22 July 2008

Matius 10:26-27: CHRISTIANITY & PERSECUTION: The Proclamation

Ringkasan Khotbah : 05 Maret 2006
Christianity & Persecution: The Proclamation
oleh: Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.

Nats: Mat. 10:26-27



Pendahuluan
Kristus Yesus merupakan satu-satunya teladan sempurna yang ada di dunia. Hal ini membuktikan bahwa apa yang selama ini dipandang manusia tidak mungkin ternyata dapat dilakukan oleh Kristus. Dia datang untuk menjadi teladan bagi manusia. Kristus Sang Kebenaran sejati itu datang ke dunia membukakan suatu realita kebenaran pada setiap orang yang mau menjadi murid-Nya. Gambaran murid Kristus itu seperti domba di tengah-tengah serigala. Seperti layaknya seekor domba, binatang yang lemah maka kita akan menghadapi banyak tantangan dan penganiayaan. Di dunia kita melihat banyak orang tak terkecuali orang yang bukan Kristen sekalipun juga mengalami penganiayaan. Adalah wajar kalau orang dianiaya sebagai akibat dari perbuatan dosa yang ia lakukan. Hukuman yang diterima oleh orang berdosa merupakan tindakan keadilan. Orang harus membayar harga sebagai akibat dari perbuatan dosa yang ia lakukan. Namun ada hal yang membedakan antara penganiayaan yang dialami oleh orang Kristen dan dunia. Orang dunia selain dianiaya di dunia, ia juga mengalami penganiayaan dalam kekekalan. Berbeda halnya dengan anak Tuhan, di dunia ia dianiaya namun aniaya itu tidak berlangsung selamanya karena ia mendapatkan sukacita kekal di sorga bersama Kristus.
Gambaran kebinasaan kekal ini sangatlah mengerikan. Ada orang yang menggambarkan sebagai tempat dengan api panas yang menyala-nyala dan ada pula yang menggambarkan sebagai tempat gelap yang penuh dengan ratap dan gertak gigi dan masih banyak gambaran lain yang sangat mengerikan. Namun ada satu hal yang perlu kita perhatikan, kematian kekal itu bukan sekedar api menyala dan tempat gelap saja. Tidak! Ada hal lain yang lebih mengerikan ketika manusia masuk dalam kematian kekal karena orang telah kehilangan esensi hidupnya. Itulah sebabnya orang menjadi sangat ketakutan di kala kematian itu sudah mendekat. Sebelum kematian itu datang menjelang, orang berani bermain-main dengan dosa, orang bernikmat dalam dunia dan melupakan Tuhan namun ketika hari dimana kematian kekal itu tiba maka orang mulai mulai sadar namun sungguh amatlah disayangkan kesadaran itu datangnya selalu terlambat sebab tidak ada seorangpun di dunia yang dapat menolongnya.
I. Kebenaran Harus Dinyatakan
Dunia semakin menuju pada kehancuran dan kegelapan maka orang yang sudah berada dalam kegelapan merasa dirinya aman karena keberdosaannya tidak nampak nyata; seperti halnya orang berbuat kotor di dalam tempat gelap selama tempat itu masih gelap ia akan selalu merasa dirinya bersih. Di tengah dunia berdosa, orang dianiaya bukan karena kebenaran tetapi lebih tepatnya karena dosa. Orang Kristen juga mengalami aniaya dan penderitaan tapi ingat, aniaya yang dialami bukan karena dosa, tidak, tapi karena ia hidup dalam kebenaran. Ketika terang itu datang menerangi kegelapan maka seluruh kekotoran itu akan nampak jelas itulah sebabnya dunia sangat tidak suka dengan anak-anak Tuhan yang membawa terang sehingga dengan segala cara ia akan mencoba menyingkirkannya. Akibatnya orang lebih memilih menyembunyikan terangnya di bawah gantang dari pada ia dianiaya dan menderita. Manusia cenderung menyembunyikan ketakutannya lalu orang menggunakan segala macam cara yang seolah-olah menyatakan diri sebagai orang yang “bijaksana.“ Tindakan-tindakan berikut ini dianggap “bijaksana,“ yaitu: tidak menyatakan kebenaran di tengah dunia berdosa, tidak berani melawan kejahatan, tidak berani mengambil resiko dianiaya. Benarkah tindakan tersebut dianggap sebagai tindakan yang bijaksana? Ironis, di tengah dunia ini orang lebih berani menyatakan dosa daripada menyatakan kebenaran Tuhan. Kebenaran semakin lama semakin meredupkan dirinya.

Tuhan memberikan hati nurani dalam diri setiap manusia di dunia siapapun dia maka ketika orang melakukan perbuatan dosa pasti timbul rasa takut. Inilah natural reaction.
Sebagai contoh, orang yang baru pertama kali menyontek pasti akan merasa gemetar dan takut. Dosa mengakibatkan kematian dan hukuman dan hal ini seharusnya menjadi peringatan bagi kita tapi perasaan takut dan gemetar ini kalau tidak direspon dengan positif maka manusia akan berubah menjadi garang. Ketika hati nurani kita pertama kali ditegur akan dosa oleh Tuhan dan kita berespon positif maka hal itu akan meredupkan sifat dosa dan membuat kita kembali pada kebenaran. Sebaliknya ketika hati nurani itu menegur dan kita bereaksi negatif maka itu menjadi titik awal kehancuran kita. Orang akan menjadi sangat marah ketika ditegur dosanya dan ironisnya, orang mencoba menghancurkan kebenaran dan orang yang membawa kebenaran itu. Hal itu menunjukkan dosa itu telah mencengkeram hidupnya – kebenaran telah ditaklukkan oleh kuasa kegelapan. Ketika kebenaran itu semakin diredupkan maka tanpa sadar orang mulai berkompromi dengan dosa. Tuhan Yesus menegaskan bahwa setiap anak Tuhan harus menyatakan kebenaran di tengah dunia.

Dunia sangat membutuhkan kebenaran. Cobalah bayangkan apa jadinya dunia ini kalau orang Kristen yang seharusnya mewartakan kebenaran tapi malah menaruh terangnya di bawah gantang? Tentu saja, dunia yang gelap akan semakin gelap dan akhirnya binasa. Adalah tugas kita sebagai anak Tuhan untuk mewartakan kebenaran Firman dengan demikian orang beroleh pengharapan sejati. Kebenaran itu harus kita nyatakan di tengah dunia. Janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka (Mat. 10:28).

II. Resiko Proklamasi Kebenaran
Saat kebenaran itu dinyatakan ke tengah-tengah dunia maka ada resiko – kita akan menghadapi banyak musuh yang datang dari luar maupun dari dalam Kekristenan sendiri. Secara hati, mungkin kita akan dapat menerima kalau musuh yang kita hadapi itu berasal dari luar tapi bagaimana halnya kalau orang yang memusuhi kita justru orang terdekat kita yang diam-diam menikam dari belakang. Tentulah hal ini sangat menyakitkan, bukan? Hari ini banyak orang yang memakai label Kekristenan padahal sesungguhnya seluruh kegiatan yang dilakukan bersifat sekuler belaka. Banyak orang yang mengaku Kristen namun beriman palsu, kebenaran yang diberitakan bukan kebenaran Firman tapi kebenaran palsu. Memproklamirkan kebenaran di tengah dunia berdosa ini tidaklah mudah, ada resiko yang harus kita tanggung diantaranya banyak musuh yang harus kita hadapi. Dibutuhkan suatu keberanian dalam memproklamasikan suatu kebenaran. Tanpa proklamasi kebenaran maka dunia ini akan semakin gelap maka resiko proklamasi, the risk of proclamation itu harus kita ambil.

Orang tidak rela kalau harus menanggung resiko yang sedemikian besar – dianiaya dan disiksa demi untuk kebenaran. Ironis, orang justru lebih rela menderita sebagai akibat dari perbuatan dosa yang ia lakukan. Orang menganggap wajar kalau ia dihukum karena mendapati dirinya mencuri tapi tidak demikian halnya kalau ia harus menderita karena memproklamasikan kebenaran. Inilah realita dunia berdosa yang membalikkan kebenaran sejati. Orang berdosa tidak sadar kalau hari ini ia mendapat hukuman di dunia atau mungkin ia dapat lolos dari hukuman di dunia akan tetapi tidak demikian halnya pada hari penghakiman; orang berdosa tidak akan lolos dari hukuman Tuhan. Berbeda halnya dengan anak Tuhan, mungkin hari ini kita menderita aniaya namun suatu hari nanti kita akan beroleh kemenangan dan kemuliaan akan diberikan pada kita. Iblis tahu bahwa anak Tuhan nantinya akan beroleh kemenangan itu sehingga dengan segala cara iblis mencoba menghancurkan kebenaran. Seorang anak Tuhan yang sejati harusnya mempunyai jiwa yang rela berkorban demi untuk menyatakan kebenaran – anak Tuhan harus memancarkan terang ke tengah dunia yang gelap.

III. Dalam Kebenaran terkandung Nilai yang Mulia
Dalam kebenaran itu terkandung nilai tertinggi yang seharusnya diberitakan namun yang menjadi pertanyaan sekarang adalah kenapa hari ini sedikit sekali orang yang mau memberitakan kebenaran itu? Orang tidak menyadari ada suatu nilai tertinggi di dunia yang harus kita kejar, yaitu keselamatan yang Tuhan berikan pada manusia. Sebab dibandingkan dengan keselamatan kekal maka seluruh harta di dunia ini tidak ada artinya. Apalah artinya kita mendapatkan seluruh dunia tetapi kita kehilangan nyawa, apa yang bisa diberikan ganti sebuah nyawa? Nilai secara instrinsik di dalam diri nilai maupun nilai secara ekstrinsik dari luar nilai harus dikembalikan pada nilai tertinggi,yaitu keselamatan. Betapa bodohnya manusia menukar nilai tertinggi, yaitu keselamatan dengan harta dunia yang tidak bernilai. Janganlah kita melakukan kesalahan yang sama seperti yang dilakukan Esau yang menukar hak kesulungan dengan semangkok kacang merah. Manusia gagal mengerti apa yang menjadi nilai tertinggi yang sepatutnya kita perjuangkan dan menukarnya dengan harta dunia yang tidak bernilai. Sadarlah keselamatan hidup yang kita peroleh itu harganya sangat mahal – seluruh harta di dunia tidak akan dapat membeli keselamatan yang bernilai kekal. Itulah sebabnya kita menjumpai ada orang-orang yang rela menderita aniaya dan siksa demi untuk memberitakan kebenaran; orang tahu apa yang menjadi nilai tertinggi yang ada di dunia. Demi untuk menyelamatkan nyawa manusia berdosa, Kristus harus membayar dengan harga yang mahal – Kristus Anak Allah sendiri datang ke dunia menebus manusia dengan nyawa–Nya sendiri. Berapa harga yang harus kita bayar demi untuk menggantikan nyawa kita? Sadarlah betapa mahalnya diri kita karena darah Kristus telah menebus dosa dan menyelamatkan kita. Ironis demi untuk sebuah makanan kita berani berkata-kata tetapi kenapa demi untuk sebuah nilai terbesar – keselamatan mulut kita terkunci? Berita Injil harus diteriakkan ke seluruh dunia sehingga seluruh dunia mendengar kabar sukacita ini.

IV. Dalam Kebenaran terkandung Tujuan yang Mulia
Tujuan hidup yang paling tinggi haruslah kita kembalikan untuk kemuliaan Tuhan. Bayangkan apa jadinya hidup seorang atheis yang percaya bahwa hidup manusia itu terjadi secara kebetulan. Bagaimana ia menjalani hari-hari dalam hidupnya? Tujuan hidup bukan kita yang tetapkan karena kalau kita yang menetapkan maka apa yang menjadi standar ukuran kita sukses atau tidak? Dimana legitimasinya? Tuhan telah menetapkan suatu tujuan hidup pada manusia sebab kalau Tuhan tidak mempunyai tujuan untuk apa Ia datang ke dalam dunia dan menyelamatkan manusia? Siapakah kita manusia sehingga Tuhan mau datang menyelamatkan kita? Karya keselamtan yang Tuhan kerjakan itu tidak dikerjakan secara sembarangan. Tidak! Anak Allah sendiri datang berinkarnasi untuk menyelamatkan manusia berdosa dan semua ini dikerjakan karena Tuhan mempunyai satu tujuan mulia. Kita adalah buatan Allah diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik yang dipersiapkan Allah sebelumnya dan Ia mau supaya kita hidup di dalam-Nya (Ef. 2:8). Proklamasi kemerdekaan bukan sekedar sebuah kemerdekaan tapi harus disertai dengan sasaran yang jelas. Tuhan mempunyai tujuan yang jelas pada setiap kita, Tuhan mempunyai rencana yang indah pada setiap kita dan tujuan itu tidak berakhir di dalam kesementaraan tapi tujuan yang Tuhan tetapkan itu berakhir di kekekalan. Bayangkan bagaimana hidup kita kalau kita tidak mempunyai tujuan hidup yang jelas, kita akan melangkah tanpa tujuan dan akhirnya tersesat.

Tuhan Yesus ke dunia dan Dia telah menjadi teladan sempurna bagi kita. Tuhan Yesus tahu untuk apa Dia datang ke dunia dan Dia menggenapkan semua itu sampai tuntas dan menang. Dunia ini telah kehilangan jalur itulah sebabnya Tuhan ingin kita memproklamasikan kebenaran sehingga membawa dunia kembali kepada jalan yang benar. Maukah kita dipakai oleh Tuhan untuk mewartakan kebenaran yang sejati itu dan memancarkan terang bagi dunia? Amin.

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)
Sumber:

No comments: