12 June 2007

Resensi Buku-9 : PSIKOLOGI SEBAGAI AGAMA (Prof. Paul C. Vitz, Ph.D.)

...Dapatkan segera...
Buku
PSYCHOLOGY AS RELIGION : THE CULT OF SELF-WORSHIP
(Psikologi Sebagai Agama : Kultus Penyembahan Diri)


oleh : Prof. Paul C. Vitz, Ph.D.

Penerbit : Momentum Christian Literature (Fine Book Selection) 2005

Penerjemah : Yulvita Hadiyarti.







Psikologi Sebagai Agama memberikan analisis yang tajam terhadap psikologi modern dan secara meyakinkan menunjukkan bahwa psikologi modern telah menjadi suatu pengkultusan diri manusia sekuler, yang pada saat ini justru menjadi salah satu problema kehidupan dan bukan solusi bagi problema itu sendiri. Degan pengkajian melalui kacamata ilmiah, filosofis, etis, ekonomis, sosial, dan religius terhadap psikologi, Dr. Paul C. Vitz mengecam sifat dan kesan penyembahan diri, narsistis, dan destruktif dari psikologi modern.

Psikologi Sebagai Agama merupakan kajian up-to-date yang memasukkan perkembangan-perkembangan terbaru dalam bdang psikologi. Dalam buku ini, penulis secara tajam membahas Teori Diri dan hubungannya dengan keluarga, pendidikan, masyarakat, agama, dan Gerakan Zaman Baru.







Profil Dr. Paul C. Vitz :
Prof. Paul C. Vitz, Ph.D. yang memperoleh gelar Doctor of Philosophy (Ph.D.) dari Stanford University pada tahun 1962, adalah professor di bidang Psikologi di New York University dan Adjunct Professor di John Paul 11 Institute for Marriage and Family, Washington, D.C. Beliau adalah seorang anggota Fellowship of Catholic Scholars dan secara aktif berhubungan dengan banyak Protestan Injili seperti Inter Varsity, dan beberapa juga dengan orang-orang Yahudi. Beliau telah menerbitkan 100 artikel dan esai serta beberapa buku Psychology as Religion: The cult of self-worship (2nd ed., Eerdmans, 1994, original ed., 1977) ; Modern art and modern science: The parallel analysis of vision (Praeger/Greenwood, 1984) ; Censorship: Evidence of bias in Our Children’s textbooks (Servant, 1986) ; Sigmund Freud’s Christian Unconscious (Guilford, 1988; Eerdmans paperback, 1992) ; Defending the family: A sourcebook (1998). Paul C. Vitz and Stephen M. Krason (Eds.) (Catholic Social Science Press: Steubenville, OH). Karyanya berpusat pada hubungan antara psikologi dan keKristenan. Beliau juga adalah penulis sebuah buku yang akan terbit, Defective fathers: Psychological origins of atheism (Dallas, TX: Spence).
Prof. Vitz tinggal di Manhattan (Greenwich Village) dengan istrinya, Evelyn Timmie Birge Vitz, yang adalah seorang Profesor bahasa Perancis di NYU, dengan keenam anak mereka.

Roma 1:28-32 : MURKA ALLAH TERHADAP KEBEBALAN MANUSIA-3

Seri Eksposisi Surat Roma :
Realita Murka Allah-5


Murka Allah Terhadap Kebebalan Manusia-3

oleh : Denny Teguh Sutandio


Nats : Roma 1:28-32


Pada ayat 24-32, saya membagi murka Allah kepada kebebalan manusia menjadi tiga bagian, yaitu murka Allah yang menyerahkan mereka kepada keinginan hati yang jahat/cemar (ayat 24), hawa nafsu yang busuk (ayat 26) dan pikiran-pikiran yang terkutuk (ayat 28). Pada bagian ini, saya akan membahas murka Allah bagian ketiga yaitu Allah menyerahkan mereka kepada pikiran yang terkutuk. Pada ayat 28, Paulus mengajarkan, “Dan karena mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Allah, maka Allah menyerahkan mereka kepada pikiran-pikiran yang terkutuk, sehingga mereka melakukan apa yang tidak pantas:” Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS) mengartikannya, “Oleh sebab manusia tidak merasa perlu mengenal Allah, maka Allah membiarkan pikiran mereka menjadi rusak, sehingga mereka melakukan hal-hal yang mereka tidak boleh lakukan.” Bukan sekedar hati, hawa nafsu, mereka juga merasa diri hebat, pintar, maka tidak perlu (atau tidak suka) mengenal Allah. Orang-orang Roma yang menjadi tujuan surat ini dialamatkan adalah orang-orang yang terpengaruh oleh filsafat-filsafat Yunani, dari Plato, Aristoteles, dll, maka mereka menganggap diri mereka pintar, berbijaksana, hebat, dll. Di abad postmodern ini, hal ini tetap ada bahkan lebih menggila. Mereka bukan hanya merasa tidak perlu mengenal Allah, mereka bahkan merasa bahwa diri mereka adalah “Allah” (pengaruh Gerakan Zaman Baru yang beridekan pantheisme terselubung). Orang seperti demikian sudah merasa diri pintar dan pasti merasa tersinggung bila ada orang lain yang menghinanya sebagai orang bodoh. Bagi mereka yang katanya “pintar” (karena sudah menempuh studi S-2 bahkan Ph.D. di USA, Singapore atau luar negeri lainnya), Allah itu nun jauh di sana dan tidak berhubungan dengan dunia natural ini (pengaruh dualisme Yunani yang memisahkan hal-hal supranatural dan hal-hal natural dan pengaruh filsafat deisme). Tidak heran, banyak dosen-dosen bahkan yang mengaku diri “Kristen” bahkan “melayani ‘tuhan’ (atau hantu?)” berani mengatakan dengan tidak bertanggungjawab bahwa religion (agama) dengan science (pengetahuan) tidak ada hubungannya. Apakah orang yang mengatakan ini patut disebut “Kristen” ?! MUTLAK TIDAK ! Mereka sebenarnya seorang pemuja deisme (percaya bahwa setelah Allah mencipta, maka Ia tidak memelihara ciptaan-ciptaan-Nya dan menyerahkan ciptaan-Nya untuk dikuasai oleh hukum alam) atau atheis terselubung, yang bertopeng “Kristen” apalagi “melayani ‘tuhan’”. Kalau demikian, apakah mereka “pintar” ? Mungkin menurut ukuran dunia, mereka memang pintar, tetapi di mata Allah : TIDAK. Tuhan Allah membenci hikmat pengetahuan manusia yang sia-sia yang tanpa Allah ! Itu berita Alkitab. Di dalam 1 Korintus 1:25, Paulus berkata, “Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari pada manusia.” (BIS mengartikannya, “Sebab yang nampaknya bodoh pada Allah, adalah lebih bijaksana daripada kebijaksanaan manusia; dan yang nampaknya lemah pada Allah, adalah lebih kuat daripada kekuatan manusia.”). Di sini, Paulus dengan jelas mengatakan bahwa bagi dunia, hikmat Allah nampak bodoh, padahal yang sebenarnya bodoh itu adalah hikmat manusia yang seolah-olah kelihatan “pintar”. Mengapa Allah mengatakan bahwa hikmat manusia itu bodoh ? Karena hikmat manusia dibangun di atas dasar kehebatan mereka sendiri, padahal sebenarnya hikmat sejati dibangun di atas dasar takut akan Tuhan (Amsal 1:7). Tetapi sayangnya Amsal 1:7 dibaca oleh orang “Kristen” sambil mengacuhkannya (tidak memperhatikannya), seolah-olah, kalimat itu hanya sekedar klise atau bahasa puitis Salomo. Itulah orang “Kristen” yang sok tahu ! Oleh karena itu, Allah menyerahkan mereka yang sudah berdosa ke dalam pikiran yang terkutuk atau sia-sia. Mereka sebenarnya melalui hati nurani dan alam semesta mengenal Pribadi Allah (meskipun belum sempurna), tetapi akibat dosa, mereka bukannya terus menyembah-Nya, melainkan menyembah ilah-ilah lain lalu dianggap “Allah”. Itulah pikiran manusia yang berdosa ! Allah bukan hanya membiarkan pikiran mereka menjadi rusak, Ia juga membiarkan mereka melakukan hal-hal yang tidak pantas mereka lakukan. Pikiran yang tidak beres pasti menghasilkan tindakan-tindakan yang tidak beres. Oleh karena itu, sebagai orang Kristen, jangan terjebak oleh fenomena-fenomena yang menipu, berusahalah melihat esensi di balik setiap fenomena, yaitu pikiran dan hati yang melatarbelakangi suatu tindakan. Daud mengatakan di dalam Mazmur 53:2, “Orang bebal berkata dalam hatinya: "Tidak ada Allah!" Busuk dan jijik kecurangan mereka, tidak ada yang berbuat baik. ” Dari hati yang sudah busuk yang mengatakan bahwa Allah itu tidak ada, maka kelakuan mereka timbul sebagai hasil akhir dari hati yang sudah busuk. Demikian halnya dengan pikiran. Dari hati yang busuk mempengaruhi pikiran yang jijik dan akhirnya menghasilkan tindakan yang sia-sia. Itulah yang diungkapkan oleh Allah melalui Daud, bahwa perbuatan yang lahir dari hati dan pikiran manusia yang berdosa adalah jijik dan busuk adanya. Tetapi herannya, manusia tidak pernah menyadarinya bahkan menyukainya.

Apa yang Allah katakan jijik dan busuk ini ? Pada ayat 29-31, Paulus menjelaskan, “Hati mereka penuh dengan semua yang jahat, yang tidak benar; penuh dengan keserakahan, kebusukan dan perasaan dengki; penuh dengan keinginan untuk membunuh, berkelahi, menipu dan mendendam. Mereka suka membicarakan orang lain, suka memburuk-burukkan nama orang lain; mereka sombong dan kurang ajar, yang benci kepada Allah dan suka membual. Mereka pandai mencari cara-cara baru untuk melakukan kejahatan. Mereka melawan orang tua; mereka tidak mau mengerti orang lain; mereka tidak setia dan tidak berperikemanusiaan.” (BIS) Mari kita menyelidikinya satu per satu.

Pertama, Alkitab berkata, “hati mereka penuh dengan semua yang jahat, yang tidak benar;” Kata “jahat dan tidak benar” dalam bahasa Inggrisnya unrighteousness (Yunani : adikia ; artinya : kesalahan dalam hal karakter/moralitas) dan fornication (Yunani : porneia ; artinya : perzinahan/penyelewengan). Kata “penuh” identik dengan arti “dipengaruhi” atau “dipenuhi”. Lalu, kata “hati” dalam Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS) tidak terdapat dalam terjemahan King James Version (KJV), International Standard Version (ISV), English Standard Version (ESV) dan bahasa Yunaninya. Meskipun demikian saya menafsirkan alasan BIS menggunakan kata “hati”, karena seluruh pikiran dan tindakan yang busuk berawal dari hati yang busuk. Hati yang busuk itu berupa hati yang dipengaruhi oleh kesalahan secara karakter ditambah penyelewengan. Karena hati yang busuk ini, maka tidak heran, pikirannya juga ikut busuk di mana pikiran mereka diwarnai oleh pikiran yang salah/rusak total dan pikiran yang menyeleweng. Dr. Martin Luther pernah berkata bahwa rasio manusia yang berdosa adalah rasio yang melacur. Bagi Luther, rasio diibaratkan seperti pelacur yang menyukai hal-hal yang sebenarnya tidak patut disukai. Itulah rasio manusia yang berdosa yang sementara ini dipuja-puji sebagai standart kebenaran yang “sah”. Semakin rasio ditinggikan, semakin manusia menganggap diri hebat, “pintar”, dll, tetapi rasionalisme (zaman di mana rasio ditinggikan) berakhir setelah Perang Dunia meletus dua kali (1914 dan 1942) yang memakan korban jiwa. Mereka tidak menyadari bahwa rasio manusia itu terbatas. Apa wujud dari pikiran yang jahat dan tidak benar ini ? “penuh dengan keserakahan, kebusukan dan perasaan dengki” Pikiran mereka serakah ingin mencari dan memiliki sesuatu yang tidak sepatutnya mereka miliki. Padahal Allah sudah memperingatkan, “Jangan mengingini rumah sesamamu; jangan mengingini isterinya, atau hambanya laki-laki, atau hambanya perempuan, atau lembunya atau keledainya, atau apapun yang dipunyai sesamamu.” (Keluaran 20:17). Lalu, pikiran mereka juga busuk (Inggris : wickedness ; Yunani : ponēria yang artinya kejahatan/kenakalan). Pikiran mereka ini dikatakan nakal atau memiliki moral yang rendah (depravity). Bisa jadi pikiran yang nakal ini mengakibatkan tindakan pencurian, perampokan, dll. Selain itu, pikiran mereka ini juga diliputi oleh perasaan dengki/iri melihat orang lain lebih jaya daripadanya. Kedua pikiran sebelumnya, yaitu pikiran yang serakah dan busuk diakibatkan oleh pikiran yang dipengaruhi oleh perasaan dengki yang tidak mau bersyukur dan puas akan apa yang Allah telah anugerahkan kepada mereka.

Kedua, Alkitab juga berkata, “penuh dengan keinginan untuk membunuh, berkelahi, menipu dan mendendam.” KJV menerjemahkan kata “penuh dengan keinginan” dengan full of envy. Kata “envy” berarti keinginan yang jahat (ill will) atau cemburu/iri hati. Karena tadi mereka serakah, busuk dan iri/dengki, maka mereka mulai menyusun rencana bagaimana caranya untuk merealisasikan pikiran mereka yang busuk itu yaitu dengan cara ingin membunuh, berkelahi, menipu dan mendendam. Padahal Allah sudah memperingatkan, “Jangan membunuh.” (Keluaran 20:13), “Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian.” (Kolose 3:13), “Kamu mengingini sesuatu, tetapi kamu tidak memperolehnya, lalu kamu membunuh; kamu iri hati, tetapi kamu tidak mencapai tujuanmu, lalu kamu bertengkar dan kamu berkelahi. Kamu tidak memperoleh apa-apa, karena kamu tidak berdoa.” (Yakobus 4:2), “Siapa yang mau mencintai hidup dan mau melihat hari-hari baik, ia harus menjaga lidahnya terhadap yang jahat dan bibirnya terhadap ucapan-ucapan yang menipu.” (1 Petrus 3:10) Keempat ayat Firman Tuhan baik dari PL maupun PB sudah jelas memperingatkan kita untuk tidak melakukan keempat tindakan yang dibenci Tuhan ini, tetapi manusia yang berdosa memang lebih suka mengikuti kata hatinya sendiri ketimbang Firman-Nya, jadi mereka merealisasikan pikiran yang jahat dan tidak benar ke dalam suatu keinginan yang busuk pula.

Ketiga, Alkitab berkata, “Mereka suka membicarakan orang lain, suka memburuk-burukkan nama orang lain;” Budaya gosip dan fitnah rupanya sudah ada pada waktu di Roma. Gosip dan fitnah dimasukkan Paulus ke dalam dosa manusia yang layak dimurkai oleh Allah. Mengapa ? Karena gosip adalah kebiasaan manusia yang buruk yang suka membicarakan orang lain yang belum tentu benar, dan fitnah berarti kebiasaan manusia yang buruk yang dengan sengaja memburukkan nama orang lain. Lalu, apa bedanya gosip dengan mengutarakan fakta ? Seolah-olah kelihatannya sama, tetapi berbeda esensi. Kalau gosip itu membicarakan orang lain yang belum tentu benar dengan motivasi ingin menjatuhkan orang lain, tetapi mengungkapkan fakta sambil menegur dosa itu “membicarakan” orang lain yang sudah tentu benar dengan motivasi agar orang itu bertobat. Bagi Allah, kedua tindakan ini jahat di mata-Nya, karena kedua tindakan ini tidak mengatakan sesuatu yang jujur dan bertanggungjawab, padahal Allah telah memperingatkan, “Jangan memberi kesaksian palsu tentang orang lain.” (Keluaran 20:16 ; BIS).

Keempat, Alkitab juga berkata, “mereka sombong dan kurang ajar, yang benci kepada Allah dan suka membual.” Seorang yang suka menggosip pasti dilatarbelakangi suatu alasan bahwa diri mereka itu lebih baik dari orang yang dibicarakan, sehingga ketika dirinya menggosip, secara implisit ia hendak mengatakan bahwa ia lebih baik, lebih bijaksana, dll daripada orang yang dibicarakan, lalu ia menyombongkan diri. Pikiran yang menggosip menghasilkan pikiran yang sombong dan kurang ajar. Apa wujud pikiran yang sombong dan kurang ajar ini ? Pikiran yang sombong ditandai dengan pikiran yang dipenuhi dengan keinginan suka membual/mengatakan sesuatu yang dilebih-lebihkan, lalu pikiran yang kurang ajar adalah pikiran yang benci kepada Allah atau pikiran yang tidak mau ditundukkan oleh kebenaran Firman Tuhan (Amsal 1:7). Pikiran yang benci kepada Allah ini juga bisa dikategorikan sebagai pikiran yang sombong. Friedrich Nietzsche pencetus God’s Death “Theology” atau “Theologia” Allah Mati bukan seorang yang bodoh, dia seorang yang brilliant, tetapi karena kesombongannya, ia yang adalah anak seorang pendeta, dan pernah belajar theologia akhirnya melawan Allah. Mengapa seorang yang pernah belajar theologia dan anak seorang pendeta bisa melawan Allah ? Karena mereka sombong. Hati-hati, para mahasiswa theologia jangan dikira setelah lulus mereka semua pasti menjadi pendeta yang berkuasa dan bertanggungjawab, bisa jadi setelah lulus banyak dari antara mereka menjadi Nietzsche-Nietzsche kecil yang meneruskan semangat God’s Death “Theology”.

Kelima, Alkitab mengatakan, “Mereka pandai mencari cara-cara baru untuk melakukan kejahatan.” KJV menerjemahkan, inventors of evil things artinya penemu segala sesuatu yang jahat. Pikiran manusia yang sombong dan kurang ajar menghasilkan pikiran yang bukan hanya meniru kejahatan yang sudah pernah dilakukan oleh orang lain, tetapi menciptakan kejahatan dengan cara-cara yang “brilliant” untuk menipu orang lain dengan cara terselubung agar mereka tidak diketahui oleh orang lain bahkan polisi. Di Indonesia, hal ini sudah menjadi tradisi dan kebudayaan yang mendarahdaging. Hal korupsi, terorisme, pencurian, dll sudah tidak usah ditanya lagi, kasusnya hampir mewarnai seluruh berita di koran. Hanya di Indonesia saja ? TIDAK. Di seluruh dunia juga demikian. Mengapa ? Karena manusia semakin modern bukan semakin takut akan Tuhan, malahan semakin membenci Allah lalu mencari cara untuk “menghancurkan” Allah dengan cara menciptakan kejahatan sendiri.

