginjili di daerah Y. Mengapa? Karena ia tidak mau membangun di atas dasar yang telah diletakkan orang lain. Dengan kata lain, yang menjadi ambisinya di dalam pelayanan penginjilan adalah Kristus saja, bukan diri dan pengaruhnya. Di dalam pelayanan penginjilan yang kita lakukan, siapa yang paling kita banggakan? Kristus atau diri kita? Berapa banyak kita yang memberitakan Injil, yang kita banggakan justru kita yang pintar beradu argumentasi dan logika dengan orang yang kita injili, tetapi tidak pernah membawa mereka kepada Kristus? Kita mengatakan bahwa kita memberitakan Injil, tetapi yang kita terus-menerus beritakan adalah kesaksian dan kehebatan kita. Itu bukan penginjilan! Sudah saatnya, orang Kristen dan hamba Tuhan sejati memberitakan Injil dengan berpusat kepada Kristus, bukan kehebatan diri dan pengaruh yang meluas. Jika Tuhan memberkati pelayanan kita melalui jangkauan pelayanan kita yang luas, itu adalah anugerah Tuhan dan jangan pernah membanggakan diri, serta jangan merebut kemuliaan Tuhan! Teladanilah Paulus (bdk. 2Kor. 10:15-16).


Apa yang mendasari Paulus memiliki ambisi memberitakan Injil? Dorongan orang lain atau keuntungan pribadi? TIDAK! Ia berambisi memberitakan Injil didasari oleh kasih kepada manusia berdosa yang belum mendengar Injil. Hal ini dipaparkannya di dalam ayat 21, “tetapi sesuai dengan yang ada tertulis: "Mereka, yang belum pernah menerima berita tentang Dia, akan melihat Dia, dan mereka, yang tidak pernah mendengarnya, akan mengertinya."” Ayat ini dikutip dari Yesaya 52:15 yang menunjuk kepada penggenapannya di dalam Kristus. Kasih bagi manusia berdosa yang belum mendengar Injil inilah yang mendorongnya memberitakan Injil bukan hanya untuk orang Yahudi, tetapi untuk orang-orang non-Yahudi. Orang-orang Yahudi ini disebut Paulus sebagai orang yang belum pernah menerima berita tentang Kristus dan tidak pernah mendengarnya. Kepada orang-orang inilah, ia memberitakan Injil, untuk apa? Agar mereka yang belum pernah menerima berita tentang Kristus dapat melihat Dia. “Melihat” di sini bukan secara harfiah, tetapi secara rohani. Meskipun orang-orang non-Yahudi belum pernah menerima berita tentang Kristus, tetapi setidaknya di Injil disebutkan bahwa ada salah seorang perwira Romawi yang datang kepada Kristus untuk meminta agar hambanya disembuhkan. (Mat. 8:5) Seperti Kristus telah menjangkau orang non-Yahudi, Paulus pun juga terbeban menjangkau lebih banyak orang non-Yahudi demi Injil Kristus. Oleh karena itu, ia mau agar mereka yang belum pernah menerima berita tentang Kristus, akan melihat-Nya secara rohani. Kedua, ia juga terbeban membawa orang-orang non-Yahudi yang tidak pernah mendengarnya akan mengerti Injil Kristus. Paulus tidak ingin orang-orang non-Yahudi hanya melihat Dia secara rohani, tetapi juga mendengar Injil dan mengertinya. Mengapa kata “mengerti” ini menjadi signifikan? Karena kata ini dikenakan pada orang-orang non-Yahudi (khususnya Yunani) yang menekankan pentingnya logika. Kekristenan dan pemberitaan Injil bukan hanya memberitakan Injil Kristus saja, tetapi juga menantang logika orang yang diinjili agar pikiran mereka ditundukkan di bawah Kristus. Sayang sekali, penginjilan zaman sekarang adalah penginjilan yang dangkal yang tidak sanggup menaklukkan pikiran orang-orang pandai di bawah Kristus dengan bahasa yang sederhana namun mendalam. Hamba-Nya yang setia, Pdt. Dr. Stephen Tong telah, sedang, dan akan melakukan hal ini di dalam setiap kebaktian penginjilan yang beliau adakan. Tujuannya agar Injil Kristus jangan dihina oleh para intelektual sebagai sesuatu yang dangkal. Paulus sudah membuktikan bahwa Injil juga mampu menguasai dan menaklukkan pikiran manusia yang paling pintar. Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita terbeban memberitakan Injil kepada guru, dosen, profesor, dan para intelektual lainnya? Sebagaimana Tuhan telah memakai Paulus, Agustinus, Dr. Martin Luther, Dr. John Calvin, Pdt. Dr. Stephen Tong, dll untuk memberitakan Injil yang menaklukkan rasio manusia berdosa di bawah Kristus, Allah yang sama yang mengutus mereka juga mengutus kita untuk menunaikan mandat Injil yang sama, siapkah kita?


Biarlah perenungan dua ayat yang singkat ini mendorong dan membakar semangat Anda dalam memberitakan Injil Kristus. Amin. Soli Deo Gloria.

No comments: