20 February 2008

Bab 36: BAGAIMANA PELAYAN YANG SEJATI BERTINDAK?? (Analisa Terhadap Bab 33 Buku Rick Warren)

Bab 36

Bagaimana Pelayan yang Sejati Bertindak ??

P

ada bab 36 ini, kita akan mencoba menggali masing-masing pengajaran Rick Warren di dalam bab/hari ketigapuluhtiga dalam renungan 40 harinya. Penggalian ini bisa bersifat positif maupun negatif dari kacamata kebenaran Firman Tuhan, Alkitab. Mari kita akan menelusurinya dengan teliti berdasarkan kebenaran Alkitab.

Pada bab 33 ini, Warren mengajarkan tentang bagaimana kita sebagai seorang pelayan Kristus bertindak di dalam pelayanan yang Ia telah percayakan kepada kita.

Pada awal bab ini, ia mengajarkan,

Kita melayani Allah dengan melayani orang lain.

... Yesus mengukur kebesaran dari segi pelayanan, bukan status. Allah menentukan kebesaran Anda berdasarkan banyaknya orang yang Anda layani, bukan berdasarkan banyaknya orang yang melayani Anda...

... menjadi serupa dengan Kristus berarti menjadi seorang pelayan. Begitulah Yesus menyebut diri-Nya sendiri.

Walaupun mengetahui bahwa shape Anda penting untuk melayani Allah, memiliki hati seorang pelayan jauh lebih penting. Ingatlah, Allah membentuk Anda untuk pelayanan, bukan untuk mementingkan diri sendiri. Tanpa hati seorang pelayan, Anda akan tergoda untuk menyalahgunakan shape Anda bagi tujuan pribadi...

...

Shape Anda menunjukkan pelayanan Anda, tetapi hati pelayan Anda akan menunjukkan kedewasaan Anda...

... Anda harus memiliki hati pelayan. Bagaimana Anda bisa tahu bahwa Anda memiliki hati seorang pelayan ? Yesus mengatakan, “Kalian akan mengenal mereka dari hasil perbuatannya.” (Matius 7:16 ; Bahasa Indonesia Sehari-hari). (Warren, 2005, pp. 281-282)

Komentar saya :

Melalui pernyataan Warren, “Kita melayani Allah dengan melayani orang lain.”, saya dapat menyimpulkan dua buah presuposisi. Pertama, dengan melayani orang lain, itu berarti kita melayani Allah. Atau dengan kata lain, melayani orang lain merupakan wujud nyata dari melayani Allah. Kedua, dengan melayani orang lain, maka kita melayani Allah. Maksudnya semua orang lain yang kita layani identik dengan kita melayani Allah. Dalam hal ini, siapapun yang kita layani dengan motivasi apapun itu berarti kita melayani Allah. Pada poin pertama, saya setuju, karena pewujudnyataan dari melayani Allah salah satunya adalah dengan melayani orang lain. Tetapi, pada poin kedua, saya agak kurang setuju, karena TIDAK semua orang yang kita layani itu berarti kita melayani Allah. Saya akan memberikan contoh. Misalnya, banyak gereja-gereja Protestan mainline sangat gemar mengadakan aksi sosial (ini tentu tidak salah, asalkan motivasi dan esensinya jelas), lalu mereka terus membantu mereka yang berkekurangan dengan menyalurkan bantuan, berupa mie instan dan sembako. Apakah ini tindakan mulia dan melayani orang lain ? Secara sepintas, ya, tetapi secara esensi : TIDAK! Membantu orang lain yang kekurangan secara tidak disengaja (misalnya, karena korban bencana alam, dll) adalah tindakan baik, tetapi kita tidak perlu terus-menerus mengadakan aksi sosial. Mengapa ? Karena hal ini bisa memanjakan mereka, akibatnya mereka yang telah dibantu sekali, terus bergantung kepada belas kasihan orang lain, lalu mereka malas dan tidak ingin bekerja. Padahal Raja Salomo mengajarkan, “Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak: biarpun tidak ada pemimpinnya, pengaturnya atau penguasanya, ia menyediakan rotinya di musim panas, dan mengumpulkan makanannya pada waktu panen. Hai pemalas, berapa lama lagi engkau berbaring? Bilakah engkau akan bangun dari tidurmu? "Tidur sebentar lagi, mengantuk sebentar lagi, melipat tangan sebentar lagi untuk tinggal berbaring" -- maka datanglah kemiskinan kepadamu seperti seorang penyerbu, dan kekurangan seperti orang yang bersenjata.” (Amsal 6:6-11). Tuhan menghendaki kita bekerja rajin, dan bukan menjadi pemalas yang selalu menadah dan bergantung pada orang lain !

Selanjutnya, ia memaparkan tentang sikap hati seorang pelayan yang pertama dan kedua,

Pelayan-pelayan sejati memberikan diri mereka untuk melayani. Para pelayan tidak memenuhi waktu merkea dengan berbagai pencarian lain yang bisa membatasi kesiapsediaan mereka. Mereka ingin siap untuk melompat ke dalam pelayanan bisa dipanggil... Jika Anda hanya melayani ketika pelayanan itu menyenangkan bagi Anda, Anda bukanlah seorang pelayan sejati. Pelayan-pelayan sejati melakukan apa yang diperlukan, bahkan ketika rasanya tidak nyaman.

... Menjadi seorang pelayan berarti menyerahkan hak untuk mengendalikan jadwal Anda dan mengizinkan Allah untuk menyelanya kapan saja Dia membutuhkan.

... Para pelayan melihat gangguan sebagai penugasan ilahi untuk pelayanan dan senang atas kesempatan untuk berlatih melayani.

Pelayan-pelayan sejati memperhatikan kebutuhan. Para pelayan selalu siap sedia untuk berbagai cara menolong orang lain. Ketika mereka melihat sebuah kebutuhan, mereka memanfaatkan saat tersebut untuk memenuhinya, ... Bila Allah menempatkan seorang yang membutuhkan pertolongan tepat di depan Anda, Dia sedang memberi Anda kesempatan untuk bertumbuh di dalam kepelayanan...

... Kesempatan-kesempatan besar untuk melayani tidak pernah ada untuk selamanya... Anda bisa mulai dengan mencari tugas-tugas kecil yang tidak seorang pun ingin kerjakan... (Warren, 2005, pp. 283-284)

Komentar saya :

Memang benar, seorang pelayan Tuhan tidak melakukan pelayanan yang menyenangkan bagi dirinya. Itu tidak salah. Tetapi sayangnya Warren menyadari hal ini baru pada bab ini, padahal di bab sebelumnya, ia selalu mengatakan bahwa kita harus memeriksa apakah pelayanan itu kita lakukan dengan senang atau tidak. Dengan kata lain, pada bab lain, ia hendak mengatakan bahwa pelayanan itu harus dilakukan dengan senang menurut kita, bukan Tuhan. Padahal tidak demikian. Kita melayani Tuhan, otomatis kita ingin menyenangkan hati-Nya sebagai respon kita terhadap anugerah-Nya, sehingga kita pun juga ingin agar melalui pelayanan kita, Tuhan yang disenangkan dan kita perlu melayani apa yang Tuhan senangi atau Tuhan ingin kita lakukan di dalam pelayanan.

Kedua, secara sekilas, pendapat Warren yang mengajarkan, “Menjadi seorang pelayan berarti menyerahkan hak untuk mengendalikan jadwal Anda dan mengizinkan Allah untuk menyelanya kapan saja Dia membutuhkan.” seolah-olah benar. Tetapi benarkah demikian ? Mari kita akan menganalisanya. Ketika kita menjadi seorang pelayan, di mana pelayan tidak mempunyai hak atas dirinya, kita harus menyerahkan seluruh hak dan apapun yang kita miliki agar dipimpin oleh Allah, dan BUKAN mengizinkan Allah hanya untuk menyela jadwal kita. Kalau benar apa yang Warren katakan bahwa dengan mengizinkan Allah menyela jadwal kita itu berarti menyerahkan hak kita, saya lebih cenderung menafsirkan bahwa Allah hanya kita sodori jadwal kita untuk selanjutnya Ia merombaknya sesuai jadwal kita. Padahal, seharusnya, Allah harus mengerjakan apa yang sesuai kehendak dan jadwal-Nya. Menjadi seorang pelayan/budak, itu berarti seluruh hidup kita murni 100% milik Allah, karena nyawa kita telah lunas dibayar oleh penebusan Kristus. Perhatikanlah pengajaran Rasul Paulus di dalam 1 Korintus 7:22-23, “Sebab seorang hamba yang dipanggil oleh Tuhan dalam pelayanan-Nya, adalah orang bebas, milik Tuhan. Demikian pula orang bebas yang dipanggil Kristus, adalah hamba-Nya. Kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar. Karena itu janganlah kamu menjadi hamba manusia.” Paulus mengajarkan suatu paradoksikal yang tidak mungkin bisa dimengerti oleh pikiran manusia berdosa. Khusus pada ayat 22, Paulus mengatakan bahwa seorang hamba (Yunani : doulos) adalah seorang yang bebas tetapi juga milik Tuhan. Bukankah kita selalu berpikir bahwa hamba itu orang yang dikungkung atau tidak bebas ? Tetapi Firman Tuhan mengatakan : TIDAK, kita disebut orang merdeka/bebas. Lalu, kalau kita disebut orang bebas/merdeka, bukankah berarti kita bebas dan tidak terikat oleh apapun dan siapapun juga ? TIDAK juga ! Alkitab mengatakan bahwa meskipun kita sebagai hamba yang telah dimerdekakan, kita tetap adalah hamba, tetapi hamba Tuhan/Kebenaran. Apa bedanya ? Seorang hamba Kebenaran menjalankan apapun, tanpa keterpaksaan, apapun yang Tuhan perintahkan untuk kemuliaan Tuhan, sedang hamba dosa/iblis menjalankan apapun demi kepuasaan diri (ada suatu keterikatan yang tidak bisa dilepaskan dengan kekuatan manusia sendiri).

Kemudian, ia menjelaskan tentang sikap hati seorang pelayan yang ketiga dan keempat,

Pelayan-pelayan sejati melakukan yang terbaik dengan apa yang mereka miliki. Para pelayan tidak mencari-cari alasan, menunda, atau menunggu keadaan-keadaan yang lebih baik... Mereka melakukan saja apa yang perlu dilakukan... Allah berharap agar Anda melakukan apa yang Anda bisa, dengan apa yang Anda miliki, di manapun Anda. Pelayanan yang kurang sempurna selalu lebih baik daripada rencana terbaik yang tidak dilaksanakan...

Pelayan-pelayan sejati mengerjakan setiap tugas dengan dedikasi yang sama. Apapun yang mereka kerjakan, para pelayan “mengerjakannya dengan sepenuh hati.” (Kolose 3:23 ; Bahasa Indonesia Sehari-hari). Besarnya tugas tidaklah penting. Yang penting hanyalah apakah tugas itu perlu dikerjakan ?

Anda tidak akan pernah mencapai keadaan di dalam kehidupan di mana Anda terlalu penting sehingga tidak bisa melakukan tugas-tugas yang merendahkan... Dalam pelayanan-pelayanan kecil inilah kita bertumbuh menjadi serupa dengan Kristus.

Yesus mengkhususkan diri di dalam tugas-tugas yang merendahkan ketika semua orang berusaha menghindarinya : membasuh kaki, menolong anak kecil, membuat sarapan, dan melayani orang-orang kusta. Tidak ada sesuatu yang tidak pantas Dia kerjakan, karena Dia datang untuk melayani...

Tugas-tugas kecil seringkali menunjukkan kebesaran hati. Hati pelayan dalam diri Anda dinyatakan dalam tindakan-tindakan kecil yang orang lain tidak berpikir untuk melakukannya, ...

Kesempatan-kesempatan besar sering menyamar di dalam tugas-tugas kecil. Hal-hal kecil di dalam kehidupan menentukan hal-hal besar... (Warren, 2005, pp. 284-285).

Komentar saya :

Perhatikan pernyataan Warren ini, “Pelayanan yang kurang sempurna selalu lebih baik daripada rencana terbaik yang tidak dilaksanakan.” Benarkah hal ini ? Mari kita selidiki. Pelayanan kita tidak pernah akan sempurna, karena meskipun kita telah ditebus dari dosa oleh penebusan Kristus, kita masih bisa berbuat dosa (tetapi benih/bibit dosa sudah diremukkan oleh Kristus), sehingga pelayanan yang kita lakukan harus dilakukan semaksimal mungkin demi kemuliaan-Nya. Lalu, apakah pelayanan yang kurang sempurna pasti selalu lebih baik daripada rencana terbaik yang tidak dilaksanakan ? Di satu sisi, saya menangkap pernyataan Warren ini benar, mengapa ? Karena percuma saja kita berteori yang indah-indah di dalam rencana pelayanan, tetapi kita tidak pernah melakukannya, itu sama seperti iman tanpa menghasilkan perbuatan nyata adalah sia-sia/mati. Di sisi lain, saya mengatakan tidak selalu. Di dalam setiap pelayanan, kita perlu membuat rencana-rencana karena itu menunjukkan kita mengerti esensi yang melatarbelakangi suatu fenomena yang terjadi. Rencana pelayanan itu tidak perlu kita buat sesempurna mungkin baru dijalankan, tetapi sambil kita menyusun rencana pelayanan, kita tetap terus terjun ke dalam ladang pelayanan. Itulah keseimbangan yang perlu.

Terakhir, ia menjelaskan tentang sikap hati seorang pelayan yang kelima dan keenam,

Pelayan-pelayan sejati setia pada pelayanan mereka. Para pelayan menyelesaikan tugas-tugas mereka, memenuhi tanggung jawab mereka, memegang janji-janji mereka, dan menyelesaikan komitmen mereka... Mereka bisa dipercayai dan bisa diandalkan.

...

Bisakah Anda diandalkan oleh orang lain ? ... Ini merupakan ujian. Allah sedang menguji kesetiaan Anda... Allah telah berjanji untuk memberi Anda upah atas kesetiaan Anda di dalam kekekalan...

Selain itu, pelayan-pelayan yang setia tidak pernah pensiun. Mereka melayani dengan setia selama mereka hidup. Anda bisa pensiun dari karier Anda, tetapi Anda tidak akan pernah pensiun dari melayani Allah.

Pelayan-pelayan sejati tetap rendah hati. Para pelayan tidak berpromosi atau menarik perhatian bagi diri mereka sendiri... Jika mereka dikenali karena pelayanan mereka, mereka dengan rendah hati menerimanya, tetapi tidak membiarkan kemahsyuran mengalihkan mereka dari pelayanan mereka...

...

Promosi diri dan kepelayanan tidaklah cocok. Pelayan-pelayan yang sejati tidak melayani untuk mendapat penghargaan atau pujian dari orang lain. Mereka hidup untuk dipandang Allah...

Anda tidak akan menemukan banyak pelayan sejati yang menjadi pusat perhatian ; sesungguhnya, mereka menghindarinya kalau bisa...

Sayangnya, banyak pemimpin sekarang memulai sebagai pelayan tetapi berakhir sebagai selebriti. Mereka menjadi kecanduan akan perhatian, tidak menyadari bahwa selalu disorot akan membutakan Anda.

