27 May 2008

Matius 10:1-7: CHARACTERISTIC OF THE KINGDOM

Ringkasan Khotbah : 18 September 2005

Characteristic of the Kingdom
oleh: Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.

Nats: Mat. 10:1-7


Kita telah memahami bahwa seorang warga Kerajaan Sorga bukanlah seorang yang egois yang hanya berorientasi pada diri sendiri. Segala berkat rohani yang telah kita terima dari Kristus Sang Raja haruslah kita bagikan kepada mereka yang lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala (Mat. 9:35-38). Hal Kerajaan Sorga itu seumpama biji sesawi yang kecil dan bertumbuh menjadi sebuah pohon besar sehingga burung-burung di udara bersarang pada cabang-cabangnya (Mat. 13:31-32), hal ini menunjukkan Kerajaan Sorga dimulai dari hal yang kecil dan kemudian bertumbuh menjadi besar. Inilah sifat dari Kerajaan Sorga. Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana Kerajaan Sorga ini dikerjakan dan siapa yang mengerjakannya? Setiap orang yang menjadi warga Kerajaan Sorgalah yang harus mengerjakannya.
Kalau kita perhatikan secara sepintas, tema Kerajaan Sorga ini sepertinya tema dari Injil Matius saja namun sesungguhnya tema Kerajaan Sorga ini menjadi tema dari keseluruhan kitab Perjanjian Lama dan kitab Perjanjian Baru. Sungguh merupakan suatu anugerah kalau Tuhan memilih kita menjadi warga-Nya dimana kita berada dalam pimpinan-Nya, kita hidup dalam pemeliharaan-Nya. Tidak hanya sampai disitu saja, Allah sendiri menjagai umat-Nya dari ancaman dan bahaya musuh, kuasa Tuhan selalu menyertai bahkan kita turut ambil bagian dalam pekerjaan-Nya. Sangat menyenangkan, bukan ketika kita menjadi umat-Nya dan berada dalam pimpinan-Nya? Ternyata anugerah yang begitu besar ini tidaklah menjadi hal yang menyenangkan bagi bangsa Israel. Manusia berdosa tidak suka kalau dipimpin oleh Raja Sorgawi, bangsa Israel lebih suka dipimpin oleh raja dunia bahkan umat Israel tetap bersikeras meminta raja dunia meski Tuhan membukakan fakta bahwa berada dibawah pimpinan raja dunia justru semakin menyengsarakannya (1Sam. 8:10-22). Inilah sifat manusia berdosa.
Kerajaan Sorga ini memang ada di bumi namun Kerajaan Sorga di bumi ini tidak diperintah secara duniawi karena yang memerintah adalah Raja atas segala raja, yaitu Allah sendiri bahkan kepada umat-Nya Allah memberikan hukum, aturan dan prinsip yang paling agung yang tidak pernah kita jumpai di dunia, yaitu hukum Taurat. Seharusnya, orang merasakan sukacita ketika berada dalam pimpinan-Nya dan menjadi umat-Nya namun kenyataannya tidaklah demikian. Jangan pernah berpikir kalau manusia bersikeras mau hidup dalam dosa maka Tuhan akan menghalang-halanginya, tidak! Bayangkan, berapa banyak pukulan yang akan kita terima sebagai akibat perbuatan dosa yang kita lakukan? Pastilah banyak pukulan yang kita terima sebab manusia berdosa selalu cenderung untuk berbuat dosa. Ketika manusia bersikeras meminta raja dunia maka Tuhan pun membiarkannya dan manusia harus menanggung resiko atas pilihannya tersebut. Raja dunia memerintah dengan cara dan sifat dunia sehingga dalam seluruh perjalanannya bangsa Israel tidak memancarkan umat pilihan Tuhan.
Sejarah mencatat berulang kali bangsa Israel jatuh dalam dosa namun Tuhan masih berbelas kasih berulang kali pula Tuhan mengampuni, dengan kasih dan sabar, Tuhan menuntun supaya bangsa Israel ini bertobat dan kembali kepada-Nya namun sungguh bangsa Israel adalah bangsa yang tegar tengkuk, mereka tetap kembali jatuh pada dosa, semakin hari hidup mereka tidak bertambah baik tapi justru semakin rusak maka Tuhanpun membuang mereka. Pada hari itu berakhir pula perjanjian antara Allah dengan umat Israel; umat Israel bukan lagi umat pilihan Allah karena mereka telah melawan perjanjian dan membuktikan bahwa mereka tidak sah sebagai umat pilihan. Allah pun diam dan 400 tahun kemudian, Allah yang Maha Kasih itu mengutus anak-Nya, Kristus Yesus untuk menjadi Raja dan menata ulang kembali Kerajaan Sorga yang Allah ingin tegakkan di bumi. Memang Kerajaan Sorga itu ada di dunia tetapi Kerajaan Sorga itu tidak bersifat dunia melainkan bersifat sorgawi dan Tuhan Yesus, Raja di atas segala raja itu yang menjadi Rajanya. Kerajaan dunia bersifat materi sedang Kerajaan Sorga bersifat kekal. Materi diciptakan oleh Allah dalam ruang dan waktu yang terbatas maka sifatnya tidak kekal sedangkan Kerajaan Sorga bersifat kekal, tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang bisa menghubungkan materi dan kekekalan. Merupakan suatu kesalahan fatal kalau orang memakai standar materi dan dikenakan pada Kerajaan Sorga. Kerajaan Sorga seharusnya menjadi standar apalagi setelah kejatuhan manusia dalam dosa maka kerajaan dunia harus mengikuti standar Kerajaan Sorgawi. Orang berusaha mencoba merefleksikan kekekalan di dalam kesementaraan dan sebaliknya. Hal ini dapat kita jumpai pada tradisi Tionghoa, mereka mengirimkan uang-uangan dari kertas, rumah-rumahan yang terbuat dari kertas dan lain sebagainya. Sesungguhnya mereka menyadari bahwa orang yang sudah mati bersifat roh maka satu-satunya cara supaya uang kertas, rumah kertas dan lain sebagainya yang bersifat materi itu dapat diterima oleh mereka-mereka yang sudah meninggal yang bersifat roh haruslah dengan cara dibakar, orang berpikir dengan dibakar berarti terjadi perubahan bentuk dari materi menjadi non materi. Orang seharusnya sadar bahwa paradigma atau pola berpikir yang ada dalam diri merekalah yang harusnya diubah; bukan bahan atau bentuk benda materinya yang mengalami perubahan. Orang lupa bahwa kekekalan melampaui ruang dan waktu, tidak ada perubahan. Jadi, jelaslah bahwa sifat Kerajaan Sorga berbeda dengan kerajaan dunia. Tuhan Yesus datang bukan mendirikan kerajaan Israel baru seperti yang diidam-idamkan oleh bangsa Israel. Tidak! Tuhan Yesus datang untuk menegakkan Kerajaan Sorga di bumi dimana umat Allah menjadi warga-Nya dan sifat Kerajaan Sorga ini tidaklah terbatas, ia melampaui ruang dan waktu sebab dimana umat Allah berada maka disanalah Kerajaan Sorga ditegakkan.
Pertama, Kerajaan Sorga dimulai dari orang-orang yang mendapat panggilan dari Sang Raja untuk menjadi warga-Nya. Jadi, orang yang berhak menjadi warga Kerajaan Sorga adalah mereka yang dipilih. Sungguh merupakan suatu anugerah kalau diantara jutaan manusia, Tuhan memilih kita menjadi bagian dari Kerajaan-Nya maka sepatutnyalah kita bersyukur sebab di tengah dunia ini banyak orang yang mengikuti Dia bahkan Alkitab mencatat, Tuhan Yesus harus memberi makan lima ribu orang laki-laki belum termasuk perempuan dan anak-anak yang hari itu mengikuti kemana Dia pergi. Perhatikan, diantara banyaknya orang yang mengikuti-Nya, Tuhan Yesus hanya memanggil dua belas orang untuk menjadi murid-Nya. Kedua belas orang yang dipanggil Tuhan Yesus ini bukanlah orang-orang terpandang, mereka hanyalah orang-orang dari golongan menengah ke bawah. Hal ini menjadi teladan indah bagi kita, biarlah