19 December 2014

MENCARI PASANGAN HIDUP YANG SEIMAN (Denny Teguh Sutandio)

MENCARI PASANGAN HIDUP YANG SEIMAN

oleh: Denny Teguh Sutandio


PENDAHULUAN
Bagi orang Kristen, kita percaya bahwa ada beberapa orang yang dikaruniai membujang (single) demi Kerajaan Allah (Mat. 19:12), namun ada yang tidak. Bagi yang tidak dikaruniai karunia membujang, maka tugas orang Kristen khususnya para muda/i Kristen adalah mencari pasangan hidup untuk menjadi suami/istri di kemudian hari. Masalahnya adalah kriteria utama apa yang harus dicari oleh muda/i Kristen dalam menemukan pasangan hidupnya?


DASAR ALKITAB BAGI MENCARI PASANGAN HIDUP YANG SEIMAN
 Sudah sering kita mendengar khotbah dan membaca buku dari berbagai penginjil dan pendeta bahwa kita diajar untuk mencari pasangan hidup yang seiman. Biasanya mereka mengutip 2 Korintus 6:14, “Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?” Konsep mencari pasangan hidup yang seiman itu sudah benar, namun pengutipan 2 Korintus 6:14 ini kurang tepat. Mari kita menyelidikinya. Frase “merupakan pasangan yang tidak seimbang” di ayat 14 ini dalam teks Yunaninya γνεσθε τεροζυγοντες (ginesthe heterozugountes) di mana kata “ginesthe” berasal dari kata “ginomai” yang berarti “menjadi” dan “heterozugountes” yang berasal dari kata “heterozugeō” berarti “unevenly yoked” (dikenakan kuk yang merata) atau “mismated” (pasangan yang tidak seimbang). New English Translation (NET) menerjemahkannya, “Do not become partners with those who do not believe;” Di sini, digunakan kata “partner” (rekan) dan sama sekali tidak menunjuk pada pasangan hidup. Lagipula, sesuai salah satu prinsip penafsiran Alkitab yang bertanggung jawab, satu ayat tidak dapat dilepaskan dari konteks dekatnya, maka ayat 14 tidak dapat dilepaskan dari ayat-ayat sebelumnya yaitu mulai ayat 1, di mana Paulus sedang berbicara tentang pasangan dalam pelayanan, bukan pasangan hidup.

Karena 2 Korintus 6:14 kurang tepat dipergunakan sebagai referensi mencari pasangan hidup yang seiman, lalu apakah muda/i Kristen boleh mencari pasangan hidup sesuka hatinya tanpa memperdulikan iman? Tidak. Ada referensi ayat lain yang mengajar pentingnya mencari pasangan hidup yang seiman. Pasangan hidup yang kita cari nanti akan menjadi suami atau istri kita dan Paulus mengajar bahwa hubungan sunami-istri itu mirip seperti hubungan Kristus dan jemaat-Nya di dalam Efesus 5:22-30. Di dalam perikop ini, Paulus hendak mengajar kita bahwa istri harus tunduk pada suami karena suami adalah kepala istri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat yang menyelamatkan tubuh (ay. 22-23) dan suami pun harus mengasihi istrinya sebaagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dengan menyerahkan diri-Nya bagi mereka untuk menguduskannya (ay. 25-26). Dengan kata lain, suami merupakan representasi Kristus dan istri sebagai representasi jemaat yang merupakan kumpulan umat pilihan Allah yang percaya kepada Kristus.

Pertanyaannya, jika istri diibaratkan seperti jemaat dan suami diibaratkan seperti Kristus, maka apa jadinya jika muda/i Kristen mencari pasangan hidup yang tidak seiman? Seorang cowok Kristen mencari seorang cewek yang tidak beriman, apalagi atheis untuk menjadi pacarnya. Seorang yang berpacaran pasti sebentar lagi siap untuk menikah. Nah, masalahnya adalah apakah si cewek ini layak merepresentasikan jemaat yang merupakan kumpulan umat pilihan Allah yang percaya kepada Kristus, padahal si pemudi ini bukan seorang yang beriman, bahkan atheis (baik praktis maupun teoritis)? Bagaimana sebaliknya jika ada seorang cewek Kristen yang sudah cukup umur akhirnya menerima cowok siapa pun yang membuat dirinya selalu senang, namun tidak peduli apakah ia beriman atau atheis? Apakah si cowok ini mereprentasikan Kristus yang mengasihi jemaat? Jelas tidak mungkin.


MAKNA “SEIMAN”
Apa artinya “seiman”? “Seiman” tidak berarti sama-sama Kristen atau yang lebih parah: satu gereja (segereja). Fakta mengatakan bahwa meskipun sama-sama segereja, tidak menjamin seseorang benar-benar beriman kepada Kristus. Ada beberapa orang yang rajin melayani, tetapi konsep imannya masih difokuskan pada berpikir positif ala Gerakan Zaman Baru, meskipun pendetanya sudah mengkritik ajaran-ajaran demikian. Dengan kata lain, orang-orang ini hanya mengerti theologi secara pikiran, namun tidak pernah menerimanya secara hati dan menjalankannya. Makin hari saya makin menyadari sekaligus mengintrospeksi diri saya, makin melayani, apakah kita benar-benar makin mengasihi Allah secara hati, pikiran, perkataan, dan tindakan? Ataukah makin melayani, kita makin tampak hebat dan sok sibuk?
“Seiman” juga bukan berarti sama-sama Kristen, karena fakta juga berkata bahwa sama-sama Kristen pun tidak menjamin imanya difokuskan kepada Allah. Ada orang Kristen yang imannya ditujukan pada kekayaan materi, dll.
Jika demikian, apa makna “seiman”? “Seiman” berarti sama-sama memiliki iman yang difokuskan pada Allah dan firman-Nya yang ditandai dengan:
1.             Allah Menjadi Pusat Kehidupannya
Seorang yang benar-benar beriman adalah orang yang menjadikan Allah sebagai pusat kehidupannya. Artinya, seluruh aspek kehidupannya baik hati, pikiran, perkataan, maupun tindakan diserahkan kepada Allah dan mengizinkan-Nya menguasainya. Jujur, secara teori, hal ini sangat mudah kita aminkan, tetapi sangat sulit kita jalankan, karena kita sering kali ingin diri kita yang menjadi tuan atas hidup kita sendiri. Tetapi masalahnya bukanlah apakah kita sudah sempurna menempatkan Allah sebagai pusat kehidupan kita, tetapi apakah kita rindu untuk terus-menerus diproses oleh-Nya untuk menempatkan-Nya sebagai pusat kehidupan kita.

2.             Taat Pada Firman-Nya
Seorang yang menjadikan Allah sebagai pusat kehidupannya adalah orang yang taat mutlak akan apa yang telah Ia wahyukan di dalam Alkitab. Ketaatan ini meliputi ketaatan dalam hal doktrin maupun praktik hidup. Ketika ia seorang Kristen memiliki serangkaian doktrin yang diajarkan gereja, ia akan memiliki kerinduan menguji doktrin tersebut apakah sesuai dengan Alkitab atau tidak. Jika doktrin yang dianut gerejanya tidak sesuai dengan Alkitab dengan penafsiran yang bertanggung jawab, maka ia akan rela melepaskan doktrin tersebut. Ia lebih taat pada Alkitab sebagai firman Allah ketimbang gereja jika gerejanya terbukti tidak mengajarkan Alkitab dengan bertanggung jawab. Di dalam hal praktik hidup, ia juga siap taat pada Alkitab, meskipun ketaatan itu membayar harga yang mahal.

3.             Memiliki Teachable Spirit
Terakhir, seorang yang sungguh-sungguh beriman juga adalah seorang yang memiliki kerendahan hati yang salah satunya ditunjukkan dengan siap dikritik oleh saudara seiman jika kita memang benar-benar salah. Ada kaitan antara no 1 dan 2 dengan no 3. Seorang yang memusatkan Allah dalam hidupnya dan taat pada firman-Nya menyadari bahwa dirinya adalah manusia berdosa dan bukan Allah. Seorang yang menyadari bahwa ia bukan Allah tentu adalah seorang yang dapat bersalah dan memerlukan teguran dari orang lain. Dengan kata lain, orang yang memiliki teachable spirit didahului oleh sikap hati yang memusatkan hidup pada Allah dan taat pada firman-Nya. Apalagi seorang yang melayani Tuhan di gereja entah itu sebagai singer, pemimpin pujian, penyambut jemaat, kolektan, guru sekolah minggu, pengurus komisi pemuda, majelis, maupun para pengkhotbah mimbar seharusnya memiliki kerinduan untuk ditegur jika bersalah. Saya sendiri yang melayani Tuhan di gereja sebagai penyambut jemaat, kolektan, pengurus komisi pemuda juga terus-menerus siap ditegur jika saya salah. Saya bersyukur kepada Tuhan karena telah mendapat bimbingan dari bapak dan ibu gembala (Pdt. Yakub Tri Handoko, Th.M. dan Ev. Nike Pamela, M.Th.) gereja saya yang terus mengoreksi saya agar saya makin dewasa baik dalam iman dan karakter. Ditegur memang tidak nyaman, tetapi itu merupakan proses di mana kita makin serupa dengan Kristus.
Namun sayangnya, saya menjumpai ada beberapa orang Kristen yang mengaku diri “melayani Tuhan” di gereja yang tidak memiliki semangat ingin ditegur jika mereka salah. Hal ini disebabkan karena ia tidak pernah menempatkan Allah sebagai pusat kehidupannya apalagi taat pada firman-Nya.


ALASAN BEBERAPA PEMUDA/I KRISTEN MENCARI PASANGAN HIDUP YANG TIDAK SEIMAN
Secara theologis dan konseptual, kita sebagai pemuda/i Kristen mengerti bahwa kita harus mencari pasangan hidup yang seiman, namun bagaimana praktik lapangan yang kita lihat dan alami? Jujur, saya menemukan beberapa cowok/cewek Kristen yang mengerti konsep mencari pasangan hidup yang seiman justru adalah mereka yang masa bodoh dengan iman. Ironis. Bagi mereka, tidak menjadi masalah mencari pasangan hidup yang tidak seiman bahkan atheis sekalipun, mengapa? Biasanya mereka selalu mengeluarkan jurus andalan mereka, “Nanti kan bisa diinjili.” Alasan ini sebenarnya adalah alasan yang mereka pakai untuk menutupi keinginan mereka sendiri yang melawan Alkitab dan saya jamin bahwa mereka tak akan mungkin memberitakan Injil kepada pacarnya. Atau ada pemuda/i Kristen yang berpikir pragmatis di mana nanti pasangannya akan ia ajak ke gereja dengan tujuan agar pasangannya “bertobat.”

