19 August 2008

Roma 10:4: "ISRAEL" SEJATI ATAU PALSU-8: Sentralitas Kristus

Seri Eksposisi Surat Roma:
Doktrin Predestinasi-7


“Israel” Sejati atau Palsu-8: Sentralitas Kristus

oleh: Denny Teguh Sutandio


Nats: Roma 10:4


Setelah mempelajari tentang alasan konkrit mengapa kaum Israel gagal disebut umat pilihan Allah dan harapan Paulus agar Israel juga diselamatkan di pasal 10 ayat 1 s/d 3, maka Paulus melanjutkan pembahasannya tentang Kristus sebagai kegenapan hukum Taurat di ayat 4.

Setelah menjelaskan tiga kata “kebenaran” yang diulang di ayat 3 yang sesungguhnya adalah inti dari banyak orang Israel yang tidak diselamatkan, yaitu mereka tidak mengetahui kebenaran Allah dan mereka mendirikan kebenaran mereka sendiri lalu tidak takluk kepada Allah, maka Paulus langsung menjelaskan bahwa seseorang dibenarkan bukan berdasarkan perbuatan baik, tetapi hanya melalui iman di dalam Pribadi Kristus, “Sebab Kristus adalah kegenapan hukum Taurat, sehingga kebenaran diperoleh tiap-tiap orang yang percaya.” (ayat 4). Di dalam ayat ini, Paulus langsung menunjuk bahwa Hukum Taurat sebenarnya mengarah dan berpusat kepada Kristus. Kata “kegenapan” di dalam American Standard Version (ASV), English Standard Version (ESV), Geneva Bible, King James Version (KJV) dan New King James Version (NKJV) diterjemahkan end (=akhir), dan dalam terjemahan International Standard Version (ISV) adalah culmination (=titik tertinggi). Kata ini dalam bahasa Yunani adalah telos yang bisa berarti goal, result, etc (tujuan, hasil, dll). Pdt. Hasan Sutanto, D.Th. di dalam Perjanjian Baru Interlinear (2003) menafsirkan kata ini sebagai “kesudahan dan tujuan” (hlm 853). Selain itu, kata ini juga bisa diterjemahkan: akhir; kesimpulan; tujuan; hasil; akhirnya; sepenuhnya; sisanya; bea’. Kata ini muncul sebanyak 40x di dalam Perjanjian Baru. (Sutanto, Konkordansi Perjanjian Baru, 2003, hlm 750) Dari penyelidikan arti kata ini, kita mendapatkan gambaran pengertian tentang hubungan Kristus dan Taurat, yaitu:
Pertama, Kristus adalah Tujuan Hukum (Taurat). Hukum (Taurat) diwahyukan Allah bagi umat Israel sebagai hukum yang mengatur kehidupan dan iman orang Israel. Taurat itu berupa 5 kitab Musa, yaitu Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan dan Ulangan. Bagi Dr. Martin Luther, hukum Taurat berfungsi untuk menunjukkan dosa manusia melalui hukum Allah. Seharusnya bangsa Israel menyadari bahwa Taurat diwahyukan agar mereka menyadari keberdosaan mereka dan menyerahkan pengharapan dan iman mereka kepada dan di dalam Allah mereka, tetapi bagaimana kenyataannya? Bangsa ini bukan bangsa yang taat dan setia, tetapi bangsa yang tegar tengkuk. Di dalam kitab Keluaran (Taurat) saja, Allah menyebut bangsa Israel sebagai bangsa yang tegar tengkuk sebanyak 3x, yaitu: Keluaran 32:9; 33:3, 5. Di dalam kitab Ulangan (Taurat) pun, kembali Allah menyebut Israel sebagai bangsa yang tegar tengkuk juga sebanyak 3x, yaitu: Ulangan 9:6,13; 10:16. Di 2 Tawarikh 30:8, Hizkia berkata, “Sekarang, janganlah tegar tengkuk seperti nenek moyangmu. Serahkanlah dirimu kepada TUHAN dan datanglah ke tempat kudus yang telah dikuduskan-Nya untuk selama-lamanya, serta beribadahlah kepada TUHAN, Allahmu, supaya murka-Nya yang menyala-nyala undur dari padamu.” Di dalam Yesaya 48:4, Tuhan berfirman, “Oleh karena Aku tahu, bahwa engkau tegar tengkuk, keras kepala dan berkepala batu,…” Sungguh unik sekali, dua dari 5 kitab Taurat justru membukakan realita Israel sebagai bangsa yang tegar tengkuk. Ini membuktikan bahwa meskipun Taurat diwahyukan kepada Israel, mereka tidak pernah sungguh-sungguh mengertinya, melainkan mereka menganggap Taurat itu sebagai bahan pelajaran yang perlu ditaati tanpa perlu dimengerti