15 November 2009

DUA KISAH PENCIPTAAN? (Ev. Yakub Tri Handoko, Th.M.)

DUA KISAH PENCIPTAAN?
(Kejadian 1 dan 2
)


oleh: Ev. Yakub Tri Handoko, Th.M.





Pembacaan sekilas terhadap Kejadian 1 dan 2 kadangkala menimbulkan kesan adanya dua kisah penciptaan yang berbeda. Kesan ini akan semakin jelas bagi mereka yang terbiasa membaca kisah-kisah Alkitab secara kronologis (menurut urutan waktu). Kalau ada dua kisah penciptaan di pasal 1 dan 2 berarti kisah di pasal 2 merupakan kelanjutan dari kisah di pasal 1. Dengan demikian, dua kisah penciptaan ini pasti berbeda.

Ada beberapa pertanyaan yang biasanya muncul sehubungan dengan hal ini. Apakah penciptaan binatang di 2:19 sama dengan di 1:24-25? Apakah penciptaan manusia di dua pasal ini juga sama? Seandainya sama, apakah maksud penulis kitab Kejadian menceritakan lagi kisah penciptaan di pasal 2?

Pertanyaan pertama sehubungan dengan penciptaan binatang akan dibahas tersendiri di bagian selanjutnya. Dalam bagian ini kita hanya akan membahas apakah dua kisah penciptaan manusia di dua pasal pertama kitab Kejadian ini berbeda. Kita juga akan menyelidiki tujuan pemaparan kisah penciptaan di pasal 2.

Sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, kita sebaiknya memiliki pemahaman sedikit tentang pembagian ayat, perikop maupun pasal dalam Alkitab. Dalam naskah asli Alkitab (autografa) dipastikan tidak ada pembagian semacam ini. Hal ini terlihat dari berbagai salinan Alkitab kuno yang tidak memakai pembagian ayat, perikop maupun pasal. Pembagian seperti ini merupakan usaha para editor dan penerjemah modern untuk membantu pembaca memahami inti dari suatu teks.

Sehubungan dengan Kejadian 1 dan 2, kita perlu memahami lebih dahulu kapan kisah penciptaan berakhir. Pembacaan yang teliti akan membawa kita pada kesimpulan bahwa kisah penciptaan alam semesta berakhir di Kejadian 2:4a. Ada beberapa hal yang mendukung hal kesimpulan ini. Pertama, Kejadian 2:4a “demikianlah riwayat langit dan bumi pada waktu diciptakan” sangat sesuai untuk menutup suatu bagian tertentu. Kedua, rujukan tentang urutan hari di Kejadian 2:1-4a (hari ke-7) menunjukkan bahwa bagian ini masih terkait dengan kisah penciptaan di hari ke-1 sampai ke-6.

Seandainya kisah penciptaan alam semesta diakhiri di pasal 2:4a, maka bagian selanjutnya dimulai dari ayat 4b sampai 25. Pembagian seperti ini akan semakin menolong kita untuk menemukan inti kisah penciptaan di pasal 2:4b-25, yaitu penciptaan manusia (laki-laki dan perempuan). Hal ini terlihat dari cara Musa menempatkan manusia sebagai tokoh utama di Kejadian 2:4-25. Kisah penciptaan di Kejadian 2:4 langsung dimulai dengan penciptaan manusia. Ciptaan lain (terang, cakrawala, benda-benda penerang, dll.) bahkan tidak disinggung sama sekali. Tumbuhan (2:9, 15, 17) dan binatang (2:19-20) disebut dalam kisah ini hanya dalam kaitan dengan kisah penciptaan manusia.

Selanjutnya kita perlu mengetahui bahwa kisah penciptaan manusia di bagian ini merupakan penjelasan detail tentang apa yang sudah disinggung secara umum di pasal 1:26-30. Ada baiknya kita menyelidiki hal ini dalam bentuk tabel supaya terlihat lebih jelas.
Pasal 1:26-30
Pasal 2:4b-25
Penekanan pada kejamakan jenis kelamin manusia, dibandingkan dengan penciptaan binatang yang hanya disebutkan “menurut jenisnya” (tanpa menyebut adanya perbedaan jenis kelamin di antara binatang)
Penjelasan tentang bagaimana keberadaan perempuan merupakan hal yang penting. Di ayat 18 Allah berkata “Tidak baik manusia [laki-laki] seorang diri saja”
Penekanan pada kejamakan yang tunggal antara laki-laki dan perempuan. Ayat 27 mencatat “Maka Allah menciptakan manusia itu [tunggal] menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia [tunggal]; laki-laki dan perempuan [jamak] diciptakan-Nya mereka [jamak]”
Penjelasan detail tentang bagaimana laki-laki dan perempuan benar-benar memiliki kesatuan: perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki (ay. 21-22), mereka harus menjadi satu daging (ay. 23-24)
Pemberitahuan bahwa makanan manusia adalah dari berbagai tumbuh-tumbuhan berbiji (ayat 29)
Penjelasan konkret bahwa letak tumbuh-tumbuhan berbiji tersebut mula-mula terbatas pada yang terdapat di Taman Eden

Cara pemaparan suatu kisah kuno dari kisah yang umum ke kisah khusus yang lebih spesifik bukanlah sesuatu yang asing. Seorang teolog yang bernama Kenneth Kitchen berhasil menemukan cara penulisan yang sangat mirip dengan Kejadian 1 dan 2, yaitu dalam sebuah prasasti Mesir. Dalam kisah kuno ini diceritakan tentang bangsa-bangsa yang ditaklukkan dewa Haldi. Selanjutnya, kemenangan ini diulang lagi dalam bentuk yang lebih spesifik untuk menunjukkan bahwa kemenangan diraih pada saat pemerintahan Raja Urartu.

Lalu, apakah tujuan Musa menuliskan ulang penciptaan manusia? Pertanyaan ini bisa dijawab dalam dua sisi. Pertama, dari sisi teologis. Apa yang dicatat di Kejadian 2:4b-25 merupakan sebuah konsep penciptaan manusia yang unik menurut ukuran waktu itu. Beberapa tulisan kuno, misalnya Epic Gilgamesh, menceritakan bahwa dewa membentuk manusia dari tanah. Perbedaan hakiki dengan kisah Kejadian terletak pada seberapa jauh perpaduan antara unsur insani dan ilahi dalam diri manusia. Orang Babel kuno, dalam tulisan Atrahasis Epic, menganggap manusia diciptakan dari campuran tanah liat dan darah dewa. Orang Mesir percaya bahwa manusia diciptakan dari tanah dan air mata dewa serta memiliki jiwa seperti para dewa. Tulisan Instructions of Merikare memang mencatat pemberian nafas dewa ke manusia, tetapi kisah keseluruhan dalam tulisan ini tetap menunjukkan adanya unsur atau natur ilahi dalam diri manusia.

Sebagai kontras terhadap berbagai catatan kuno di atas, Kejadian 2:4b-25 mengajarkan bahwa meskipun manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (Kej. 1:26-27) serta menjadi mahkota ciptaan (Kej. 1:28), namun mereka bukanlah makhluk ilahi. Mereka diciptakan dari debu tanah (Kej. 2:7). Manusia memang berasal dari Allah, tetapi itu hanya sebatas Allah sebagai pemberi kehidupan. Manusia tidak bersifat ilahi maupun mewarisi hakekat keilahian. Pendeknya, ada jurang yang sangat dalam antara manusia sebagai ciptaan dengan Allah sebagai pencipta.

Kedua, dari sisi sastra. Kisah di pasal 2:4b-25 merupakan kelanjutan yang logis dari pasal 1. Karena pasal 1 diakhiri dengan penciptaan manusia, maka sangat wajar apabila bagian selanjutnya memberikan penjelasan detail tentang bagian terakhir dari kisah penciptaan di pasal 1. Selain itu, keberadaan pasal 2 merupakan sebuah pengantar yang mutlak ada bagi pasal 3. Tanpa pasal 2, kita tidak mungkin bisa memahami apa yang terjadi di pasal 3. Seandainya kitab Kejadian tidak memiliki pasal 2, kita pasti bertanya-tanya mengapa manusia dianggap bersalah pada waktu memakan buah pengetahuan yang baik dan jahat (bdk. Kej. 2:16-17 dan 3:11). Kita juga pasti bertanya mengapa manusia tiba-tiba berada di sebuah taman yang indah dan setelah itu mereka dibuang dari sana.



Sumber:
http://www.gkri-exodus.org/page.php?FAQ-Dua_Penciptaan?



Profil Ev. Yakub Tri Handoko, Th.M.:
Ev. Yakub Tri Handoko, M.A., Th.M., yang lahir di Semarang, 23 November 1974, adalah gembala sidang Gereja Kristus Rahmani Indonesia (GKRI) Exodus, Surabaya (www.gkri-exodus.org) dan dosen di Institut Theologi Abdiel Indonesia (ITHASIA) Pacet serta dosen tetap di Sekolah Theologi Awam Reformed (STAR) dari GKRI Exodus, Surabaya. Beliau menyelesaikan studi Sarjana Theologi (S.Th.) di Sekolah Tinggi Alkitab Surabaya (STAS); Master of Arts (M.A.) in Theological Studies di International Center for Theological Studies (ICTS), Pacet–Mojokerto; dan Master of Theology (Th.M.) di International Theological Seminary, U.S.A. Mulai tahun 2007, beliau sedang mengambil program gelar Doctor of Philosophy (Ph.D.) part time di Evangelische Theologische Faculteit (ETF), Leuven–Belgia.
Editor dan Pengoreksi: Denny Teguh Sutandio.

Eksposisi 1 Korintus 1:2 (Ev. Yakub Tri Handoko, Th.M.)

EKSPOSISI 1 KORINTUS 1:2

oleh: Ev. Yakub Tri Handoko, Th.M.



Nats: 1 Korintus 1:2



Setelah Paulus menjelaskan identitas dirinya sebagai penulis (ay. 1), sekarang dia memberikan penjelasan tentang identitas penerima suratnya (ay. 2). Seperti penjelasan sebelumnya, penjelasan di ayat 2 juga dipilih Paulus sedemikian rupa sehingga berhubungan dengan isi surat yang akan disampaikannya. Dengan kata lain, ayat 1-2 merupakan pembuka surat yang sekaligus berfungsi untuk mempersiapkan pembaca pada isi surat secara keseluruhan.


Gereja Allah di Korintus (ay. 2a)
Sekilas kita mungkin menganggap diskripsi ini sebagai sesuatu yang biasa saja. Penyelidikan yang lebih teliti menunjukkan bahwa Paulus memiliki maksud tertentu mengapa dia memakai penjelasan seperti ini. Dalam dua suratnya sebelum surat 1 Korintus Paulus memakai diskripsi “jemaat Tesalonika dalam Allah” (the church of the Thessaloniansin God, 1Tes. 1:2; 2Tes. 1:1). Dalam 1 Korintus 1:2 Paulus memilih “jemaat Allah di Korintus” (the church of God in Corinth, lihat juga 2Kor. 1:1). Ungkapan ini sangat mungkin berasal dari konsep “jemaat Allah” di Perjanjian Lama (Bil. 16:3; 20:4; Ul. 4:10; 23:1; 1Taw. 28:8).

Melalui diskripsi “jemaat Allah” Paulus ingin menyatakan bahwa jemaat di Korintus adalah milik Allah. Hal ini memang perlu ditegaskan Paulus karena mereka sering kali berpikir bahwa mereka milik rasul tertentu (1:12), padahal rasul-rasul itu hanyalah para pekerja saja (3:5-7). Ibarat sebuah bangunan, para rasul hanyalah pekerjanya, sedangkan pemilik bangunan adalah Allah (3:9). Semua adalah milik Allah (3:21-23).


Yang Dikuduskan Dalam Kristus Yesus (ay. 2b)
Paulus selanjutnya menyatakan bahwa jemaat Korintus dikuduskan dalam Kristus Yesus. Kata “dikuduskan” (hagiasmenois) di ayat memakai perfect tense yang menunjukkan aktivitas yang sudah terjadi di masa lampau tetapi hasilnya masih ada sampai sekarang. Melalui penggunaan tense ini Paulus ingin mengingatkan jemaat Korintus bahwa pengudusan yang dilakukan Kristus di atas kayu salib bukanlah sesuatu yang tidak berdampak langsung atau dimaksudkan sebagai akhir dari sebuah proses pengudusan. Pengudusan adalah sebuah proses terus-menerus. Penebusan harus berujung pada pengudusan (Ef. 1:4; 1Tes. 4:3).

Penegasan seperti ini perlu dilakukan oleh Paulus, karena jemaat Korintus memiliki konsep tentang spiritualitas yang salah. Mereka lebih menyukai hal-hal yang tampak spektakuler. Mereka melihat orang yang memiliki karunia bahasa roh sebagai orang yang rohani (ps. 12-14). Mereka menyukai berbagai penglihatan yang sebenarnya sering kali menyesatkan (2Kor. 11-12). Di tengah situasi seperti ini Paulus menyatakan bahwa yang paling penting adalah kekudusan hidup. Buah Roh (Gal. 5:21-22) lebih penting daripada karunia roh (1Kor. 12:1-11).


Yang Dipanggil Sebagai Orang-orang Kudus (ay. 2c)
Sekilas penjelasan ini tampak seperti pengulangan yang tidak diperlukan. Ternyata, Paulus memiliki maksud lain dengan memilih ungkapan ini. Ungkapan yang secara hurufiah berarti “terpanggil sebagai [orang-orang] kudus” (klhtois {agiois) ini bersumber dari Keluaran 19:5-6 (bdk. 1Ptr. 2:9). Dalam Perjanjian Lama maupun berbagai tulisan Yahudi lain, ungkapan “umat yang kudus” menyiratkan eksistensi sebuah umat yang telah ditebus dan harus memiliki perbedaan hidup dengan bangsa kafir. Perbedaan ini bahkan sampai mencakup makanan yang boleh dan dilarang untuk dimakan (Im. 11, terutama ay. 45). Jadi, ungkapan “terpanggil sebagai orang-orang kudus” merujuk pada status khusus yang dimiliki jemaat Korintus di antara orang-orang kafir, sedangkan ungkapan “dikuduskan dalam Kristus Yesus” lebih terfokus pada prosesnya.

Jemaat Korintus perlu menyadari bahwa mereka adalah umat Allah yang telah ditebus dengan darah-Nya sendiri (bdk. Kis 20:28 “his own blood”, KJV/ASV/NIV/NASB). Sebagai jemaat (ekklhsia) Allah, mereka harus membedakan diri dengan ekklhsia sekuler. Mengapa Paulus perlu menegaskan hal ini? Karena jemaat Korintus menunjukkan gaya hidup yang tidak berbeda dengan kumpulan orang kafir lainnya. Mereka berpola hidup duniawi, misalnya sering berseteru (3:3-4), hidup amoral (5:11), mencari keadilan pada orang dunia (6:1-2).


Bagian dari Gereja Universal (ay. 2d)
Surat 1 Korintus tidak ditujukan pada setiap gereja di seluruh dunia, karena isu yang dibahas sangat berkaitan dengan situasi khusus yang dihadapi jemaat Korintus. Pertanyaannya adalah mengapa Paulus perlu menyertakan ungkapan “dengan semua orang di segala tempat yang berseru kepada Tuhan Yesus”? Mengapa dia perlu menegaskan bahwa Tuhan Yesus adalah “Tuhan mereka dan Tuhan kita”? Bukankah bagi kita ungkapan seperti ini tampaknya sangat janggal?

Paulus ternyata memiliki maksud khusus dengan ungkapan yang dia pakai. Dia memang sengaja menekankan hal ini untuk menunjukkan bahwa jemaat Korintus adalah hanyalah bagian kecil dari gereja universal yang sangat besar. Sebagai potongan puzzle kecil di dalam gambar yang sangat besar, jemaat Korintus seharusnya memahami kesamaan esensial antara mereka dengan jemaat yang lain. Mereka tidak boleh merasa diri lebih baik atau hebat dibandingkan jemaat-jemaat yang lain. Mereka tidak boleh memandang diri mereka begitu unik atau istimewa.

Pemahaman seperti itu sangat relevan dengan situasi dalam jemaat Korintus. Beberapa teks menunjukkan bahwa mereka telah terjebak pada “eksklusivitas Kristen” yang salah. Ketika mereka mempertanyakan hidup dan ajaran Palus, Paulus menegaskan bahwa ajaran yang dia sampaikan kepada jemaat Korintus adalah ajaran yang sama yang dia beritakan di mana-mana (4:17). Ketika jemaat Korintus menganggap bahwa aturan ibadah bukanlah hal yang penting, Paulus membantah dengan mengatakan bahwa apa yang mereka lakukan tidak pernah dijumpai dalam ibadah orang Kristen lainnya (11:16). Ketika jemaat Korintus merasa diri memiliki “pengetahuan”, Paulus melontarkan pertanyaan sindiran yang tajam untuk menegur mereka bahwa firman Tuhan tidak dimulai dari mereka dan bukan hanya mereka saja yang layak menerima firman itu (14:33, 36). Ketika mereka lebih mempercayai filsafat dunia yang menolak kebangkitan orang mati (15:12), Paulus menyatakan bahwa kebangkitan Kristus adalah ajaran dalam tradisi Kristen mula-mula (15:1-3).

Eksklusivitas jemaat Korintus merupakan sebuah ironi. Mereka seharusnya memiliki pola hidup yang berbeda dengan dunia, mereka justru menjadi sama dengan dunia. Mereka seharusnya sama dengan jemaat-jeaat lain, ternyata mereka malah memiliki pandangan dan gaya hidup yang berbeda.

Paulus mungkin memiliki maksud lain ketika dia menegaskan bahwa jemaat Korintus adalah bagian dari gereja universal. Dia sangat mungkin memaksudkan hal ini sebagai pengantar bagi nasehatnya kepada jemaat Korintus untuk membantu orang-orang kudus di Yerusalem (bdk. 1Kor. 16; 2Kor. 8). Dengan kesadaran bahwa sebuah gereja lokal adalah bagian dari gereja universal, maka gereja tersebut dimotivasi untuk saling berbagi dan menguatkan.


Sumber:
Mimbar GKRI Exodus, 12 Agustus 2007

Resensi Buku-83: KARIER: Panggilan atau Pilihan? (Prof. Lee Hardy, Ph.D.)

...Dapatkan segera...
Buku
THE FABRIC OF THIS WORLD
(KARIER: Panggilan atau Pilihan?)


oleh: Prof. Lee Hardy, Ph.D.

Penerbit: Yayasan Pancar Pijar Alkitab, 2009

Penerjemah: Ev. Paul Santoso Hidayat, M.Th.





Deskripsi dari Denny Teguh Sutandio:
Dunia berdosa mengajar kita untuk memisahkan hal religius dengan hal “sekuler”. Hal religius berurusan dengan hal pribadi dan tidak boleh bersentuhan dengan hal-hal “sekuler.” Tidak heran muncul suatu pernyataan dari seorang dosen “Kristen” yaitu, “Agama dan sains tidak ada hubungannya.” Filsafat dualisme yang diimpor dari Plato ini sudah, sedang, dan terus akan meracuni Kekristenan. Dan akibatnya Kekristenan pelan namun pasti akan merosot menjadi salah satu agama yang tidak ada bedanya dengan agama lain yang humanis atheis. Benarkah hal religius dan “sekuler” tidak ada hubungannya? Jika “benar”, maka sungguh sangat disayangkan orang yang berkata demikian, karena orang ini meskipun beragama ternyata pada “Allah” yang terkotak pada urusan agama/rohani dan tidak pada urusan politik, pendidikan, dll. Konsep ini jelas DITENTANG oleh Alkitab, karena Alkitab TIDAK mengajar pemisahan dua hal tersebut. Tuhan Yesus mengajar kita untuk menjadi garam dan terang dunia (Mat. 5:13-16). Dengan kata lain, Ia mengajar kita untuk menjadi berkat dan pembawa terang kebenaran dan kasih Kristus ke tengah dunia berdosa. Bagaimana caranya? Dengan cara menjalankan mandat budaya, yaitu menebus budaya kita yang berdosa ini dan menaklukkannya di bawah Kristus sebagai Pusat Kebenaran.

Salah satu cara menjalankan mandat budaya ini adalah dengan mengintegrasikan Kekristenan dengan semua bidang kehidupan, termasuk pekerjaan/karier. Kekristenan yang beres yang bersumber dari Alkitab mengajar kita bahwa Allah memanggil kita bukan hanya menjadi umat pilihan-Nya, tetapi juga menjadi berkat bagi sesama melalui talenta yang Ia anugerahkan kepada kita. Oleh karena itulah, kita bisa menjadi berkat bagi sesama melalui talenta kita yaitu melalui karier kita. Melalui pekerjaan kita, Tuhan memanggil kita untuk memuliakan-Nya. Itulah tesis dari Prof. Lee Hardy, Ph.D. di dalam bukunya KARIER: Panggilan atau Pilihan? Melalui tesis ini, Dr. Hardy menguraikan tentang karier ini ke dalam dua hal: konsep dan aplikasi. Secara konsep, Dr. Hardy memaparkan sejarah dari orang-orang zaman dahulu memandang karier dan sejarah para reformator gereja memandang karier. Secara aplikasi, Dr. Hardy memaparkan bagaimana orang Kristen menggenapkan panggilan Allah di dalam kerja: memilih jenis pekerjaan, tempat kerja, dll. Kemudian di bab terakhir (Bab 4), Dr. Hardy memaparkan beragam teori manajemen dan tinjauan kritisnya. Di akhir buku ini, ditambahkan Diskusi untuk mereview buku ini dari Bab 1 s/d 4 sebagai bahan refleksi bagi kita. Biarlah buku ini boleh menyadarkan dan mencerahkan kita bahwa karier pun ada di dalam pemeliharaan dan panggilan Allah bagi kita sebagai umat-Nya.






Profil Dr. Lee Hardy:
Prof. Lee Hardy, Ph.D. adalah Adjunct Professor of Philosophical Theology di Calvin Theological Seminary, U.S.A. Beliau menyelesaikan studi Bachelor of Arts (B.A.) di Trinity Christian College pada tahun 1976; Master of Arts (M.A.) di Dusquesne University pada tahun 1979; M.A. di University of Pittsburgh pada tahun 1981; dan Doctor of Philosophy (Ph.D.) di Dusquesne University pada tahun 1987. Bukunya yang pertama ini (The Fabric of This World) diterjemahkan ke dalam bahasa Prancis, Spanyol, dan Mandarin. Beliau menikah dengan Judy dan mereka memiliki 4 anak. Lee dan keluarganya adalah anggota Eastern Avenue Christian Reformed Church di Grand Rapids, Michigan, U.S.A.