Sebenarnya apa alasan beberapa cowok/cewek Kristen zaman ini lebih suka mencari pasangan yang tidak seiman? Paling tidak saya menemukan beberapa alasan, yaitu:
1.             Cowok/cewek yang Pertama Kali Disuka adalah Orang yang Tidak Seiman
Saya menjumpai ada cowok/cewek Kristen yang menemukan lawan jenis yang tidak seiman, kemudian berpacaran mengatakan bahwa lawan jenis yang pertama kali ia suka adalah lawan jenis yang tidak seiman. Ada berbagai alasan cowok/cewek Kristen ini suka dengan lawan jenis yang tidak seiman ini, yaitu: si lawan jenis ini cantik/tampan, baik, humoris, nyambung, dll. Artinya kriteria terpenting memilih lawan jenis tidak diperhatikan. Saya tidak mengatakan bahwa kriteria fisik, karakter, dll tidak perlu diperhatikan. Maksud saya adalah beberapa cowok/cewek Kristen lebih memperhatikan kriteria fisik, karakter, dll ketimbang kriteria iman sebagai kriteria terpenting.
Mengapa demikian? Saya menduga bahwa mereka tidak memperhatikan kriteria iman karena mereka sendiri tidak beriman. Upsss, maafkan saya, saya tidak sedang menghakimi siapa pun, tetapi saya sedang berbicara fakta. Seorang yang benar-benar beriman kepada Kristus akan memiliki hati, pikiran, emosi, perkataan, dll yang benar-benar berpusat pada-Nya dan menyenangkan-Nya, maka tidak heran, ia akan bertindak apa pun demi kemuliaan-Nya, termasuk mencari dan menemukan pasangan hidup. Seorang cowok/cewek yang sungguh-sungguh beriman kepada Kristus tidak akan sembarangan memilih lawan jenisnya, meskipun lawan jenis tersebut ia taksir. Jika ia menemukan lawan jenisnya tidak beriman, maka ia akan langsung menolak mendekati atau didekati. Ini adalah sikap seorang cowok/cewek yang benar-benar beriman kepada Allah.

2.             Banyak Cowok/Cewek non-Kristen Lebih Baik dari Cowok/Cewek Kristen
Alasan kedua beberapa cowok/cewek Kristen memilih lawan jenis yang tidak seiman adalah karena banyak cewek/cowok non-Kristen lebih baik dari cewek/cowok Kristen. Mereka biasanya beralasan bahwa mereka sudah pernah berpacaran dengan lawan jenis Kristen dan mereka merasa dikecewakan, kemudian mereka “sengaja” mencari lawan jenis yang tidak Kristen, lalu keluarlah kata-kata “mutiara”nya, “Toh, yang penting berbuat baik, percuma ke gereja, tetapi mengecewakan orang.”
Lagi-lagi presuposisi dibalik alasan ini adalah perbuatan baik itu terpenting dan iman bukan hal penting. Seperti halnya alasan nomer 1, jika ada cowok/cewek Kristen yang mengeluarkan alasan seperti nomer 2 ini maka dapat dipastikan bahwa ia bukan seorang yang beriman. Saya mengerti sakit hatinya orang yang merasa telah dikecewakan oleh mantan pacar yang Kristen, namun sakit hati adalah sakit hati, jangan sampai sakit hati mendikte iman dan pikiran kita. Seorang yang beriman sungguh-sungguh bisa mengalami sakit hati, tetapi ia tidak akan berfokus pada sakit hati, kemudian mencari lawan jenis yang mendukakan hati-Nya. Ia akan lebih mengasihi Allah yang telah mencipta, memelihara, dan menebusnya dengan cara mencari lawan jenis yang menyenangkan hati-Nya ketimbang mengizinkan sakit hatinya memerintah hidupnya.
Kesalahan kedua dari beberapa cowok/cewek Kristen yang berkata bahwa cowok/cewek non-Kristen lebih “baik” dari mereka yang Kristen adalah mereka menduga bahwa cowok/cewek non-Kristen jauh lebih baik dari cowok/cewek Kristen. Mereka terkunci pada kata “Kristen”, padahal itu salah. Apakah seorang cowok/cewek Kristen menjamin ia seorang yang benar-benar beriman? Tidak. Saya percaya bahwa ada cowok/cewek non-Kristen yang lebih baik dari cowok/cewek Kristen, namun sekali lagi, fokusnya bukan pada “lebih baik”, tetapi pada iman! Lalu, apa arti “baik” sendiri? Jangan terlalu cepat mengobral kata “baik” dan menyebut lawan jenis tertentu “baik” tanpa kita mengerti makna “baik.” Seorang mantan rekan kerja saya yang berjenis kelamin perempuan pernah menyebut mantan pacarnya sebagai orang “baik”, mau tahu alasannya? Ia berkata bahwa mantan pacarnya itu baik karena mantan pacarnya sering membelikannya makanan. Baik karena menguntungkan saya? Itukah baik? Periksalah kosa kata kita tentang “baik” sebelum kita berani mengobral kata “baik” tanpa mengerti maknanya J
Meskipun mereka akhirnya menemukan lawan jenis yang tidak seiman, apakah menjamin bahwa kehidupan pernikahan mereka kelak pasti bahagia? Fakta berkata: “TIDAK”. Lihatlah berita para artis Kristen yang menikah dengan pasangan yang tidak seiman, apa kehidupan pernikahan mereka bahagia? Satu per satu, mereka bercerai. Ada sekelompok “Kristen” yang mengajarkan bahwa pernikahan perbedaan agama tidak menjadi masalah, asalkan saling menghormati, namun kita menjumpai tidak sedikit pasutri beda agama yang pada awalnya “harmonis” dan “saling menghormati”, tiba-tiba berpuluh tahun kemudian akhirnya bercerai.


PERGUMULAN MENCARI PASANGAN HIDUP YANG SEIMAN
Sesuai dengan pengajaran Alkitab di Efesus 5:22-30, maka sebagai generasi muda Kristen, kita harus lebih menaati firman Allah bukan hanya secara pikiran, tetapi secara hati dan tindakan, khususnya dalam mencari pasangan hidup yang seiman.

Tantangan-tantangan Dalam Mencari Pasangan Hidup yang Seiman
Saya harus mengakui bahwa ada begitu banyak tantangan yang harus dihadapi tatkala kita mencari pasangan hidup yang seiman. Ada beberapa tantangan, yaitu:
1.             Tantangan Superfisial
Tantangan pertama adalah tantangan superfisial yaitu tantangan yang nampak di depan mata. Jujur harus diakui, banyak cowok lebih mementingkan fisik seorang lawan jenis, sehingga tantangan terberat seorang cowok Kristen dalam mencari pasangan hidup yang seiman adalah banyak lawan jenis yang tidak seiman lebih cantik daripada mereka yang seiman. Saya sedang berbicara fakta, tidak sedang menghina cewek. Bagi cewek, ada beberapa cewek Kristen yang mendambakan cowok macho, tinggi, tampan, baik, humoris, charming, bahkan kalau perlu kaya (baca: pengusaha) dan mereka menjumpai kriteria tersebut pada banyak cowok yang tidak seiman. Lagi-lagi, saya tidak sedang menghina cowok Kristen, karena saya pun adalah seorang cowok Kristen.

2.             Tantangan Usia
Tantangan berikutnya adalah tantangan usia. Beberapa cowok atau cewek yang sudah berusia 30 tahun ke atas didesak oleh orang tuanya untuk segera mencari istri/suami, sehingga mereka akhirnya sembarangan memilih lawan jenis entah itu seiman atau tidak. Namun sayangnya orang tua yang mendesak adalah orang tua yang kurang menekankan pentingnya memilih lawan jenis yang seiman karena orang tua ini mungkin bukan orang tua Kristen atau orang tua yang asal rutin kebaktian di gereja tanpa mengerti esensi iman Kristen.

