27 February 2011

Resensi Buku-114: I KISSED DATING GOODBYE (Rev. Joshua Eugene Harris)

...Dapatkan segera...
Buku
I KISSED DATING GOODBYE:
Sebuah Perspektif Baru dalam Berpacaran dan Menjalin Hubungan


oleh: Rev. Joshua Eugene Harris

Penerbit: Immanuel, 2010

Penerjemah: Claudia Kristanti





Deskripsi singkat dari Denny Teguh Sutandio:
Berkencan (dating) adalah sebuah istilah yang sering dilakukan oleh banyak generasi muda zaman sekarang. Maksud berkencan adalah mengajak seorang gadis untuk pergi keluar berdua untuk bersenang-senang. Berkencan bahkan bisa menjerumuskan seseorang kepada hubungan seks yang liar, karena berkencan adalah suatu tindakan tanpa komitmen. Itulah yang dialami oleh Rev. Joshua E. Harris dahulu ketika beliau muda (meskipun beliau tidak sampai berhubungan seks). Namun Tuhan menyadarkannya akan bahaya berkencan dan beliau akhirnya menghentikan kebiasaan berkencan tersebut. Tuhan juga menyadarkannya akan banyaknya bahaya berkencan dan itu dipaparkannya dalam bukunya ini I Kissed Dating Goodbye. Ketika beliau menghentikan kebiasaan berkencan, waktu jomblonya dipakai untuk melayani Allah. Selain itu, beliau memaparkan bahwa waktu jomblo sebenarnya bisa dipakai untuk mempersiapkan diri para pemuda untuk nantinya menjalani pernikahan dengan lebih siap dan dewasa baik rohani dan karakter. Tak diduga, Tuhan akhirnya membuka jalan bagi Rev. Harris untuk menemukan pasangan hidupnya ketika beliau melayani di gereja, yaitu Shannon yang kemudian dinikahinya. Buku ini selain berisi banyak doktrin penting tentang berpacaran dan menjalin hubungan juga diisi dengan kesaksian pribadi Rev. Joshua E. Harris dan teman-teman beliau.





Rekomendasi:
“Bravissimo! Saya angkat topi atas keterusterangan, gairah, dan keberanian yang diberikan oleh Tuhan, serta kecakapannya untuk mengungkapkan pesan yang sangat dibutuhkan.”
Elisabeth Elliot

“Saya kira, saya belum pernah membaca buku yang penulisnya lebih jujur dan lebih riil.”
Rebecca St. James





Profil Rev. Joshua E. Harris:
Rev. Joshua Eugene Harris lahir pada tahun 1974 di Dayton, Ohio, U.S.A. dari orangtua: Gregg dan Sono Harris. Sejak tahun 2004, beliau menjadi Senior Pastor di Covenant Life Church (www.covlife.org), Gaithersburg, Maryland, U.S.A. Beliau juga adalah anggota dari Council on Biblical Manhood and Womanhood (CBMW) bersama Rev. John S. Piper, D.Theol., dkk. Beliau juga anggota dari the council of The Gospel Coalition. Pada tahun 1998, beliau menikah dengan Shannon dan dikaruniai 3 orang anak. Untuk memperoleh informasi tentang pekerjaan pelayanan Joshua, khotbah online, dan kisah-kisah dari para pembaca, kunjungilah website: www.joshharris.com.

ADA APA DI BALIK PELATIHAN MOTIVASI? (Denny Teguh Sutandio)

ADA APA DI BALIK PELATIHAN MOTIVASI?
Sebuah Tinjauan Kritis Iman Kristen Terhadap Gejala Pelatihan Motivasi


oleh: Denny Teguh Sutandio



“Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus.”
(Kol. 2:8)




Orang Kristen adalah orang yang mengikut Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya. Sebagai pengikut Kristus, orang Kristen tentu mengarahkan hati dan seluruh hidupnya hanya pada Kristus SAJA. Untuk itulah, Paulus mengingatkan kembali jemaat Kolose dan kita agar hidup kita tetap di dalam Kristus, berakar di dalam-Nya, dibangun di atas-Nya, dan tidak lupa untuk bersyukur (Kol. 2:6-7). Setelah itu, ia mengingatkan kita agar kita tidak mudah ditawan oleh berbagai filsafat dan tradisi manusia berdosa yang melawan Kristus. Di sini, Paulus mengingatkan kita bahwa hidup di dalam Kristus berarti menundukkan segala sesuatu dari hati, pikiran, perkataan, tindakan kepada Kristus dan Alkitab dan MENOLAK semua ajaran dunia yang melawan Kristus (bdk. Rm. 12:2)!

Jika menurut konteks, ajaran yang dimaksud Paulus adalah filsafat Yunani yang beredar waktu itu dan tidak menutup kemungkinan tradisi Yudaisme yang membelenggu, maka ajaran yang sedang merusak zaman kita sekarang adalah Gerakan Zaman Baru (New Age Movement). Gerakan Zaman Baru merupakan sebuah gerakan yang beride gabungan antara filsafat Barat dan filsafat Timur (monisme, pantheisme, Hinduisme dan Buddhisme, mistisisme Oriental, dll). Di dalam gerakan ini, diajarkan bahwa di dalam diri manusia ada sesuatu raksasa yang sedang tidur yang harus dibangkitkan kembali. Di dalam filsafat pantheisme yang mengajarkan bahwa segala sesuatu adalah “allah”, itu dikenal sebagai little gods (ilah-ilah kecil). Paham ini menyebar di berbagai bidang, mulai dari pengobatan, olahraga, bisnis, agama, bahkan dalam dunia Kekristenan. Penyebaran paling cepat paham ini adalah melalui pelatihan motivasi. Di dalam pelatihan yang selalu menguras duit yang cukup besar dari para pendaftar ini diajarkan tips-tips untuk membangun semangat orang untuk menjadi kaya, sukses, dll. Oleh karena itu, tentu diperlukan suatu ajaran yang berpusat pada diri dengan mengindoktrinasi mereka bahwa mereka hebat dan ada kekuatan raksasa di dalam diri mereka yang lagi tidur yang harus mereka bangunkan. Selain itu, mereka juga mengindoktrinasi para pendengarnya bahwa setiap mereka harus sukses dan kaya (materialisme). Bahkan jika motivator “Kristen” akan menambahinya dengan ayat-ayat Alkitab (yang tentu saja TIDAK memperhatikan prinsip penafsiran Alkitab yang ketat) untuk mendukung teori mereka. Dengan kata lain, ciri-ciri khas (eksplisit maupun implisit) para pelatih motivasi adalah: humanisme atheis (=berpusat pada diri manusia/antroposentris), Pantheisme (manusia adalah “allah”), menipu realitas, dan materialisme (manusia harus kaya, sukses, dll). Tidak heran, pelatihan motivasi ini sangat digandrungi oleh beberapa gereja “Kristen” yang menganut ajaran (“theologi”) kemakmuran.

Perhatikan perkataan dan slogan mereka ini. Seorang motivator yang terkenal dengan slogan motivasinya, “Dahsyat” yang juga pernah diundang menjadi pembicara seminar/persekutuan businessman di salah satu gereja di Surabaya mengadakan Training for Firewalk Trainers dengan salah satu tujuannya, “Belajar Bagaimana Membuat Seseorang Menjadi Yakin Dapat Berjalan di Atas Bara Api” (http://www.dahsyat.com/events/train-for-firewalk-trainer/). Selain itu, dia juga mengadakan Seminar Life Revolution dengan maksud “Mengembangkan Kepercayaan Diri Secara Utuh, 5 Resep Sukses Anti Gagal, …, Membangunkan “Raksasa” yang Tidur” (http://www.dahsyat.com/events/life-revolution-with-firewalk-experience/)

Seorang motivator yang mengaku “Kristen” yang terkenal dengan slogannya, “Poor is Sin, Giving is Rich” di websitenya mengatakan, “Saya heran mengapa sebagian umat berpandangan lebih mudah percaya bahwa uang itu jahat, Miskin itu baik, bahkan miskin itu Kemuliaan, dibandingkan dengan rancangan Tuhan hidup berkelimpahan atas mereka (bdk. Yer. 29:11, Yoh. 10:10b, Ul. 15:4)? Apakah kita semua ini anak raja melarat? Ironis sekali iman ini. Saya tidak percaya Tuhan menebus kita hanya untuk kemiskinan!” (http://www.tqpartner.com/Detailspecial-partner.php?recordID=3). Dia juga mengatakan, “Kawan katamu adalah doamu. Berhati-hatilah dengan kata-kata yang kita ucapkan. Karena katamu itulah doamu” (http://omahmaria.blogspot.com/2010/01/johan-yan-katamu-itulah-doamu.html).

Lain lagi dengan motivator yang terkenal dengan slogannya, “Success is My Right” mengatakan, “Pola pikir dan keyakinan adalah kekuatan di belakang sistem sukses yang ada di dalam diri kita. Apapun yang kita bayangkan dan kita yakini terus menerus dalam benak kita, pada akhirnya akan terwujud dalam kenyataan. Itulah hukum pikiran universal yang berlaku. Kalau kita selalu berkata: "Mana mungkin aku bisa sukses?", "Aku sulit berhasil," maka kecenderungan sikap mental seperti itu akan disusul oleh kenyataan berupa kegagalan. Sebaliknya kalau kita berkata pada diri sendiri, "Aku bisa sukses, "Aku mampu," besar kemungkinan kita akan berusaha keras dengan berbagai cara sehingga kesuksesan bisa diraih persis seperti yang diyakini dan kita pikirkan. Jadi tepat sekali ungkapan yang mengatakan YOU ARE WHAT YOU THINK. Anda adalah seperti apa yang Anda pikirkan! Mari, miliki citra diri yang sehat! Miliki keyakinan diri yang mantap! Salam sukses luar biasa!!” (http://www.andriewongso.com/artikel/aw_artikel/3808/Anda_adalah_Apa_yang_Anda_Pikirkan/)

Bagaimana iman Kristen menyoroti fenomena ini? Kita akan meninjau gejala ini sekaligus di dalamnya saya memberikan pengertian jitu tentang motivasi Kristen yang sehat menurut Alkitab.

Sisi positifnya harus diakui, beberapa motivasi mereka baik yaitu memompa semangat kerja dan hidup manusia yang malas dan juga ada beberapa konsep mereka yang baik secara umum untuk membangun mentalitas bangsa kita. Namun harus disadari motivasi dan konsep baik TIDAK berarti itu benar khususnya dari perspektif iman Kristen. Iman Kristen yang berdasarkan Alkitab jelas mengajarkan bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang dicipta segambar dan serupa dengan-Nya (Kej. 1:26-27). Ini juga merupakan dasar motivasi Kristen yang sehat berdasarkan Alkitab! Karena sebagai ciptaan-Nya, maka otomatis, manusia hanya mewarisi sifat-sifat Allah secara turunan (manusia hanya mirip Allah) dan TIDAK berarti manusia sama dengan Allah. Mengidentikkan manusia dengan Allah adalah suatu dosa besar dan itulah yang hendak diiming-imingi oleh iblis kepada manusia pertama (Kej. 3:5). Selain dosa, menyamakan manusia dengan Allah mengakibatkan rusaknya citra diri manusia, sehingga akhirnya manusia makin tak menemukan makna hidup. Tontonlah film komedi Bruce Almighty yang diperankan oleh Jim Carrey, di situ Jim Carrey diberi kekuasaan oleh “Tuhan” untuk memiliki dan melakukan segala hal, termasuk menjawab doa, dll, namun apakah Jim Carrey menjadi puas? TIDAK, justru ia menjadi kacau dan pusing (khususnya ketika ia menjawab doa banyak orang) dan terakhir, ia menginginkan agar ia kembali lagi menjadi manusia biasa! Ironis sekali.

Karena diciptakan segambar dan serupa dengan-Nya, tentu tujuan hidup manusia bukan untuk diri mereka sendiri, tetapi untuk Tuhan, seperti yang dipaparkan oleh Katekismus Singkat Westminster pasal 1 bahwa tujuan hidup manusia adalah untuk memuliakan Allah dan menikmati-Nya selama-lamanya. Iman yang berpusat pada Allah ini mengakibatkan kita menyadari bahwa apa pun yang ada pada kita adalah anugerah Allah yang harus dipertanggung jawabkan dengan pimpinan Roh Kudus demi kemuliaan-Nya saja (bdk. Rm. 11:36).

Jika hidup kita telah dipusatkan hanya kepada Allah, maka tentu saja, kita akan berusaha mengerti kehendak dan pimpinan Allah di dalam hidup kita melalui Alktiab dan pencerahan Roh Kudus secara pribadi. Allah menginginkan anak-anak-Nya hidup di dalam kehendak-Nya yang selalu baik baik bagi Allah dan umat-Nya. Sebuah ayat Alkitab yang sudah kita hafal, “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.” (Rm. 8:28) Namun perlu digarisbawahi KEBAIKAN menurut standar Allah berbeda dengan standar manusia. Manusia dunia selalu mengukur kebaikan dari apa yang tampak (fenomena) seperti kekayaan, kesuksesan, dll dan banyak orang “Kristen” yang sudah diracuni oleh ajaran kemakmuran (termasuk oleh seorang motivator “Kristen” di atas), mengidentikkan hal itu dengan “berkat Tuhan.” Benarkah sukses dan kaya identik dengan berkat Allah dan miskin diidentikkan dengan dosa? Jika memang benar demikian, bagaimana dengan Tuhan Yesus yang pernah mengatakan, “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya.” (Mat. 8:20)? Apakah Kristus yang miskin berarti Kristus itu berdosa? TIDAK. Di sinilah kegagalan cara berpikir manusia berdosa. KEBAIKAN menurut standar Allah BUKAN diukur dari segi fenomena, tetapi esensi/intinya di mana KEBAIKAN-Nya selalu berkaitan erat dengan belas kasihan, kekudusan, kebenaran, keadilan, keagungan, dan kemuliaan-Nya, sehingga dalam penderitaan mencekam pun, anak-anak-Nya tetap dapat melihat kebaikan Allah. Dengan kata lain, KEBAIKAN Allah TIDAK pernah meniadakan realitas dunia (misalnya penderitaan TIDAK dianggap tidak ada, tetapi dianggap ADA), namun KEBAIKAN Allah jauh menerobos melampaui realitas dunia dengan memberikan solusi atas realitas tersebut.

Hidup yang berpusat kepada Allah juga ditandai dengan hidup di dalam pimpinan Allah di mana kita mengizinkan Allah memimpin seluruh langkah hidup kita setiap waktu. Dengan kata lain, kita mengaitkan segala sesuatu dengan Allah, persis seperti yang diajarkan oleh Yakobus kepada kita, “Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu.” (Yak. 4:15) Iman ini jelas BERBEDA total dengan ajaran para motivator di atas yang menekankan bahwa apa yang kita pikirkan dan katakan itulah yang terjadi. Berbeda dari konsep dunia yang mengajarkan, “Di mana ada kemauan, di situ ada jalan”, maka iman Kristen mengajarkan bahwa apa pun yang kita pikirkan dan katakan, jika Tuhan TIDAK menghendakinya, itu tidak akan pernah terjadi (slogan Kristen: “Di mana ada TUHAN, di situ ada jalan terbaik.”). Meskipun kita berkata di depan cermin seperti orang gila, “Yes, yes, saya hebat dan pintar”, namun jika Tuhan TIDAK menginginkannya, maka percuma saja kata-kata kita di depan cermin itu. Di sini, kedaulatan Allah berperan penting di dalam seluruh aspek kehidupan kita (bukan hanya menguasai pikiran kita saja khususnya ketika belajar theologi)!

Secara logika, pelatihan motivasi tersebut apakah mampu membuat semua orang berhasil dengan cara-cara mereka? TIDAK! Bahkan mungkin hanya segelintir orang saja yang sukses dengan cara-cara mereka dan orang-orang itulah yang dimintai untuk memberikan testimoni di dalam pelatihan mereka, sedangkan mereka yang gagal menerapkan cara-cara mereka tentu tidak akan disuruh menulis testimoni, hehehe.

Jika demikian, bolehkah orang Kristen mengikuti pelatihan motivasi dari para motivator tersebut? Saya tidak akan menjawab BOLEH atau TIDAK BOLEH. Saya akan mengembalikan semuanya kepada motivasi setiap orang Kristen. Jika Anda adalah orang Kristen yang beres (namun kelebihan duit, hehehe) hanya ingin mendengar pengajaran dari pelatihan motivasi tersebut, silahkan saja mengikutinya, namun pesan saya: berwaspadalah! Sedangkan Anda yang termasuk orang Kristen yang beres yang lagi kekurangan duit, maka jangan menghamburkan duit untuk mengikuti seminar-seminar yang hanya memompa semangat Anda seketika tanpa dasar yang jelas! Jangan mempergunakan uang kita untuk hal-hal sampah, sebaliknya pergunakan uang kita untuk membantu pekerjaan Tuhan di tempat-tempat di mana Tuhan dipermuliakan (gereja yang bertanggungjawab, lembaga misi yang bertanggungjawab, lembaga percetakan Alkitab, persekutuan universitas yang bertanggungjawab, dll)!

Pelatihan motivasi dunia selalu dimulai dari manusia, oleh manusia, dan untuk manusia, sedangkan motivasi menurut Alkitab dibangkitkan mulai dari Allah, oleh Allah, dan bagi Allah selama-lamanya. Sebuah perbedaan mutlak yang harus kita sadari. Bagaimana respons kita? Mengikuti fenomena dunia tanpa seleksi ketat atau kembali kepada Alkitab dan menyoroti fenomena dunia dengan bijak? Biarlah Roh Kudus mendorong semangat hidup kita demi memuliakan-Nya. Amin. Soli DEO Gloria.

20 February 2011

ADA APA DI BALIK SALIB?-1: Salib dan Jawaban terhadap Realitas Penderitaan (Denny Teguh Sutandio)

Renungan Menjelang Jumat Agung 2011



ADA APA DI BALIK SALIB?-1:
Salib dan Jawaban Terhadap Realitas Penderitaan


oleh: Denny Teguh Sutandio




“Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan.”
(Yes. 53:5)

“Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan oleh-Nya, tetapi dunia tidak mengenal-Nya. Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya.”
(Yoh. 1:10-11)





Suka tidak suka, mau tidak mau, dunia kita sedang diliputi oleh berbagai peristiwa menyedihkan, mulai kematian, bencana alam, terorisme, huru-hara di Timur Tengah, dll. Tema penderitaan dan kejahatan yang merajalela di dunia ini telah menjadi tema penting yang ditanyakan oleh orang-orang dunia yang melawan Allah. Ada dua reaksi yang muncul dari dunia tentang penderitaan. Ada agama yang percaya bahwa hidup adalah penderitaan. Agama ini percaya bahwa penderitaan muncul karena adanya keinginan/nafsu, sehingga agar lepas dari penderitaan, manusia harus meniadakan keinginannya (yang jahat). Sedangkan di sisi lain, mereka yang tidak beragama langsung bertanya sinis, “Jika Allah ada, mengapa ada kejahatan?” Pertanyaan ini bahkan pernah diucapkan oleh seorang mantan penginjil, Charles Templeton (rekan pelayanan Billy Graham) yang akhirnya menjadi seorang agnostik (tidak tahu apakah Allah itu ada atau tidak), namun tetap mencintai Yesus. Templeton akhirnya tidak percaya Alkitab lagi setelah melihat dan merenungkan gambar seorang wanita miskin di Afrika yang mengharapkan hujan turun, namun hujan tidak turun juga. Dari gambar itu, ia mulai berpikir bahwa jika Allah ada, maka Ia tentu akan memberikan hujan kepada wanita ini. Ada apa sebenarnya di balik pertanyaan, “Jika Allah ada, mengapa ada kejahatan?”