esensinya. Di abad postmodern ini, hal serupa terjadi juga di dalam Kekristenan. Banyak pemimpin gereja mengaku dengan mulutnya bahwa mereka percaya pada Alkitab dan Kristus, tetapi realitanya doktrin dan kelakuan mereka sama sekali tidak sesuai dengan Alkitab. Mereka berkhotbah sesuatu yang seolah-olah dari Alkitab, tetapi tanpa mengerti esensi utamanya. Tidak heran, jika ada seorang “pemimpin gereja” yang menulis artikel yang membuktikan bahwa Kristus tidak bangkit, meskipun dia pernah sekolah “theologia” bahkan bergelar Doktor “Theologia”. Alkitab dan theologia hanya diselidiki secara akademis, tetapi tidak “mendarat” di dalam aplikasi dan pengalaman rohani sejati bersama Tuhan. Ini bahayanya akademis! Kembali, di dalam pewahyuan progresif (progressive revelation), Tuhan membukakan kepada kita bahwa Taurat yang diwahyukan kepada Israel sebenarnya mengarah kepada Kristus. Semua upacara korban di dalam kitab Imamat dan Ulangan, dll mengarah kepada penebusan Kristus. Bahkan seluruh Perjanjian Lama (PL) mengarah kepada Perjanjian Baru (PB) di dalam Kristus. Ini membuktikan adanya benang merah di dalam seluruh Alkitab dari PL sampai dengan PB. Memisahkan PL dan PB dari Alkitab berarti tidak menghargai Alkitab. Selain itu, ingin mengerti PL tanpa melalui PB adalah sia-sia.
Kedua, Kristus adalah Penyempurna Taurat. John Calvin di dalam tafsirannya mengutip perkataan Erasmus yang menafsirkan kata ini sebagai perfection (kesempurnaan). Dengan kata lain, Kristus menyempurnakan apa yang tertulis di dalam Taurat. Di dalam Injil Matius 5:17, Tuhan Yesus sendiri bersabda, “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.” Ayat ini sering salah ditafsirkan oleh orang Islam bahwa karena Kristus tidak meniadakan Taurat, maka Ia juga menyetujui bahwa makan babi itu haram, dll. Tafsiran ini jelas sesat, karena tidak memperhatikan konteks (budaya postmodern di dalam penafsiran). Bagaimana tafsiran yang benar? Kata “menggenapi” di dalam ayat ini di dalam KJV diterjemahkan fulfill (=memenuhi, menyelesaikan, dll). Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS) sedikit memberikan penjelasan tambahan, “menunjukkan arti yang sesungguhnya.” Ini berarti Kristus yang menggenapi Taurat adalah Kristus yang sebenarnya hendak menunjukkan arti yang sebenarnya tentang Taurat yang sudah diselewengkan oleh banyak pemimpin Yahudi. Hal ini bisa kita jumpai di ayat-ayat setelah ayat ini, yaitu mulai ayat 21 sampai dengan ayat 48 (perluasannya sampai dengan akhir pasal 7). Di dalam ayat-ayat tersebut, Kristus mengutip perkataan Taurat, lalu disambung dengan perkataan-Nya yang menjelaskan esensinya, “tetapi Aku berkata kepadamu, ...” Misalnya, di dalam ayat 21, Kristus mengutip Taurat, “Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum.”, lalu disambung dengan penjelasan-Nya tentang makna sesungguhnya di ayat 22 s/d 26, “Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala. Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu. Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama-sama dengan dia di tengah jalan, supaya lawanmu itu jangan menyerahkan engkau kepada hakim dan hakim itu menyerahkan engkau kepada pembantunya dan engkau dilemparkan ke dalam penjara. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya engkau tidak akan keluar dari sana, sebelum engkau membayar hutangmu sampai lunas.” Dari ayat 21 s/d 48, Kristus membukakan realita bahwa esensi utama dari Taurat BUKAN pada perbuatan, tetapi pada hati. Dari hati yang bersih, akan keluar perkataan dan tindakan yang bersih. Lalu, pertanyaannya, mengapa Kristus dapat disebut Penyempurna Taurat? Siapakah Dia? Bagaimana dengan Mohammad yang merasa diri sebagai “Roh Kudus” di dalam Alkitab, lalu mengatakan bahwa Alkitab itu kurang ‘lengkap’? Kristus dapat disebut Penyempurna Taurat karena Ia adalah Allah Pribadi Kedua yang diutus langsung dari Allah Bapa untuk menebus dan menyelamatkan umat-Nya yang berdosa (Yohanes 3:16). Karena Allah yang mewahyukan Taurat, tetapi Taurat telah diselewengkan, maka Ia mengutus Kristus melalui inkarnasi (Allah menjadi manusia tanpa meninggalkan natur Ilahi-Nya) untuk menjelaskan ulang (re-interpret) Taurat. Hanya Allah saja yang mampu menjelaskan maksud-Nya mewahyukan Taurat. Dengan demikian, barangsiapa, entah itu “nabi”, “orang suci” atau siapapun yang mengklaim diri berhak menafsirkan Taurat atau mengatakan Alkitab itu salah, terkutuklah dia, seperti perkataan Paulus di dalam Galatia 1:8, “Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia.” Allah di Surga pasti menghukum mereka yang tidak percaya kepada Kristus (Yohanes 3:18b).
Karena Kristus adalah Tujuan dan Penyempurna Taurat, maka setiap orang yang percaya kepada dan di dalam-Nya juga mendapat status yang dibenarkan. Di dalam struktur bahasa Yunani, kata “percaya” memakai bentuk pasif. Artinya, umat pilihan-Nya yang percaya (pasif) kepada Kristus mendapatkan status yang dibenarkan. Bentuk pasif ini berarti iman umat pilihan-Nya bukanlah iman yang aktif yang berasal dari keinginan hatinya (pandangan Arminianisme), tetapi mutlak merupakan anugerah Allah. Sehingga, seseorang baru bisa beriman di dalam Kristus, setelah Roh Kudus melahirbarukan mereka (1 Korintus 12:3b). Kepercayaan ini dialamatkan kepada dan di dalam Kristus yang telah melakukan segala yang tertulis di dalam Taurat (=menyempurnakan Taurat) bahkan sampai mati di kayu salib demi menebus dosa manusia pilihan-Nya dan bangkit kembali serta naik ke Surga, sehingga kebenaran yang telah ditunaikan-Nya di atas kayu salib diimputasikan bagi setiap umat pilihan-Nya yang masih berdosa. Di dalam pasal sebelumnya di surat Roma, Paulus berkata, “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.” (Roma 5:8) Ini berarti ketika kita masih berdosa, dari kekekalan, Allah Bapa telah merencanakan untuk mengutus Putra Tunggal-Nya, Tuhan Yesus Kristus untuk menebus dosa umat pilihan-Nya yang berdosa. Berarti, pembenaran orang-orang percaya MUTLAK bukan karena perbuatan baik (ataupun dengan dalih “beriman”), tetapi murni dari anugerah Allah, karena Allah telah berinisiatif menyelamatkan manusia bahkan pada saat manusia sudah/masih berdosa (tanpa melihat apakah suatu saat manusia tertentu akan bertobat—pandangan Arminianisme). Anugerah keselamatan inilah yang diterima oleh umat-Nya sebagai status yang dibenarkan. Status manusia (pilihan-Nya) yang berdosa bisa dibenarkan di hadapan Allah karena penebusan Kristus yang bersifat mengganti (substitusi), mendamaikan (rekonsiliasi) dan memuaskan/meredakan murka Allah/korban (propisiasi).

Bagaimana dengan kita? Kita sudah dibenarkan karena penebusan Kristus. Tindakan penyelamatan Allah di dalam Kristus adalah tindakan teragung dan terdahsyat bagi umat pilihan-Nya. Sudahkah kita bersyukur atas anugerah-Nya bagi kita? Sudahkah kita setia dan taat menjalankan perintah Taurat bukan untuk diselamatkan tetapi sebagai respon kita telah diselamatkan? Pdt. Daniel Lucas Lukito, Th.D. membedakan dua macam anugerah khusus di dalam Kekristenan yaitu saving grace (=anugerah yang menyelamatkan) dan living grace (=anugerah yang hidup). Setelah kita diselamatkan di dalam penebusan Kristus melalui saving grace, maukah kita mewujudnyatakan living grace itu di dalam kehidupan kita sehari-hari? Biarlah perenungan kita tentang satu ayat ini saja mencerahkan pemikiran kita tentang sentralitas Kristus sebagai Tujuan dan Penyempurna Taurat. Amin. Soli Deo Gloria.

No comments: