30 June 2007

Tentang Calvinisme-2 : MENGAPA SAYA SEORANG REFORMED/CALVINIS ?-2 (Denny Teguh Sutandio)

Tentang Calvinisme-2



MENGAPA SAYA SEORANG REFORMED/CALVINIS ?-2

oleh : Denny Teguh Sutandio, S.S. (Cand.)



Pada bagian pertama dari pengajaran “Tentang Calvinisme”, saya telah memberikan sedikit kesaksian/sharing tentang bagaimana saya menjadi seorang Reformed/Calvinisme di dalam perjalanan hidup saya, maka pada bagian kedua ini, saya akan menguraikan sedikit kelebihan theologia Reformed/Calvinisme dibandingkan dengan aliran theologia di dalam keKristenan maupun di luar Kristen, di mana penjelasan detail tentang hal ini akan dibahas pada bagian-bagian selanjutnya.

Sejak pertama kali mengenal dan mempelajari theologia Reformed/Calvinisme secara mendalam kira-kira pada akhir tahun 2004, saya semakin tertarik dengan pemahaman theologia ini yang berintikan kedaulatan Allah. Lalu, semakin saya mengikuti kuliah theologia secara part-time di Sekolah Theologia Reformed Injili Surabaya (STRIS) Andhika maupun Persekutuan dan Pembinaan Pemuda GRII Andhika, Surabaya yang dilayani oleh Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div., saya mulai membentuk paradigma berpikir secara esensial atau melihat segala sesuatu dari sudut pandang kedaulatan Allah. Dalam hal ini, saya bersyukur kepada Tuhan karena Ia telah mengirimkan hamba-hamba-Nya, antara lain Pdt. Dr. Stephen Tong (yang menguatkan iman Kristen saya pertama kali dan sedikit memperkenalkan theologia Reformed), Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div. (gembala sidang GRII Andhika yang banyak mengajar saya tentang pembentukan paradigma di dalam perspektif theologia Reformed yang ketat baik melalui mimbar eksposisi Matius di GRII Andhika maupun di Persekutuan dan Pembinaan Pemuda GRII Andhika dan juga di STRIS Andhika) dan juga kepada Pdt. Billy Kristanto, M.C.S. (gembala sidang MRII/PRII Jerman yang berkhotbah di National Reformed Evangelical Convention—NREC 2004 s/d 2006 dan bukunya berjudul, “Ajarlah Kami Bertumbuh” sudah saya baca dan sangat menguatkan dan menegur saya di bidang kerohanian dan tentang pelayanan). Bagi saya, ketiga hamba Tuhan inilah yang telah, sedang dan akan menguatkan saya melalui khotbah-khotbah dan pengajaran-pengajarannya.

Apa saja yang saya pelajari tentang Calvinisme dan mengapa saya menjadi seorang Reformed/Calvinisme? Berikut akan saya paparkan.
Pertama, Calvinisme/theologia Reformed adalah satu-satunya theologia Kristen yang melihat Alkitab dari kacamata kedaulatan Allah (Boettner, 2000, p. 11). Artinya inti dari theologia Reformed adalah kedaulatan Allah. Allah adalah Allah yang Berdaulat dan Mahakuasa. Ada beberapa makna yang terkandung di dalam pernyataan kedaulatan Allah, yaitu :
pertama, Allah yang Berdaulat adalah Allah Pencipta. Allah yang Berdaulat adalah Allah yang menciptakan segala sesuatu. Mengapa Pencipta disebut berdaulat dan di mana letak signifikansinya ? Mengutip pernyataan dari Pdt. Sutjipto Subeno tentang hukum relasi Pencipta—ciptaan : Allah yang menciptakan segala sesuatu berarti Allah yang pertama kali menetapkan tujuan penciptaan, kemudian merancang ciptaan, menjadikan ciptaan dan berdaulat menggunakan ciptaan itu untuk kemuliaan-Nya (Yesaya 43:7, “semua orang yang disebutkan dengan nama-Ku yang Kuciptakan untuk kemuliaan-Ku, yang Kubentuk dan yang juga Kujadikan!"”). Itulah kedaulatan Allah. Oleh karena itu, sudah seharusnya sebagai ciptaan, kita sebagai manusia taat mutlak kepada perintah Allah sebagai Pencipta, khususnya kita yang telah ditebus oleh Kristus harus menaati perintah Allah di dalam Alkitab.

kedua, Allah yang Berdaulat sebagai Sumber. Artinya, Allah yang Berdaulat adalah Allah yang daripada-Nya segala sesuatu itu ada. Allah tak pernah bergantung pada siapapun dan apapun, karena Ia berada pada diri-Nya sendiri (self-dependence of God). Ini bukan hanya menyangkut masalah penciptaan, tetapi juga menyangkut masalah lain di dunia ini yang bersumber pada Allah. Misalnya, Allah yang Berdaulat adalah Sumber segala pengetahuan, sehingga Raja Salomo yang terkenal bijaksana menuliskan, “Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan,…” (Amsal 1:7) Ketika kita mau belajar sungguh-sungguh tentang pengetahuan, kembalilah kepada Firman Allah, Alkitab, karena di situ kita dapat mempelajari sumber pengetahuan sejati. Hal ini tidak berarti Alkitab adalah buku pengetahuan, tetapi Alkitab memberikan dasar filosofis tentang pengetahuan sejati yaitu takut akan Tuhan. Ketika manusia enggan percaya kepada/di dalam Allah melalui Alkitab, mereka bukan saja dianggap bodoh, tetapi juga sia-sia (Amsal 1:7b).

ketiga, Allah yang Berdaulat adalah Pemelihara. Bukan hanya sebagai Pencipta dan Sumber, Ia juga sebagai Pemelihara segala sesuatu. Konsep deisme mengajarkan bahwa setelah Allah menciptakan segala sesuatu, maka Ia “cuek” dan meninggalkan ciptaan-Nya itu. Hal ini tidak diajarkan oleh Alkitab, karena Alkitab sendiri mengajarkan bahwa Ia memelihara ciptaan-Nya. Buktinya, kalau Allah tidak memelihara alam semesta ciptaan-Nya, maka jarak antara bumi dan matahari bisa bergeser menjadi 130 juta km yang mengakibatkan kita bisa terbakar (gosong) atau bergeser menjadi 200 juta km yang mengakibatkan kita bisa membeku (menjadi es). Tetapi puji Tuhan, Ia memelihara ciptaan-Nya, bahkan manusia pilihan-Nya. Rasul Paulus di dalam Efesus 1:4-5 mengajarkan bahwa Allah memilih kita di dalam Kristus sebelum dunia dijadikan menurut kerelaan kehendak-Nya. Bukan hanya memilih, Ia jugalah yang : merencanakan keselamatan bagi umat pilihan-Nya, menggenapkan keselamatan itu di dalam pribadi Kristus dan menyempurnakannya sampai akhir melalui karya Roh Kudus, sehingga Calvinisme berani mengajarkan bahwa keselamatan umat pilihan-Nya (anak-anak Tuhan) mutlak tidak bisa hilang (baca : Yohanes 6:37, 39-40 ; 10:27-30). Mengapa Calvinisme berani menyimpulkan hal ini ? Bukankah Arminianisme atau separuh Calvinisme (termasuk salah satunya, sebagian besar Katolikisme) mengajarkan bahwa keselamatan di dalam Kristus bisa hilang karena orang “Kristen” tersebut yang sudah “diselamatkan” murtad ? TIDAK ! Calvinisme berani menyimpulkan hal ini karena Calvinisme mempercayai kedaulatan Allah di mana Allah yang telah memulai rencana keselamatan Allah, Ia pulalah yang pasti akan menyempurnakannya kelak melalui karya Roh Kudus. Menolak paham ini bukan hanya menolak pandangan Calvinisme tetapi menolak berita Alkitab yang mengajarkan bahwa Allah itu tidak pernah berubah atau kekal dan juga menjunjung tinggi manusia lebih daripada Allah (seolah-olah Allah “kewalahan” ketika manusia ingin murtad ; dengan kata lain, Arminianisme dan kroni-kroninya menghina Allah dan meletakkan posisi manusia di atas Allah). Jika Arminianisme menghina Allah, layakkah ajaran/theologia ini dianut oleh orang Kristen yang beres dan bertanggungjawab ? Silahkan pikirkan sendiri.

keempat, Allah yang Berdaulat adalah Allah yang Mahakuasa. Dengan sangat bijaksana, hamba-Nya, Pdt. Dr. Stephen Tong mengaitkan konsep ini. Seringkali, banyak gerakan/“theologia” Karismatik/Pentakosta selalu menekankan bahwa Allah itu Mahakuasa, maka Ia menyembuhkan segala penyakit, memberikan kemakmuran, dll. Itu tidak salah, tetapi salah motivasi. Tuhan bisa menyembuhkan segala penyakit, memberikan kemakmuran, dll, tetapi ingatlah, semua itu dilakukan berdasarkan kedaulatan kehendak-Nya. Dengan kata lain, meskipun Ia pasti mampu menyembuhkan penyakit, memberikan kemakmuran, dll, tetapi Ia juga bisa tidak mau menyembuhkan penyakit, dll, karena itu tidak sesuai dengan kehendak-Nya. Meniadakan kedaulatan Allah dan hanya menekankan ke“Mahakuasa”an Allah yang diselewengkan artinya bisa berakibat fatal, yaitu menjadikan Tuhan sebagai “pembantu/budak” kita (padahal kita lah pembantu/budak Allah). Selain itu, Pdt. Dr. Stephen Tong juga mengajarkan bahwa Allah yang Mahakuasa seringkali dimengerti sebagai Allah yang bisa melakukan segala sesuatu, tetapi beliau mengingatkan bahwa hanya ada satu hal yang tak bisa dilakukan oleh Allah, yaitu berdosa (karena Allah itu Mahakudus tak mungkin berbuat dosa). Dengan kata lain, beliau mengajarkan bahwa Allah yang Mahakuasa adalah Allah yang rela membatas diri-Nya sendiri agar sesuai dengan Firman-Nya. Jadi, adalah salah jika banyak pemimpin gereja Karismatik/Pentakosta mengatakan bahwa di zaman ini ada “wahyu-wahyu” baru yang “melengkapi” Alkitab ! Mengapa ? Karena Allah sejati rela membatas diri-Nya dengan Firman Tuhan/Alkitab (2 Tim. 3:16-17) dan barangsiapa yang berani menambahi ayat-ayat Alkitab, kepadanya akan diberikan lagnat (baca : Wahyu 22:18-19).

kelima, Allah yang Berdaulat adalah Allah yang transenden sekaligus imanen. Allah yang transenden berarti Allah yang jauh di sana, yang tak terjangkau oleh manusia, sedangkan Allah yang imanen adalah Allah yang dekat dengan kita/manusia. Agama-agama dan filsafat-filsafat dunia selalu tidak seimbang dalam menekankan bagian ini. Mengutip pernyataan dari Prof. Dr. Abraham Kuyper di dalam bukunya “Ceramah-ceramah Mengenai Calvinisme (Lectures on Calvinism)”, ada tiga macam agama/posisi doktrinal yang besar yang mewakili penyimpangan-penyimpangan ketidakseimbangan konsep antara ketransendenan dan keimanenan Allah, yaitu pertama, Paganisme atau agama kafir/tradisional yang mencari Allah di dalam ciptaan. Paganisme meliputi kepercayaan Animisme, Dinamisme, Pantheisme, Hinduisme dan Buddhisme. Hal ini nantinya mempengaruhi Gerakan Zaman Baru (New Age Movement) di abad postmodern yang gila ini yang mengajarkan bahwa manusia itu adalah “allah” kecil (little gods). Konsep pikir ini sama sekali absurd, karena Allah dan ciptaan adalah sesuatu yang berbeda (Pdt. Dr. Stephen Tong menyebutnya : perbedaan kualitatif/qualitative difference). Kalau Allah identik dengan ciptaan, maka apa gunanya ciptaan menyembah Allah, kalau toh Allah yang disembah itu adalah manusia/ciptaan juga. Hal ini menggenapi apa yang filsuf Ludwig Feuerbach ajarkan bahwa “Allah” diciptakan menurut peta teladan manusia (bukannya manusia yang diciptakan menurut peta teladan Allah). Agama kedua adalah Islam. Di dalam Islam, Dr. Kuyper mengatakan bahwa Allah diisolasi dari ciptaan. Artinya, Allah itu transenden dan tidak imanen. Sehingga, kalau mau menghampiri “Allah”, mereka harus berteriak keras dahulu, baru “Allah”nya mendengar seruan mereka. Sungguh amat sangat mengasihankan. Konsep mereka persis seperti para nabi Baal yang ditantang oleh Nabi Elia di dalam 1 Raja-raja 18:22-41. Mari kita simak kisah ini. Peristiwa ini terjadi pada masa pemerintahan Raja Ahab yang tidak takut akan Tuhan yang tidak mempercayai perkataan Elia, lalu menantang Elia dengan mengirimkan 450 nabi Baal. Elia menantang 450 nabi Baal, “biarlah kamu memanggil nama allahmu dan akupun akan memanggil nama TUHAN. Maka allah yang menjawab dengan api, dialah Allah!” (1 Raj. 18:24). Maka, 1 Raja-raja 18:26 mencatat tentang tindakan para nabi Baal, “Mereka mengambil lembu yang diberikan kepada mereka, mengolahnya dan memanggil nama Baal dari pagi sampai tengah hari, katanya: "Ya Baal, jawablah kami!" Tetapi tidak ada suara, tidak ada yang menjawab. Sementara itu mereka berjingkat-jingkat di sekeliling mezbah yang dibuat mereka itu.” Bukankah ini persis seperti yang dilakukan oleh kerabat “dekat” kita yang sering pergi ke Mekkah itu ? Apa jawab Elia ? Perhatikan ayat 27 dalam versi Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS), “Berdoalah lebih keras! Ia ilah, bukan? Mungkin ia sedang melamun, atau ke kamar kecil. Boleh jadi juga ia sedang bepergian! Atau barangkali ia sedang tidur, dan kalian harus membangunkan dia!” Lalu, para nabi Baal itu “berdoa lebih keras lagi. Dan seperti yang biasanya mereka lakukan, mereka menggores-goresi badan mereka dengan pedang dan tombak sampai darah bercucuran. Begitulah mereka terus-menerus sampai petang hari seperti orang kesurupan. Tetapi tidak ada yang menjawab, tidak ada yang memperhatikan.” (1 Raj. 18:28-29 ; BIS) Kemudian, Elia berkata, “Ya TUHAN, Allah Abraham, Ishak dan Israel, pada hari ini biarlah diketahui orang, bahwa Engkaulah Allah di tengah-tengah Israel dan bahwa aku ini hamba-Mu dan bahwa atas firman-Mulah aku melakukan segala perkara ini. Jawablah aku, ya TUHAN, jawablah aku, supaya bangsa ini mengetahui, bahwa Engkaulah Allah, ya TUHAN, dan Engkaulah yang membuat hati mereka tobat kembali.” (1 Raj. 18:36-37) Lalu, ayat 38 mencatat, “Lalu turunlah api TUHAN menyambar habis korban bakaran, kayu api, batu dan tanah itu, bahkan air yang dalam parit itu habis dijilatnya.” Bagaimanakah respon rakyat dan Elia setelah melihat kejadian itu ? Ayat 39-40 mencatat, “Ketika seluruh rakyat melihat kejadian itu, sujudlah mereka serta berkata: "TUHAN, Dialah Allah! TUHAN, Dialah Allah!" Kata Elia kepada mereka: "Tangkaplah nabi-nabi Baal itu, seorangpun dari mereka tidak boleh luput." Setelah ditangkap, Elia membawa mereka ke sungai Kison dan menyembelih mereka di sana.” Bukankah konsep agama kedua ini sangat mengasihankan karena manusia yang sudah diciptakan Allah ternyata tidak mengetahui dan mengenal siapa Allahnya. Agama ketiga yang tidak seimbang menekankan konsep ini adalah Katolik Roma yang mengajarkan bahwa Allah dapat bersekutu dengan ciptaan melalui sarana hubungan pengantara yang mistis, yaitu Gereja (lembaga yang kelihatan dan nyata). Dengan kata lain, Gereja adalah pengantara Allah yang bersekutu dengan umat-Nya. Permasalahannya adalah ketika gereja berbuat salah atau mengajarkan doktrin yang kacau/salah, maka bukankah umat-Nya akan menganggap Allah itu juga kacau/salah. Tidak ada jalan lain, hanya theologia Reformed/Calvinisme yang berani menerobos problematika tersebut dengan menekankan keseimbangan antara Allah yang transenden dan imanen. Dr. Kuyper mengaitkan keseimbangan ini sebagai syarat pertama bagi satu sistem kehidupan yang nyata. (Kuyper, 2005, pp. 15-16) Konsep ini dapat diimplikasikan di dalam kehidupan kita sehari-hari. Ketika kita menyadari bahwa Allah kita transenden sekaligus imanen, hal ini mengakibatkan kita semakin takut menghampiri hadirat-Nya sekaligus bersukacita karena kita telah ditebus oleh Kristus. Ibadah/kebaktian yang beres harus memadukan dua unsur ini, tidak boleh berat sebelah.

keenam, Allah yang Berdaulat adalah Allah Pengwahyu. Allah yang Berdaulat bukan hanya transenden dan imanen, tetapi juga menyatakan diri-Nya sebagai wujud imanensi Allah. Di dalam theologia Reformed, Allah menyatakan diri-Nya di dalam dua sarana, yaitu wahyu umum yang diwahyukan kepada semua manusia tanpa kecuali melalui hati nurani dan alam (diresponi oleh manusia dengan menciptakan agama dan kebudayaan), dan wahyu khusus yang diwahyukan hanya kepada umat pilihan-Nya melalui sarana Tuhan Yesus Kristus (tak tertulis) dan Alkitab (tertulis). Maksud dari pewahyuan ini agar manusia mengenal Allah, tetapi wahyu umum Allah yang diresponi manusia ternyata tak sanggup mengenal siapa Allah sesungguhnya (karena adanya bibit dosa di dalam manusia yang akhirnya mempengaruhi respon manusia terhadap wahyu umum Allah), sehingga Allah harus mewahyukan diri-Nya secara khusus hanya kepada umat pilihan-Nya di dalam Kristus. Di dalam Calvinisme, wahyu khusus selalu dimengerti sebagai wahyu tertinggi dan mutlak yang melampaui semua respon terhadap wahyu umum Allah, sehingga di dalam segala hal, Alkitab dan Kristus dipandang sebagai penentu, penghakim dan sumber dari semua agama, ilmu, kebudayaan, dll. Menolak konsep ini sama dengan menolak Alkitab dan Kristus, serta menolak Allah yang telah mewahyukan diri-Nya.

ketujuh (terakhir), Allah yang Berdaulat adalah Allah Trinitas. Wujud penyataan diri secara khusus dari Allah kepada umat pilihan-Nya selain Kristus dan Alkitab adalah Allah Trinitas, yaitu 1 esensi Allah yang memiliki tiga oknum yang berbeda, yaitu Allah Bapa, Allah Putra dan Allah Roh Kudus yang menggenapkan satu tujuan ultimat Allah. Agama mayoritas di Indonesia dan kaum unitarian (percaya pada ketunggalan Allah/Allah yang hanya satu pribadi ; salah satunya diwakili oleh Frans Donald) menyanggah doktrin Trinitas dengan mengajukan argumentasi konyol, misalnya : Allah itu harus satu, tidak ada yang mengajarkan bahwa Allah memiliki anak, dll. Argumentasi-argumentasi ini saya katakan konyol, karena sama sekali tidak berdasar. Apalagi yang berani mengajukan argumentasi ini adalah orang “Kristen” unitarian, bagi saya, tambah konyol. Memang di dalam Alkitab, tidak ada pernyataan eksplisit tentang Trinitas, tetapi secara implisit, pasti ada. Matius 28:19 jelas menunjukkan konsep Trinitas, “...baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus,” Bagi mereka yang mengerti bahasa Inggris, di dalam terjemahan Inggris (baik itu King James Version, International Standard Version, dll), kata “nama” menggunakan bentuk tunggal (name) dan masing-masing pribadi Allah diselipkan kata the yang menunjukkan pribadi Allah yang berbeda. Perhatikan terjemahan King James Version pada ayat 19 ini, “baptizing them in the name of the Father, and of the Son, and of the Holy Ghost:” Seharusnya, kalau ada tiga pribadi, Alkitab memakai bentuk jamak pada kata “name”, tetapi herannya terjemahan Alkitab Inggris menggantinya dengan bentuk tunggal, ini membuktikan bahwa Allah itu memiliki tiga pribadi yang masing-masing berbeda tetapi tetap satu esensi. Allah Trinitas memang tidak bisa dimengerti secara logika manusia yang terbatas (meskipun selalu dianggap “hebat”, “pintar”, dll), tetapi Allah Trinitas dimengerti melalui iman yang bersumber pada Kebenaran Allah (Truth) yang menuntun sekaligus menundukkan rasio. Atau menurut Pdt. Dr. Stephen Tong, iman adalah penundukkan/pengembalikan rasio kepada Kebenaran. Lalu, apakah Alkitab tidak mengajarkan bahwa Allah memiliki Anak ? Jelas, Alkitab mengajarkannya, “Anak-Ku engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini.” (Mazmur 2:7). Mazmur ini disebut Mazmur Mesianik. Kalau mereka mengatakan bahwa Allah itu tidak mungkin tiga pribadi tetapi tetap satu, berarti mereka secara tidak sadar sedang mengkotakkan/membatasi Allah yang tidak terbatas dan Berdaulat adanya. Allah yang Berdaulat adalah Allah yang mampu melakukan apa saja yang tidak melawan natur-Nya. Untuk itu, manusia tak memiliki hak sedikitpun untuk mengkomplain kedaulatan Allah. Ketika manusia berani meragukan Allah, itu sudah berdosa. Perhatikanlah kisah Adam dan Hawa sebelum mereka akhirnya jatuh ke dalam dosa, di mana ketika setan membalikkan perkataan Allah lalu mengatakan bahwa semua buah dari pohon ini tidak boleh dimakan, kecuali buah pohon pengetahuan baik dan jahat, Hawa mulai meragukan perkataan Allah meskipun menyanggah perkataan setan. Lalu, keraguan Hawa mulai bertambah ketika setan memberitahukan bahwa ketika makan buah pohon pengetahuan baik dan jahat, ia tak akan mati, tetapi akan sama seperti Allah, tahu yang baik dan jahat. Keraguan dua tahap ini lah mengakibatkan Hawa akhirnya berdosa. Hal yang sama juga terjadi ketika manusia dunia mulai mencoba meragukan Allah yang seharusnya tidak perlu diragukan. Allah Trinitas adalah Allah yang layak dipercaya, oleh karena itu berimanlah di dalam-Nya, dan jangan meragukannya.



Kedua, Calvinisme sebagaimana yang diajarkan juga oleh theologia Reformasi dari Dr. Martin Luther mengajak orang Kristen untuk kembali kepada Alkitab, Sumber Kebenaran (Sola Scriptura), bukan kepada otoritas-otoritas bahkan otoritas gereja yang juga adalah manusia biasa yang sangat mungkin bersalah. Meskipun theologia Reformed tidak berani mengklaim bahwa hanya theologia Reformed yang Alkitabiah, tetapi theologia Reformed memiliki pemahaman yang komprehensif yang mendekati Alkitab. Tidak ada satu theologia pun yang identik dengan Alkitab atau Alkitabiah, yang ada hanyalah mendekati Alkitab. Jika demikian, adalah suatu tugas theologia Reformed dan theologia-theologia Kristen lainnya untuk terus-menerus berubah sesuai dengan prinsip kebenaran Firman Tuhan (Alkitab), sesuai prinsip gereja-gereja Reformed, yaitu Ecclesia Reformata Semper Reformanda Est yang berarti gereja-gereja Reformed mau di-Reformed-kan sesuai dengan Alkitab. Tetapi sayangnya, semboyan ini diselewengkan oleh para “theolog” religionum atau social “gospel” yang notabene ada yang dari gereja-gereja yang mengaku dari Presbyterian/Reformed, di mana mereka mengatakan bahwa semboyan ini berarti gereja-gereja “Reformed” tidak boleh lagi menginjili secara verbal, karena itu bisa menyinggung atau menodai agama-agama lain, lalu alasan lain adalah karena Alkitab tidak memerintahkan kita untuk menginjili. Sudah saatnya, semua semangat humanisme atheis dibabat habis dan kebenaran Alkitab harus ditegakkan. Semangat Reformed adalah semangat yang agung yang mau dikoreksi oleh pemahaman yang God-centered akan Alkitab (God-centered knowledge of the Bible), bukan oleh pemahaman humanisme atheis akan Alkitab (men-centered knowledge of the Bible). God-centered knowledge of the Bible selalu dimulai dari apa yang Allah inginkan bagi manusia untuk dilakukan, tetapi men-centered knowledge of the Bible selalu berangkat dari presuposisi apa yang manusia inginkan agar Allah mengabulkannya. Posisi pertama jelas dipegang oleh Calvinisme, sedangkan posisi kedua jelas dipegang oleh : Islam, Buddhisme, Hinduisme, Paganisme, Katolik Roma, Arminianisme (yang melahirkan Anabaptisme, mayoritas Injili, mayoritas Baptis, mayoritas Methodist, mayoritas Karismatik/Pentakosta, mayoritas “theolog” religionum/social “gospel”).



Terakhir, Calvinisme mengajak orang Kristen untuk menjadi garam dan terang bagi dunia (mandat budaya dan mandat Injil). Bukan hanya kembali kepada Alkitab, Calvinisme mengajak orang Kristen dari berbagai denominasi gereja untuk menjadi saksi Kristus di tengah-tengah kegelapan dunia postmodern. Bagaimana menjadi saksi Kristus ? Theologia Reformed (khususnya Gerakan Reformed Injili) mengajak orang Kristen untuk mengerjakan mandat budaya dan mandat Injil. Mandat budaya berarti orang Kristen yang telah ditebus Kristus harus menebus semua kebudayaan (redeeming the culture) dari pemikiran dunia yang menyesatkan. Artinya, orang Kristen sejati harus membawa dan menundukkan semua kehidupan baik menyangkut politik, ekonomi, sosial, hukum, pendidikan, bisnis, dll di bawah Kebenaran Kristus dan Alkitab. Sehingga dari mandat budaya, keluarlah pemahaman integrasi iman Kristen dan ilmu. Menolak mandat budaya sebenarnya bukan menolak Calvinisme, tetapi menolak Alkitab dan tentunya Allah. Beberapa kelemahan orang yang menolak mandat budaya : pertama, orang yang menolak mandat budaya adalah orang yang di titik pertama TIDAK mengakui otoritas Allah yang tak terbatas. Mengapa ? Karena bagi orang yang mati-matian mengatakan bahwa agama dan ilmu tidak ada hubungannya, Allah itu hanya penting/perlu untuk agama saja, dan bukan bagi ilmu. Bukankah ini berarti bahwa Allah hanya menguasai lingkup agama dan “tak sanggup” menguasai bidang-bidang kehidupan lain, seperti pendidikan, ilmu, politik, ekonomi, dll ? Esensi di balik pernyataan ini sebenarnya adalah penolakan Allah secara praktis (ateis praktis). Filsafat dualisme ini sebenarnya diimpor dari pemikiran dualisme dari filsuf ateis Yunani, Plato yang mengajarkan bahwa tubuh ini jahat dan jiwa itu baik, lalu filsafat ini menghasilkan Gnostikisme yang juga akhirnya mempengaruhi keKristenan baik secara filsafat teoritis (Gnostik “Kristen”) maupun secara implikatif (dualisme/pemisahan antara hal-hal supranatural/rohani dengan natural/jasmani). Kelemahan kedua adalah orang yang menolak mandat budaya adalah orang yang juga menolak mentah-mentah konsep bahwa Kristus itu bernatur Allah sekaligus manusia (meskipun orang ini mengaku diri “Kristen” bahkan “melayani ‘tuhan’”) ! Mengapa ? Karena dwi natur Kristus mengindikasikan bahwa Kristus yang adalah Allah Pribadi Kedua tidak menganggap tubuh itu jahat, tetapi harus ditebus, sehingga Ia rela memakai tubuh manusia berdosa (tanpa meninggalkan natur Ilahi-Nya) untuk menebus dosa manusia. Jika Kristus tidak bernatur manusia, Ia tak mungkin dapat menebus dosa manusia, karena Allah tidak dapat mati. Demikian juga, jika Kristus tak bernatur Allah, Ia tak mungkin dapat menebus dosa manusia, karena yang dapat menebus dosa manusia hanya Allah saja. Sungguh suatu keagungan tersendiri ketika kita memahami Trinitas dan dwi-natur Kristus, serta suatu kekonyolan jika ada yang menyangkali kedua doktrin agung di dalam Alkitab ini. Kembali, karena menegakkan mandat budaya, maka negara-negara yang dipengaruhi Calvinisme atau setidaknya Reformasi Luther pasti menghasilkan etos kerja yang tinggi dan barang-barang bermutu tinggi. Mengapa ? Karena mereka bekerja dan melakukan kegiatan sehari-hari seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Pdt. Dr. Stephen Tong pernah memberikan contoh tentang arloji Rolex BUKAN dibuat di Arab, Irak, Iran, atau bahkan Indonesia, tetapi di negara Swiss yang dipengaruhi oleh Calvinisme. Mobil Mercedez Benz bukan dibuat di Thailand, Filipina, dll, tetapi di negara Jerman yang dipengaruhi oleh Reformasi Luther. Arsitektur bangunan/gedung di Eropa sangat bagus dan rapi dibandingkan dengan arsitektur di Indonesia yang kacaunya tidak karuan. Ini semua membuktikan bahwa sumbangsih Calvinisme begitu besar dan bertanggungjawab, dibandingkan dengan sumbangsih agama-agama di luar Calvinisme yang hanya bisa menteror dan membunuh orang saja !


Selain mandat budaya, Calvinisme yang Injili mengajak orang Kristen untuk memberitakan Injil baik dalam perbuatan maupun perkataan/verbal. Para penganut golongan social “gospel” jelas menolak mentah-mentah ide penginjilan verbal, karena bagi mereka, itu dapat menyinggung agama lain, tetapi Alkitab sendiri tidak sungkan-sungkan mengajarkan bahwa kita harus menjadikan semua bangsa menjadi murid Kristus atau dengan kata lain memberitakan Injil (Matius 28:19). Matius 28:19 seringkali diajarkan oleh para penganut social “gospel” dengan mengatakan bahwa itu hanya berlaku bagi keduabelas rasul Kristus, dan bukan bagi kita. Sehingga, mereka berkata bahwa kita harus “mengkontekstualisasikan” Injil. Seperti paparan Pdt. Sutjipto Subeno, saya juga merinding sendiri ketika istilah “kontekstualisasi” muncul menggantikan konsep teks dan esensi. Mengapa ? Karena istilah “kontekstualisasi” bahkan yang mengklaim “kontekstualisasi ‘injil’” adalah kontekstualisasi palsu/sesaat yang mencoba mendegradasi makna Injil supaya bisa diterima oleh orang-orang non-Kristen. Tidak usah heran, seorang “pendeta” (Abuna) besar yang dahulu dikabarkan mantan Islam sekarang berani mengajarkan bahwa iman Kristen harus menjadi “berkat” bagi Islam, agar mereka juga dapat menerima Kristen. Aneh, bukan ? Alkitab mengajarkan kita harus menjadi berkat, BUKAN iman kita yang menjadi “berkat”. Itu adalah ajaran yang konyol ! Kembali kepada mandat Injil, kita diperintahkan untuk memberitakan Injil. Orang Kristen yang tak menginjili tak layak disebut orang Kristen, karena orang Kristen yang tak menginjili membuktikan bahwa ia tak mengerti iman Kristennya dan finalitas Kristus, lalu apakah orang seperti ini masih layak disebut “Kristen” ? Suatu tanda tanya yang sangat besar.

Setelah kita merenungkan ketiga poin tentang keunikan Calvinisme, maukah kita dibangunkan dan diubah konsep berpikir kita bahwa segala sesuatu harus berpusat kepada kedaulatan Allah dan BUKAN pada ambisi manusia ?! Semoga artikel ini mencerahkan, menegur dan mengoreksi semua pemikiran kita yang salah serta membawa kita semakin mengenal kebenaran Alkitab dan bukan “kebenaran” manusia berdosa yang terbatas dan menyesatkan. Soli Deo Gloria. Sola Scriptura. Sola Gratia. Sola Fide. Solus Christus. Amin.

1 comment:

Anonymous said...

The Top Ten
(10 daftar puncak ayat Alkitab yang mendasari ajaran Gereja)

Berikut adalah sepuluh daftar paling atas dari bagian di Alkitab, di mana gereja lain tidak bisa menjelaskan dengan baik tanpa mengadopsi pengajaran dari Gereja Katolik. Daftar ini bisa diperluas menjadi 20 paling atas, 50 paling atas, atau 100 paling atas, tetapi daftar 10 ini mencakup banyak hal dan dapat dengan mudah dimengerti sebelum dilakukan penjelasan ajaran (apologetik) yang lebih luas. Sepuluh daftar paling atas ini juga menyediakan pengenalan yang sempurna tentang pengajaran Gereja Katolik sebelum pembaca berusaha untuk mengkonsumsi lebih dari 2000 bagian Alkitab dan analisa di website ini (http://www.scripturecatholic.com).

Umat Katolik akan menjadi tahu dalam ayat-ayat ini sehingga mereka bisa secara efektif bersaksi tentang kebenaran dari Gereja. Gereja lain harus mengambil ayat-ayat ini secara mendalam sebagaimana mereka menghadapi tantangan kepercayaan mereka sendiri dan untuk menginvestigasi ajaran Gereja Katolik.

Tetapi kedua-duanya perlu ingat bahwa apologetik Katolik bukanlah berbicara tentang benar dan salah. Tetapi tentang berbagi kepenuhan dari kebenaran yang diberikan oleh Yesus Kristus kepada kita melalui GerejaNya yang Katolik dan Kudus. Kita juga percaya bahwa analisa ayat-ayat ini dan ayat yang lain di scripturecatholic.com menunjukkan bahwa pemahaman Gereja Katholik tentang Alkitab hampir selalu didasarkan pada makna literal dari kata-kata yang digunakan oleh penulis, suatu penafsiran paling layak dari berbagai cara penafsiran yang ada, dan posisi yang memberikan Yesus kemuliaan yang tinggi dengan menunjukkan kemurahan hati dan cintaNya yang tanpa batas kepada kita.

1. Matius 16:18-19/Yesaya 22:22 (Tentang Otoritas)
2. 1 Timotius 3:15 (Tentang Otoritas)
3. 2 Tesalonika 2:15 (Tradisi)
4. 1 Petrus 3:21 (Tentang Baptisan)
5. Yohannes 20:23 (Tentang Penguatan/Krisma)
6. Yohannes 6:53-58, 66-67 (Tentang Ekaristi)
7. 1 Korintus 11:27 (Tentang Ekaristi)
8. Yakobus 5:14-15 (Tentang Pengurapan)
9. Kolose 1:24 (Tentang Penderitaan)
10. Yakobus 2:24 (Tentang Perbuatan)

A. Otoritas

I. Matius 16:18-19 / Yesaya 22:22

Mat 16:18 Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.
Mat 16:19 Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.

YES 22:22 Aku akan menaruh kunci rumah Daud ke atas bahunya: apabila ia membuka, tidak ada yang dapat menutup; apabila ia menutup, tidak ada yang dapat membuka.

Dalam bahasa asli, kata jemaat dalam Mat 16:18 adalah Gereja (Yunani : Ekklesian/Ekklesia, Inggris KJV : Church). Kebanyakan gereja lain percaya bahwa "gereja" mengacu pada massa pengikut Kristen seluruh dunia, yang dengan bebas dihubungkan satu sama lain oleh iman mereka dalam Alkitab saja. Tetapi ayat ini menunjukkan bahwa "Gereja" yang didirikan oleh Yesus Kristus bukanlah suatu badan yang tak kelihatan dari pengikut bebas yang terhubung (loosely-connected), tetapi adalah suatu institusi yang hirarkis dan kelihatan yang dibangun di atas seseorang, Petrus. Seseorang yang diberi otoritas tertinggi, suatu badan dengan suksesi dinasti, dan diberikan ketidak-bersalahan (infallibility). Gereja ini Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik.

Di dalam ayat-ayat ini, kita lihat berikut :

Pertama, Yesus membangun GerejaNya (“ekklesia”) di atas Petrus. Yesus mengubah nama Simon menjadi Kepha, dan berkata bahwa di atas "Kepha" ini Ia akan membangun Gereja. Kepha, dalam bahasa Aram (bahasa di mana Yesus berbicara), berarti suatu bentuk batu karang raksasa, dan penggunaan Kepha oleh Yesus untuk mengubah nama Petrus menandakan dasar kepemimpinan di dalam Gereja (lihat juga Mrk. 3:16 dan Yoh. 1:42 di mana Yesus mengubah nama Simon menjadi "Kefas" yang mana transliterasi dari bahasa Aram "Kepha"). Hanya Gereja Katolik yang dapat memenuhi dan membuktikan suatu garis keturunan para pengganti yang tak terputus yang pondasinya adalah Petrus.

Yang kedua, Yesus mengatakan alam maut tidak pernah akan menguasai Gereja. Maka meskipun Yesus menugaskan manusia penuh dosa seperti Petrus untuk memimpin Gereja, Yesus berjanji neraka tidak akan menguasainya. Karena kuasa neraka mengacu pada yang hal-hal yang supranatural/gaib, ini harus berarti bahwa Gereja, walaupun dipimpin oleh orang-orang penuh dosa, akan dilindungi dengan sempurna. Karena Gereja sangat dilindungi, Gereja tidak bisa membawa orang beriman ke dalam kesalahan supranatural. Jadi, dia tidak bisa untuk memberi pengajaran yang salah dalam hal iman dan moral. Ketidak-bisa-an untuk memberi pengajaran yang salah dalam iman dan moral ini disebut "infallibility" atau ketidak-bersalahan (ini tidak bisa dikaitkan dengan kesalahan dan kebejatan para pemimpin Gereja, yang mana sudah mengarah pada "impeccabilas" atau ketidak-celaan). Jika Gereja tidak infallible, maka kuasa kematian atau alam maut tentu saja akan menjatuhkan anggotanya yang penuh dosa. Pengajaran Gereja yang konsisten dalam iman dan moral selama 2000 tahun membuktikan Yesus telah menjaga janjiNya.

Ketiga, Yesus memberi Petrus kunci kerajaan surga. Sementara banyak gereja lain berpikir bahwa pemberian "kunci" berarti bahwa Yesus menetapkan Petrus sebagai pelindung dari pintu gerbang surga, kenyataannya "kunci" tersebut mengacu pada otoritas Petrus atas Gereja di dunia (yang mana Yesus sering menggambarkannya sebagai "kerajaan surga." Mat. 13:24-52; 25:1-2; Mrk. 4:26-32; Luk 9:27; 13:19-20, dll.)
Di dalam kerajaan Daudiah (Perjanjian Lama), raja mempunyai perdana menteri di mana di atas bahunya Tuhan menempatkan kunci dari kerajaan (Yes 22:22). Dengan cara yang sama, kerajaan Kristus yang baru juga mempunyai seorang perdana menteri (Petrus dan para penggantinya) yang diberi kunci kerajaan.

Kunci tidak hanya merepresentasikan otoritas perdana menteri dalam mengatur jemaat Tuhan dalam ketidakhadiran sang raja, tetapi juga berarti termasuk rangkaian pergantian perdana menteri (sebagai contoh, di Yes 22:20-22, Eliakim menggantikan Shebna sebagai perdana menteri di dalam kerajaan Daudiah). Hanya Gereja Katolik yang mengakui dan membuktikan suatu rangkaian pergantian perdana menteri (paus) sampai dapat dilacak kembali ke Petrus, dan rangkaian pergantian ini dimudahkan melalui kunci kerajaan.

Akhirnya, Yesus mengatakan kepada Petrus bahwa apapun yang ia ikat dan lepaskan di atas bumi akan terikat dan terlepas pula di dalam surga. Seperti di dalam kerajaan Daudiah, kapan saja Petrus, perdana menteri membuka, tak seorangpun akan menutup, dan kapan saja ia menutup, tak seorangpun akan membuka. Yesus, oleh karena itu, memberi Petrus otoritas untuk membuat keputusan yang akan disahkan di dalam keabadian. Bagi Petrus yang penuh dosa (dan para penggantinya melalui penyampaian "kunci") untuk membuat keputusan seperti ini, ia harus dengan sempurna dilindungi. Sekali lagi, ini membuktikan bahwa Yesus memberikan ketidak-bersalahan (infallibility) kepada Gereja. Hanya di Gereja Katolik dan yang telah dibuktikan bahwa pengajarannya selama 2000 tahun dalam iman dan moral yang tidak berubah, infallibility dinyatakan.

II. 1 Timotius 3:15
1 Tim 3:15 Jadi jika aku terlambat, sudahlah engkau tahu bagaimana orang harus hidup sebagai keluarga Allah, yakni jemaat dari Allah yang hidup, tiang penopang dan dasar kebenaran.

Seperti yang dijelaskan di ayat yang pertama, dalam bahasa asli, kata jemaat dalam 1 Tim 3:15 inipun mauksudnya adalah Gereja (Yunani : Ekklesian, Inggris KJV : Church). Kebanyakan gereja lain percaya bahwa Alkitab menjadi tiang dan pondasi dari kebenaran, dan tidak ada pengetahuan di luar Alkitab yang diperlukan bagi keselamatan kita. tetapi kenapa Santo Paulus menulis bahwa Gereja, dan bukan Alkitab, menjadi tiang dan pondasi dari kebenaran? Ini adalah suatu teks kuat yang menyangkal teori Sola Scriptura (Hanya dengan Alkitab saja) dari gereja lain, yang mana secara salah meyakini bahwa Alkitab menjadi satu-satunya sumber kebenaran kekristenan (suatu teori yang tidak bisa ditemukan di manapun di dalam Alkitab sendiri). Sementara, Santo Paulus mengatakan Gereja yang menjadi tiang penopang dari kebenaran.

Ini maksudnya bahwa semua adalah kebenaran, bahwa Yesus mewarisi kita iman, moral dan keselamatan kita, mengalir melalui suatu Gereja yang hidup, seperti yang sudah kita pelajari, dibangun oleh Kristus sendiri di atas batu karang Petrus dan para penggantinya. Seperti yang diajarkan oleh Gereja Katolik, Tuhan telah memberi kita kebenaranNya dalam wujud firman yang hidup (Alkitab yang tertulis dan tradisi lisan) dan pengajaran yang hidup dari otoritas Gereja, yang diwarisi dengan pemberian kekuasaan untuk mengikat dan melepaskan. Sesungguhnya, ini adalah karena Gereja adalah pondasi kebenaran yang kita percayai dalam Alkitab. Ini adalah karena Gereja Katolik mengumpulkan Alkitab menjadi satu kitab dengan menentukan kitab mana adalah diilhami (inspired) oleh Tuhan dan kitab mana yang tidak. Gereja menyelesaikan pemilihan "kanon Alkitab" pada akhir abad keempat. Jika Gereja Katolik bukan merupakan puncak pondasi dari kebenaran, kepercayaan kita akan Alkitab akan tanpa dasar/pondasi yang kuat.

Kompilasi dari Alkitab oleh Gereja menerangi kesalahan Sola Scriptura. Seperti yang sudah disinggung di atas, gereja lain biasanya percaya bahwa Tuhan sudah mewahyukan semua hal yang diperlukan bagi keselamatan kita melalui Alkitab saja. Sebagai konsekuensi, mereka juga percaya bahwa tidak ada pengetahuan yang perlu dicari di luar Alkitab mengenai Iman Kristen yang diperlukan bagi keselamatan kita. Meskipun begitu, pengetahuan kitab-kitab mana yang menjadi bagian dari Alkitab dan kitab-kitab mana yang tidak adalah sangat penting bagi keselamatan kita, sebab jika kita tidak mengetahui, kita bisa terjerumus kepada kesalahan. Lebih lanjut, pengetahuan ini hanya bisa datang dari Tuhan sebab manusia tidak bisa melihat inspirasi ilahi.

Masalah dalam sola Scriptura, adalah bahwa pengetahuan tentang yang mana kitab-kitab yang diilhami dan yang mana yang tidak, tidaklah terdapat di Alkitab. Alkitab tidak mempunyai "daftar isi yang diilhami". Justru, pengetahuan tentang kanon adalah wahyu dari Tuhan yang penting bagi keselamatan kita, yang kita terima dari luar Alkitab. Wahyu ini diberikan kepada Gereja Katolik yang Kudus, dan fakta sejarah dan teologis ini menghancurkan doktrin Sola Scriptura (menariknya, sementara gereja lain menolak otoritas Gereja Katolik dalam kebanyakan hal, mereka menerima otoritas Gereja dalam menentukan kanon Perjanjian Baru).

Jika kita adalah seorang dari gereja lain berusaha untuk membuktikan doktrin Sola Scriptura, dan di sana adalah ayat yang berkata "Alkitab menjadi tiang dan penopang dari kebenaran," kita akan memproklamirkan ayat itu paling atas. Pada waktu yang sama, jika kita adalah seorang dari gereja lain, kita harus mengabaikan 1Tim 3:15 untuk melanjutkan protes tentang Iman Katolik.

B. Tradisi

III. 2 Tesalonika 2:15

2 Tes 2:15 Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami, baik secara lisan, maupun secara tertulis.

2 Tes 2:15 Therefore, brethren, stand fast, and hold the traditions which ye have been taught, whether by word, or our epistle.

2 Tes 2:15 ara oun adelphoi stêkete kai krateite tas paradoseis as edidachthête eite dia logou eite di epistolês êmôn

Di dalam Alkitab bahasa Yunani di atas, kata paradoseon, paradoseis, paradosin yang berdiri sendiri, selalu diterjemahkan sebagai tradition dalam bahasa inggris. Entah mengapa terjemahan bahasa Indonesia tidak menulisnya tradisi. Jika Anda mempunyai Alkitab atau Alkitab elektronik multi bahasa, dapat melihat contoh-contoh lain di Mat 15:2, Mat 15:3, Mat 15:6, Mar 7:3, Mar 7:5, Mar 7:8, Mar 7:9 dan beberapa ayat lagi, yang mengatakan bahwa kata tersebut berarti tradisi dalam bahasa Indonesia.

Seperti yang sudah kita bahas, gereja lain percaya bahwa kekristenan akan mengikuti Alkitab saja sebagai sumber Iman Kristen mereka (Sola Scriptura). Akan tetapi kenapa Paulus memberitahu kita untuk mengikuti kedua-duanya, yaitu Alkitab dan kata-kata lisan? Tidakkah Paulus menambahkan sesuatu hal lain untuk diikuti sebagai tambahan dari Alkitab? Ya, sebab doktrin Sola Scriptura adalah suatu doktrin salah.

Paulus berkata bahwa mematuhi tradisi yang tertulis (Kitab Suci) tidaklah cukup. Kita harus pula mematuhi tradisi lisan. Ini menjadi dasar pengajaran bahwa Kristus memberikan kepada para rasul pengajaran yang tidak tertulis (Rasul Yohanes mengatakan bahwa "dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu, bdk Yoh 21:25”).

Dengan kata lain, ini adalah semuanya yang lain di mana Gereja memberi pengajaran atas iman dan moral. Kita berterimakasih kepada tradisi lisan apostolik yang sudah secara pasti mengajarkan kepada kita tentang Allah Trinitas, dua keadaan Kristus (manusia dan ilahi), persatuan dari keadaan itu (hypostatic union), Filioque (Roh Kudus berasal dari Bapa dan Putra), dan kanon kitab suci (kitab-kitab mana yang termasuk di dalam Alkitab dan yang tidak). Semua pengajaran ini, dan banyak, banyak lagi yang lain tidak dengan tegas diajarkan di dalam Alkitab, tetapi secara umum dipercaya oleh semua kekristenan. Untuk belajar lebih banyak tentang tradisi lisan apostolik, Anda dapat membeli buku Katekismus Gereja Katolik.

Karena 2 Tesalonika 2:15 sangat mengganggu posisi doktrin Sola Scriptura, Gereja lain sering membantah bahwa dalam tradisi lisan, Paulus mengacu, tradisi itu harus berasal dari mulut para rasul. Argumentasi mereka lebih lanjut adalah bahwa, semua rasul meninggal, kita tidak lagi harus mengikuti tradisi lisan. Argumentasi ini, bagaimanapun, tidak bisa terbukti dari kitab suci (yang mana akan mungkin jika Sola Scriptura benar) dan pada kenyataannya, bertentangan dengan kitab suci sendiri. Sebagai contoh, di 2 Timotius 2:2 di mana Paulus (generasi pertama) menginstruksikan kepada Timotius (generasi kedua) untuk memberi pengajaran kepada yang lain tentang iman (generasi ketiga) yang akan bisa memberi pengajaran kepada yang lain juga generasi keempat). Argumentasi seperti itu juga bertentangan dengan seluruh maksud tradisi (dalam bahasa Yunani, "paradosis") yang mana berarti "diterima sampai ditangan" dari satu generasi kepada generasi berikutnya.


Lebih dari itu, argumentasi gereja lain juga terbantah, di mana pada saat Gereja memilih Kanon Alkitab. Sementara rasul terakhir Yohanes meninggal di sekitar tahun 100 M, Alkitab belum selesai dikumpulkan sampai tahun 397 M. Jadi Gereja diperlukan untuk menjaga tradisi lisan apostolik selama 300 tahun dalam rangka menentukan surat yang mana yang diilhami dan surat yang mana yang tidak. Tradisi tentu tidak berasal dari mulut rasul (mereka sudah meninggal), tetapi dari para pengganti mereka. (Tidak ada alasan juga untuk menyimpulkan bahwa Gereja perlu/seharusnya mendengarkan generasi keempat, kelima, atau keenam dari pengganti para pengganti rasul, tetapi tidak boleh mendengarkan dari para penggantinya di kemudian hari seperti kita saat ini).

Kita perlu juga catat bahwa tradisi apostolik yang diperintahkan Paulus kepada kita untuk diikuti di dalam 2 Tesalonika 2:15 tidak sama dengan tradisi orang Farisi yang dikutuk Yesus di dalam Mat 15:3 dan Mrk 7:9. Tradisi yang dikutuk Yesus mengarah pada peraturan ritual dan tindakan lain dalam Perjanjian Lama yang kontroversi dengan Perjanjian Baru. Maka ada tradisi manusia tertentu yang, jika bertentangan dengan Injil, kita harus menolak, dan tradisi apostolik lisan yang diperintahkan oleh Paulus harus kita terima.

Satu-satunya argumentasi gereja lain yang dapat dibuat adalah, sekali Alkitab dikumpulkan dan dikanonisasi, semua tradisi lisan apostolik sudah masuk dalam Kitab Suci. Sebagai hasilnya, kebutuhan untuk mengikuti tradisi lisan tidak diperlukan lagi. Tetapi mereka tidak bisa membuktikan dari Alkitab itu sendiri. Tidak ada di dalam Kitab Suci yang memerintahkan kita untuk mengikuti tradisi lisan hanya sampai Alkitab dikumpulkan dan dikanonisasi, dan kemudian mengikuti Alkitab saja (kata "Alkitab" bahkan tidak ada di Alkitab). Sesungguhnya, Yesus juga tidak pernah memerintahkan kepada siapapun dari para rasulNya untuk menulis apapun. Mereka hanya ditugaskan untuk "mengabarkan Injil kepada semua makhluk, Mat 28:19”. Sebab Kitab Suci adalah firman Tuhan yang hidup yang akan tetap sama dari kemarin, hari ini dan untuk selamanya (bdk. Ibr 13:10), dan tidak ada ayat di dalam Kitab Suci yang menentang perintah Paulus dalam 2 Tes 2:15, kita harus pula mematuhi tradisi lisan dari Gereja sebagaimana yang Paulus perintahkan, atau kita tidak setia kepada Kitab Suci.

C. Baptisan
IV. 1 Petrus 3:21
1 Pet 3:21 Juga kamu sekarang diselamatkan oleh kiasannya, yaitu baptisan, maksudnya bukan untuk membersihkan kenajisan jasmani, melainkan untuk memohonkan hati nurani yang baik kepada Allah oleh kebangkitan Yesus Kristus.


Kebanyakan gereja lain mengajarkan bahwa baptisan hanya simbolis dan tidak benar-benar menyelamatkan kita. Mengapa kemudian, Petrus mengatakan bahwa baptisan itu tentu saja menyelamatkan kita? Sebab baptisan, tidak seperti yang diajarkan gereja lain, adalah menyelamatkan. Melalui jasa dari kebangkitan Kristus, baptisan, Sakramen Inisiasi dalam Kristen yang dimulai oleh Kristus, membersihkan kita dari dosa asal, membuat kita diangkat menjadi anak-anak Tuhan, dan membawa kita kepada keselamatan.

Tidak seperti yang gereja lain ajarkan, baptis bukan hanya suatu tindakan simbolis yang berupa penuangan, percikan atau membenamkan orang ke dalam air (jika tidak, Petrus tidak akan berkata bahwa itu menyelamatkan kita). Kis 2:38 juga mengatakan hal ini bahwa kita harus bertobat dan dibaptis untuk pengampunan dosa kita. Pertobatan sudah barang tentu menjadi syarat keselamatan, dan baptisan merupakan tanda ke-berolehan keselamatan tersebut. Baptisan bukan hanya suatu pendekatan kepada Tuhan melalui suatu tanda simbolis. Inilah alasan kenapa Petrus mengatakannya "bukan sebagai suatu penghapusan kotoran dari badan”. Kebanyakan ahli mengatakan Petrus sedang mengacu pada khitanan (upacara ritual inisiasi dalam Perjanjian Lama) ketika ia menulis tentang “penghapusan kotoran dari badan. ”Khitanan adalah suatu isyarat simbolis di depan Tuhan yang tidak pernah dapat menyelamatkan kita. Tetapi, paling tidak, Petrus mengajar baptisan itu tidak berkenaan dengan bagian luar/lahiriah, tetapi bagian dalam dari kehidupan seseorang.

Jadi, Petrus mengajarkan bahwa baptisan itu menyelamatkan kita “dengan nurani yang bersih”. Ini berkenaan dengan bagian dalam kehidupan. Dengan cara yang sama, penulis dari Ibr 10:22, dalam hubungannya dengan pencucian dengan air yang murni (tentang baptis), mengatakan kita dibasuh dan menjadi “bersih dari nurani yang jahat”. Baptis menghapus dosa asal yang menggelapkan nurani kita. Ini memurnikan bagian dalam dari kehidupan seseorang. Baptis bukan hanya suatu eksternal, simbolis, upacara tanda/isyarat, (jika tidak, para penulis yang kudus tidak akan menulis tentang pemurnian dari nurani, di mana dosa dilahirkan).

Jadi, melalui kebangkitan Kristus, sekarang baptisan benar-benar menyelamatkan hidup rohani kita, sama halnya perahu nabi Nuh (yang mana Petrus mengatakan baptisan "sesuai dengan") yang menyelamatkan hidup keluarganya. Di dalam baptisan, kita dicuci bersih dari dosa asal dan menjadi anak angkat laki-laki dan perempuan dari Bapa. Inilah alasan kenapa Paulus menulis kepada Titus, mengenai baptisan, yaitu “Dia menyelamatkan kita dengan rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus, yang mana Dia menuangkannya kepada kita dengan melimpah melalui Yesus Kristus, sedemikian sehingga kita dibenarkan oleh rahmatNya dan menjadi pewaris hidup abadi.” (Tit 3:5-7). Paulus menguatkan pengajaran Petrus bahwa baptisan itu menyelamatkan kita dengan pembaharuan bagian dalam hidup kita, yakni, jiwa kita, yang mana kini diwarisi dengan keilahian Tuhan dan rahmat penyucian. Jadi kita menjadi anak-anak Tuhan dan mewarisi kerajaanNya.

Hanya Gereja Katolik yang mengajarkan bahwa baptisan, berdasarkan atas jasa Kristus dan pelaksanaannya kepada kita, adalah menyelamatkan. Gereja lain, bertentangan dengan 1 Pet 3:21 (dan Titus 3:5-7; Yoh 3:5; dan Ibr 10:22) memberi pengajaran baptisan itu hanya simbolis. Dalam pelaksanaannya, Gereja Katolik melakukan persiapan yang cukup panjang untuk calon baptis (katekumen), karena menyadari bahwa baptisan adalah sesuatu yang sakral. Baptisan, karena merupakan meterai penyelamatan, harus benar-benar dipersiapkan oleh calon baptis dalam hal pemahaman ajaran Gereja Katolik, dan tentunya adalah pertobatan.


D. Pengakuan Dosa
V. Yohanes 20:22-23

Yoh 20:22 Dan sesudah berkata demikian, Ia mengembusi mereka dan berkata: “Terimalah Roh Kudus”.
Yoh 20:23 Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada.

Gereja lain percaya bahwa orang Kristen perlu mengaku dosa mereka secara pribadi kepada Tuhan, dan tidak kepada seorang imam. Mengapa, kemudian Yesus memberi kuasa kepada para rasul untuk mengampuni dan mempertahankan dosa? Sebab, tidak seperti kepercayaan gereja lain, Yesus percaya bahwa orang Kristen secara terbaik berkembang dalam kekudusan dengan mengaku dosa mereka kepada para imam Nya dan menerima pengampunan dalam sakramen pengakuan dosa. Pengakuan dosa menjadi cara normatif dimana Tuhan mengampuni dosa kita.

Ayat ini sangat kuat mengganggu posisi gereja lain. Pertama, kita lihat bahwa Yesus menghembusi para rasulNya. Satu-satunya waktu lain Tuhan menghembusi manusia adalah ketika Ia menciptakan manusia dan memberikan nyawa di badannya (Kej 2:7). Ketika Tuhan menghembusi manusia, suatu perubahan terjadi. Di sini, para rasul diubah menjadi "Kristus lain" yang diisi dengan Roh Kudus dan diberi otoritas ilahi oleh Yesus untuk mengampuni dosa.

Begitu juga, Matius menulis, Tuhan itu memberi kuasa kepada manusia (Yesus sebagai Anak Manusia) untuk mengampuni dosa (Mat. 9:8). Kita juga catat bahwa Yesus tidak membedakan antara dosa yang sangat serius (dosa berat) dan dosa yang lebih sedikit (dosa ringan) (seperti pada 1 Yoh 5:16-17). Berdasarkan atas kemurahan hati Tuhan, para rasul bisa mengampuni semua dosa.

Kita juga mencatat bahwa para rasul tidak hanya diberi kuasa untuk mengampuni dosa, tetapi juga untuk mempertahankan dosa. Apa artinya ini? Maksudnya adalah bahwa para rasul diberi anugerah dalam memberikan pertimbangan dan keputusan atas ketulusan dari pengaku dosa, dan mengikat pengaku dosa dengan tindakan penebusan dosa agar diampuni dosanya. Jika di dalam pertimbangan para rasul, pengaku dosa tidak tulus hati, atau dikehendaki harus melaksanakan tindakan penebusan dosa di dalam perbaikan terhadap dosanya, para rasul bisa mempertahankan dosa (menahan pengampunan) sampai kondisi-kondisi mereka dipenuhi. Sementara otoritas seperti itu hanya dimiliki oleh Tuhan sendiri, Kristus membagi otoritas ini bersama dengan para rasul.


Kuasa untuk mempertahankan dosa sangat penting sebab ini memberikan otoritas kepada para imam, tidak hanya untuk mengampuni dosa, tetapi untuk menghapus penghukuman sementara terhadap dosa (Gereja menyebut penghapusan dari hukuman sementara terhadap dosa yang telah diampuni ini dengan sebutan "indulgensi"). Tentunya, jika seorang imam dapat mengampuni dosa berat (yang mana, jika tidak diampuni akan mengirim orang ke neraka), imam tentunya dapat menghapus hukuman sementara terhadap dosa ringan. Ini adalah bagian dari otoritas imam untuk mengikat (menahan dosa dan menentukan penebusan dosa) dan otoritas untuk melepaskan (mengampuni dosa dan penghapusan hukuman sementara terhadap dosa).

Tentu saja anugerah Yesus dalam otoritas yang disebutkan dalam Yoh 20:22-23 hanya dapat diberikan jika pengaku dosa mengaku dosanya secara lisan kepada para rasul. Para rasul tidak memberikannya dengan membaca pikiran si pengaku dosa, dan sekalipun mereka mengaku secara lisan, pengampunan dosa masih akan tergantung pada keinginan pendosa untuk diampuni (pendosa akan menyatakan keinginan itu dengan mengaku dosanya kepada imam). Jika pengakuan lisan tidak diperlukan, cara Yesus memberikan anugerah kepada para rasul tidak akan ada artinya.
Akhirnya, sekelompok kecil gereja lain mengakui bahwa para rasul mempunyai kuasa untuk mengampuni dan mempertahankan dosa, mereka hanya dapat mengesampingkan Yoh 20:22-23 dengan membantah bahwa otoritas ini berakhir pada kematian mereka. Masalah dengan argumentasi mereka bahwa ini tidak bisa dibuktikan dari Kitab Suci ( tidak bagian dalam Kitab Suci yang mengajarkan bahwa otoritas mengikat dan melepas, dari para rasul akan berakhir pada kematian). Sebaliknya, argumentasi dapat dibuktikan dari catatan sejarah (Gereja sudah dan terus memberikan sakramen pengakuan dosa selama berabad-abad).

Lebih dari itu, gereja lain gagal untuk memberikan penjelasan yang cukup tentang mengapa Yesus harus mewariskan anugerah yang tidak masuk akal seperti itu kepada jaman para rasul, dan kemudian mengambil kembali anugerah itu dari generasi berikutnya. Jawabannya, tentu saja adalah bahwa Ia tidak mengambil anugerah itu kembali. Anugerah dipelihara melalui rangkaian suksesi para imam oleh sakramen imamat seperti yang Kristus harapkan. Tentang pewarisan anugerah ini, Alkitab sering menyebutnya sebagai "penumpangan tangan." Kis 6:6; 13:3; 8:18; 9:17; 1 Tim 4:14; 5:22; 2 Tim 1:6

E. Ekaristi
VI. Yohanes 6:53-58, 66-67
Yoh 6:53 Maka kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu.
Yoh 6:54 Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman.
Yoh 6:55 Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman.
Yoh 6:56 Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia.
Yoh 6:57 Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku.
Yoh 6:58 Inilah roti yang telah turun dari sorga, bukan roti seperti yang dimakan nenek moyangmu dan mereka telah mati. Barangsiapa makan roti ini, ia akan hidup selama-lamanya."
Yoh 6:66 Mulai dari waktu itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia.
Yoh 6:67 Maka kata Yesus kepada kedua belas murid-Nya: "Apakah kamu tidak mau pergi juga?".

Kebanyakan gereja lain percaya bahwa roti dan anggur yang ditawarkan oleh Imam Katolik di dalam Misa Kudus hanya lambang dari tubuh dan darah Kristus. Mereka tidak percaya bahwa orang Kristen harus benar-benar makan daging dan minum darah Kristus untuk memperoleh hidup abadi. Mereka tidak percaya bahwa daging Kristus adalah makanan yang nyata, dan darahNya adalah minuman yang nyata. Mengapa, kemudian, Yesus berulang-kali mengatakan dalam ayat ini bahwa kita harus makan dagingNya dan minuman darahNya atau kita tidak punya hidup di dalam diri kita? Mengapa Kristus mengatakan bahwa dagingNya tentu saja adalah makanan, dan darahNya tentu saja adalah minuman, jika darah dan dagingNya bukan benar-benar makanan dan minuman? Pengajaran Yesus tentang Ekaristi ini adalah yang paling besar di dalam seluruh Kitab Suci, dan ayat ini adalah ayat yang sangat membuat masalah dan pertentangan di gereja lain, bahwa roti dan anggur dalam Misa Kudus hanya sebagai lambang.


Ketika Yoh 6 dengan penuh doa dibaca, kita lihat bagaimana Yesus secara berangsur-angsur memberi pengajaran orang beriman tentang roti dari sorga yang membawa hidup, yang akan Ia berikan kepada dunia (melalui pemecahan lembaran roti, mengacu kepada hujan manna yang diberikan kepada bangsa Israel, dan akhirnya mengacu kepada roti yang Yesus akan berikan, yang mana adalah dagingNya sendiri). Ketika bangsa Yahudi mempertanyakan Yesus tentang bagaimana mungkin ia bisa memberi mereka dagingNya untuk dimakan, Yesus menjadi lebih harafiah di dalam penjelasanNya. Yesus mengatakan beberapa kali bahwa kita harus makan (di dalam bahasa Yunani, "phago") dagingNya untuk memperoleh hidup abadi (yang secara harafiah berarti "untuk mengunyah").

Ketika bangsa Yahudi mempertanyakan keanehan pengajaranNya lebih lanjut, lebih lanjut pula Yesus menggunakan kata yang lebih harafiah lagi (di dalam Yunani, "trogo") untuk menjelaskan bagaimana kita harus makan dagingNya untuk memperoleh hidup abadi (yang mana secara harafiah berarti "untuk menggerogoti atau memamah") (Yoh 6:54). Di bagian lain Perjanjian Baru, kata “trogo” hanya digunakan dua kali (Mat. 24:38; Yoh 13:18) dan selalu digunakan secara harafiah (makan secara fisik). Gereja lain tidak mampu memberikan satu contoh di mana kata "trogo" pernah digunakan dalam makna simbolis. Untuk mengarahkan ke titik utama dari pengajaranNya, Yesus mengatakan bahwa dagingNya tentu saja makanan riil, dan darah Nya adalah tentu saja minuman riil (Yesus tidak mengatakan sesuatupun tentang roti (dan anggur) yang menjadi lambang Tubuh dan Darahnya).

Apakah kemungkinan-kemungkinan yang paling memaksa dari bagian ini, dan apa yang terjadi pada ujung ceramah Yesus. Kita mengetahui bahwa bangsa Yahudi memahami bahwa Yesus mengatakan secara harafiah. Ini ditunjukkan oleh pertanyaan mereka, "Bagaimana mungkin manusia memberi kepada kita dagingNya untuk dimakan?" Mereka tidak bisa mengerti tentang mengapa mengkonsumsi daging Yesus dapat membawa hidup dan bagaimana mereka bisa mungkin melakukan hal seperti itu. Kita juga mengetahui bahwa Yesus bereaksi terhadap pertanyaan mereka dengan menjadi lebih harafiah lagi tentang memakan daging Nya dan meminum darah Nya. Tetapi kita belajar dari ujung ceramah Yesus, bahwa banyak dari pengikut Nya, oleh karena kesulitan memahami pengajaranNya, memutuskan untuk tidak lagi mengikutiNya, dan Yesus membiarkan mereka pergi. Kemudian Ia menghampiri para rasulNya dan menanyai mereka "Akankah kamu juga pergi?".

Akankah Yesus, yang adalah inkarnasi dari Firman Tuhan yang menjadi manusia untuk menyelamatkan umat manusia, mengijinkan pengikut nya untuk meninggalkanNya jika mereka salah mengerti tentang pengajaranNya? Tentu saja tidak, apalagi pengajaranNya tentang bagaimana mereka memperoleh hidup abadi yang mana adalah inti dari misi Yesus. Yesus selalu menerangkan arti dari pengajaranNya kepada para muridNya (Mrk 4:34).

Yesus tidak mengatakan, "Hei, orang-orang, kembali ke sini, kamu semua salah mengerti". Ia tidak melakukan ini sebab mereka semua tidak salah. Mereka memahami dengan tepat, kita harus makan daging Yesus dan minum darahNya, atau kita tidak memiliki hidup di dalam diri kita. Gereja lain yang menentang, bahwa roti dan anggur yang diberikan oleh Gereja Katolik di dalam Misa Kudus adalah hanya simbol (dan bukan secara ajaib menjadi tubuh dan darah Kristus melalui tindakan dari Imam yang bertindak "sebagai persona Christi") harus membaca Yoh 6:53-58, 66-67, mengapa Yesus menggunakan kata-kata yang Ia katakan, dan mengapa Yesus mengijinkan pengikut Nya untuk meninggalkanNya jika mereka memahamiNya dengan benar (yang mana adalah satu-satunya kejadian di dalam Injil di mana Kristus mengijinkan murid Nya untuk meninggalkanNya berkenaan dengan pengajaran doktrin).