Keenam, Alkitab juga mengajarkan, “Mereka melawan orang tua; mereka tidak mau mengerti orang lain;” Mereka yang menciptakan kejahatan akhirnya berdampak kepada perlawanan terhadap orang tua dan bodoh/tidak mau mengerti orang lain. Dampak dari menciptakan kejahatan adalah pertama, melawan orang tua. Orang tua adalah wakil Allah yang dipercayakan untuk mendidik anak-anak di dalam Tuhan. Seringkali, fungsi dan peranan orang tua ini diabaikan, sehingga tidak heran anak-anak bisa memberontak dan melawan orang tua bahkan melawan Allah. Kedua, bodoh atau tidak mau mengerti orang lain. Orang yang sudah menciptakan kejahatan berdampak pada tindakan mau menang sendiri, tidak mau mempedulikan kesusahan orang lain, yang penting dirinya “happy”. Misalnya, orang yang menciptakan kejahatan yaitu dengan mencuri secara halus (korupsi) tidak mempedulikan rakyat jelata yang hidup miskin, dll, yang mereka pentingkan adalah mereka kaya, rumahnya besar, dll.

Ketujuh, Alkitab terakhir mengatakan, ”mereka tidak setia dan tidak berperikemanusiaan.” Seorang yang sudah melawan orang tua dan bodoh/tidak mau mengerti orang lain pasti seorang yang tidak setia dan tidak memiliki rasa kemanusiaan. Pertama, tidak setia atau berkhianat. Seorang yang sudah menciptakan kejahatan sendiri lalu tidak mau mempedulikan orang lain seringkali mereka juga tidak mau setia kepada sesuatu yang beres atau dengan kata lain mereka berkhianat terhadap perjanjian (covenant breakers). Bangsa Israel salah satu contoh dari covenant breakers. Mereka tidak setia kepada Allah yang telah membebaskannya dari tanah Mesir, malahan mereka menyembah ilah-ilah lain. Akibatnya, berulang kali Allah menghukum mereka, tetapi mereka tidak juga jera, akhirnya baru setelah Israel mengalami masa pembuangan bertahun-tahun lamanya, mereka akhirnya sungguh-sungguh bertobat. Pertobatan mereka hanya berlangsung sebentar. Pada waktu Kristus berinkarnasi ke dalam dunia, Ia mulai mengajar di usia 30 tahun, bangsa Israel khususnya para ahli Taurat dan orang-orang Farisi penyakitnya mulai kambuh lagi, yaitu menghakimi Yesus dengan Taurat, padahal Kristus adalah Tuhan atas Taurat. Kedua, seorang yang sudah menciptakan kejahatan juga seorang yang tidak memiliki rasa kemanusiaan. Biasanya, mereka pasti menindas orang miskin demi mencari keuntungan sendiri. Itulah prinsip utilitarianistik di dalam ekonomi dan di dalam kehidupan dunia sehari-hari yang anti-Allah.

Terakhir, Paulus di ayat 32 menyimpulkan, “Mereka tahu, bahwa menurut hukum Allah, orang yang melakukan semuanya itu patut dihukum mati. Walaupun begitu mereka melakukan juga hal-hal itu; dan malah menyetujui pula orang lain melakukannya.” (BIS) Sebenarnya mereka mengetahui bahwa hukum Allah sudah melarangnya dan mengenakan sanksi kepada mereka yang melakukannya, tetapi apa yang mereka perbuat ? Apakah mereka taat ? TIDAK ! Mereka bukan saja tidak taat, Alkitab mengatakan, mereka justru melakukan hal-hal demikian dan juga menyetujui orang lain yang melakukannya. Inilah triple dosa manusia. Dosa manusia pertama : sudah tahu, tetapi tetapi tidak taat (tahu secara kognitif), kedua, bukan saja tidak taat, malahan melakukan dan ketiga, bukan saja melakukan, tetapi juga menyetujui (menyenangi) orang lain melakukan sama seperti dirinya yang melakukan. Kepada mereka, murka Allah tiba atasnya.

Hari ini, maukah kita menyadari dosa-dosa kita sebegitu besar seperti yang telah dibahas di atas ? Dosa-dosa yang mematikan tersebut (deadly sin) hanya bisa diatasi ketika Anak Allah turun ke dalam dunia datang untuk menebus kita dari segala dosa yang mematikan itu. Ingatlah, setiap dosa berupahkan maut, maka bertobatlah dari dosa-dosa Anda dan kembalilah kepada Kristus yang menyelamatkan Anda dari dosa-dosa Anda. Amin.