Tentu mereka TIDAK akan pernah bertanya, “Jika Allah ada, mengapa ada kebaikan?”, karena mereka berpikir bahwa kebaikan itu harus ada tanpa Allah harus eksis/ada. Dengan kata lain, mereka hendak mengatakan bahwa kebaikan itu TIDAK tergantung apakah Allah itu ada atau tidak, namun fakta kejahatan dan penderitaan langsung diasosiasikan dengan keberadaan Allah. Di sinilah, kegagalan cara berpikir manusia berdosa yang sok pandai. Kegagalan kedua, mereka bisa mengatakan “kejahatan”, berarti di dalam benak mereka, ada kebaikan dan kejahatan, tolong tanya, apa standar mereka mengatakan kebaikan dan kejahatan? Apakah kebaikan dan kejahatan itu mutlak atau relatif? Jika mutlak, apa standarnya? Jika relatifnya, apakah berarti tidak ada standarnya? Jika tidak ada standarnya, pernyataannya yang mengatakan bahwa kebaikan dan kejahatan itu relatif pun JUGA tidak boleh dijadikan standar! Yang paling aneh, jika para penganut paham hukum alam (hukum karma) ditanya tentang standar baik dan jahat, mereka akan berkata hati nurani (aspek internal), tetapi hati nurani standarnya apa? Mereka berkata, standarnya lingkungan (aspek eksternal). Pertanyaan lebih lanjut, jika waktu itu hanya ada manusia pertama saja yang eksis di dunia, mungkinkah lingkungan alam yang MATI dapat membentuk sebuah hati nurani? Mereka pasti mengalami gang buntu dalam menjawab hal ini karena mereka telah membuang Allah. Kegagalan ketiga, para pencetus ide ini sebenarnya enggan percaya kepada Allah sejati karena baginya, kalau Allah itu ada, Ia harus melenyapkan semua kejahatan dan penderitaan. Kalaupun ia mau percaya kepada Allah, ia hanya mau percaya kepada “ilah” yang bisa diperintah. Bukankah ini suatu keanehan logika: percaya kepada yang “tidak terbatas” namun dibatasi oleh manusia? Jadi, yang “tidak terbatas” ini benar-benar tidak terbatas atau tidak terbatas secara semu?

Sebagai orang Kristen, kita memang harus mengakui realitas penderitaan dan Allah TIDAK selalu melenyapkan penderitaan di dunia ini. Namun, dari manakah munculnya penderitaan dan kejahatan? Lalu, benarkah anggapan para penentang Allah bahwa Allah masa bodoh dengan penderitaan dan kejahatan? Alkitab dengan jelas mengajarkan bahwa Allah menciptakan dunia ini (termasuk manusia) dan Ia mengatakan ciptaan-Nya itu sungguh amat baik (Kej. 1:31). Berarti kebaikan sejati langsung dikaitkan dengan Allah sebagai Sumbernya. Manusia ciptaan-Nya yang diperintahkan-Nya untuk menaati apa yang difirmankan-Nya malahan membangkang dan pembangkangan itulah yang disebut dosa. Dosa itulah yang mengakibatkan munculnya penderitaan dan kejahatan di dunia ini. Hal ini dapat dilihat ketika manusia pertama menyadari bahwa diri mereka telanjang, lalu mereka menyalahkan pihak lain (Adam menyalahkan Hawa dan Hawa menyalahkan ular), kemudian keturunan mereka langsung membunuh (Kain membunuh Habel—Kej. 4:1-16), dan terakhir di Kejadian 6, ketika kejahatan manusia makin merajalela, Alkitab menyatakan, “maka menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya.” (Kej. 6:6) Jika dosa mengakibatkan penderitaan dan kejahatan, apakah Allah masa bodoh dengan penderitaan dan kejahatan? TIDAK. Dari kitab Kejadian saja, kita telah melihat bahwa Allah yang mengetahui manusia jatuh ke dalam dosa langsung memberikan solusinya, “TUHAN Allah membuat pakaian dari kulit binatang untuk manusia dan untuk isterinya itu, lalu mengenakannya kepada mereka.” (Kej. 3:21) Dari sini, kita belajar bahwa Allah bukan hanya mengerti penderitaan manusia akibat dosa, tetapi juga menyediakan solusi AWAL terhadap penderitaan dengan membunuh binatang, lalu membuatkan pakaian untuk dikenakan oleh Adam dan Hawa. Selanjutnya di dalam perjalanan bangsa Israel, ketika mereka diperbudak di Mesir, Allah bukan hanya mengerti penderitaan mereka, tetapi juga membebaskan mereka dengan mengutus Musa dan Harun. Ketika bangsa Israel kelaparan dan kehausan dalam perjalanan keluar dari Mesir menuju ke Tanah Kanaan, Allah mengerti penderitaan mereka dengan menyediakan roti mana dan air. Di dalam Alkitab Perjanjian Lama saja kita telah mendapati banyak fakta tentang Allah yang bukan hanya peduli dengan penderitaan, namun juga menyelesaikannya.

Namun, manusia yang dipelihara-Nya bukan bersyukur malahan mengomel terus dengan menuding Allah sebagai sumber kejahatan! Itulah DOSA! Puji Tuhan, Allah itu Kasih dan di dalam kasih dan keadilan-Nya, Ia tidak menghukum semua manusia, namun menyelamatkan beberapa dari mereka dengan mengutus Putra Tunggal-Nya, Tuhan Yesus Kristus untuk menebus dosa-dosa mereka. Kristus itu sendiri adalah wujud langsung Allah yang bukan hanya mengerti realitas penderitaan manusia, namun mengalaminya sendiri dan menanggungnya. Mulai dari kehidupan-Nya, Alkitab sudah mencatat, “Ia tidak tampan dan semaraknyapun tidak ada sehingga kita memandang dia, dan rupapun tidak, sehingga kita menginginkannya.” (Yes. 53:2) Bahkan di dalam Yohanes 1:10-11, Yohanes mengatakan bahwa Kristus yang telah menciptakan dunia ini dan datang kepada manusia, namun tidak ada manusia yang mengenal dan menerima-Nya. Coba renungkan betapa menderitanya Pemilik dan Pencipta alam semesta yang mengunjungi dunia ini, namun TIDAK ada yang meresponi kedatangan-Nya itu. Bukan hanya tidak meresponi kedatangan-Nya, malahan banyak manusia menghina dan menghindari-Nya (Yes. 53:3a), bahkan, “ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan.” (Yes. 53:3b). Namun, Ia TIDAK membuka mulut-Nya sedikitpun untuk mengutuki mereka atau menghujat Bapa. Ketaatan Kristus kepada Bapa diakhiri dengan kematian-Nya di atas kayu salib untuk menebus dosa manusia. Dengan kata lain, salib adalah satu-satunya bukti bahwa Allah sendiri yang menanggung penderitaan terbesar umat manusia yaitu DOSA (mengutip perkataan Prof. Peter Kreeft, Ph.D. yang dikutip oleh Rev. Lee Strobel, Pembuktian akan Kebenaran Iman Kristiani, hlm. 55). Mengapa harus disalib? Karena hanya dengan disalib yang merupakan hukuman terberat pada zaman Romawi itu, darah Kristus tercurah dan “tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan.” (Ibr. 9:22)

Di dalam darah-Nya yang kudus itu, dosa-dosa manusia pilihan-Nya ditebus dan diampuni, pelanggaran-pelanggaran kita dihapus, hubungan kita dengan Allah diperdamaikan, dan kita dibenarkan di hadapan Allah, sehingga dengan penuh syukur, kita bisa berkata seperti Rasul Paulus, “Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus.” (Rm. 8:1) Penderitaan dan kejahatan terbesar umat manusia yaitu DOSA telah lunas dibayar dan diselesaikan oleh karya penebusan Kristus di kayu salib dan itulah satu-satunya bukti Allah yang sejati BUKAN Allah yang cuek dengan penderitaan dan kejahatan manusia, namun Dia adalah Allah yang benar-benar memperhatikan penderitaan manusia bahkan yang terbesar sekalipun.

Jika Allah memperhatikan dan menyelesaikan penderitaan terbesar umat manusia yaitu dosa, maka Ia juga memperhatikan dan menyelesaikan penderitaan lain umat manusia, namun cara penyelesaian-Nya TIDAK bergantung pada cara manusia yang terbatas, tetapi dengan cara Allah yang di luar pikiran manusia. Dunia selalu menginginkan cara instan untuk lepas dari penderitaan, namun Allah menggunakan cara proses (panjang) untuk menyelesaikan penderitaan. Kembali ke contoh Templeton yang melihat foto wanita Afrika yang menghendaki hujan turun, apakah menurut kita, Allah harus langsung menurunkan hujan? Bagi saya: TIDAK. Mengapa? Karena jika Allah HANYA memperhatikan kebutuhan 1 manusia saja lalu menurunkan hujan, bagaimana dengan kondisi manusia lain di negara lain yang sedang mengalami kebanjiran? Jika Allah menurunkan hujan, nanti manusia lain di negara lain yang mengalami kebanjiran tersebut juga akan mengomel, mengapa jika Allah ada, Ia tidak menghentikan hujan? Jadi, apa yang harus Allah lakukan: menurunkan atau menghentikan hujan? Manusia benar-benar membingungkan, apalagi mereka yang memuja hukum alam (hukum karma) tambah membingungkan dan aneh. Puji Tuhan, Allah sejati TIDAK pernah dibingungkan oleh manusia yang membingungkan!

Proses panjang Allah menyelesaikan penderitaan ingin mengajar kita bahwa Allah menghendaki yang terbaik bagi umat-Nya (Rm. 8:28). Bapa gereja Augustinus mengatakan, “Karena Allah adalah kebaikan yang tertinggi, Dia tidak akan mengizinkan kejahatan apa pun ada dalam karya-karya-Nya, kecuali bahwa keMahakuasaan-Nya dan kebaikan-Nya adalah sedemikian rupa sehingga memunculkan kebaikan, bahkan dari dalam kejahatan.” (seperti dikutip oleh Rev. Lee Strobel, Pembuktian Atas Kebenaran Iman Kristiani, hlm. 53) Ia mungkin membuat seseorang menjadi buta, namun Ia pasti memiliki rencana-Nya yang lebih agung. Contoh, Ia membuat mata Fanny J. Crosby menjadi buta, namun Ia memakai Crosby menjadi salah satu penggubah lagu rohani terkenal. Contoh lain, Pdt. Dr. Stephen Tong yang pada waktu berusia 3 tahun tidak memiliki ayah dan harus hidup susah beserta saudara-saudara dan ibunya ternyata sedang dipersiapkan Tuhan untuk memanen jiwa-jiwa yang terhilang agar mereka kembali kepada Kristus dengan iman yang bertanggung jawab. Penderitaan di tangan Allah yang berdaulat dan berpribadi akan menjadi penderitaan yang bermakna demi hormat dan kemuliaan Allah dan juga bagi kebaikan manusia.

Bagaimana dengan kita? Menjelang Jumat Agung, biarlah Salib kembali memfokuskan kita kepada karya penebusan Kristus yang menyelesaikan semua penderitaan dan kejahatan manusia. Amin. Soli Deo Gloria.

Resensi Buku-113: WHO YOU ARE WHEN NO ONE'S LOOKING (Rev. Bill Hybels, D.D.)

...Dapatkan segera...
Buku
WHO YOU ARE WHEN NO ONE’S LOOKING:
Memilih Ketetapan Hati, Menolak Kompromi


oleh: Rev. William (Bill) Hybels, D.D. (HC)

Penerbit: Metanoia, Jakarta, 2008

Penerjemah: Dwi Maria Handayani.





Deskripsi singkat dari Denny Teguh Sutandio:
Zaman kita sekarang adalah zaman postmodern yang menawarkan ide postmodernisme yang borderless (mengutip Pdt. Joshua Lie). Filsafat ini telah meracuni segala aspek kehidupan, tidak terkecuali agama, khususnya Kristen. Banyak orang “Kristen” dari iman, konsep berpikir, perkataan, dan tindakan sudah dipengaruhi oleh postmodernisme. Bagaimana sikap orang Kristen yang benar sesuai dengan Alkitab? Ikut arus? Alkitab mengajar kita untuk tidak ikut arus zaman, namun akal budi kita harus berubah sesuai dengan kehendak Allah (Rm. 12:2). Akal budi yang sesuai dengan kehendak Allah adalah akal budi yang mau taat mutlak kepada firman Allah, yaitu Alkitab. Akal budi itu juga mempengaruhi seluruh aspek hidup kita, yaitu karakter, perkataan, tindakan, dll. Salah satunya karakter yang menurut Rev. Bill Hybels didefinisikan sebagai “apa yang kita kerjakan ketika tidak seorang pun melihat.” (hlm. 1) Akal budi mempengaruhi karakter kita di dalam menghadapi dunia dan seluruh filsafat di dalamnya. Hal inilah yang menjadi dasar presuposisi Rev. Hybels sebelum membahas kualitas karakter. Di tengah dunia yang simpang siur, Kekristenan sejati harus menetapkan hati kita dengan kualitas karakter yang Tuhan mau, sehingga kita tampil beda dari dunia dan kemudian menggarami dan menerangi dunia. Apa saja kualitas karakter yang sesuai dengan kehendak Allah? Di dalam bukunya Who You Are When No One’s Looking, Rev. Bill Hybels memaparkan 5 prinsip karakter yang “berbahaya” (menurut dunia) yang harus orang Kristen miliki: keberanian, disiplin, visi, ketekunan, dan kasih. Bagi Rev. Hybels, kualitas karakter yang paling berbahaya adalah kasih. Untuk itulah, beliau menguraikan kualitas karakter kasih sebanyak 4 bab di dalam bukunya ini: Kasih yang Lembut, Kasih yang Keras, Kasih yang Berkorban, dan Kasih yang Radikal. Kelima kualitas karakter ini membawa kita untuk meneladani karakter Kristus yang sempurna itu.





Profil Rev. Bill Hybels:
Rev. William (Bill) Hybels, D.D. (HC) adalah pendiri dan pendeta senior di Willow Creek Community Church di South Barrington, Illinois. Beliau juga pendiri dan ketua yayasan dari Willow Creek Association dan juga pencipta dari Global Leadership Summit. Beliau menamatkan studi Bachelor dalam bidang Studi Biblika di Trinity International University (TIU), dekat Chicago dan dianugerahi gelar Doctor of Divinity (D.D.) dari TIU’s Trinity Evangelical Divinity School, U.S.A.

06 February 2011

Resensi Buku-112: GARAM DAN TERANG FOR YOUTH: ROAD TO TRANSFORMATION (Ev. Chang Khui Fa, M.Div.)

...Dapatkan segera...
Buku
GARAM DAN TERANG FOR YOUTH
ROAD TO TRANSFORMATION


oleh: Ev. Chang Khui Fa, S.E., M.Div.

Penerbit: Pionir Jaya, Mei 2010





Deskripsi dari Denny Teguh Sutandio:
Usia muda adalah usia yang paling rawan. Mengapa? Karena di usia inilah, banyak pemuda/i yang telah diracuni oleh konsep dan tingkah laku dunia. Makin mereka meniru arus dunia, makin mereka tak menemukan makna hidup sejati. Tidak ada jalan lain, mereka harus kembali kepada Kristus. Ketika mereka kembali kepada Kristus, mereka akan memiliki hidup sejati bahkan hidup yang berkemenangan mengalahkan kuasa dosa, iblis, dan maut. Hidup di dalam Kristus mengakibatkan hati, cara pikir, perkataan, sikap, dan seluruh aspek kehidupan kita menTuhankan Kristus, sehingga apa pun yang keluar dari diri kita (entah itu hati, motivasi, cara berpikir, perkataan, dll) berpusat pada Allah dan memuliakan-Nya saja. Khususnya bagi pemuda/i, hidup di dalam Kristus mencakup beragam aspek: romantika cinta, pekerjaan, uang, waktu, hubungan dengan keluarga, depresi, masalah, dan kepemimpinan. Kesemua aspek ini dibahas tuntas oleh Ev. Chang Khui Fa, M.Div. di dalam bukunya yang kedua yaitu Garam dan Terang for Youth: Road to Transformation. Kesemua aspek ini didahului dengan dua bab pembuka yang menguraikan konsep mengenal Allah dan mengetahui kehendak-Nya. Dua prinsip ini menjadi prinsip dasar untuk nantinya diaplikasikan ke dalam 9 aspek dalam dunia muda. Yang lebih unik, buku ini ditulis oleh Ev. Chang Khui Fa yang bagi saya adalah sosok hamba Tuhan yang menulis dengan cukup sistematis, mudah dicerna, dan cocok bagi kaum muda, karena gaya bahasanya yang gaul. Meskipun dalam beberapa hal saya kurang menyetujui beberapa poin, namun secara keseluruhan, buku ini sangat bagus untuk dibaca oleh para muda/i Kristen dari berbagai denominasi gereja agar para muda/i Kristen dimenangkan untuk hidup bagi Kristus.





Rekomendasi:
“Di tengah realitas ‘ketidakjelasan identitas’ pemuda-pemudi Kristen dewasa ini, Chang Khui Fa menyadari betapa perlunya sebuah BUKU PEGANGAN yang dapat MELENGKAPI pelayanan yang sudah ada di gereja melalui berbagai kegiatannya.
Buku ini disusun dengan kesadaran dan kepekaan yang cukup baik atas keadaan dan kebutuhan pemuda-pemudi Kristen zaman ini. Sebagai mantan guru besar dari penulis, saya sangat merekomendasikan buku ini untuk dapat dibaca oleh setiap pemuda-pemudi Kristen dari denominasi gereja mana pun juga.”
Pdt. Yakub B. Susabda, Ph.D.
(Rektor Sekolah Tinggi Theologi Reformed Injili Indonesia—STTRII Jakarta; Sarjana Theologi—dari STT Jakarta; Master of Christian Education—M.C.E. dari Reformed Theological Seminary, Jackson, Mississippi, U.S.A.; Master of Theology—M.Th. dalam Psychology dan Counseling dari Trinity Evangelical Divinity School, Illinois, U.S.A.; dan Doctor of Philosophy—Ph.D. dari Biola University, U.S.A.)


“Kalau Anda seorang remaja atau pemuda yang sedang membutuhkan kebenaran rohani untuk menemani perjalanan kehidupan ini, maka buku ini TEPAT untuk dibaca. Di tangan Chang Khui Fa, kebenaran yang bersifat Alkitabiah dapat disampaikannya sesuai dengan konteks anak muda, dengan cara komunikatif, segar, dan TIDAK MEMBOSANKAN.
Kiranya akan banyak anak muda yang mengalami pembaharuan sikap dan tingkah laku melalui buku ini sehingga nama Tuhan Yesus dimuliakan.”
Drs. Paulus Hariyanto
(Kepala Lembaga Pelayanan Mahasiswa Indonesia—LPMI)

“Dua perkara yang tidak boleh tidak ada jika mau menyampaikan pesan kepada generasi muda pada masa kini adalah: Pertama, bersumber kepada sumber segala hikmat: Firman Tuhan; Kedua, disampaikan dengan ekspresi yang ‘nyambung’ dengan budaya mereka. Kombinasi keduanya mengalir di dalam buku ini.
Bagi para pemuda dan remaja, saya sarankan membaca buku ini. Wawasan kalian akan bertambah dan percayalah, kalian akan TERINSPIRASI untuk mengejar kehidupan yang lebih berkualitas dan berkenan kepada Allah. Bahasanya SEGAR dan PENUH CANDA, seperti yang kalian sukai. Anak saya yang beranjak remaja ikut-ikutan membacanya dan senang.
Saya bisa katakan buku ini lebih dari sekadar tulisan mengenai gagasan Ev. Chang Khui Fa, tetapi juga merupakan kesaksian yang hidup dari kehidupannya. Kalian akan menemukan penyajian yang tulus, terbuka terhadap kebenaran, dan terbuka di dalam membagikannya up and down dari kehidupannya… APA ADANYA.”
Agung Purnomo
(Anggota Pimpinan Nasional Para Navigator, Indonesia)

“Pemuda remaja membutuhkan buku bacaan yang bukan hanya menambah pengetahuan, memberi pengertian, melainkan juga petunjuk-petunjuk PRAKTIS dalam penerapannya. Buku “GARAM DAN TERANG for YOUTH: ROAD TO TRANSFORMATION” berisikan kebenaran yang sangat penting bagi kehidupan pemuda remaja, disampaikan dengan gaya bahasa yang ringan, diselingi dengan contoh-contoh yang real dan menarik. Saya yakin buku ini akan menjadi BERKAT bagi Anda yang membacanya.”
Ev. Tjioe Yung Yung
(hamba Tuhan yang melayani di GII Hok Im Tong, Bandung)

“Buku ini sangat KOMPREHENSIF. Membantu setiap anak muda BERTUMBUH secara progresif ke arah KEKUDUSAN HIDUP yang Tuhan kehendaki. Masa muda Anda akan sangat menyenangkan jika mengenal kehendak-Nya dalam setiap tahap-tahap perjalanan seperti diurai dalam buku ini.”
Pdt. Julianto Simanjuntak, S.Th., M.Si., M.Div.
(Direktur Program Konseling STT Jaffray dan Ketua Layanan Konseling Keluarga dan Karir—LK3; Bachelor of Theology—B.Th. dari Institut Injil Indonesia—I3, Batu; S.Th. dan Magister Sains dalam bidang Sosiologi Agama dari Universitas Kristen Satya Wacana, Yogyakarta; dan Master of Divinity—M.Div. bidang Konseling dari Sekolah Tinggi Theologi Reformed Injili Indonesia—STTRII, Jakarta)

“Masa muda adalah masa yang sangat menentukan dalam proses pembentukan pola pikir seseorang. Nilai-nilai hidup yang diserap pada masa ini umumnya sangat berpengaruh terhadap perjalanan hidup selanjutnya. Buku ini menyodorkan NILAI-NILAI HIDUP yang penting berdasarkan firman Tuhan, namun disampaikan dengan BAHASA GAUL yang lincah dan ilustrasi-ilustrasi yang hidup.
Selain itu, rangkaian kesaksian pribadi yang dibagikan penulis menjadi penegasan bahwa prinsip-prinsip yang disampaikan adalah sesuatu yang mungkin untuk dijalani oleh kita semua, manusia biasa yang terdiri dari darah dan daging.”
Sutrisna
(Pemimpin Cabang Persekutuan Antar Universitas—Perkantas, Jawa Barat)







Profil Ev. Chang Khui Fa:
Ev. Chang Khui Fa, S.E., M.Div. lahir di Jakarta, 3 Juni 1972. Beliau menyelesaikan pendidikan Sarjana Ekonomi (S.E.) di Institut Bisnis Nusantara, Jakarta. Beliau pernah menggeluti dunia Auditor beserta Financial Statement-nya di Kantor Akuntan Publik Internasional KPMG dan terakhir sebagai Senior Auditor. Beliau juga menjabat sebagai Finance and Accounting Manager di PT. German Centre Indonesia. Beliau menyelesaikan studi theologi Master of Divinity (M.Div.) di Sekolah Tinggi Theologi Reformed Injili Indonesia (STTRII), Jakarta pada tahun 2003. Setelah itu melayani di Gereja Injili Indonesia (GII) Hok Im Tong, Bandung dan sejak awal tahun 2011 melayani penuh waktu di Gereja Kristen Abdiel (GKA) Gloria Galaxy, Surabaya. Beliau menikah dengan Liana pada tanggal 18 Mei 2000 dan dikaruniai 3 orang anak: Jostein Adams, Joylynne Adams, dan Joshen Adams. Beliau dapat dihubungi melalui e-mail: khuifa@gmail.com.

KRISTEN atau "KRISTEN"? Sebuah Perenungan Pribadi (Denny Teguh Sutandio)

KRISTEN atau “KRISTEN”?: Sebuah Perenungan Pribadi

oleh: Denny Teguh Sutandio



“Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku; lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal!”
(Mzm. 139:23-24)




Di dalam Mazmur 139:23-24 ini, Raja Daud mengungkapkan isi hatinya agar Allah sendiri yang menyelidiki dan mengenal hatinya, menguji dan mengenal pikiran-pikirannya, melihat apakah jalannya selama ini serong, dan terakhir ia meminta Allah sendiri menuntunnya di jalan yang kekal. Ungkapan isi hatinya ini didahului oleh pengakuan, “TUHAN, Engkau menyelidiki dan mengenal aku;” (ay. 1) Keterbukaan hati kita kepada Allah didahului oleh suatu keyakinan dan pengakuan bahwa HANYA Allah saja yang mengenal kita. Prof. J. I. Packer, D.Phil. dalam bukunya Knowing God (Mengenal Allah) bahkan mengungkapkan, “Ia mengenal saya sebagaimana adanya, jauh lebih baik daripada saya mengenal diri saya.” (hlm. 96) Karena itu, sudah seharusnya orang Kristen sejati benar-benar terbuka di hadapan-Nya dengan menguji apakah kita sudah percaya dan mencintai-Nya atau belum. Seorang yang percaya dan mencintai-Nya itulah yang layak disebut Kristen! Jika kita masih belum percaya dan mencintai-Nya, biarlah Roh Kudus memproses kita terus-menerus untuk makin percaya dan mencintai-Nya.

Bagaimana kita mengetahui bahwa kita sudah percaya dan mencintai-Nya (=Kristen sejati)? Biarlah kita menguji hati kita terlebih dahulu dengan hal-hal di bawah ini:
1. Allah yang berdaulat dan berkuasa
Alkitab dengan jelas mengajar kita bahwa Allah itu berdaulat dan berkuasa dan ini ditandai dengan pengakuan-Nya sendiri bahwa di luar diri-Nya tidak ada ilah lain (Yes. 44:6; 45:5a). Kedaulatan Allah juga ditandai melalui penciptaan-Nya, pemeliharaan-Nya, dan penyempurnaan-Nya. Di dalam keselamatan umat pilihan-Nya, Allah yang berdaulat telah memilih dan memanggil beberapa orang untuk ditebus di dalam Kristus, mengutus Kristus untuk mati disalib demi menebus dosa-dosa umat pilihan-Nya, dan mengaruniakan Roh Kudus untuk menjaga keselamatan mereka sekaligus menyucikan mereka, sehingga TIDAK ada satu umat pilihan-Nya yang bisa binasa (Yoh. 3:16; 10:27-29). Kepada umat-Nya secara khusus, Allah yang berdaulat telah memanggil mereka melalui talenta yang Ia berikan: theologi (full-timer di gereja: pendeta, penginjil, dll), musik, politik, bisnis, sains, dll. Ya, mungkin kita sudah mengerti ajaran bahwa Allah itu berdaulat, namun pertanyaannya: sudahkah kita menjalankan pengertian kita ini? Sudahkah kita benar-benar mengamini bahwa Ia berdaulat penuh atas hidup kita? Ataukah kita (atau otoritas di atas kita) yang masih bertakhta di dalam hidup kita?

Para orangtua, apakah kita mengarahkan anak-anak kita untuk lebih taat akan pimpinan Allah di dalam hidup anak-anak kita ataukah kita mengarahkan mereka untuk lebih taat akan apa yang kita inginkan? Di surat kabar Jawa Pos, saya membaca sebuah pengakuan seorang ibu (Tionghoa) yang adalah seorang profesor di Amerika Serikat mendidik anak-anak mereka dengan terlalu ketat dan mengancam bahwa anak-anak mereka harus mendapatkan nilai A di semua pelajaran kecuali drama dan olahraga. Di titik pertama, saya mengatakan bahwa ibu ini BUKAN orang Kristen, mengapa? Karena ia tidak mengerti akan panggilan Allah di dalam setiap orang. Si ibu ini menganggap bahwa drama dan olahraga itu tidak penting (dapat nilai di bawah A pun tidak menjadi masalah), namun bagaimana jika salah satu anaknya bertalenta justru di bidang drama? Saya yakin bahwa ibu ini akan mengomeli anaknya ini karena (mengingat si ibu adalah seorang Tionghoa yang kebanyakan beriman materialisme) talenta drama yang anak ini miliki TIDAK “menghasilkan” (=menghasilkan uang). Ada juga seorang anak yang memiliki talenta fotografi, lalu orangtua melarangnya untuk sekolah fotografi dan mengarahkannya untuk studi Sastra Inggris. Mungkin ada sisi positifnya, namun sebenarnya orangtua tersebut tidak mengerti talenta yang dimiliki anaknya. Kalau orangtua seperti ini bukan Kristen itu sih wajar, namun jika orangtua seperti ini sudah Kristen bahkan aktif melayani di gereja yang mengajarkan doktrin secara ketat, saya patut meragukan apakah orangtua ini benar-benar beriman Kristen atau sebenarnya beriman pada tradisi Tionghoa? Saya terus terang sedih melihat perbedaan kontras antara 2 orangtua Kristen. Ada orangtua Kristen yang berbakti di gereja kontemporer yang pop mengarahkan anaknya masing-masing untuk bertanya kepada Tuhan tentang panggilan-Nya dalam hidup mereka dan TIDAK pernah memaksa anak-anak mereka untuk mengikuti jejak ayahnya sebagai seorang usahawan. Sedangkan ada orangtua “Kristen” yang berbakti di sebuah gereja yang mengajarkan doktrin secara ketat (seharusnya lebih mengerti dari orangtua Kristen tipe 1) namun TIDAK pernah satu kali pun mengajar anaknya untuk menaati panggilan-Nya dan memaksa anaknya untuk mengikuti jejak orangtuanya. Faktanya adalah orang yang kelihatannya tidak belajar banyak doktrin justru lebih mengerti iman Kristen secara beres dan takut akan Tuhan ketimbang orang yang berbakti di gereja yang kebanyakan doktrin. Hal ini tidak berarti doktrin tidak penting. Yang saya maksudkan adalah hati yang takut akan Tuhan mengakibatkan ia makin suka belajar doktrin (=ajaran) Kristen. Biarlah ini menjadi refleksi bagi kita masing-masing.


2. Allah Tritunggal
Allah yang berdaulat menyatakan diri-Nya kepada manusia pilihan-Nya sebagai Allah Tritunggal yaitu 3 pribadi Allah yang berbeda di dalam 1 esensi Allah yang sama. Berarti ada keragaman dan kesatuan dalam Allah Tritunggal (unity in diversity). Doktrin Tritunggal begitu penting, sehingga barangsiapa yang tidak mengamini doktrin Tritunggal sebagaimana yang diajarkan Alkitab itu pantas disebut pengikut bidat/ajaran sesat. Ajaran sesat berkenaan dengan Tritunggal beraneka ragam: Sabellianisme, Arianisme, dll. Salah satu ajaran sesat berkenaan dengan Tritunggal yang pernah diajarkan oleh seorang “hamba Tuhan” top di Indonesia yang mantan seorang pemeluk agama mayoritas adalah: “Allah Tritunggal itu bukan keberapaan, tetapi kebagaimanaan.” Kebagaimanaan Allah berbicara tentang bidat Sabellianisme yang mengajarkan bahwa Allah itu satu yang menyatakan diri-Nya di dalam 3 wujud (ilustrasinya: air bisa berubah wujud menjadi es dan uap air). Di dalam sejarah gereja mula-mula, bidat ini sudah dikutuk, namun anehnya, di zaman kita sekarang, justru ajaran ini mudah berkembang melalui seorang “pendeta” yang tersohor di Indonesia gara-gara pertobatannya. Bahkan ada jemaat “Kristen” yang mengamini perkataan si “pendeta” sesat ini, lalu ketika ada orang Kristen yang mengatakan ajaran si “pendeta” ini sesat, jemaat “Kristen” yang fanatik buta dengan si “pendeta” ini kembali mengeluarkan jurus andalan, “Yang terpenting itu kasih. Jangan kebanyakan teori, yang penting praktiknya.” (arti sebenarnya: jangan mengajari dan jangan “menghakimi” kepercayaan saya, itu pokoknya sudah menjadi iman saya) Inilah wajah Kekristenan yang memprihatinkan di abad XXI.

Konsep Tritunggal mempengaruhi cara berpikir dan hidup orang Kristen dalam: hubungan suami-istri, orangtua-anak, tuan-hamba, dll. Suami-istri, orangtua-anak, tuan-hamba, dll adalah setara di hadapan-Nya, karena mereka sama-sama diciptakan Allah, namun masing-masing dari mereka mendapat peran yang berbeda: istri harus tunduk pada suami (selama itu tidak melawan kehendak-Nya) dan suami harus mengasihi istrinya, anak harus tunduk pada orangtua (selama itu tidak melawan kehendak-Nya) dan orangtua harus mengasihi anaknya, hamba harus tunduk kepada tuannya (selama itu tidak melawan kehendak-Nya) dan tuan harus mengasihi hambanya, dll (Kol. 3:18-22). Namun banyak orang Kristen hari-hari ini tidak menyadari hal ini, lalu mengajarkan konsep ekstrem yang tidak seimbang. Kelompok egalitarianisme dalam kubu Injili mengajarkan bahwa ada saling ketundukan (mutual submission) antara suami dan istri (istri harus tunduk pada suami dan suami pun harus tunduk kepada istri) dengan mengutip Efesus 5:21. Ayat tersebut secara konteks TIDAK mengajarkan apa pun tentang mutual submission, karena Paulus baru memulai pengajaran tentang hubungan suami-istri pada ayat 22 (pembahasan lebih lanjut tentang Efesus 5:21, silahkan membaca buku Biblical Foundations for Manhood and Womanhood yang diedit oleh Prof. Wayne Grudem, Ph.D.). Ini membuktikan mereka tidak mengerti bagaimana menafsirkan Alkitab sesuai dengan konteks yang ada (asal main comot ayat). Sebaliknya ada yang terlalu menekankan otoritas, kemudian menjadi seorang penganut otoritarianisme terselubung. Misalnya, ada yang mengajarkan bahwa orangtua itu segala-galanya, sehingga anak hanya memiliki 1 kehendak yaitu menaati setiap keinginan orangtuanya. Konsep ini dipengaruhi oleh kebudayaan dan iman orang Tionghoa yang memberhalakan orangtuanya sebagai ilah. Di dalam dunia pekerjaan, ada yang mengajarkan bahwa bos itu segala-galanya (slogannya: boss can’t do wrong), kalaupun bos kelihatan berbuat salah, bos itu harus dianggap tidak bersalah.


3. Alkitab: Firman Allah yang tak bersalah (dalam naskah aslinya)
Allah yang berdaulat menyatakan diri-Nya kepada umat-Nya melalui Kristus (wahyu yang tidak tertulis) dan Alkitab (wahyu yang tertulis). Melalui Alkitab, kita diajar apa yang dikehendaki dan diperintahkan-Nya (2Tim. 3:16). Iman Kristen sejati adalah iman yang HANYA didasarkan pada Alkitab sebagai sumbernya (Sola Scriptura). Mayoritas orang Kristen dari berbagai denominasi gereja pasti mengamini bahwa Alkitab itu firman Allah, namun pertanyaannya apakah mereka yang mengamininya juga adalah mereka yang taat pada firman-Nya? Ambil contoh, Alkitab mengajar kita untuk mengatakan kejujuran (Mat. 5:37), namun banyak dari kita suka berdusta demi alasan: menipu orang lain dan pasangan kita, yang terpenting karena alasan: SUNGKAN. Budaya sungkan-isme di satu sisi ada baiknya, namun di sisi lain jelas melawan Alkitab, karena kita tidak diajar untuk berkata kejujuran. Setelah kita diberi makanan oleh orang lain, ketika orang lain bertanya kepada kita bagaimana rasa makanan tersebut, kebanyakan dari kita yang sudah terbiasa SUNGKAN selalu mengatakan, “enak kok” (sebenarnya tidak enak). Dari kebiasaan sehari-hari, kita sudah terbiasa tidak jujur, bagaimana jika kita nantinya membina hubungan rumah tangga (padahal dalam hubungan rumah tangga harus ada keterbukaan dan kejujuran) dan memiliki anak? Jangan-jangan, anak-anak kita dididik untuk berbohong, lalu anak-anak kita bertumbuh di dalam sebuah ketidakjujuran, dan terakhir mereka pun menularkan penyakit ini kepada anak-anaknya, dst. Akhirnya terciptalah generasi yang berpura-pura, sehingga tidak heran, makin SUNGKAN seseorang, ia makin digemari oleh banyak orang, namun semakin JUJUR seseorang, ia makin dibenci oleh banyak orang! Yang celaka adalah hal ini terjadi pada diri orang yang menamakan dirinya “Kristen” bahkan aktif melayani. Sungguh-sungguh mengenaskan!

Alkitab juga mengajar kita bahwa kita tidak boleh memiliki bahkan menyembah ilah lain (Kel. 20:3-6). Ilah lain bukan hanya sekadar patung berhala, namun apa dan siapa pun yang menggantikan posisi Allah sebagai pusat dalam hidupnya. Bagaimana praktik banyak orang Kristen? Mereka mengamini bahwa perintah Allah itu benar, namun sayangnya, mereka tetap memiliki ilah lain dalam hidup mereka, misalnya: hobi (khususnya cewek: belanja-ngabisin duit aje), orangtua, pasangan hidup, teman, dll. Ketika mereka memutlakkan hal-hal tersebut di atas Allah, itu sudah menjadi ilah lain dalam hidup kita!

Saya mengerti bahwa menjalankan firman Tuhan itu TIDAKlah mudah, karena saya sendiri mengalaminya, namun TIDAK mudah menjalankan firman-Nya TIDAK berarti TIDAK mungkin. Saya tidak menuntut orang Kristen berubah dengan cepat, karena yang terpenting bukan waktu bertobat/berubahnya, tetapi komitmen total untuk berusaha menjalankan firman Tuhan meskipun itu sulit. Karena sebuah komitmen, berarti kita juga memerlukan teguran, nasihat, dan ajaran dari sesama saudara seiman lainnya agar kita sama-sama saling bertumbuh di dalam pengenalan akan Allah dan firman-Nya.


4. Manusia diciptakan Allah dan berdosa
Alkitab mengajar kita bahwa manusia itu diciptakan segambar dan serupa dengan-Nya (Kej. 1:26-27), namun telah berdosa dan mengurangi kemuliaan Allah (Rm. 3:23). Bahkan Alkitab menjelaskan dengan detail dosa-dosa manusia dalam segala aspek: pikiran, perbuatan, perkataan, tingkah laku, dll (Rm. 3:10-18) Ini berarti tidak ada satu aspek hidup manusia yang dapat memuliakan-Nya. Banyak orang Kristen memahami doktrin ini, namun ketika diajar tentang pelatihan motivasi oleh motivator handal (bahkan di antaranya menggunakan ayat-ayat Alkitab yang tentu saja di luar konteks—asal main comot ayat Alkitab) bahwa di dalam diri manusia ada kekuatan besar yang sedang tidur mayoritas dari mereka mengamininya juga tanpa pernah mengkritisinya. Begitu ada orang Kristen atau hamba Tuhan yang mengkritisi ajaran motivator ini, spontan mereka mengeluarkan jurus andalan mereka yang menghakimi, “Jangan menghakimi orang.” Silahkan renungkan sendiri apakah orang macam ini masih layak disebut Kristen (=pengikut Kristus)?! Jika kita masih berpikir dan berlaku demikian, biarlah hari ini, Roh Kudus boleh menyadarkan kita untuk bertobat dari pikiran sesat ini. Sadarlah, kita ini manusia berdosa yang melawan Allah. Seorang yang menganggap diri berdosa dan bisa salah seharusnya juga seorang yang rendah hati yang siap ditegur dan diajar oleh orang lain, khususnya Alkitab dan hamba Tuhan yang bertanggung jawab. Jangan pernah membanggakan diri kita hebat, karena kita telah berdosa, namun di sisi lain juga jangan terlalu minder, karena kita pun diciptakan-Nya dengan begitu baik.


5. Manusia diselamatkan oleh anugerah Allah melalui iman kepada Kristus
Dosa manusia telah diselesaikan oleh Allah dengan cara-Nya yaitu melalui penebusan Kristus. Bapa mengutus Anak-Nya yang Tunggal, yaitu Tuhan Yesus Kristus untuk menebus dosa-dosa manusia pilihan-Nya, sehingga mereka dapat diselamatkan dari murka Allah. Anugerah-Nya inilah yang menyelamatkan kita melalui iman kita kepada Kristus. Tanpa anugerah-Nya dan iman kita kepada karya penebusan Kristus, maka tak mungkin kita diselamatkan. Orang yang mengerti doktrin anugerah seharusnya orang yang juga mengaplikasikannya dengan terus-menerus berharap pada anugerah Allah dalam setiap aspek kehidupannya. Ia akan menyadari bahwa setiap inci kehidupannya adalah anugerah Allah, sehingga tidak terbersit pun pikiran untuk membanggakan diri agar orang lain mengenang kehebatan kita. Namun jangan salah, orang yang makin mengerti anugerah Allah juga adalah seorang yang bekerja keras demi menggenapkan tujuan dan panggilan Allah di dalam hidupnya.


6. Kristus bernatur Ilahi dan manusia
Iman kepada karya penebusan Kristus juga mencakup iman pada pribadi Kristus itu sendiri yang bernatur Ilahi dan manusia tanpa percampuran, pemisahan, pembagian, dll (pengakuan iman Chalcedon). Kristus adalah Allah pribadi kedua sekaligus manusia (Rm. 1:3-4). Mengapa harus dwi natur? Karena Kristus harus menebus dosa manusia dan itu hanya bisa dikerjakan oleh Allah dan di sisi lain, penebusan dosa itu harus terjadi melalui kematian, padahal Allah tidak bisa mati, sehingga Kristus juga harus mengambil natur manusia. Menyangkal dwi natur Kristus berarti mengikuti ajaran sesat yang telah dikutuk oleh gereja mula-mula! Namun ada “pendeta” top di Indonesia mengajarkan bahwa Kristus bukan Allah, tetapi Anak Allah (yang dibedakan dengan Allah Anak) dan Tuhan/Junjungan Agung. Lagi-lagi, seperti biasa, banyak jemaat “Kristen” mengamini ajaran sesat ini (karena diajarkan oleh “pendeta” terkenal) tanpa pernah belajar baik-baik dari Alkitab dan sejarah gereja.


7. Tuhan Yesus Kristus adalah satu-satunya Juruselamat dunia
Beriman kepada dwi natur Kristus berarti beriman penuh bahwa Tuhan Yesus Kristus adalah satu-satunya Juruselamat dunia dan keselamatan tidak ada di dalam siapa pun kecuali di dalam Tuhan Yesus (Yoh. 14:6; Kis. 4:12). Mengapa? Karena hanya Kristus saja yang berani berkata bahwa Dialah jalan dan kebenaran (Truth) dan hidup yang menghantar umat-Nya kepada Bapa di Sorga (Yoh. 14:6) dan memanggil umat-Nya untuk mengikut-Nya (Kristus), sedangkan para pendiri agama lain hanya menunjukkan jalan kebenaran dan tidak pernah menyuruh para penganutnya untuk mengikutnya. Namun adalah suatu ketidakmasukakalan jika ada orang “Kristen” bahkan “pemimpin gereja” yang berani berkata bahwa semua agama itu sama dan Kristus hanya salah satu jalan menuju ke Sorga.


8. Roh Kudus diutus untuk memproses hidup umat-Nya agar serupa dengan Kristus
Percaya kepada Allah Tritunggal berarti percaya bahwa Roh Kudus adalah Allah pribadi ketiga yang diutus oleh Bapa dan Anak untuk memproses hidup umat-Nya agar serupa dengan Kristus. Roh Kudus bukan kuasa Allah, tetapi pribadi Allah. Kepribadian Roh Kudus dapat dibaca di Alkitab, misalnya: Roh Kudus bisa didukakan (Yes. 63:10; Ef. 4:30), Roh Kudus bisa dihujat (Mrk. 3:29; Luk. 12:10), dll. Karena Roh Kudus adalah pribadi, maka Ia bertugas memproses umat-Nya agar hidup makin serupa dengan Kristus. Inilah yang disebut pengudusan terus-menerus (progressive sanctification). Artinya, di dalam kehidupan orang Kristen, ada saatnya seseorang berbuat dosa, namun Roh Kudus mengangkatnya kembali (proses jatuh bangun dalam iman). Namun banyak orang Kristen hari-hari ini merasa sudah dibaptis, namun tidak mau hidup di dalam pimpinan dan pengudusan Roh Kudus, melainkan berjalan sendiri seolah-olah Allah tidak ada. Apa yang mereka suka, itulah yang dikerjakannya tanpa memikirkan apakah itu mendukakan Roh Kudus atau tidak. Biarlah kita yang mengaku diri Kristen namun masih bersikap seperti ini segera bertobat.


9. Tujuan hidup manusia: memuliakan Allah dan menikmati-Nya selama-lamanya
Karena Roh Kudus menuntun kita untuk hidup serupa dengan Kristus, maka tentu saja Roh yang sama menuntun kita untuk memuliakan Allah dan menikmati-Nya selama-lamanya (Katekismus Singkat Westminster pasal 1). Mengapa? Karena Roh Kudus diutus bukan untuk memuliakan diri-Nya sendiri, tetapi memuliakan Kristus (Yoh. 14:26; 15:26). Jangan percaya pada gejala banyak orang yang mengaku “dipenuhi Roh Kudus”, namun tidak pernah memuliakan Kristus, bahkan menghina firman Allah (Alkitab)! Roh Kudus memimpin kita untuk memuliakan Allah dengan cara dua hal:
Pertama, menjadikan Allah dan kehendak-Nya sebagai sumber dan pusat yang memerintah di dalam hidup kita. Roh Kudus akan terus memimpin kita untuk makin mengerti kehendak/panggilan Allah dan menjalankannya.
Kedua, menikmati-Nya. Rev. John S. Piper, D.Theol. dalam bukunya Mendambakan Allah mengganti kata “dan” dalam katekismus singkat Wesminster ini dengan kata “dengan”, sehingga bunyinya: tujuan hidup manusia adalah memuliakan Allah dengan menikmati-Nya selama-lamanya. Menikmati Allah berarti menikmati: Pribadi Allah yang Kasih dan berdaulat penuh atas hidup kita (sehingga kita tidak perlu kuatir akan hidup kita), firman-Nya (yang menjadi surat cinta-Nya kepada kita dan sumber bijaksana dalam menjalani hidup kita), dan kehadiran-Nya (yang begitu hangat dan berharga bagi kita, karena Dia adalah kekasih jiwa kita yang terdalam yang sangat mengenal kita).

Kita sudah mengerti bahwa tujuan manusia adalah memuliakan Allah, namun faktanya adalah banyak orang “Kristen” memiliki pengakuan iman sendiri, misalnya, “tujuan hidup manusia adalah memuliakan orangtua (atau/dan diri) dan menikmatinya selama-lamanya.” Mereka berpikir bahwa Allah hanya menjadi urusan penting ketika di gereja, namun TIDAK di dalam kehidupan sehari-harinya (atheis praktis). Atau ada juga orangtua “Kristen” yang tidak percaya pada panggilan Allah sesuai dengan talenta (God’s calling in profession), lalu mengajarkan bahwa kehendak Allah itu HANYA melalui orangtua saja (ini termasuk dosa, karena menyamakan orangtua dengan Allah!), sehingga anak harus menaati mutlak kehendak orangtua yang “dibaptis dalam nama yesus” menjadi kehendak “Allah.” Jika kita masih bersikap demikian, izinkan Roh Kudus mengubah hati, pikiran, dan sikap kita, sehingga hidup kita makin memuliakan-Nya.


10. Kristus akan datang kedua kalinya sebagai Hakim
Keyakinan bahwa Kristus adalah Allah juga mengarahkan kita untuk percaya pada firman-Nya di dalam Alkitab bahwa Ia akan datang kedua kalinya untuk menghakimi orang yang hidup dan mati. Ini berarti Allah yang mengasihi kita juga akan menghakimi manusia kelak di akhir zaman. Keyakinan ini menyadarkan kita bahwa di mata-Nya, dosa adalah sesuatu yang serius dan itu akan diselesaikannya kelak di akhir zaman. Kedua, hal ini juga menguatkan kita tatkala kita menghadapi penderitaan dan fitnahan dari orang lain. Kita yang menghadapi penderitaan dari orang-orang non-Kristen, misalnya gereja dibakar, pembangunan gedung gereja dipersulit, dll tidak perlu membalas perbuatan mereka, namun harus menunjukkan kasih kepada mereka. Mengapa kita berlaku demikian? Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa Kekristenan adalah agama Kasih yang berpusat pada Kristus sekaligus kita percaya bahwa pembalasan bukan hak kita, tetapi hak Allah (Rm. 12:19).


Mintalah Allah sekali lagi menguji hati kita apakah kita sudah sungguh-sungguh menjadi pengikut-Nya yang mencintai-Nya, lalu mintalah Roh Kudus memproses hidup kita supaya kita segera bertobat dari sikap dan kebiasaan kita yang sering kali mendukakan hati-Nya. Hati seorang anak Tuhan yang benar-benar mengasihi-Nya tidak akan rela ketika hati Tuhan didukakan. Biarlah itu juga menjadi kerinduan kita yang terdalam sebagai anak-anak-Nya yang telah ditebus oleh Kristus. Amin. Soli Deo Gloria.

05 February 2011

PERSAHABATAN DAN HUBUNGAN LAWAN JENIS (Denny Teguh Sutandio)

PERSAHABATAN DAN HUBUNGAN LAWAN JENIS:
Bagaimana Membedakan dan Menyikapinya Dengan Bijaksana?


oleh: Denny Teguh Sutandio



Sebagai makhluk sosial, tentu saja kita perlu bersosialisasi dengan sebanyak mungkin orang, salah satunya dengan berkomunikasi dengan mereka di mana pun dan kapan pun. Dengan banyaknya komunikasi, kita dapat menambah persahabatan dengan sebanyak mungkin orang. Dengan bersahabat, kita makin banyak bergaul dengan orang lain, mengenal karakter mereka, dan berusaha menyesuaikan diri dengan mereka (tanpa berarti harus kompromi untuk hal-hal yang mutlak). Jika Tuhan mengizinkan, maka dari persahabatan itulah, kita bisa membina hubungan lawan jenis secara serius dengan berpacaran dan akhirnya menikah.

Pertanyaan selanjutnya yang muncul, apakah perbedaan antara persahabatan dan hubungan lawan jenis? Bagaimana sikap kita menyikapi perbedaan tersebut?

Hubungan lawan jenis yang saya maksud di sini adalah ketika sepasang cowok dan cewek sudah saling mengungkapkan perasaan suka dan sayang entah itu dalam masa pendekatan (pdkt) atau berpacaran atau bahkan sudah menikah (bukan cinta yang bertepuk sebelah tangan).

Persahabatan berarti pertemanan yang tentu terdiri dari beberapa cowok dengan beberapa cewek. Inti persahabatan (SEJATI) pertama: kebersamaan (bukan berduaan!). Karena terdiri dari beberapa cowok dan beberapa cewek, maka tentu saja kalau mau hang out atau pergi ke gereja, mereka selalu bersama. Mereka bersenda gurau, berdiskusi, dan belajar bersama. Namun kebersamaan itu HARUS ada batasnya, yaitu tidak boleh ada ikatan (hubungan) pribadi di antara mereka. Kalau ada seorang cowok (A) yang bertanya kepada seorang cewek (X) atau sebaliknya tentang hal-hal pribadi (lebih dari 1x), misalnya: “lagi ngapain?”, “sudah makan?”, “kamu suka makan apa?”, dll atau bertanya tentang aktivitasnya di hari tertentu (apalagi dikhususkan, nanya hari Sabtu ngapain?), seharusnya cewek X yang memang benar-benar menganggap A hanya sebatas teman TIDAK perlu menjawab pertanyaan itu (dan TIDAK perlu bertanya balik), karena pertanyaan-pertanyaan tersebut SUDAH bersifat pribadi! Kata kunci kedua dalam persahabatan adalah pengorbanan, namun perlu diingat, pengorbanan itu BUKANlah pengorbanan spesial kepada salah satu teman saja (lawan jenis), tetapi sebisa mungkin juga kepada semua teman entah itu sesama atau lawan jenis. Saya sendiri melakukan apa yang saya katakan!

Sedangkan jika seseorang SUDAH berani mengatakan CINTA dan menjalin hubungan dengan lawan jenis yang lebih serius (lebih dari sekadar teman biasa), maka ia HARUS mengerti konsekuensinya (ini BUKAN teori/hukum yang kaku, tetapi aplikasi yang WAJAR dari seorang yang SUDAH berani berkata: CINTA):
* siap untuk tidak egois --> selalu bertanya kepada pasangan kita, apakah dia suka dengan perkataan, sikap, gaya rambut, pakaian, dll kita.
* ingin selalu bersama/dekat dengan pasangan kita, kecuali untuk alasan yang mendesak: kita atau pasangan kita sedang bekerja (sungguh-sungguh bekerja, bukan menggunakan alasan “bekerja” sebagai dalih untuk menghindar/berselingkuh!) atau yang lain—ingat: alasan yang mendesak, bukan alasan konyol yang dibuat-buat!
* menghargai keberadaan pasangan kita saat kita berkencan --> bukan asyik BlackBerry Messenger (BBM), SMS, dan telpon-an yang tidak jelas dengan orang lain di kala kencan, kecuali untuk urusan rohani dan/atau keluarga yang mendesak, seperti: salah satu keluarga ada yang meninggal atau sakit keras atau bertanya keberadaan kita, dll
* TIDAK menyakiti perasaan pasangan kita --> berusaha TIDAK menyebutkan lawan jenis lain ketika berkomunikasi dengan pasangan kita, apalagi memuji lawan jenis itu baik, dll (karena itu TIDAK penting) dan menaati apa yang dikehendaki pasangan kita asalkan TIDAK bertentangan dengan firman Tuhan (koridor Alkitab: istri/wanita tunduk kepada suami/pria dan suami/pria mengasihi istri/wanita)!
* terbuka dan jujur --> berusahalah berkomunikasi dengan terbuka dan jujur dalam segala situasi. Jangan suka menutup-nutupi fakta dengan rayuan gombal, dll. Belajarlah dari Tuhan Yesus yang berfirman, “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat.” (Mat. 5:37) Ketika kita mencoba mendustai pasangan kita, mungkin sekali pasangan kita tidak mengetahuinya, namun Allah yang Mahatahu pasti mengetahuinya dan Ia akan menyatakan kebenaran kelak kepada pasangan kita. Jangan bermain-main dengan Allah!

Jika kita sudah, sedang, dan akan terus berkomitmen untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis yang kita cintai, pertanyaannya, apakah kita masih boleh berteman? Ada dua pendapat dan sanggahan dari saya:
# BOLEH --> kita harus bisa membagi waktu antara berteman dengan berkencan (setara). Di satu sisi, tentu hal ini benar, karena memang kita perlu menambah teman untuk saling berbagi, berdiskusi, dll, namun perlu diingat: BERTEMAN dengan BERKENCAN bukan dua hal yang setara! Ordonya: 1. Allah (dan hal-hal rohani); 2. Orangtua (dan keluarga) dan pasangan hidup; 3. Teman biasa. Jika teman dan pasangan disetarakan, itu tidak logis: kalau pasangan kita menelpon kita untuk mengajak kita pergi berdua dan di waktu yang sama, melalui sms, teman kita mengajak kita pergi bareng, apa yang akan kita lakukan? Pasti kita tidak bisa memutuskan, karena menurut pikiran kita, dua-duanya setara/sama pentingnya.
# TIDAK BOLEH --> hubungan lawan jenis bersifat dua orang, tidak boleh ada yang lain. Hal ini tergantung karakter pasangan kita. Kalau memang pasangan kita ganjen (kalau bersama dengan lawan jenis, dia selalu senang, tetapi ketika bersama dengan teman sesama jenis, dia agak malas) dan bermental selingkuh (playboy/playgirl), kita harus tegas menegurnya! Kalau dia tidak mau ditegur, segera tinggalkan orang ini. Di dalam membina hubungan lawan jenis, kita diperbolehkan untuk cemburu dalam arti jealous (bukan envious), karena Allah yang telah memilih dan memanggil umat-Nya adalah Allah yang cemburu ketika umat-Nya berzinah rohani dengan menyembah ilah lain (Kel. 20:3-5). Sedangkan kalau dia memang bisa dipercaya dan tidak bermental selingkuh, maka jangan lakukan tindakan membatasi pasangan kita, karena itu posesif.

Jika demikian, bagaimana membatasi persahabatan ketika kita sedang menjalin hubungan lawan jenis (CINTA)?
1. Prioritaskan Kebenaran --> dalam membina hubungan lawan jenis, kembalilah kepada standar kebenaran Allah: kekudusan, kesetiaan, kejujuran, dan kerelaan. Pdt. Wendy Pratama di dalam status Facebook beliau mengungkapkan satu hal menarik tentang cinta: “Ada apa di dalam CINTA? .. Ada LIPATAN ‘simetris’ .. Kiri ‘SAYANG’ kanan ‘SETIA’ kalau sebelah saja itu bukan CINTA.” Dua hal ini tidak boleh dipisahkan. Ketika kita berusaha memisahkannya, kita sudah berzinah di dalam pikiran!
2. Prioritaskan pasangan kita --> kesetiaan kita ditandai dengan memprioritaskan pasangan kita lebih dari teman-teman lain (jangan menyetarakannya)! Kalau pasangan kita dan teman kita bersamaan meminta kita bersama dengan mereka, kita yang sungguh-sungguh mencintai pasangan kita harus memilih bersama pasangan kita, sedangkan kita bisa mencari waktu lain untuk pergi bersama teman kita (SESAMA JENIS!). Hal ini bukan suatu keegoisan, namun suatu kewajaran, karena otomatis kita akan senang bersama pasangan kita dan kesempatan berduaan merupakan kesempatan saling berdiskusi dan mengenal satu sama lain. Adalah suatu keanehan jika ada orang yang katanya suka dengan lawan jenis tertentu (dan lawan jenis ini juga suka dengannya), namun lawan jenisnya tidak digubris sama sekali ketika dia bertemu dengan teman-temannya.
3. Anggaplah teman sebagai teman --> karena pasangan kita lebih diprioritaskan dari teman-teman lain, maka konsekuensi WAJARnya adalah anggaplah TEMAN sebagai TEMAN. Dalam hal ini, harus ada pembedaan tegas antara teman sesama jenis dan teman lawan jenis. Dengan teman sesama jenis, silahkan kita berkomunikasi seintens mungkin untuk curhat, pergi bersamanya (berdua atau lebih dari itu), dll, namun dengan teman lawan jenis, kurangi komunikasi dalam bentuk apa pun dan ajakan untuk pergi berdua! Kalaupun teman lawan jenis kita mengajak kita pergi berduaan, ajaklah pasangan yang kita cintai (dan mencintai kita) untuk menemani kita (sekaligus pasangan kita mengenal teman-teman kita), lalu lihat bagaimana reaksi teman lawan jenis kita? Jika teman lawan jenis kita memang benar-benar TIDAK ada perasaan apa pun kepada kita maka ia tentu membolehkan kita mengajak pasangan kita (bahkan ia akan senang karena dapat berkenalan dengan pasangan kita), namun jika teman lawan jenis itu keberatan dan menolak, berarti dia pasti ada perasaan tertentu dengan kita. Jika dari hal “sepele” saja, kita tidak mau mengenalkan semua teman-teman kita (asalkan TIDAK berada di luar kota/pulau) kepada pasangan kita, itu sudah pertanda dia memang rajin selingkuh, karena teman-temannya (khususnya lawan jenis) sengaja tidak mau dikenalkan, agar dia bisa berselingkuh dengan mereka!

Sebagai kesimpulan, tidak ada salahnya membina persahabatan tatkala kita sedang mencintai seseorang, tetapi tariklah batas yang tegas antara teman vs pasangan hidup. Perbanyaklah teman sesama jenis dan kurangilah teman lawan jenis, karena teman lawan jenis berpotensi merusak hubungan lawan jenis secara perlahan! Jangan suka berargumen, “Kami hanya teman biasa, tidak lebih”, karena biasanya (tidak selalu sih) orang yang berargumen ini selalu tidak pernah menepati perkataannya sendiri dan mudah berselingkuh karena ia menemukan lawan jenis lain yang lebih baik, kaya, sabar, dll daripada pasangannya sendiri. Biarlah melalui artikel singkat ini, kita makin mengerti apa arti persahabatan dan cinta, sehingga kita TIDAK mudah mengumbar kata cinta! Amin. Soli Deo Gloria.