ketika kita memulai segala sesuatu, kita mulai dari yang kecil terlebih dahulu dan dengan rendah hati kita taat pada-Nya. Prinsip Kerajaan Sorga adalah orang-orang yang dibentuk dan diubahkan oleh Tuhan menjadi warga-Nya. Ingat, bukan karena kehebatan atau kekuatan kita kalau kita dapat menjadi warga-Nya, tidak! Orang yang sombong, orang yang merasa berjasa dalam pekerjaan Tuhan justru kepada mereka Tuhan tidak berkenan. Satu pertanyaan dari John Calvin yang perlu kita renungkan adalah apakah semua orang yang menjadi anggota gereja adalah warga Kerajaan Sorga? Ternyata tidaklah demikian, sebab apa yang kelihatan secara duniawi belum tentu warga Kerajaan Sorga; umat Allah yang sejati adalah orang yang menyadari bahwa dirinya berdosa dan ia taat mau diubahkan oleh Tuhan. Seorang murid sejati adalah seorang yang sepanjang hidupnya mau terus menerus diajar dan belajar oleh Sang Raja.
Konsep Tuhan yang berinisiatif memanggil umat-Nya ini sudah ada sejak jaman Perjanjian Lama hingga Perjanjian Baru. Kerajaan Allah di Perjanjian Lama dimulai pertama kali ketika Allah memanggil Abraham dan di Perjanjian Baru, Kerajaan Allah dimulai dari dua belas orang dan kemudian berkembang menjadi besar dan sampai hari ini panggilan ini tetap tiba pada anda dan saya. Seberapa jauhkah kita menjawab dan merespon panggilan Tuhan? Seberapa jauhkah kita mau bertobat dan taat pada-Nya? Hari ini, kalau kita masih bertemu dengan panggilan Tuhan maka itu merupakan suatu anugerah maka jangan sia-siakan anugerah Tuhan itu. Kita seharusnya belajar dari sejarah bangsa Israel, jangan mengulang kejadian yang sama dimana mereka telah menyia-nyiakan anugerah Tuhan, mereka lebih memilih dipimpin raja dunia daripada Raja Sorga. Biarlah di dalam setiap kehidupan kita selalu bersandar pada tangan Allah yang memimpin dan memberikan damai sejahtera pada anak-anak-Nya. Sungguh amatlah disayangkan, orang lebih suka berjalan sendiri, berjalan dalam kegelapan daripada berada dalam pimpinan Tuhan. Seharusnya orang menyadari ketika ia berbuat dosa sebab di dalam diri setiap manusia disana Tuhan memberikan pada hati nurani yang akan menegur ketika kita berbuat dosa namun toh orang sengaja melawan. Maka sekali lagi saya tegaskan, jangan sia-siakan anugerah Tuhan, biarlah kita mau bertobat dan kembali pada Tuhan.
Kedua, Tuhan memberikan kuasa pada umat yang dipilih-Nya, yaitu kuasa untuk mengusir roh-roh jahat. Salah satu sifat Allah adalah kasih dan pengampun namun perhatikan, Allah yang Maha Kasih dan Maha Pengampun itu tidak pernah sekalipun berkompromi dengan iblis dan pada akhir jaman nanti, iblis dan seluruh anazirnya akan dibuang ke neraka. Begitu juga seorang anak Tuhan sejati tidak boleh berkompromi dengan iblis. Kerajaan Sorga mencerminkan sifat Allah, yaitu suci maka tidak boleh dicemari dengan dosa dan kenajisan. Ketika kita dipanggil menjadi warga Kerajaan Sorga maka kita harus melepaskan diri dari ikatan dan kuasa iblis dan Tuhan memberikan kuasa pada setiap anak-Nya untuk mengusir setan maka jelaslah bahwa mengusir setan bukanlah talenta atau karunia. Kalau Tuhan memberikan kuasa pada kita untuk mengusir setan, itu berarti tadinya setan ada di dalam kita. Sebelum kita dipanggil menjadi umat Tuhan, kita adalah makhluk berdosa, kita berada di dalam kuasa iblis dan Tuhan tidak pernah menuntut pada setiap orang yang mau menjadi umat-Nya haruslah bersih dan tidak bercacat, tidak, bahkan Tuhan memilih seorang penjahat yang ada di sebelah-Nya menjadi umat pilihan-Nya.
Satu hal yang Tuhan ingin kita lakukan adalah lepas dari ikatan setan, bertobat, kembali pada Kristus dan hidup dalam kebenaran. Tuhan tidak meminta kita untuk menjadi sempurna, tidak, Tuhan hanya meminta kita untuk bertumbuh menjadi sempurna seperti Kristus dengan demikian hidup kita menjadi berkat bagi orang lain. Hati-hati, iblis dapat membuat segala macam yang sifatnya semu, iblis pun dapat menampilkan segala macam kebaikan palsu dan kasih palsu. Jangan tertipu oleh akal licik iblis iblis, iblis sangat pandai seolah-olah mengasihi manusia dengan megumbar cinta kasih palsu, cinta kasih yang diberikan penuh dengan tipu muslihat dan berakhir dengan kebinasaan. Berbeda halnya dengan kesucian, iblis tidak dapat mengimitasikan kesucian karena bertentangan dengan sifatnya. Tuhan memberikan kekuatan pada kita untuk mengusir setan maka janganlah pernah sekali-kali berkompromi dengan iblis, biarlah semakin hari kita semakin bertumbuh dan akhirnya menjadi sempurna seperti Kristus.
Ketiga, Kerajaan Sorga memang dimulai dari kecil, yaitu dari dua belas murid yang telah Tuhan pilih dan menjadi umat-Nya namun Kerajaan Sorga tidak berhenti sampai di situ, Tuhan ingin supaya setiap orang yang sudah dipilih menjadi warga Kerajaan Sorga untuk pergi dan memberitakan kabar keselamatan, yaitu Kerajaan Sorga sudah dekat. Kerajaan Sorga bukan berhenti di diri kita saja, tidak, tapi Kerajaan Sorga seperti biji sesawi yang kecil dan terus bertumbuh sampai menjadi pohon besar. Di dunia modern ini, muncul pendapat yang mengatakan bahwa orang yang jujur dan suci tidak akan dapat bertahan hidup di dunia. Dengan kata lain orang Kristen yang suci tidak akan dapat hidup maka supaya orang dapat hidup di dunia orang harus menjadi anak iblis. Salah! Itulah cara iblis mempermainkan dan menakut-nakuti orang Kristen; iblis akan selalu menekan orang Kristen supaya hidup seperti layaknya orang dunia.
Pendapat yang sinis ini keluar dari cetusan hati yang iri dan cemburu dari orang yang tidak suka melihat ada orang baik di dunia. Sesungguhnya, orang berdosa ini ingin hidup jujur dan baik karena di dalam diri setiap manusia, sebab manusia dicipta menurut gambar dan rupa Allah dan disana, Tuhan tanamkan sense of divinity. Di satu pihak, dunia suka dengan orang baik dan suci bahkan dunia berusaha untuk dapat hidup suci tetapi di lain pihak, dunia tidak suka kalau ada orang benar dan suci di dekatnya. Hal ini terjadi karena mereka tidak tahu caranya bagaimana hidup benar dan suci. Bukankah yang sering kita jumpai dalam suatu lowongan pekerjaan dengan kriteria: baik, jujur, berintegritas? Dunia membutuhkan orang yang baik, jujur, suci dan berintegritas tetapi dunia tidak tahu harus dimana dan bagaimana mendapatkan orang-orang demikian.
Tugas kitalah sebagai anak Tuhan sejati untuk pergi dan memberitakan bahwa Kerajaan Sorga sudah dekat. Dunia yang tiada pengharapan membutuhkan berita pengharapan, yaitu Injil Tuhan; hanya di dalam Kristus sajalah masih ada pengharapan; orang berdosa mendapatkan pengampunan dan diselamatkan, hidup dalam kebenaran sejati. Berita pengampunan dosa, berita pertobatan, berita penebusan di dalam Tuhan Yesus ini menjadi berita yang relevan di tengah dunia yang bobrok ini. Biarlah kita dipakai Tuhan menjadi orang-orang yang membawa berita sukacita ini pada orang-orang yang lelah, pada mereka yang tersesat dan terhilang ini. Amin.