Matius 3:5-8 : LIVE IN TRUST

Ringkasan Khotbah Mimbar di Gereja Reformed Injili Indonesia (GRII) Andhika, Surabaya tanggal 18 April 2004
Live in Trust

oleh : Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.
Nats: Mat. 3:5-8


Kelahiran Yohanes Pembaptis memang telah direncanakan untuk menjadi pembuka jalan, fore rider bagi Tuhan Yesus. Dia harus terlebih dahulu memberitakan berita yang akan disampaikan oleh Tuhan Yesus, yaitu “Bertobatlah sebab Kerajaan Sorga sudah dekat“ Berita ini tegas dan sangat jelas bahkan tidak memerlukan penafsiran untuk dapat mengerti isi berita tersebut. “Bertobatlah sebab Kerajaan Sorga sudah dekat“ menjadi berita yang kontroversial dan tidak disuka oleh manusia berdosa namun berita ini harus dikabarkan ke seluruh dunia karena merupakan berita inti dari Kekristenan. Merupakan suatu kesalahan fatal kalau orang mau meniadakan berita ini dan orang Kristen yang mau menghilangkan inti berita Kekristenan, ia tidak layak disebut Kristen.
Kedatangan Kristus ke dunia adalah untuk membawa manusia kembali ke tujuan awal penciptaan, yaitu seluruh hidup manusia hanya untuk memuliakan Dia begitu pula dengan seluruh isi alam semesta harus dikelola manusia dengan bertanggung jawab dan hasil akhirnya hanya untuk kemuliaan namaNya. Dengan demikian manusia tidak mendirikan kerajaannya sendiri tetapi dia menjadi warga Kerajaan Sorga dan manusia akan merasakan kebahagiaan sejati. Misi ini diungkapkan Kristus dalam Doa Bapa Kami yang diajarkan kepada para murid “Datanglah KerajaanMu di bumi seperti di sorga“. Dunia telah jatuh ke dalam dosa karena itu berita “Bertobatlah sebab Kerajaan Sorga sudah dekat“ sangat dibutuhkan. Sudahkah kita memberitakan berita pertobatan pada dunia? Kalau hari ini kita tidak berani memberitakan berita yang kontroversial ini, apakah kita layak disebut sebagai seorang Kristen sejati?
Tugas setiap anak Tuhan sejati adalah mengabarkan Injil akan tetapi sebelum kita pergi menjadi saksi Kristus, sudahkah kita secara pribadi mengalami pertobatan sejati? Kalau kita sendiri masih hidup bergelimang dosa dan tidak pernah mengalami pertobatan secara pribadi maka kita pasti tidak akan mempunyai kemampuan, keberanian dan kuasa mengajak orang lain untuk hidup dalam Kerajaan Tuhan. Dan akhirnya kegagalanlah yang kita peroleh. Karena itu, sebelum engkau pergi menjadi saksi Kristus, kita harus mengalami pertobatan itu secara pribadi. Dengan demikian kita mempunyai keberanian untuk pergi memberitakan Injil karena Tuhan yang memampukan dan Dia selalu beserta. Dan ingat, hanya Roh Kudus yang dapat mempertobatkan seseorang dan bukan karena fasih lidah dan kepandaian kita maka jangan seorang pun yang memegahkan diri.

Kita menolak pendapat kaum Arminian yang menyatakan bahwa pertobatan seseorang tergantung bagaimana cara kita dan tawaran seperti apa yang kita berikan padanya. Tawaran manis justru tidak dapat mempertobatkan seseorang sebaliknya dia hanya akan menjadi seorang peminta-minta saja. Seseorang akan mengalami pertobatan sejati ketika dia disadarkan akan segala dosa dan kesalahan yang telah diperbuat dan dia mau kembali pada Kristus. Namun, hari ini kita menjumpai gereja-gereja di dunia modern takut untuk menegur manusia akan dosa maka tidaklah heran kalau di dalam gereja kita menjumpai jemaat yang mengikut cara dunia, iblis yang berwajah malaikat. Karena ulah mereka yang mengaku diri “Kristen“ tapi berkelakuan seperti iblis inilah yang membuat dunia sukar untuk bertobat. Kelakuan mereka sangat mempermalukan nama Tuhan. Orang juga kuatir jika memberitakan berita kontroversial: “Bertobatlah Kerajaan Sorga sudah dekat“ terlalu keras maka tidak akan ada orang yang datang. Salah!

Ketika Yohanes Pembaptis memberitakan berita ini, orang berdatangan dari segala penjuru, mengaku dosa dan mereka meminta diri untuk dibaptis (Mat. 3:5-6). Hanya anugerah Tuhan kalau manusia dapat mengakui dosanya dan kembali pada Tuhan. Ini merupakan gambaran orang bertobat sebaliknya orang berdosa akan marah kalau ditegur dosanya karena berita Injil bagi manusia berdosa seperti bau kematian yang menyengat dan mematikan sebaliknya bagi anak Tuhan, menjadi bau yang harum. Namun, berhati-hati dan waspadalah pada mereka yang kelihatannya “bertobat“ bahkan meminta diri untuk dibaptiskan tetapi ternyata semua itu hanya palsu.