Ketika kita merenungkan misteri ini dengan pikiran dan hati yang terbuka, kita diajak untuk percaya dan mengetahui bahwa Ekaristi menjadi cara Bapa untuk memberi kita PutraNya di dalam perjanjian cinta yang abadi oleh kuasa Roh Kudus. Ekaristi adalah perluasan dari Inkarnasi. Jika kita bisa mempercayai Inkarnasi (Tuhan menjadi bayi mungil), selanjutnya akan mudah bagi kita untuk percaya bahwa Tuhan membuat Dirinya secara hakekat hadir dalam wujud roti dan anggur. Gereja telah mengajar untuk 2000 tahun lamanya bahwa Ekaristi menjadi sumber dan puncak dari Iman Kristen, kesempurnaan dari pengorbanan anak domba Paskah, yang mana kita dikembalikan kepada Tuhan dan mengambil bagian di dalam hidup ilahiNya. Paulus mengatakan, "anak domba Paskah kita telah dikorbankan, oleh karena itu, mari kita merayakan pesta". (1 Kor 5:7-8).

VII. 1 Korintus 11:27
1 Kor 11:27 Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan.

Walaupun gereja-gereja lain mengajarkan bahwa Ekaristi hanyalah simbol dari tubuh dan darah Kristus, Paulus dalam ayat ini mendasari pengajaran Katolik yang mengajar bahwa Kristus itu nyata, sungguh-sungguh, dan secara hakekat (substansi) hadir dialam Ekaristi. Paulus mengkonfirmasikan apa yang Yesus ajarkan dalam Injil Yohanes bab 6. Jika kita ikut serta dalam Ekaristi dengan tidak layak, kita bersalah karena kejahatan mencemarkan tubuh dan darah Kristus (yang secara harafiah, membunuh Kristus). Ini pengajaran yang sangat khidmat dan kuat membuktikan dengan pasti pemahaman Katolik tentang Ekaristi dan meninggalkan keraguan kecil, bila ada, tentang kehadiran yang riil (Real Presence).


Suatu ilustrasi tentang penerapan dari ayat ini yang mungkin sangat menolong. Suatu waktu, sebut saja Toni yang seorang Katolik sedang berdebat dengan seseorang dari gereja lain di tempat kerja, tentang Kehadiran Kristus yang riil (Real Presence) dalam Ekaristi. Toni menerangkan kepadanya bahwa dalam ketiga Injil Sinoptik tentang Perjamuan Terakhir, seperti juga dalam pengajaran Paulus yang menerima secara langsung dari Kristus, Yesus mengambil roti, memberkati dan memecah-mecahkannya, dan berkata, "Inilah tubuhKu". Dengan cara yang sama, ia mengambil anggur, mengucap syukur, dan berkata, "Inilah darahKu" (Mat 26:26-28, Mar 14:22-24, Luk 22:19-20, dan 1 Kor 11:21-25). Toni menekankan bahwa Yesus tidak mengatakan "Ini mewakili tubuh dan darahKu," atau " Ini adalah lambang tubuh dan darahKu" (meskipun ada banyak kata kerja dalam bahasa Aram untuk kata “mewakili”). Toni menjelaskan lebih lanjut kepadanya, bahwa Tuhan tidak, dan tidak bisa, menyatakan sesuatu tanpa membuatnya, dan menantang dia untuk menemukan dalam Kitab Suci, ayat untuk membuktikan Toni salah, dan ia tidak bisa.

Sebagai gantinya, gereja lain memberikan penjelasan, dengan ilustrasi foto istrinya diambil dari dinding di dalam ruangannya, dan diberikannya kepada Toni, dan berkata, "Inilah istriku". Kemudian ia menanyai Toni, "Apakah ini bukan benar-benar dia, siapakah dia?". Ia pikir ia membuat Toni diam.

Pertama-tama Toni memberi selamat pada dia atas pasangan cantik yang dikaruniakan kepadanya seperti itu. Toni kemudian berpura-pura menyobek foto itu dan menjatuhkannya ke lantai, berpura-pura menginjak-injaknya. Toni membuat sedikit kegaduhan. Ia melihat Toni dengan ekspresi terkejut dan bingung. Toni kemudian menanyainya, “Bukankah sekarang saya bersalah telah mencemarkan tubuh dan darah istrimu?”

Setelah beberapa saat, ia menjawab, “Tidak”. Toni balik bertanya kepadanya, “Mengapa tidak?”. Pikirannya benar-benar berputar, tetapi Toni berpikir bahwa ia tidak mengetahui arah pikiran Toni. Toni menyela untuk membantunya, dengan mengatakan “aku akan memberitahu kamu mengapa, dari poin yang baru saja kamu buat. Karena foto istrimu hanyalah simbol dari dia (istrimu), dan bukan benar-benar dia?”. Sampai titik ini, ia setuju, tetapi masih bingung. Toni kemudian menambahkan, “menjadi bersalah dengan mencemarkan tubuh dan darah istrimu karena menyobek fotonya dan akan menyakitkan hatinya adalah tidak mungkin, sebab kamu tidak bisa mencemarkan suatu simbol, apakah ini benar?” Ia menyetujui.


Toni kemudian mengarahkan pembicaraan ke titik utama dengan mendekatinya dan menanyakan dengan pelan-pelan. “Kemudian mengapa Paulus di dalam 1 Kor 11:27 menyatakan kepada kita bahwa kita menjadi bersalah dengan mencemarkan tubuh dan darah Kristus jika kita menerima Ekaristi dengan tidak layak? Itu adalah sesuatu pernyataan yang tak masuk akal jika Ekaristi hanyalah suatu simbol, tidakkah seperti itu?”. Setelah jeda beberapa lama terlihat kebingungan dari teman Toni dari gereja lain tersebut untuk berkata-kata. Yang dapat dilakukannya adalah meminta Toni untuk mengembalikan foto istrinya kepadanya dan berjanji bahwa ia akan membaca ayat dalam konteks yang benar dan akan kembali lagi kepada Toni. Tetapi ia tidak pernah melakukannya.






F. Pengurapan Orang Sakit
VIII. Yakobus 5:14-15

Yak 5:14 Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan.
Yak 5:15 Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia; dan jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni.

Sementara gereja lain biasanya mempunyai beberapa bentuk bantahan untuk kebanyakan ayat dalam Kitab Suci yang mendukung pengajaran Gereja Katolik (yang selalu dapat dibuktikan balik), mereka biasanya hanya mempunyai sedikit kata-kata untuk Yak 5:14-15. Kebanyakan gereja lain menyimpan ayat ini, tidak pernah untuk berhubungan dengannya lagi. Ini adalah karena tidak ada tempat untuk meletakkan ayat ini dalam Teologinya. Tidak cocok di bagian manapun.

Bagian ini mendasari Sakramen Pengurapan Orang Sakit dari Gereja Katolik (yang dulu disebut "Pemberian minyak suci secara sungguh-sungguh/Extreme Unctuation") Sakramen ini, yang adalah salah satu tujuh sakramen, Yesus mengadakan untuk GerejaNya, dan diberikan kepada orang-orang dalam bahaya kematian, menderita penyakit yang mematikan, atau berhadapan dengan penanganan medis yang serius.

Ayat ini menunjukkan beberapa hal yang telah diajarkan oleh Gereja selama 2000 tahun. Pertama, untuk menerimakan sakramen, orang harus meminta uskup atau para imam Gereja. Ini memerlukan seorang laki-laki yang secara khusus ditahbiskan untuk melakukan pekerjaan khusus tersebut, dan berkaitan dengan apa yang kita mengerti tentang Gereja (jangan lupakan Petrus, kunci-kunci, suksesi kerasulan, pentahbisan imam, kuasa untuk mengikat dan melelepaskan, dan pondasi dari kebenaran).

Kedua, Yakobus mengatakan doa imam yang penuh iman akan menyelamatkan penderita sakit dan Tuhan akan menaikkan dia ke atas. Ini menunjukkan tindakan para imam Gereja dalam pribadi Kristus (“in persona Christi") di dalam melanjutkan karya penyelamatan Kristus. Yesus adalah satu-satunya Juru Selamat kita, tetapi Ia menginginkan kita untuk mengambil bagian di dalam imamatNya yang abadi, dan Ia memanggil manusia (laki-laki) tertentu untuk mengambil bagian dengan cara yang sangat mendalam untuk menuju keselamatan (melalui jabatan imamat yang dijelaskan di sini). Sehingga para imam, melalui kuasa Kristus, menyelamatkan jiwa penderita sakit.

Akhirnya, berdasarkan atas doa dan tindakan dari para imam, dosa-dosa penderita sakit diampuni (ini yang sebenarnya menyelamatkan jiwa manusia). Gereja lain mengalami kesulitan besar dengan ayat ini terutama karena ayat ini menunjukkan bahwa para imam mempunyai otoritas dan kuasa untuk mengampuni dosa (yang diberikan kepada manusia oleh Kristus, lihat juga Mat 9:8, Yoh 20:23). Tidak sama dengan apa yang Alkitab nyatakan, tidak ada di manapun dalam teologi atau praktek di gereja lain yang menyatakan tentang pengampunan dosa oleh pendeta atau sakramen untuk orang sakit.


G. Penderitaan
IX. Kolose 1:24
Kol 1:24 Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat.

Kol 1:24 Who now rejoice in my sufferings for you, and fill up that which is behind of the afflictions of Christ in my flesh for his body's sake, which is the church

Seperti pada beberapa ayat sebelumnya, di dalam ayat ini, kata church dalam bahasa inggris sebenarnya lebih cocok diterjemahkan sebagai gereja, yang merupakan Tubuh Kristus. Umat Kristen percaya bahwa penderitaan yesus dan kematianNya secera keseluruhan cukup untuk pengampunan semua dosa dunia. Mengapa kemudian Paulus mengatakan bahwa ada sesuatu yang kurang dalam penderitaan Kristus? Bagaimana hal ini mungkin? Pertanyaan ini hanya dapat dijawab oleh pemahaman Gereja Katolik yang sudah berumur 2000 tahun, bagaimana kita sebagai umat Kristen mengambil bagian dalam penebusan dan penyelamatan Kristus.

Kebanyakan gereja lain memberikan Anda janji manis ketika mereka memberikan pengajaran tentang penderitaan. Sebab di dalam aliran gereja lain tersebut pada umumnya Anda semua hanya perlu untuk menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi, dan diselamatkan, tidak ada yang lain, penderitaan sederhananya dipandang sebagai sesuatu yang harus dipikul sebagai bagian dari keadaan manusia, tanpa nilai atau manfaat untuk diri kita atau orang lain. Karena Gereja Katolik percaya bahwa masing-masing dari kita, berdasarkan baptisan kita, mengambil bagian dalam Imamat abadi Kristus, Gereja juga mengajarkan bahwa doa kita, perbuatan baik, dan bahkan penderitaan adalah melanjutkan pekerjaan penebusan Kristus. Ini adalah konsekwensi dari menjadi anggota persekutuan para Kudus. Ini adalah juga yang ditulis oleh Paulus tentang suratnya di Kolose 1:24.