Jika ada tantangan, maka apa yang harus kita lakukan sebagai generasi muda Kristen yang takut akan Allah? Ada beberapa hal yang seharusnya kita lakukan, yaitu:
1.             Selidiki dan Perkuat Iman Kita
Sebelum kita masuk ke dalam berbagai tahap dalam mencari pasangan hidup yang seiman, syarat pertama yang harus kita lakukan adalah menyelidiki iman kita. Sebagai orang Kristen, belajarlah jujur terhadap diri dan iman kita sendiri, apakah kita benar-benar mengasihi-Nya? Saya tidak sedang bertanya: seberapa aktif Anda “melayani Tuhan” di gereja atau seberapa banyak Anda sudah mengonsumsi buku-buku theologi tingkat tinggi? Saya tidak bermaksud bahwa melayani dan belajar theologi tidak penting, tetapi penekanan saya adalah seberapa dalam Anda mengasihi-Nya? Orang yang “melayani Tuhan” dan belajar theologi tidak semata-mata membuktikan orang itu mengasihi Allah, namun jangan dibalik dan disalahtafsirkan: orang yang mengasihi Allah ditandai dengan anti theologi dan enggan melayani. Orang yang benar-benar mengasihi Allah nampak dari kerinduannya mengerti siapa Allah dan apa kehendak-Nya baginya melalui Alkitab dan makin berapi-api melayani-Nya baik dalam gereja maupun sikap hidup sehari-hari. Dengan kata lain, ada korelasi yang erat antara pengertian theologi dengan pelayanan di gereja dan aplikasi praktisnya. Saya kuatir dengan orang-orang yang rutin beribadah di gereja dan sering mendengar khotbah mimbar yang mengatakan bahwa kita harus mencari pasangan hidup yang seiman, namun mereka tidak pernah menjalankannya dengan segudang alasan yang dibuat-buat supaya nampak “rohani.”
Jika apa yang saya paparkan terkesan abstrak, maka saya akan mencoba mengilustrasikan konsep di atas. Kalau kita pernah berpacaran, maka kita mengetahui bahwa tanda kita mengasihi pacar kita adalah melakukan apa yang pacar kita sukai dan tidak melakukan apa yang pacar kita tidak sukai (tentunya dalam batas-batas firman Tuhan). Jika pacar kita tidak menyukai gaya rambut kita, sebisa mungkin kita mengubahnya. Kerinduan kita mengubah gaya rambut kita didasarkan pada kerinduan kita mengasihi pacar kita. Kembali ke konsep kita, mengapa untuk urusan pacar, kita sangat paham, tetapi untuk urusan rohani, kita tidak memahami dan menjalankannya? Bukankah ini membuktikan bahwa kita kurang mengasihi Allah? Silahkan kita menguji diri kita.
Setelah menyelidiki iman kita, kita perlu menguatkannya dengan cara berdoa dan membaca Alkitab. Disiplin-disiplin rohani ini kita lakukan bukan untuk memperkenan Allah, tetapi sebagai sarana kita mengenal-Nya dan ingin menjalankan kehendak-Nya. Jujur, makin saya menggali kebenaran Alkitab dan mendengarkan khotbah-khotbah yang benar-benar menggali kebenaran Alkitab, makin saya diberkati dan itu mendorong saya makin berusaha keras menjalankannya. Misalnya, kita diajar oleh Allah melalui firman-Nya di Efesus 5:22-30 tentang relasi suami-istri di dalam Kristus dan itu menjadi prinsip kita mencari pasangan hidup yang seiman, maka tugas kita bukan mengerti pengajaran Alkitab secara konseptual, tetapi jalankan.

2.             Berdoa
Setelah menguji iman kita, kita harus berdoa meminta Tuhan memberi pasangan hidup bagi kita. Doa berarti kita menundukkan diri di bawah kehendak-Nya yang berdaulat dan mengizinkan-Nya bertindak sesuai kehendak-Nya. Tatkala kita berdoa dengan berserah pada kehendak-Nya yang berdaulat mutlak, maka kita akan mengalami begitu banyak cara kerja Allah yang benar-benar mengagumkan dan di luar pikiran manusia. Jujur, secara konseptual, hal ini mudah diaminkan, tetapi sangat sulit dijalankan. Saya sendiri mengalami hal ini, namun puji Tuhan, Ia terus mengasihi saya dengan melindungi saya dari lawan jenis yang tidak sungguh-sungguh beriman. Paman saya yang beragama Katolik pernah mengingatkan saya bahwa ketika saya mengasihi Tuhan, Ia akan mengasihi dan memelihara saya dengan menjauhkan saya dari lawan jenis yang tidak beres. Mungkin pernyataan ini nampak ekstrem, tetapi saya sendiri mengalami apa itu namanya berserah kepada Allah dan melihat cara kerja Allah yang luar biasa mengagumkan. Allah yang saya percayai adalah Allah yang mengasihi umat-Nya dan menginginkan umat-Nya mendapatkan pasangan hidup yang benar-benar beriman kepada-Nya.