Hal ini terjadi di jaman Yohanes Pembaptis dimana orang Farisi dan orang Saduki datang untuk dibaptis. Akan tetapi yang terjadi justru di luar dugaan mereka, bukan pujian yang diterima melainkan teguran yang keras (Mat. 3:7). Kedudukan mereka lebih tinggi dari rakyat biasa maka tidaklah heran kalau mereka berharap mendapat perlakuan khusus dan pujian dari Yohanes Pembaptis. Secara duniawi, orang pasti akan kagum pada Yohanes Pembaptis karena ia yang hanya seorang nabi padang gurun tapi membaptis “orang besar“. Dan orang akan beranggapan Yohanes Pembaptis akan menjadi rendah diri. Tetapi Yohanes bukanlah orang sembarangan yang hanya melihat tampilan luar.

Orang Farisi dan orang Saduki mengerti “Kerajaan Allah“ hanya sebatas materi saja karena itu mereka menginginkan Kerajaan Allah juga ada dalam dirinya. Bukan hal yang salah kalau orang yang bereligius ingin memperkaya religiusitasnya akan tetapi dalam hal ini mereka tidak bertobat. Banyak orang yang berpenampilan seperti seorang teolog tapi ketika melayani yang diidekan bukan pertobatannya melainkan demi untuk kemuliaan diri. Kalimat keras seperti yang diucapkan Yohanes Pembaptis, “Hai kamu keturunan ular beludak“ memang diperlukan untuk orang yang merasa diri bereligius. Ular beludak atau vipers adalah ular yang sangat indah, berkulit keemasan tapi mematikan. Yohanes Pembaptis ingin menyadarkan akan esensi manusia yang sesungguhnya. Biarlah sebagai seorang Kristen sejati, kita perlu mempunyai:
1. Christian Ritual and Christian Essence
Tampilan luar yang indah tentang bentuk Kekristenan tidaklah berarti apa-apa kalau tidak diimbangi dengan esensi Kristen, yaitu kerohanian dan iman yang sejati. Hal inilah yang membedakan Yohanes Pembaptis dengan orang Parisi maupun orang Saduki. Kalau dunia disuruh memilih di antara mereka berdua, dunia pasti lebih memilih orang Parisi atau orang Saduki yang berpenampilan bagus daripada Yohanes Pembaptis, seorang nabi padang gurun yang berpakaian bulu onta. Konsep ini juga pernah terlintas pada Samuel ketika ia hendak mengurapi Daud untuk menjadi Raja Israel. Secara kasat mata, manusia akan berpendapat bahwa Daud yang masih muda dan yang kulitnya kemerah-merahan tidak pantas untuk menjadi seorang Raja Israel. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah: manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati (1Sam. 16:7).
Kalau kita gagal melihat hal yang esensi maka kita akan mudah sekali terkecoh dan tergiur oleh hal-hal yang berpenampilan indah. Kini di dunia modern, orang Kristen pun masih terkecoh dengan tampilan luar sehingga menggeser hal yang esensi, yaitu Firman. Sebagai seorang Kristen, hendaklah kita mempunyai kepekaan sehingga kita tidak mudah terkecoh oleh hal-hal yang secara penampilan luar kelihatan indah. Hal ini bukan berarti kita anti dengan keindahan. Tidak! Akan tetapi biarlah penampilan luar tidak menggantikan hal yang esensi. Yohanes Pembaptis dalam hal ini ia peka. Orang Parisi dan Saduki seharusnya bertobat ketika ditegur, namun Alkitab mencatat mereka tidak pernah bertobat.

2. Christian Repentance & Fear of God
Ritual-ritual agama seringkali dipakai oleh dunia untuk membayar atau menutupi dosa. Bukankah konsep ini tidak beda seperti halnya konsep bisnis? Dunia berpendapat bahwa dosa dapat diselesaikan dengan berbuat baik dan orang dapat masuk surga kalau berbuat baik. Orang memikirkan dan menghalalkan segala cara untuk menutup dosanya, salah satunya menggunakan kedok ritual agama dan aktivitas-aktivitas rohani. Ingat, Tuhan mengetahui pikiran dan motivasi manusia melakukan semua ritual agama atau istilah yang lebih rohaninya “pelayanan“. Tuhan menuntut manusia untuk bertobat supaya dapat masuk dalam Kerajaan Allah. Baptisan tidak dapat menghindarkan manusia dari murka Allah.
Pergi ke gereja setiap minggu bahkan setiap hari dan melakukan berbagai macam pelayanan adalah sia-sia kalau kita tidak ada pertobatan dalam diri kita. Semua ritual agama tidak menyelesaikan murka Allah; ritual agama hanyalah tampilan luar. Tuhan menetapkan Sakramen Perjamuan Kudus untuk dilakukan oleh setiap orang Kristen tetapi Tuhan tidak menetapkan waktunya kapan dan harus berapa kali, setiap minggu, setiap bulan, dan lain-lain. Namun yang menjadi pertanyaan adalah bisakah kita menjaga kesakralan Perjamuan Kudus ini dan tidak menghilangkan makna dari roti dan anggur sehingga Perjamuan Kudus ini tidak mendatangkan kutuk bagi kita?
Andai, setiap minggu kita melakukan sakramen Perjamuan Kudus apakah kita masih bisa mempunyai hati yang sakral, hati yang gentar ketika hendak menerima Roti dan Anggur? Apakah kita masih mempersiapkan hati dengan sungguh-sungguh sebelum masuk dalam meja perjamuan? Yohanes Pembaptis tajam melihat gejala yang terjadi dimana orang lebih mementingkan ritual ketimbang esensi dari ritual agama karena itu ia menegur dengan keras. Ironisnya, hari ini orang hanya ingin sesuatu yang dari luar kelihatan hebat tapi tidak mau bertobat. Teguran yang keras sangat diperlukan oleh mereka yang hidup di dunia modern yang mempunyai banyak problematik dan tantangan kehidupan yang sangat kompleks.

3. Christian Ritual & Fruitful Life
Alkitab menegaskan bahwa semua ritual agama tidak dapat menyelesaikan dosa. Bagi seorang Kristen sejati, semua ritual agama seharusnya menghasilkan buah yang sesuai dengan pertobatan (Mat. 3:8). Buah merupakan bukti dari pertobatan karena orang yang telah lahir baru pasti mempunyai hati yang berubah, sikap dan cara berpikirnya diubahkan. Alkitab tidak menuntut kita langsung sempurna pada saat kita bertobat tetapi Alkitab menuntut supaya kita ada perubahan drastis yang menjadi citra setelah pertobatan itu terjadi. Ini merupakan esensi hidup; dimana ada hidup sejati maka disana pasti ada hidup yang mau taat pada Tuhan. Kalau dulu sebelum kita bertobat, kita selalu melawan kebenaran tetapi setelah menjadi anak Tuhan sejati harus mempunyai tekad untuk hidup taat dan menjadi sempurna seperti Kristus.
Jangan mudah terkecoh dengan mereka yang suka berdebat teologi karena penguasaan teologi yang hebat kalau tidak ada pertobatan, hanyalah sia-sia belaka. Dalam hal ini kaum Liberal sangat suka belajar dan berdiskusi teologi dengan para teolog namun mereka akan marah dan menolak ketika diajak untuk kembali pada Firman. Hati-hati dengan ajaran dari para kaum Liberal yang menganggap Alkitab sebagai buku bacaan biasa seperti buku pada umumnya dan tidak percaya bahwa Yesus adalah satu-satunya Juruselamat. Orang yang sudah bertobat harus menghasilkan buah yang sesuai dengan pertobatan, diantaranya yaitu ketaatan dan kerelaan melayani Tuhan dengan sungguh tanpa mengharapkan pamrih. Sudahkah kita mempunyai hati seorang hamba dalam melayani Tuhan?
Setiap orang Kristen pasti ingin yang terbaik demi untuk mengembangkan tubuh Kristus namun di dalam setiap pemikiran pasti ada perbedaan tapi biarlah perbedaan itu tidak memecah belah tapi justru mempersatukan demi untuk kemuliaan namaNya. Itulah sebabnya, kita memegang prinsip: mereka yang mempunyai usul demi untuk pengembangan pelayanan maka dia yang harus menjalankannya terlebih dahulu. Apakah motivasi kita melayani untuk kemuliaan Tuhan atau kemuliaan diri? Hati-hati pada akhir jaman ini akan ada banyak nabi-nabi palsu yang bernubuat, mengusir setan dan mengadakan mujizat demi nama Tuhan namun sesungguhnya itu semua hanya demi untuk kemuliaan diri sendiri. Dari buahnyalah kita dapat membedakan yang asli dan yang palsu. Nabi yang sejati yaitu dia yang melakukan kehendak Bapa di sorga.
Di tengah jaman yang sedang bergolak ini, hendaklah kita menjadi terang dan garam sehingga tidak mempermalukan nama Tuhan. Jangan memakai nama Tuhan atau berkedok melayani tapi sesungguhnya pelayanan itu dilakukan demi kemegahan diri. Hari ini banyak orang yang sepertinya melayani namun sesungguhnya dia sedang berbisnis, ingin mendapat keuntungan dari pelayanan. Dunia selalu berupaya mencemari Kekristenan lalu bagaimana kita menyaring segala macam bentuk ajaran sehingga pelayanan kita tetap kudus di hadapan Tuhan? Hanya dengan Firman Tuhan. Hendaklah masing-masing kita mengoreksi setiap motivasi pelayanan, apakah kita melakukannya untuk Tuhan atau untuk diri? Kalau kita mempunyai motivasi yang benar dalam pelayanan, kita akan merasakan sukacita dan indahnya pimpinan Tuhan. Biarlah kita dipakai menjadi alatNya dan menjadi berkat bagi dunia. Amin.

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)
Sumber :