Di ayat ini, Paulus mengatakan ia bergembira di dalam penderitaannya untuk kepentingan orang lain. Dari yang yang kita pahami tentang Paulus, kita dapat dengan menyimpulkan bahwa pada kenyataannya ia tidak bergembira di dalam keadaan seperti apapun (dia menderita). Ia bergembira karena telah menderita untuk ikut menyempurnakan pekerjaan penebusan Kristus. Memang sangat sedikit surat-surat tentang teologi ini. Kita juga lihat bahwa kegembiraan Paulus bukan untuk dirinya sendiri, tetapi untuk anggota Gereja yang lain. Maka kegembiraan Paulus tentang nilai dari penderitaannya di dalam pekerjaan penebusan berdasarkan pada pemahaman bahwa penderitaanya adalah untuk membantu orang lain (bukan karena ia menikmati sakit dalam penderitaan). Ini menjadi lebih jelas seperti pada saat Paulus menjelaskan pengajarannya dalam konteks Tubuh Mistis Kristus, dan hanya dalam konteks ini pengajaran Paulus bisa dimengerti.

Paulus menjelaskan bahwa ia melengkapi apa yang menjadi kekurangan dari penderitaan Kristus. Tetapi Paulus tidak melakukan ini untuk kepentingan Kristus Sendiri, sebab penderitaan Kristus adalah cukup dan sempurna untuk penebusan kita. Paulus tidak bisa menambahkan apapun kepada kekuatan penderitaan Kristus. Justru, Paulus menjelaskan bahwa ia mengerjakan ini untuk kepentingan Gereja (Tubuh Mistik) di mana Kristus menjadi kepalanya. Mengapa? Sebab Tuhan menginginkan kita untuk mengambil bagian dalam penderitaan Kristus dalam melanjutkan pekerjaan penebusanNya. Jadi, di dalam Gereja dan untuk Gereja, Yesus Kristus, dengan cara yang misteri, memberikan ruang dan mengijinkan penderitaan kita untuk dipersatukan dengan penderitaanNya, untuk memenuhi kehendak Bapa. Dalam baptisan kita, di mana kita menjadi anak-anak di dalam PutraNya dan mengambil bagian dalam ImamatNya, bahwa penderitaan kita dapat melanjutkan pekerjaan penebusan Kristus. Ini adalah hal yang mulia, tetapi ini sama seperti cinta Tuhan kepada kita, dan ini justru oleh karena cinta Tuhan kepada kita semata.

Bagaimana kita, seperti Paulus, melengkapi kekurangan dari penderitaan Kristus untuk kepentingan Gereja? Kita memberikan penderitaan kita sebagai pengorbanan pujian kepada Tuhan. Sebagai ganti dari memikul penderitaan, kita secara harafiah akan menderita melalui doa untuk menyempurnakan pekerjaan penebusan Kristus. Ini adalah apa yang Gereja sebut sebagai "penderitaaan penebusan". Jenis penderitaan ini yang membuat Paulus bergembira, dan inilah alasan kenapa cara kita menjalani penderitaan menjadi sangat penting. Penderitaan seperti itu dapat bermanfaat tidak hanya bagi mereka yang menderita, tetapi bagi semua anggota Tubuh Kristus. Jenis penderitaan yang terburuk adalah penderitaan yang sia-sia. Hanya Gereja Katolik, yang selama 2000 tahun telah hidup dan diajar oleh pengajaran Paulus dalam penderitaan.

H. Perbuatan
X. Yakobus 2:24
Yak 2:24 Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman.

Sebagai tambahan terhadap kepercayaan mereka di dalam Alkitab Saja ("Sola Scriptura"), kebanyakan gereja lain percaya bahwa semua orang harus menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi untuk dibenarkan oleh Tuhan (pembenaran adalah proses dengan mana manusia digerakkan oleh rahmat, menuju ke arah Tuhan dan meninggalkan dosa, dan menerima pengampunan dan kebenaran Tuhan). Jadi, kebanyakan gereja lain percaya bahwa orang dibenarkan dan diselamatkan oleh iman nya di dalam Kristus saja (yang disebut "Sola Fide" atau Iman Saja). Tetapi jika ini benar, kenapa kemudian Yakobus mengatakan bahwa seorang manusia dibenarkan oleh perbuatan dan bukan oleh iman saja?

Yakobus mengatakan ini, sebab kita dibenarkan, dan akhirnya diselamatkan melalui kedua-duanya, iman dan perbuatan kita, dan tidak hanya iman saja. Pada kenyataannya, satu-satunya tempat di dalam Alkitab di mana frase "iman saja" muncul adalah di dalam Yakobus 2:24 di mana di situ dikatakan kita dibenarkan oleh perbuatan dan bukan oleh iman saja. Sehingga Alkitab tidak pernah memberi pengajaran di manapun bahwa kita dibenarkan, diselamatkan, atau yang lainnya, oleh iman saja. Sementara dalam hal ini, posisi Gereja Katolik nampak jelas nyata, teologi iman dan perbuatan berkenaan dengan keselamatan kenyataannya cukup rumit, dan telah menjadi salah satu sumber utama perpecahan antara Gereja Katolik dan Gereja lain. Karenanya, poin-poin harus dibuat untuk menanggapi kontroversi ini dan memperjelas pengajaran Katolik

Pertama, Katolik akhirnya percaya bahwa kita diselamatkan, bukan oleh iman atau perbuatan, tetapi oleh Yesus Kristus dan hanya Dia. Kematian Yesus Kristus dan kebangkitanNya adalah semata-mata sumber dari pembenaran (sedang dalam hubungan yang benar dengan Tuhan) dan keselamatan kita (berbagi dalam kehidupan ilahi dengan Tuhan). Tetapi sebagai hasil dari kematian dan kebangkitan Kristus, kini kita mampu menerima rahmat Tuhan. Rahmat/anugerah adalah hidup ilahi milik Tuhan yang mana diberikanNya ke dalam jiwa kita. Inilah pengertian bahwa Adam pada permulaan kalah untuk kita, dan Kristus menang kembali untuk kita. Rahmat ini yang menyebabkan kita untuk mencari Tuhan dan untuk percaya dalam Dia (bagian "iman"). Non-Katolik biasanya berhenti sampai di sini.

Tetapi Tuhan menginginkan kita untuk merespon terhadap rahmatNya dengan membawa iman kita ke dalam tindakan (bagian "perbuatan"). Inilah alasan kenapa Yesus selalu mengajar tentang keselamatan kita dalam konteks apa yang benar-benar kita lakukan selama hidup kita di dunia, dan bukan berapa banyak iman yang kita miliki ("segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25:40,45)). Ketika Yesus memberi pengajaran tentang kedatanganNya yang kedua di mana Ia akan memisahkan domba dari kambing, Ia mendasarkan keselamatan dan kutukan atas apa yang benar-benar kita lakukan ("perbuatan"), apakah benar atau jahat. (Mat 25:31-46). Di dalam Yak 2:14-26, Yakobus dengan cara yang sama menginstruksikan kepada kita untuk meletakkan iman kita ke dalam tindakan dengan melakukan perbuatan baik, dan tidak hanya dengan memberikan persetujuan iman intelektual. Yakobus mengatakannya dengan "jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati" (Yak 2:17, 26).

Maka kita harus melakukan lebih dari menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi. Bahkan setanpun percaya bahwa Yesus adalah Juru Selamat, dan "mereka gentar" (Yak 2:19). Kita harus pula berbuat baik. Iman menjadi permulaan proses yang mengarahkan kita kepada pembenaran, tetapi iman saja tidak pernah memperoleh rahmat pembenaran. Iman dan Perbuatan bertindak bersama-sama untuk mencapai Pembenaran kita. Paulus mengatakannya dengan sangat baik ketika ia menulis bahwa kita memerlukan "iman yang bekerja dalam kasih" (Gal 5:6). Kita tidak dibenarkan dan diselamatkan oleh iman saja.


Kedua, adalah penting untuk membedakan antara "perbuatan" yang diajarkan Yakobus di dalam Yak 2:24 dan "perbuatan menurut hukum" diajarkan Paulus di dalam Rom 3:20,28; Gal 2:16,21; 3:2,5,10; dan Efe 2:8-9. Gereja lain biasanya mengacaukan "perbuatan baik" yang diajarkan Yakobus dan “perbuatan menurut hukum” yang diajarkan Paulus" ketika mereka mencoba untuk membuktikan bahwa "perbuatan" adalah tidak relevan kepada pembenaran dan keselamatan. "Perbuatan menurut hukum" yang diajarkan Paulus di dalam Ef 2:8-9 dan di bagian lain merunjuk pada Hukum Musa dan sistem hukum mereka yang dibuat Tuhan, dan diwajibkan bagi mereka untuk memperloleh imbalan dari perbuatan. Mereka akan sangat “bangga” dengan perbuatan mereka dan menghargai perbuatan mereka untuk diri mereka sendiri. (Bdk Rom 4:2; Ef. 2:9). Paulus mengajarkan bahwa dengan kedatangan Kristus, Hukum Musa (tentang moral, hukum, dan peraturan adat) yang membuat Tuhan mengampuni dosa-dosa kita, tidak lagi dapat membenarkan seseorang. Sebagai gantinya, Paulus mengajarkan bahwa sekarang kita dibenarkan dan diselamatkan oleh rahmat (bukan kewajiban terhadap hukum) melalui iman (bukan perbuatan mematuhi hukum) (Ef. 2:5,8). Karenanya kita tidak lagi “bangga” dengan menghargai perbuatan kita untuk diri kita sendiri. Kita menghargainya untuk Tuhan yang memberikan segalanya kepada kita dengan cuma-cuma oleh rahmatNya.

Oleh karena itu, kita tidak lagi diharuskan untuk memenuhi “perbuatan hukum”, tetapi untuk memenuhi “Hukum Kristus” (Gal. 6:2). Inilah alasan kenapa Paulus menulis bahwa “pelaku hukum Taurat (yang relevan dengan hukum Kristus)” akan dibenarkan (Rom. 2:13). Tentu saja, “perbuatan menurut hukum” yang ditulis Paulus dalam Rom. 3:20,28; Gal. 2:16,21; 3:2,5,10 dan Ef. 2:8-9 tidak ada hubungannya dengan “perbuatan baik” yang diajarkan Yakobus dalam Yak. 2:24 atau “hukum” yang diajarkan Paulus dalam Rom. 2:13 (sebab semua menjadi bagian dari Firman Tuhan yang tidak pernah dapat saling berkontradiksi).

Secara ringkas, berdasar Kitab Suci, Gereja telah mengajarkan selama 2000 tahun bahwa kita dibenarkan dan diselamatkan oleh kemurahan hati dan rahmat Kristus melalui kedua-duanya iman dan perbuatan, dan bukan iman saja. Kita tidak lagi berada dalam sistem hukum hutang, di mana Tuhan memberikannya kepada kita (sebagai pemberi pinjaman/pendosa). Kita sekarang berada dalam sistem rahmat di mana Tuhan memberi penghargaan atas perbuatan kita ketika dilaksanakan dengan iman dalam Kristus ( Bapa/Anak). Ini juga berarti bahwa kita harus melanjutkan untuk melatih iman dan perbuatan kita sampai akhir dari hidup kita untuk diselamatkan. Inilah alasan kenapa Yesus mengatakan kepada kita untuk "bertahan sampai akhir" untuk bisa diselamatkan (Mat 10:22; 24:13; Mar 13:13). Ini adalah juga mengapa Paulus memperingatkan kita bahwa kita bisa kehilangan keselamatan kita jika kita tidak bertekun (Bdk Rom 11:20-23; 1 Kor 9:27). Iman Katolik ini membantah novel gereja lain tentang gagasan "sekali selamat tetap selamat".

Copyright 2006 by John Salza (johnsalza@scripturecatholic.com)
Alih Bahasa : Fantioz (fantioz@yahoo.com)