Roma 16:16: KASIH, KESATUAN, DAN PERSEKUTUAN DI DALAM TUBUH KRISTUS: Pendahuluan

Seri Eksposisi Surat Roma:
Penutup-14


Kasih, Kesatuan, dan Persekutuan Di Dalam Tubuh Kristus: Pendahuluan

oleh: Denny Teguh Sutandio



Nats: Roma 16:16



Setelah memberi salam kepada orang-orang di ayat 1 s/d 15, maka di ayat 16, Paulus mengatakan, “Bersalam-salamlah kamu dengan cium kudus. Salam kepada kamu dari semua jemaat Kristus.” Ayat ini merupakan pendahuluan tentang konsep kasih, kesatuan, dan persekutuan di dalam tubuh Kristus yang akan dijelaskan pada ayat 17-20. Kata “bersalam-salamlah” di dalam terjemahan Inggris menggunakan beragam kata yang intinya bermakna sama. Analytical-Literal Translation (ALT), English Majority Text Version (EMTV), English Standard Version (ESV), God’s Word, International Standard Version (ISV), Literal Translation of the Holy Bible (LITV), Modern King James Version (MKJV), dan New International Version (NIV) menggunakan kata greet (=memberi salam/menyambut). Sedangkan Bishops’ Bible 1568, 1889 Darby Bible, King James Version (KJV), James Murdock New Testament, Revised Version (RV), 1833 Webster Bible, 1912 Weymouth New Testament (WNT), dan 1898 Young’s Literal Translation (YLT) menggunakan kata salute (=menyalami/memberi hormat). Terjemahan Indonesia dari teks Yunani adalah bersalam-salamlah (Hasan Sutanto, 2003, hlm. 880). Uniknya, kata ini di dalam struktur teks Yunaninya adalah sebuah bentuk perintah (imperative). Berarti Paulus memerintahkan jemaat Roma untuk saling bersalam-salaman. Uniknya lagi, cara bersalaman ini adalah dengan cium kudus. Terjemahan Inggrisnya: holy kiss (ciuman kudus). Kata kiss ini di dalam bahasa Yunaninya philēma dan kata Yunani ini diambil dari phileō yang berarti kasih persahabatan. Dengan kata lain, cium kudus ini bukan seperti yang sering disalahartikan, yaitu cium yang didasari oleh nafsu birahi, tetapi ciuman ini adalah ciuman kudus yang didasarkan pada kasih persahabatan. Nelsonn’s Compact Series Compact Bible Commentary menafsirkan bahwa ciuman kudus ini adalah ciuman di pipi merupakan simbol dari kasih dan kesatuan (unity) di dalam jemaat mula-mula (hlm. 802). Tidak heran, cium kudus ini ditemukan juga di dalam 1 Korintus 16:20; 2 Korintus 13:12; 1 Tesalonika 5:26; dan 1 Petrus 5:14. Kata Yunani yang dipakai di dalam empat bagian Alkitab ini sama dengan yang dipakai di Roma 16:16.

Dari studi ini, kita belajar betapa hangatnya kasih persaudaraan di antara tubuh Kristus pada waktu tersebut. Bahkan kasih yang hangat itu ditunjukkan dengan ciuman kudus yang melambangkan kasih dan kesatuan. Hal ini patut menjadi contoh dan teladan bagi gereja Kristen zaman ini. Yang kita teladani bukan tradisi ciuman kudusnya, tetapi esensi di balik cium kudus tersebut, yaitu adanya kasih dan kesatuan. Gereja Kristen zaman sekarang terpecah-pecah dan yang lebih parahnya saling menyerang doktrin yang sekunder. Jika kita melihat ke belakang ke zaman gereja mula-mula, hal tersebut tidak separah gereja zaman sekarang. Pada waktu gereja mula-mula berdiri, para jemaat saling mengasihi dan bersatu di dalam Firman. Namun gereja zaman sekarang tidak ada kasih mesra seperti demikian, karena masing-masing jemaat sibuk dengan urusannya sendiri. Dan yang lebih parah, Firman Tuhan pun diabaikan, kecuali pada hari Minggu saja. Tidak heran, gereja zaman sekarang makin terpecah dan menjauh dari Firman. Keperbedaan itu tidak menjadi masalah, selama perbedaan itu didasarkan pada prinsip Firman Tuhan yang jelas. Kalau gereja terpecah hanya untuk urusan-urusan remeh dan sekunder, misalnya hanya gara-gara masalah uang, dll, gereja seperti demikian patut bertobat! Mari kita belajar dari teguran Paulus di ayat 16 ini. Memang secara konteks yaitu antara gereja mula-mula dengan gereja zaman sekarang itu berbeda, yaitu pada waktu gereja mula-mula, para rasul Kristus masih hidup (sehingga para jemaat mula-mula mendengar pengajaran langsung dari mereka), sedangkan pada masa gereja zaman sekarang, para rasul sudah meninggal. Namun meskipun ada perbedaan konteks, inti yang mau disampaikan Paulus harus kita renungkan baik-baik. Masih adakah kasih mesra di antara tubuh Kristus? Ataukah hanya karena perbedaan doktrin sekunder, kita sudah seperti kebakaran jenggot dan menghina tubuh Kristus lainnya sebagai sesat?

Bukan hanya kasih dan kesatuan di dalam tubuh Kristus, Paulus juga menunjukkan unsur persekutuan di dalam tubuh Kristus. Di ayat 16b, ia mengajar, “Salam kepada kamu dari semua jemaat Kristus.” ESV dan ISV menerjemahkannya, “All the churches of Christ greet you.” (=Semua jemaat Kristus memberi salam kepadamu.) KJV menerjemahkannya, “The churches of Christ salute you” (=Semua jemaat Kristus menyalami/memberi hormat kepadamu.) NIV menerjemahkannya, “All the churches of Christ send greetings.” (=Semua jemaat Kristus memberi salam.) Ayat ini sedang mengajarkan bahwa Paulus mewakili semua jemaat Kristus lainnya memberi salam kepada jemaat di Roma. Dengan kata lain, ada unsur persekutuan sesama tubuh Kristus. Kasih dan kesatuan ditunjukkan dengan adanya persekutuan yang hangat. Demikian juga persekutuan harus disertai dengan kasih dan kesatuan di antara tubuh Kristus. Persekutuan itu ditandai dengan hubungan saling: saling menegur, menasihati, mengajar, menghibur, dll. Namun sayangnya, akibat trauma dengan konsep persekutuan yang ngawur, ada seorang hamba Tuhan yang “anti” dengan persekutuan. Dia mengajar bahwa persekutuan bisa seperti busa yang menggelembung di dalam minuman bersoda, namun isinya kosong. Hal itu memang benar, tetapi TIDAK berarti dengan adanya konsep persekutuan yang ngawur, maka persekutuan itu tidak penting! Itu ekstrim namanya! Trauma-isme ini harus dihilangkan. Memang kita perlu berwaspada dengan konsep persekutuan yang dunia tawarkan, namun tidak berarti kita anti terhadap persekutuan. Persekutuan yang beres dibangun di atas dasar Firman Tuhan. Dengan kata lain, saya berani menafsirkan bahwa di dalam persekutuan antar tubuh Kristus diperlukan tingkat kedewasaan rohani yang salah satu cirinya adalah kerendahan hati. Tanpa ada kerendahan hati, sesama jemaat tidak bisa saling menegur dan menasihati, padahal itu penting bagi pertumbuhan rohani antar jemaat. Namun sayangnya, di gereja-gereja yang terlalu mengajar doktrin yang muluk-muluk, tindakan saling menegur antar sesama jemaat menjadi hilang (apalagi ditambahi unsur budaya sungkan-isme ala dunia Timur). Gereja, khususnya gereja Timur, harus bertobat dari kebiasaan sungkan-isme ini dan kembali kepada Alkitab! Berdirilah teguh di atas dasar Kebenaran dan Kasih di dalam persekutuan tubuh Kristus, bukan sungkan-isme!

Bagaimana dengan kita? Setelah merenungkan satu ayat ini, adakah kita memiliki keterbukaan hati untuk saling berbagi dan mengasihi di antara tubuh Kristus? Biarlah Roh Kudus memampukan kita bertindak demikian demi hormat dan kemuliaan nama-Nya. Amin. Soli Deo Gloria.