3.             Bertindak Secara Hati-hati
Kita bukan hanya harus berdoa ketika hendak mencari pasangan hidup yang seiman, kita juga harus bertindak secara hati-hati. Artinya kita juga berusaha aktif mencari pasangan hidup itu dengan cara memperbanyak relasi kita baik di dalam gereja maupun dengan saudara seiman lain dari gereja lain. Di dalam relasi tersebut, kita pasti menemukan salah satu lawan jenis yang pas di hati. Masalahnya, apa kriteria kita menemukannya? Kembali ke poin terpenting yaitu iman. Selidikilah apakah lawan jenis tersebut benar-benar iman? Jika poin iman sudah lulus sensor, maka kita baru boleh memperhatikan aspek lain seperti fisik, karakter, dll. Apa yang saya uraikan ini bukan teori saja, tetapi saya jalankan. Bagi saya, fisik bukan segalanya karena iman adalah hal yang terpenting, tetapi bukan berarti fisik tidak perlu diperhatikan. Saya masih hidup di dunia, sehingga saya masih tetap memperhatikan aspek fisik lawan jenis. Jujur, ketika berelasi dengan teman-teman lawan jenis, saya biasanya tertarik dengan fisik dan wajah lawan jenis, itu wajar bagi banyak (tidak semua) cowok, namun ketertarikan saya tidak berarti saya cepat-cepat mencintainya. Saya tetap akan menyelidiki iman si cewek itu, kalau ia adalah seorang atheis atau tidak percaya kepada Kristus, saya berani tidak mendekatinya. Bagi saya, wajah cantik, tubuh langsing, tetapi atheis itu sia-sia, namun jangan berpikir sebaliknya, yang terpenting adalah iman, maka wajah dan tubuh tidak beraturan tidak menjadi masalah. Ingatlah, kita bukan malaikat. Kalau ada cowok Kristen yang sama sekali tidak memperhatikan fisik dan wajah, saya tidak menjadi masalah, namun jangan memutlakkan konsep yang tidak mutlak itu kepada semua orang seolah-olah itu adalah kebenaran Alkitab. Hal ini tidak berarti saya keras kepala. Setiap orang memiliki preferensi masing-masing yang relatif berkenaan dengan fisik dan wajah lawan jenis.
Setelah mengincar lawan jenis, jangan lupa doakan kembali pilihan kita, apakah orang itu sesuai dengan kehendak-Nya atau tidak. Jika itu tidak sesuai dengan kehendak-Nya, maka percayalah, Ia akan berusaha memisahkannya dan kita harus taat meskipun kita mengalami patah hati. Bagaimana caranya kita mengetahui bahwa lawan jenis tertentu sesuai dengan kehendak-Nya atau tidak? Ya balik lagi kepada makna seiman yang telah saya paparkan sebelumnya. Jika orang itu tidak memenuhi ketiga makna seiman itu, maka ia bukan pasangan yang Allah kehendaki. Mungkin sekali ada orang yang sudah memenuhi ketiga makna seiman, namun ia tetap tidak dikehendaki Allah, karena Allah menghendaki pasangan yang lebih sepadan dengan kita. Tugas kita adalah taat mutlak.


KESIMPULAN DAN TANTANGAN
Mengerti prinsip mencari pasangan hidup yang seiman bukan hanya secara konseptual, tetapi juga secara praktis. Artinya setelah kita benar-benar mengerti prinsip mencari pasangan hidup yang seiman, maka tugas kita adalah menjalankannya dengan semangat dan hati yang benar-benar mengasihi Allah dengan tulus dan murni, bukan supaya tampak “rohani” di hadapan orang tua atau teman-teman gereja. Sudah siapkah kita mengasihi-Nya dengan memilih dan menemukan pasangan hidup yang sungguh-sungguh beriman kepada-Nya? Kiranya Allah menolong kita menjalankan hal tersebut. Amin. Soli Deo Gloria.