Anda mungkin melayani di tempat yang tidak penting di beberapa tempat kecil, mereka tidak dikenal dan dihargai. Simaklah : Allah menempatkan Anda di tempat Anda berada untuk suatu tujuan ! Dia menghitung semua rambut di kepala Anda, dan Dia mengetahui alamat Anda. Lebih baik Anda tetap berada di tempat sampai Dia memilih untuk memindahkan Anda. Dia akan memberi tahu Anda bila Dia ingin Anda ke tempat lain. Pelayanan Anda berharga bagi Kerajaan Allah...

... Pelayanan yang terpenting sering kali adalah pelayanan yang tak terlihat. (1 Korintus 12:22-24).

Di surga, Allah dengan terang-terangan akan memberi upah kepada pelayan-pelayan-Nya yang paling tersembunyi dan paling tidak dikenal, yaitu orang-orang yang tidak pernah kita dengar di bumi, ... (Warren, 2005, pp. 286-288).

Komentar saya :

Saya mendapati dua pelajaran berharga dari pengajaran Warren yang tidak akan saya kritik pada bagian ini.

Pertama, seorang pelayan Tuhan tidak pernah pensiun melayani-Nya, meskipun di dalam dunia kita, kita bisa pensiun entah itu dari pekerjaan atau karier. Mengapa ? Karena kita melayani itu merupakan wujud satu-satunya kita dapat meresponi anugerah Allah bagi kita. Kalau kita tak melayani-Nya, kita tidak mengerti seberapa besar anugerah-Nya bagi kita. Tetapi herannya, entah dengan motivasi dan alasan yang tidak jelas, banyak gereja-gereja Protestan mainline yang mengklaim diri dipengaruhi Reformasi dan Reformed memakai kata “emeritus” pada para pendeta yang sudah tua (60 tahun ke atas), seperti “Pdt.” Em. Liem Ie Tjiauw (GKI Pregolan Bunder, Surabaya). Padahal, Pdt. Dr. Stephen Tong yang pada tahun ini (2006) telah berusia 67 tahun, tidak pernah pensiun di dalam melayani Tuhan. Begitu pula dengan Dr. Billy Graham yang telah berusia lebih dari 85 tahun tetap melayani Tuhan. Menurut saya, mengapa di dalam gereja-gereja mainline tersebut ada jabatan khusus “emeritus”, karena di dalam gereja-gereja tersebut, jiwa dan semangat melayani tidak ada, bagi mereka, jabatan pendeta tidak lain sebuah jabatan pekerjaan, tidak ada bedanya dengan jabatan direktur, manager, rektor, profesor, dll, yang bergantung pada gaji semata. Itu bukan pendeta/pemimpin gereja. Pemimpin gereja yang SETIA tidak pernah pensiun, karena mereka telah dipanggil Tuhan secara full-time/sepenuh waktu untuk melayani-Nya.

Kedua, adalah suatu pelajaran yang cukup berharga, ketika Warren mengajarkan, “banyak pemimpin sekarang memulai sebagai pelayan tetapi berakhir sebagai selebriti.” Ini benar. Seorang pemimpin gereja tetap seorang pelayan, tidak boleh lebih dari itu. Tetapi, seperti yang telah dikatakan oleh Warren, zaman sekarang, pemimpin gereja bukan lagi sebagai pelayan Tuhan, tetapi bos atau boleh dikatakan “pemerintah” Tuhan, yang artinya suka memerintah Tuhan untuk mengabulkan semua permintaannya, jika tidak dituruti, dirinya tidak mau lagi melayani-Nya. Selain itu, di Surabaya, ada seorang “hamba Tuhan” yang baru berusia 30 tahun, sudah berani menerbitkan dan mengekspos dirinya melalui sebuah buku. Ini membuktikan dirinya bukan seorang pelayan yang bertanggungjawab, tetapi seorang selebriti yang tampan dan kaya.

No comments: