13 May 2008

Resensi Buku-56: MUTIARA KEHIDUPAN KRISTEN (DR. JOHN CALVIN)

...Dapatkan segera...
Buku
GOLDEN BOOKLET OF CHRISTIAN LIFE
(Mutiara Kehidupan Kristen)

oleh: DR. JOHN CALVIN

Penerbit: Momentum Christian Literature (Fine Book Selection), 2007

Penerjemah: Grace Purnamasari.





Deskripsi dari Denny Teguh Sutandio:
Rasul Paulus di dalam Roma 12:2 mengajarkan, “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” Bagaimana agar hidup kita berpadanan dengan kehendak Allah? Caranya dengan membaharui akal budi kita sesuai dengan firman-Nya. Bagaimana caranya memperbaharui akal budi kita? Dengan menguji hati dan motivasi kita melalui kebenaran firman-Nya. Itulah sebabnya kita memerlukan suatu penuntun bagi hati kita agar hati kita murni di hadapan-Nya. Sebagai bahan penuntun praktis, Dr. John Calvin menulis buku “Mutiara Kehidupan Kristen” yang sebenarnya merupakan bagian dari buku besarnya The Institutes of the Christian Religion. Menurut Henry J. Van Andel dari Calvin College di dalam Pendahuluan buku ini memaparkan bahwa buku ini aslinya berjudul “Golden Booklet of the True Christian Walk” yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1550 dalam bahasa Latin dan Prancis dengan judul De Vita Hominis Christiani (bahasa Inggrisnya: On the Life of the Christian Man; Indonesianya: Mengenai Kehidupan Manusia Kristen), dan kemudian juga dalam bahasa Inggris (1594) dan Jerman (1857) dengan judul serupa. Buklet edisi sekarang ini merupakan terjemahan dari salinan Calvin yang sudah direvisi seluruhnya dan didasarkan pada teks-teks Golden Booklet dalam bahasa Prancis dan Latin (Inst. III, Bab 6 sampai 10, edisi keenam).

Isi buklet ini sangat menarik, karena menyajikan pengajaran-pengajaran praktis Dr. John Calvin dalam kehidupan Kristen yang diawali dari ketaatan yang sederhana dan keserupaan sejati dengan Kristus yang berdasarkan dan berpusat pada Alkitab dan meliputi kekudusan dan kemajuan rohani. Dilanjutkan dengan pembahasan Calvin di Bab 2 tentang tahap penyangkalan diri yang merupakan bentuk praktis dari ketaatan yang telah Calvin jelaskan di Bab 1. Penyangkalan diri ini meliputi mencari kemuliaan Allah, kerendahan hati dengan menghormati orang lain, berani berkorban bagi kebaikan orang lain, lalu dikaitkan dengan pemeliharaan dan berkat Allah. Di Bab 3, Calvin menguraikan tahap yang lebih tinggi daripada penyangkalan diri, yaitu kesabaran dalam memikul salib. Di 3.1., Calvin menyatakan bahwa memikul salib lebih sulit daripada menyangkal diri. Di dalam memikul salib, Calvin mendaftarkan 10 prinsip tentang memikul salib, yaitu Salib: menjadikan kita rendah hati, menjadikan kita berpengharapan, mengajarkan ketaatan, membuat kita hidup disiplin, membawa pertobatan, menghasilkan perkenan Allah, menghasilkan sukacita rohani, tidak seharusnya membuat kita menjadi tidak acuh (masa bodoh dengan kesulitan), menghasilkan ketundukan, dan mutlak diperlukan bagi keselamatan kita. Ketiga bab ini mengarah kepada pembahasan Calvin di 2 bab terakhir, yaitu mengenai pengharapan akan dunia yang akan datang dan bagaimana menjalani kehidupan Kristen sekarang dengan benar. Taat, menyangkal diri, dan memikul salib menuntun kita makin memahami apa artinya kita hidup di dunia sekarang ini dengan terus mengarahkan pandangan kita kepada masa depan yang penuh kemenangan bersama Kristus sambil tetap mensyukuri anugerah Tuhan di dalam dunia sekarang ini. Prinsip keseimbangan di dalam hidup inilah yang ditekankan Calvin. Kita tidak boleh terlalu membuang segala sesuatu bersifat jasmani, karena itu adalah pemberian Allah bagi hidup kita sekarang seperti seorang musafir yang sedang menuju kepada kehidupan kekal. Sebaliknya, kita tidak perlu terlalu tergiur oleh kenikmatan dunia. Cara supaya kita bisa hidup seimbang, menurut Calvin, adalah pertama, dengan menyadari bahwa hal-hal duniawi adalah pemberian Allah, di mana “penggunaan atas pemberian Allah tidak mungkin salah jika semuanya itu disesuaikan dengan tujuan Sang Pencipta dalam menciptakannya.” (hlm. 84) Cara kedua yaitu dengan kita bersyukur atas anugerah Allah. Dengan mensyukuri anugerah Allah, kita semakin dapat menjauhkan diri dari penyalahgunaan hal-hal jasmani yang Tuhan percayakan kepada kita. Cara ketiga yaitu kita hidup dengan penguasaan diri yaitu dengan “mengalihkan pandangan kita dari kehidupan yang sekarang dan merenungkan keabadian sorga.” (hlm. 87). Cara keempat yaitu bersabar dan mencukupkan diri dalam kesulitan. Calvin menuturkan hal sederhana, “orang yang tidak bersabar dalam kesulitan biasanya akan menunjukkan kebiasaan buruk yang sebaliknya ketika dia berada dalam kemewahan.” (hlm. 89) Cara terakhir yaitu dengan setia dalam panggilan Allah bagi perbuatan kita. Calvin menuturkan, “Orang yang tidak menghargai panggilannya tidak akan pernah mempertahankan jalan yang lurus dalam tugas-tugas pekerjaannya.” (hlm. 92) Sebagai penutup, dengan setia kepada panggilan Allah bagi hidup kita, Calvin menuturkan, “Jika kita menaati panggilan ilahi kita, kita akan menerima penghiburan yang luar biasa bahwa tidak ada pekerjaan yang begitu hina dan begitu kotor yang tidak tampak benar-benar terhormat dan sangat penting dalam pandangan Allah (Coram Deo!) (Kej. 1:28; Kol. 1:1 dst.)!” (hlm. 93)

Biarlah buklet kecil ini dapat berguna untuk mempertumbuhkan iman dan kerohanian kita makin memuliakan Tuhan. Soli Deo Gloria.






Profil Dr. John Calvin :
Dr. John Calvin (10 Juli 1509-27 Mei 1564) adalah theolog Protestan Prancis selama Reformasi Protestan dan seorang tokoh yang mengembangkan sistem theologi Kristen yang disebut Calvinisme atau theologi Reformed. Calvin lahir dengan nama Jean Chauvin (atau Cauvin, dalam bahasa Latin Calvinus) di Noyon, Picardie, Prancis, dari
Gérard Cauvin dan Jeanne Lefranc. Pada tahun 1523, ayah Calvin mengirimkan anaknya yang berusia 14 tahun itu ke Universitas Paris untuk belajar humanitas (humanities) dan hukum. Pada tahun 1532, beliau mencapai gelar Doctor of Laws di Orléans. Pada tahun 1539, beliau menikah dengan Idelette de Bure, seorang janda, yang telah memiliki seorang anak laki-laki dan perempuan dari pernikahannya dahulu dengan seorang Anabaptis di Strasbourg. Calvin dan Idelette memiliki seorang anak laki-laki yang meninggal setelah hanya 2 minggu. Idelette Calvin meninggal pada tahun 1549. John Calvin sendiri meninggal di Geneva pada tanggal 27 Mei 1564. Beliau dimakamkan di Cimetière des Rois. Karya tulisnya yang sangat terkenal: The Institutes of the Christian Religion (edisi pertama ditulis pada saat beliau berusia 26 tahun). Karya ini telah dipakai sebagai buku teks untuk dogmatika, etika, dan filsafat selama dua ratus tahun. Selain itu, karya tulis lainnya dari Calvin adalah buku-buku tafsirannya yang disebut Calvin Commentaries dan baru-baru ini tafsiran-tafsirannya dicetak ulang di Amerika.

Matius 9:35-38: THE HEART OF THE KINGDOM

Ringkasan Khotbah : 4 September 2005

The Heart of the Kingdom
oleh: Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.
Nats: Mat. 9:35-38


Puji Tuhan, kita telah memahami secara keseluruhan implikasi Kerajaan Sorga yang dipaparkan oleh Sang Raja, yaitu Kristus Tuhan dengan demikian sebagai warga Kerajaan Sorga kita tahu bagaimana seharusnya hidup di tengah-tengah dunia yang kacau ini dan memancarkan terang Kristus dan kini kita sampai pada bagian penutup yang merupakan misi Kerajaan Sorga. Ketika kita hidup sebagai warga Kerajaan Sorga, sebagai seorang Kristen sejati maka hal itu bukan sekedar menjadi sebuah visi atau panggilan dan menjadikan kita egois, yakni seluruh anugerah Tuhan untuk diri sendiri. Memang tidak salah kalau kita mempunyai tekad untuk hidup menjadi anak Tuhan yang sejati, bertumbuh dalam iman dan hidup memuliakan Tuhan akan tetapi kalau orientasi hidup kita berhenti hanya pada diri maka itu menjadi kefatalan dalam hidup kita sebab seluruh pelayanan dan keberadaan hidup tersebut merupakan implikasi dari egoisme, yakni pencarian aktualisasi diri yang berorientasi pada diri.
Kristus tidak mengajar kita hidup egois, hidup hanya berorientasi pada diri sendiri. Tidak! Kristus Sang Raja pemilik alam semesta telah memberikan teladan indah pada kita, Dia datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani, Dia selalu mempedulikan orang-orang lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala. Maka tidaklah heran kalau kemudian orang mengakui ajaran Tuhan Yesus yang kita kenal sebagai khotbah di bukit sebagai the golden rule atau hukum emas sebab di dalamnya etika hukum Kerajaan Sorga, the highest ethics, somo bo num yang tidak ada dalam seluruh pemikiran atau filsafat dunia diajarkan oleh Kristus Tuhan. Dan sebagai puncak dari hukum Kerajaan Sorga adalah: Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka (Mat. 7:12).
Ajaran Socrates yang mewakili filsafat barat dan ajaran Manxius yang mewakili filsafat timur mengajarkan hukum yang kalau sepintas bunyinya hampir sama, yakni: apa yang kau tidak ingin orang lain lakukan kepadamu maka jangan lakukan hal itu pada orang lain. Hati-hati, kalau kita tidak pahami maka kita akan menganggapnya sama tapi ajaran filsafat dunia ini banyak kelemahannya, ajaran dunia tersebut bersifat negatif maka akibatnya orang menjadi pasif. Dengan kata lain, ajaran ini mengajarkan kalau kita tidak melakukan hal-hal negatif, seperti tidak membunuh, tidak berzinah, tidak menyakiti atau tidak merugikan orang lain atau tidak melakukan hal negatif yang lain berarti diri sudah “benar.“ Namun perhatikan, ketika ia tidak melakukan hal-hal yang negatif atau hal-hal negatif lain yang dapat merugikan orang lain maka pada saat yang sama juga, ia tidak melakukan hal yang positif.
Sebaliknya, Alkitab mengajarkan kalau kita menginginkan orang lain supaya menolong kita ketika kita berada dalam kesusahan maka kita harus terlebih dahulu menolong mereka yang sedang berada kesusahan. Konsep yang diajarkan oleh Tuhan Yesus ini bersifat positif, yakni orientasi pada orang lain berbeda dengan ajaran dunia yang berorientasi pada diri semata. Tuhan Yesus tidak berorientasi pada diri-Nya sendiri melainkan Dia pergi berkeliling ke semua kota dan desa untuk mengajar, memberitakan Injil dan melenyapkan segala penyakit dan kelemahan manusia. Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala (Mat. 9:35-36). Tuhan Yesus ingin supaya kita juga melihat bahwa di dalam Kekristenan ada suatu misi yang kita lakukan ebagai warga Kerajaan Sorga; kita harus hidup menurut aturan hukum Kerajaan Sorga yang Kristus tetapkan, yaitu men-Tuhankan Kristus, menjadi murid Kristus selamanya, dipisahkan dari dunia dan beriman pada Kristus namun setelah kita memahami semua itu maka semua itu tidak berhenti untuk diri sendiri. Pertanyaannya sudah seberapa jauhkah kita mengasihi orang lain? Mengasihi dan memperhatikan orang lain merupakan hal yang sangat penting mengingat keadaan dunia yang kacau balau saat ini dimana orang mementingkan dirinya sendiri, orang ingin diperhatikan bukan memerhatikan orang lain.
Celakanya, di dunia modern ini muncul suatu pendapat yang mengatakan bahwa egoisme malah membuat orang menjadi sukacita dan justru merupakan suatu kesalahan fatal kalau kita menganggap egoisme itu sebagai suatu kesalahan. Pendapat yang salah, sebab ketika orang mengembangkan sikap egoisme, pertanyaannya sekarang adalah sampai seberapa besarkah egoisme itu dapat terpuaskan? Coba pikir, kalau hanya satu orang saja yang berpikir egois maka hal itu tidak menjadi soal karena itu berarti satu orang mendapat kepuasan diri dan orang lain yang dirugikan akan tetapi, kalau semua orang egois, semua orang ingin diperhatikan maka akibatnya, orang akan saling dirugikan satu sama lain. Lalu yang menjadi pertanyaan sekarang adalah kalau orang tidak boleh egois lalu orang harus berbuat apa? Seorang atheis pastilah tidak menemukan jawabannya karena ia tidak tahu segala sesuatu yang ia kerjakan harus untuk siapa lagi kalau bukan untuk diri. Maka tidaklah heran kalau banyak orang yang setuju untuk mengembangkan konsep egoisme. Biarlah kita menyadari bahwa anak Tuhan memang berbeda dengan dunia, Tuhan memanggil kita untuk melihat bahwa relasi hidup bukan sekedar horizontal tetapi ada yang lebih dari itu yakni secara vertikal.
Pertama, Tuhan mencipta manusia bukan untuk dilayani melainkan melayani, Tuhan mencipta kita bukan untuk dikasihi melainkan mengasihi orang lain. God create man not to get but to share. Ketika pertama kali, Tuhan menciptakan manusia, Tuhan melihat itu tidak baik maka Tuhan tidak langsung menciptakan Hawa tetapi Tuhan menciptakan binatang dan memberikan tugas pada Adam untuk menamai binatang-binatang tersebut dan ternyata baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan maka dari tulang rusuk Adam dibangunNya-lah seorang perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki. Inilah hakekat pertama manusia sebelum manusia jatuh ke dalam dosa, yakni manusia dicipta untuk saling berbagi. Seluruh struktur penciptaan adalah struktur berbagi. Manusia akan merasakan suatu kepuasan tersendiri dalam hatinya, orang akan merasakan sukacita ketika ia dapat berbagi pada orang lain ketika ia dapat meringankan beban dan menolong orang lain. Kepuasan hati dan sukacita yang kita dapatkan ini tidak akan dapat dinilai dengan uang karena harganya melampaui nilai material. Jadi, jelaslah bahwa secara natur, manusia dicipta untuk berbagi dengan orang lain.
Kedua, Tuhan Yesus melihat bukan secara fenomena, Tuhan Yesus melihat dalam diri manusia seperti domba yang tidak bergembala. Domba menjadi gambaran manusia berdosa. Seperti kita ketahui, domba adalah seekor binatang lemah, ia tidak mempunyai pertahanan diri, ia tidak mempunyai cakar yang cukup kuat untuk melawan musuh, ia juga tidak dapat berlari kencang untuk menghindar dari musuh, ia hanya dapat berteriak namun toh teriakan itu tidak dapat menghindarkannya dari maut akan tetapi meski demikian domba ini termasuk binatang yang keras kepala, ia selalu ingin berjalan sendiri padahal domba kalau dibiarkan sendiri tanpa seorang gembala pastilah akan tersesat. Inilah gambaran manusia berdosa. Manusia merasa dirinya hebat sehingga ia tidak memerlukan pertolongan orang lain dan orang baru menyadari bahwa ia tidak memiliki kekuatan cukup ketika ia berada dalam kesulitan dan tantangan, orang tidak memiliki cukup kekuatan untuk melawan kuasa si ibilis. Maka satu-satunya jalan, supaya kita diselamatkan adalah kita harus kembali pada Kristus Sang Gembala yang agung namun sayang, manusia lebih suka jalan sendiri.
Kita sepatutnya bersyukur karena kita aman berada di dalam naungan perlindungan Kristus Sang Raja namun hal itu janganlah kita menjadi egois sebab di luar Kristus masih banyak orang yang lelah dan terlantar, seperti domba yang tidak bergembala dan celakanya, mereka tidak merasa sebagai orang yang tersesat. Namun kita juga perlu berhati-hati sebab ketika kita merasa nyaman, janganlah kita merasa diri hebat dan kita merasa tidak memerlukan pertolongan Tuhan lagi hingga suatu saat nanti, ketika kita berada dalam kesulitan, ketika orang lain tidak dapat menolong kita maka saat itulah kita baru benar-benar membutuhkan pertolongan-Nya, kita berteriak meminta tolong tapi terlambat sebab saat itu ternyata kita sudah jauh dari Sang Gembala. Itu kesalahan kita karena kita tidak mau dipimpin oleh Sang Gembala, kita menjadi terlantar dan tersesat. Sudahkah kita mempunyai hati penuh dengan belas kasih seperti Kristus yang tergerak hati-Nya ketika melihat orang-orang yang terlantar dan tersesat? Sudahkah kita mempunyai hati tidak berorientasi pada diri sendiri tetapi memandang pada Kristus? Tugas kitalah sebagai warga Kerajaan Sorga untuk berbagi dan menjadi berkat bagi mereka yang tersesat, menyadarkan orang untuk kembali dalam perlindungan Sang Gembala Agung.
Ketiga, Tuhan mengajak kita bukan berhenti sampai sekedar mempunyai hati yang berbelas kasihan saja lalu tidak bertindak apa-apa. Tidak! Tuhan ingin supaya hati yang digerakkan oleh belas kasihan itu terpancar keluar dan menjelma menjadi tindakan nyata. Jangan tertipu dengan konsep yang diajarkan Robert Tiyosaki dalam bukunya Retired Rich Retired Young. Orang hidup bukan untuk bekerja saja tetapi orang menikmati hasilnya dengan pensiun dini kalau untuk beberapa saat mungkin kita akan merasa nikmat dengan tidak bekerja tetapi bayangkan, kalau kita tidak bekerja dan seharian hanya menganggur saja maka lama kelamaan kita pasti akan mati sebab manusia bukan dicipta untuk menganggur; manusia kalau dihentikan dari suatu aktivitas yang bermanfaat maka orang tidak akan merasa sukacita tetapi ia justru kehilangan nilai dan makna hidupnya dan orang akan putus asa dan kecewa. Kristus telah memberikan teladan indah pada kita, Dia bekerja dari pagi-pagi buta sampai malam hari, Dia pergi berkeliling ke semua kota dan desa untuk memberitakan Injil pada orang yang terlantar dan tersesat. Biarlah kita terus bekerja dan bekerja bukan demi untuk egois kita tapi saat kita bekerja hendaklah kita menjadi berkat bagi orang lain. Ingat, kalau kita bekerja hanya untuk uang dan demi memenuhi kepuasan diri sendiri maka selamanya kita tidak akan merasa sukacita sejati sebab dimana hartamu berada maka disana hatimu berada maka tidaklah heran orang akan menjadi gila ketika ia kehilangan hartanya.
Mungkin kita bukanlah orang kaya, hari ini mungkin kita hidup dalam kesusahan dan kemiskinan tapi lihatlah, di luar sana masih banyak orang yang lebih sengsara dan lebih miskin dari kita maka seharusnya tidak ada alasan bagi kita untuk tidak memberi. Justru pada saat memberi itulah kita akan merasakan hidup berkelimpahan. Biarlah kita mempunyai jiwa pelayanan yang tidak berorientasi pada diri tetapi hendaklah ketika kita bekerja itu menjadi berkat bagi orang lain. Lihatlah, seorang ibu berjerih lelah, ia tidak pernah mengeluh, ia bekerja siang malam, mengurus rumah tangga, suami dan anak, pertanyaannya untuk apa ia kerjakan semua itu? Demi uangkah? Ataukah penghargaan? Tidak! Semua yang dikerjakannya bukan berorientasi pada diri. Celakalah kalau seorang istri atau seorang ibu bekerja demi uang, ia tidak mau lagi bekerja dan mengurus rumah tangganya maka dapatlah dipastikan rumah tangga itu akan menjadi hancur. Hati-hati, di dunia modern, konsep ini mulai ditanamkan maka tidaklah heran kalau banyak kaum wanita yang tidak mau menjadi ibu rumah tangga dan lebih memilih berkarir.
Berbeda halnya kalau kita bekerja karena ada cinta kasih demi untuk menjadi berkat bagi orang lain maka kita akan mendapatkan sukacita tersendiri dimana sukacita ini tidak dapat diukur dengan materi. Begitu juga ketika kita bekerja melayani Tuhan kalau pelayanan demi untuk mendapatkan imbalan maka sia-sialah seluruh pelayanan kita sebab Tuhan tidak berkenan dengan pelayanan yang kita. Lain halnya kalau orang yang melayani Tuhan dimana seluruh hidupnya tergantung dari pelayanan saja maka Alkitab menegaskan hidupnya akan dijamin dengan demikian ia tidak berbeban ketika sedang melayani Tuhan.
Dunia semakin ke belakang semakin menuju pada kehancuran, banyak orang yang mengalami kesulitan tak terkecuali kita yang adalah anak Tuhan juga mengalami kesulitan dan di saat seperti itu akan ada banyak orang yang merasa putus asa dan kecewa maka ingatlah, di saat itu kita tidak berjalan sendiri, pandanglah ke atas sebab kita mempunyai Tuhan yang hidup, tak pernah sedetikpun kita ditinggalkan-Nya sebab tangan Tuhan selalu memegang kita namun sayang, masih banyak orang yang belum mengenal Kristus, masih banyak orang yang tidak tahu harus berpegang pada siapa maka tugas kita untuk menjadi berkat bagi mereka dengan membawa mereka kembali kepada Kristus Sang Gembala Agung. Janganlah berhenti dan cukup hanya sampai hati yang tergerak oleh berbelas kasih, tidak, tapi biarlah kita dipakai menjadi berkat bagi orang lain. Biarlah kita meneladani Kristus Tuhan, Dia Sang Raja pemilik alam semesta ini tetapi Dia berkeliling ke semua desa dan kota untuk menyembuhkan dan mengabarkan Injil. Sebagai warga Kerajaan Sorga, biarlah kita dipakai menjadi pelaku Firman bukan pendengar saja. Amin.

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)
Sumber:

Roma 8:9-11: ALASAN DAN MAKNA HIDUP OLEH ROH

Seri Eksposisi Surat Roma :
Menjadi Manusia Baru-1


Alasan dan Makna Hidup oleh Roh

oleh: Denny Teguh Sutandio


Nats : Roma 8:9-11.

Setelah mempelajari tentang tiga perbedaan esensial antara hidup oleh Roh vs hidup oleh daging mulai ayat 5 s/d 8, Paulus melanjutkan dengan menjelaskan bahwa jemaat Roma seharusnya hidup di dalam Roh mulai ayat 9 s/d 11, dilanjutkan dengan pengertian apa saja yang kita dapat ketika kita hidup di dalam Roh mulai ayat 12 s/d 17.

Di pasal 8 ayat 5-8, Paulus sudah mengajarkan adanya tiga perbedaan esensial antara hidup di dalam daging dan hidup di dalam Roh, maka ia mulai menjelaskan definisi hidup di dalam Roh pertama-tama di dalam ayat 9, “Tetapi kamu tidak hidup dalam daging, melainkan dalam Roh, jika memang Roh Allah diam di dalam kamu. Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus.” Di dalam ayat ini, kita menjumpai ada dua prinsip mengapa kita harus hidup di dalam Roh ? Yaitu, Pertama, kita harus hidup di dalam Roh karena Roh Allah diam (KJV : dwell) di dalam kita. Ketika Roh Kudus hidup dan diam di dalam kita, maka kita seharusnya hidup di dalam Roh. Mengapa ? Karena Roh Kudus mengerjakan hal-hal yang bersifat rohani di dalam diri setiap manusia pilihan-Nya sehingga mereka dimampukan untuk hidup bagi kemuliaan Allah. Tuhan Yesus mengajarkan bahwa Roh Kudus diutus untuk “menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman; akan dosa, karena mereka tetap tidak percaya kepada-Ku; akan kebenaran, karena Aku pergi kepada Bapa dan kamu tidak melihat Aku lagi; akan penghakiman, karena penguasa dunia ini telah dihukum.” (Yohanes 16:8-11) Roh Kudus juga diutus untuk memuliakan Kristus dan mengingatkan para murid dan kita juga akan perkataan-perkataan Kristus (Yohanes 16:13-14). Di sini kita belajar kembali bahwa di dalam menuntun umat pilihan-Nya untuk hidup bagi Kristus, Roh Kudus melakukan dua tindakan, yaitu menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman serta Ia juga membawa mereka kepada Kristus. Ada empat kata kunci di dalam bagian ini, yaitu : dosa, kebenaran, penghakiman, dan Kristus. Roh Kudus menginsyafkan dosa berarti Roh Kudus membuat/menyadarkan seseorang yang masih tidak percaya kepada-Nya. Bukan hanya dosa, Roh yang sama juga menginsyafkan manusia pilihan-Nya akan kebenaran bahwa Kristus diutus oleh Bapa untuk menebus dosa-dosa manusia dengan mati disalib, bangkit dan naik ke Surga. Lalu, Roh yang sama juga menginsyafkan dunia akan adanya penghakiman bagi mereka yang masih tidak mau percaya karena kebebalan mereka. Siapakah mereka itu ? Mereka adalah para penguasa dunia yang menghina Kristus. Dan terakhir, Roh Kudus juga menuntun umat pilihan-Nya untuk mempelajari apa yang Kristus ajarkan, meneladani apa yang Ia lakukan dan hidup hanya bagi Kristus saja. Dengan kata lain, Roh Kudus sejati memimpin umat pilihan Bapa untuk hidup hanya bagi Kristus dengan mempelajari dan meneladani apa yang telah Kristus ajarkan dan lakukan. Ingat, barangsiapa yang mengaku dipenuhi “Roh Kudus”, tetapi hidupnya tidak berpadanan dengan ajaran dan tindakan Kristus, jangan mempercayai orang ini, karena Roh Kudus datang untuk mengingatkan kita akan dosa, kebenaran dan penghakiman serta akhirnya membawa seseorang untuk makin mengenal Kristus dan hidup bagi-Nya. Bagaimana dengan kita ? Seberapa dalam kita mengenal Kristus Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat kita ? Apakah kita hanya mengenal Kristus sebagai Juruselamat yang menyelamatkan kita dari dosa-dosa saja lalu kita tidak lagi men-Tuhan-kan Kristus ?? Ataukah kita malahan hanya mempercayai Kristus sebagai salah satu jalan keselamatan, sehingga orang-orang di luar Kristen masih bisa diselamatkan tanpa Kristus ?? Pengenalan kita akan Kristus merupakan “iman” kita dan itu akan menentukan tindakan kita sehari-hari. Ketika kita mengenal Kristus sebagai salah satu jalan keselamatan (bukan satu-satunya), di saat itu pulalah, “iman” dan pikiran kita dibentuk (meskipun salah), lalu menghasilkan pikiran dan tindakan yang tidak lagi menghormati Kristus, malahan melecehkan dan menghina-Nya. Banyak orang bahkan yang mengaku diri “pendeta” bergelar doktor theologia dan mengajar di sekolah tinggi theologia sekalipun tetapi imannya kacau, doktrinnya lebih parah lagi : amburadul, diakhiri dengan sikap mereka yang melecehkan Kristus dan dipublikasi di depan umum. Apakah orang demikian hidup di dalam Roh ? Mutlak TIDAK ! Orang ini meskipun mengklaim diri “pendeta”, sebenarnya orang ini hidup di dalam kedagingan, mengapa ? Karena orang ini tidak memuliakan Kristus, tetapi memuliakan kehebatan diri yang serba akademis. Saya bukan anti akademis, tetapi jangan pernah mendewakan akademis atau organisasi. Pdt. Dr. Stephen Tong pernah mengajarkan bahwa gereja yang terlalu kuat organisasinya, percayalah, gereja itu pasti mati, karena gereja tersebut tidak terbuka terhadap gerakan Roh Kudus yang mampu mendobrak organisasi mati buatan manusia. Tetapi hal ini tidak berarti kita tidak usah membutuhkan organisasi, karena segala sesuatu bergantung pada Roh Kudus. Ini pemahaman yang berat sebelah. Gereja sejati memang membutuhkan organisasi, tetapi itu bukan ditempatkan di titik pertama. Pdt. Dr. Stephen Tong mengajarkan bahwa gereja sejati harus menempatkan iman dan doktrin di titik pertama, kemudian SDM (Sumber Daya Manusia) baru terakhir organisasi. Urutan ini tidak boleh terbalik.
Kedua, kita harus hidup di dalam Roh karena itu adalah tanda kita milik Kristus. Kristus adalah Pribadi kedua Allah Trinitas yang menjelma menjadi manusia. Di dalam hidup-Nya, Kristus taat mutlak kepada Allah Bapa sampai mati disalib demi menebus dosa-dosa umat pilihan-Nya, pada hari yang ketiga, Ia bangkit dan naik ke Surga. Ketaatan Kristus ditunjukkan dengan semangat dan ketegasan disertai kasih-Nya ketika Ia mengajar dan menegur orang-orang Farisi yang munafik. Kristus juga mengkhotbahkan hal-hal yang berbeda dari khotbah/ajaran dunia di dalam Khotbah di Bukit (Matius 5-7) yang telah menginspirasi banyak orang, salah satunya Mahatma Gandhi dari India. Kristus juga sangat peka pada pimpinan Roh Kudus, sehingga ada kalanya Ia menyingkir ketika Ia mau dilempari batu (karena waktu di mana Ia harus menyerahkan diri belum sampai), dan ketika waktu Ia harus menyerahkan diri-Nya sudah sampai, Ia tidak melarikan diri, melainkan Ia taat mutlak, bahkan Ia sendiri yang pergi ke Yerusalem untuk nantinya mati disalib. Tuhan Yesus Kristus adalah sosok Pribadi yang teragung, termulia di sepanjang abad. Hal ini adalah satu-satunya bukti bahwa Kristus bukan hanya bernatur manusia, tetapi Ia juga adalah Allah. Jika Ia bukan Allah, mana mungkin Ia bisa taat mutlak 100% kepada Bapa ? Lalu, bagaimana kita bisa menjadi milik Kristus, padahal kita menyadari bahwa kita tak mungkin taat mutlak kepada Allah ? Hal ini tentu tidak terlepas dari peran aktif Roh Kudus yang mengefektifkan karya penebusan Kristus dan mengimputasikan ketaatan-Nya pada diri setiap umat pilihan-Nya. Kita boleh menjadi milik Kristus dan anak-anak-Nya adalah mutlak karena pekerjaan Roh Kudus (1 Korintus 12:3), sehingga tidak ada jasa baik manusia secuil pun yang patut dibanggakan di depan umum. Dengan kata lain, menjadi milik Kristus berarti menjadi apa yang diinginkan-Nya untuk kita lakukan. Itulah sebabnya Ia sendiri berfirman bahwa barangsiapa yang mengikut-Nya harus menyangkal diri dan memikul salib (Matius 16:24). Penyangkalan diri dan memikul salib adalah dua tindakan yang tidak lagi mementingkan diri sendiri, tetapi lebih mementingkan kehendak Allah di dalam hidup meskipun penderitaan mengancam dan menghimpit kita. Bagaimana dengan kita ? Kita pasti memiliki barang berharga di dalam rumah. Barang-barang tersebut kita jaga, bersihkan dan pelihara baik-baik supaya tidak kotor dan tidak ada yang mencuri. Ketika orang lain melihat barang tersebut, mungkin barang tersebut menunjukkan pemilik barang tersebut, yaitu kita. Demikian juga dengan kita. Kita semua adalah milik Kristus. Jika kita mengaku diri adalah milik Kristus, berarti kita semua harus memancarkan sinar kemuliaan, terang kasih dan kebenaran yang Kristus pancarkan. Itulah citra diri orang Kristen sejati, yaitu berani menyatakan kebenaran Kristus (meskipun banyak halangan dan penderitaan/fitnahan), tetapi tetap mengasihi mereka yang berdosa seperti Kristus yang berani menyatakan kebenaran tanpa kompromi dan mengasihi mereka yang tersesat. Seringkali dengan barang milik kita lebih memperhatikan dengan teliti, tetapi kita sendiri tidak memperhatikan diri sendiri untuk menjadi terang Kristus, padahal kita sudah menjadi milik-Nya. Maukah kita menyadari hal ini ?

Lalu, apa tanda kita menjadi milik Kristus ? Paulus menjelaskannya di ayat 10, “Tetapi jika Kristus ada di dalam kamu, maka tubuh memang mati karena dosa, tetapi roh adalah kehidupan oleh karena kebenaran.” Di sini ada pembedaan (bukan berarti terpisah satu sama lain) di dalam diri kita yang adalah milik Kristus yaitu tubuh dan roh. King James Version (KJV) lebih tepat membedakan kedua hal ini dengan mengatakan, “And if Christ be in you, the body is dead because of sin; but the Spirit is life because of righteousness.” Apa maksud pembedaan ini ? Maksudnya adalah kita harus menyadari bahwa tubuh kita tetap adalah tubuh berdosa yang mau tidak mau harus mati sebagai upah dosa, tetapi di dalam Kristus, roh kita tetap hidup karena di dalam roh ada kehidupan baru dari Roh Kudus yang memancarkan kebenaran keadilan Allah. Hal ini tidak berarti tubuh kita tidak dibangkitkan, tetapi pembedaan ini dimaksudkan supaya kita harus mengerti bahwa pengudusan terus-menerus yang dikerjakan Roh Kudus bukanlah sesuatu yang instan, tetapi melewati proses yang akhirnya membawa kepada kesempurnaan tubuh dan jiwa/roh. Dengan kata lain, menurut tafsiran Geneva Bible Translation Notes, orang yang hidup di dalam Roh akan mengalahkan kedagingan dan dosa. Mengapa ? Karena di dalam roh kita ada kehidupan yang sanggup mengalahkan kematian.

Pembedaan ini dijelaskan dengan gamblang di ayat 11, “Dan jika Roh Dia, yang telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati, diam di dalam kamu, maka Ia, yang telah membangkitkan Kristus Yesus dari antara orang mati, akan menghidupkan juga tubuhmu yang fana itu oleh Roh-Nya, yang diam di dalam kamu.” Ayat ini merupakan pembanding yang jelas. Paulus menjelaskan bahwa jika Roh Kudus telah membangkitkan Kristus dari antara orang mati, maka Roh yang sama yang diam di dalam kita akan menghidupkan tubuh kita yang fana itu. Ini berarti seperti kebangkitan tubuh Kristus, maka tubuh kita pun akan dibangkitkan juga kelak. Hal ini bisa menunjuk kepada dua hal, yaitu : tubuh kita di dunia ini dipakai untuk memuliakan Allah (1 Korintus 3:16) dan kebangkitan tubuh kelak (1 Korintus 15).
Pertama, tubuh kita yang telah ditebus oleh Kristus harus dipergunakan untuk memuliakan Allah, karena tubuh kita adalah bait Allah/tempat di mana Roh Kudus berdiam (1 Korintus 3:16 ; 6:19). Ini adalah penjelasan Alkitab yang paling tinggi melampaui dari semua konsep dan pemikiran filsafat, agama, kebudayaan dan ilmu apapun juga. Banyak agama, filsafat, kebudayaan, dll selalu mengajarkan bahwa tubuh ini jahat dan roh itu baik, sehingga agama-agama Timur selalu mengajarkan adanya penyiksaan diri (askese). Askese dilakukan karena ada “iman” bahwa tubuh ini jahat sehingga harus “dimatikan”, dan pada saat melakukan askese inilah, kita “diselamatkan”. Cara melakukan askese adalah dengan bersemedi, puasa, pergi ke gua-gua, dll. Konsep seperti ini mutlak BUKAN ajaran Alkitab dan ditentang oleh Alkitab, mengapa ? Karena Alkitab mengajarkan bahwa Allah menciptakan manusia sesuai gambar dan rupa-Nya sendiri, sehingga meskipun telah jatuh ke dalam dosa, Ia tak pernah menganggap tubuh manusia ciptaan-Nya sebagai sebuah kejahatan. Hal ini lebih ditegaskan kembali ketika Ia mengajar melalui Paulus bahwa tubuh umat pilihan-Nya adalah bait Roh Kudus di mana Roh Kudus berdiam. Inilah hak istimewa yang kita peroleh. Tubuh kita yang dipengaruhi oleh dosa disucikan terus-menerus oleh Roh Kudus melalui pendiaman diri-Nya di dalam tubuh kita. Bayangkan, jika seorang presiden mengatakan bahwa ia akan berkunjung ke rumah kita besok atau seminggu lagi, mungkin kita akan mempersiapkan segala sesuatu dengan membersihkan rumah dari debu dan kotoran, mengecat dinding rumah, menyemprotkan wewangian, mencuci baju, dll. Segala sesuatu dipersiapkan untuk menyambut kedatangan sang presiden. Tetapi ketika Roh Kudus berdiam di dalam tubuh kita, kita seringkali masa bodoh dengan tubuh kita. Kita seringkali tidak mandi sebulan, atau bahkan membuat tubuh kita tidak bernilai. Hal ini tidak berarti kita harus benar-benar memperhatikan dan merawat tubuh kita dengan manicure, pedicure, mandi susu, dll sehingga hal tersebut mengalihkan fokus kita untuk melayani-Nya di dalam hidup kita. TIDAK. Itu bukan maksudnya. Merawat tubuh tidak berarti lebih memperhatikan tubuh jasmaniah, tetapi berarti kita lebih mempergunakan tubuh ini untuk memuliakan Allah, karena tubuh kita adalah bait Roh Kudus. Caranya adalah dengan mempergunakan mata, pendengaran, pikiran, perkataan, dan seluruh tindakan kita untuk memuliakan Allah. Pergunakanlah mata kita untuk melihat hal-hal yang beres dan memuliakan Allah. Pergunakanlah telinga kita untuk mendengar firman Allah yang beres. Pergunakanlah mulut kita untuk memberitakan Injil dan mengajar firman Allah, bukan untuk bergosip. Pergunakanlah pikiran kita untuk memikirkan kebenaran firman Allah, bukan terus memikirkan hal-hal yang bernilai fana. Pergunakanlah tindakan kita untuk memberitakan Injil, menjadi saksi-Nya, dll. Semua itu bersumber dari hati yang telah dilahirbarukan oleh Roh Kudus.
Kedua, hal ini berbicara tentang kebangkitan tubuh. Di dalam 1 Korintus 15:1-11, Paulus mengajar kita tentang kebangkitan Kristus, disambung dengan pengajaran tentang kebangkitan kita dan kebangkitan tubuh di ayat 12 s/d 58. Ini berarti ada kesinambungan tetap bahwa Kristus yang dibangkitkan secara tubuh, maka kita juga akan dibangkitkan secara tubuh di akhir zaman. Kebangkitan tubuh ini membuktikan bahwa semua ajaran agama, filsafat, kebudayaan, ilmu yang mengajarkan bahwa tubuh ini jahat dan harus dikutuk adalah salah. Sebaliknya, kebangkitan tubuh ini jelas mengajarkan bahwa Allah memandang tubuh manusia ciptaan-Nya sendiri adalah baik dan perlu disempurnakan di dalam kekekalan. Ini membuktikan bahwa Allah kita sangat berkuasa untuk menyempurnakan tubuh kita yang fana untuk bisa hidup di dalam kekekalan dengan tubuh yang tidak berdosa sama sekali. Hal inilah yang mengakibatkan Paulus dengan iman yang berani mengatakan di ayat 58, “Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia.” Kebangkitan tubuh jelas membangkitkan semangat kita untuk terus bekerja melayani Tuhan dan bersekutu dengan-Nya, karena semua itu tidak sia-sia. Bagaimana dengan kita ? Kita percaya di dalam kebangkitan tubuh di akhir zaman, dan pengharapan inilah yang seharusnya mendorong kita untuk makin giat melayani Tuhan dan bersekutu dengan-Nya. Berapa banyak dari kita mengamini kebangkitan tubuh, tetapi di dalam hidup masih mengikuti intrik-intrik dunia berdosa. Maukah kita berubah dari paradigma kita yang lama dan berbalik kepada Kebenaran ??

Setelah merenungkan ketiga ayat ini tentang alasan dan makna hidup oleh Roh, bersediakah kita berkomitmen untuk hidup sepenuhnya di dalam Roh Kudus dengan men-Tuhan-kan Kristus di dalam hidup kita ? Biarlah komitmen kita dijalankan dengan motivasi dan tujuan yang murni di hadapan-Nya. Amin. Soli Deo Gloria.