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)
Sumber:

Roma 8:18-25: HIDUP OLEH ROH DAN PENGHARAPAN ANAK-ANAK ALLAH

Seri Eksposisi Surat Roma :
Menjadi Manusia Baru-3


Hidup oleh Roh dan Pengharapan Anak-anak Allah

oleh: Denny Teguh Sutandio


Nats: Roma 8:18-25.

Setelah mempelajari tentang makna dan penyebab hidup oleh Roh, Paulus mulai menjelaskan tentang hubungan erat antara hidup oleh Roh dengan pengharapan sejati anak-anak Allah di ayat 18 s/d 25. Hidup oleh Roh bukan hanya hidup dipimpin oleh Roh Kudus, tetapi hidup itu memiliki arah pengharapan yang pasti karena Allah Pribadi Ketiga yang memimpin hidup kita sampai kepada akhir hidup kita. Inilah kepastian hidup Kristen yang tidak mungkin dimiliki oleh orang-orang non-Kristen lainnya.

Penderitaan yang dipaparkan oleh Paulus pada ayat 17 sebagai salah satu janji Allah yang kita terima tidak berhenti hanya di dalam penderitaan, tetapi berlanjut sampai kepada pemuliaan. Pemuliaan inilah tujuan pengharapan sejati di dalam Kristus. Sehingga dengan penuh iman, di pasal 8 ayat 18, Paulus mengajarkan, “Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita.” Kata “yakin” di dalam ayat ini tidak berarti beriman, karena beberapa terjemahan menerjemahkan bukan believe, tetapi : reckon (berharap/menganggap) dalam King James Version ; consider (menganggap/memperhatikan/memikirkan) dalam English Standard Version, International Standard Version, New American Standard Bible dan New International Version. Lalu, apa yang kita harapkan di dalam penderitaan ? Di dalam penderitaan, kita bukan berfokus pada penderitaan sesaat, tetapi berfokus kepada Kristus dan hidup oleh Roh, sehingga hidup kita dipenuhi dengan sukacita Kristus ketika menghadapi penderitaan. Oleh karena itu, Paulus dengan berani menyatakan pengharapannya bahwa penderitaan (atau bisa diterjemahkan : kesukaran) zaman sekarang ini tidak bisa dibandingkan (atau bisa diterjemahkan : tidak layak dibandingkan) dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita. Pengharapan ini bukanlah pengharapan palsu seperti yang ditawarkan oleh dunia melalui beragam filsafat dan agama palsunya, tetapi pengharapan ini adalah pengharapan sejati yang menuntun hidup anak-anak Tuhan. Paulus, salah satu contohnya yang dikuatkan melalui pengharapan sejati ini ketika ia harus menderita di dalam tugas pelayanannya dalam mengabarkan Injil. Bahkan dengan penuh iman, ia berani mengatakan, “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman. Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hari-Nya; tetapi bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatangan-Nya.” (2 Timotius 4:7-8) Mata iman Paulus bukan mata yang memandang kepada kesementaraan, tetapi kepada kekekalan dan jaminan hidup kekal. Agama palsu duniawi tidak akan pernah mampu menjamin keselamatan umat manusia kelak di Surga, karena mereka tidak memiliki kunci ke sana, tetapi puji Tuhan, Kristus itu adalah kunci ke Surga telah tersedia bagi umat pilihan-Nya yang percaya, sehingga mereka tidak lagi terkatung-katung di dalam penderitaan semu dunia, tetapi memiliki pengharapan yang pasti bahwa kelak mereka pasti bersama-Nya di Surga. Bagaimana dengan kita ? Paulus yang mengajarkan adanya pengharapan sejati ini, bukanlah Paulus yang bersantai, tetapi seorang yang bekerja lebih giat lagi untuk memberitakan Injil dan melayani-Nya. Kita seringkali sudah diajarkan tentang pengharapan ini, tetapi ironisnya, kita malahan bersantai, tidak pernah membaca Alkitab, tidak pernah belajar Firman, berdoa, memberitakan Injil, dll. Betapa berbedanya kita dengan Paulus. Maukah hari ini kita berkomitmen untuk meneladani Paulus yang meskipun memiliki pengharapan pasti di dalam Kristus tetapi tetap bekerja keras untuk melayani Tuhan ? Pengharapan sejati memungkinkan dan mengakibatkan anak-anak Allah terus bekerja giat untuk melayani Tuhan, dan bukan malahan terbuai, lalu bersantai.

Lalu, mengapa Paulus bisa memiliki pengharapan pasti ini ? Ada apa di balik pengharapan Paulus ini ? Di ayat 19, Paulus menjelaskannya, “Sebab dengan sangat rindu seluruh makhluk menantikan saat anak-anak Allah dinyatakan.” Pengharapan sejati ini ada karena adanya pemuliaan anak-anak Allah yang akan terjadi di dalam kekekalan. Kata “makhluk” di dalam ayat ini adalah ciptaan (creature). Dengan kata lain, ayat ini mengajarkan bahwa semua ciptaan dengan sangat rindu menantikan pemuliaan anak-anak Allah. Sungguh menarik, di dalam ayat ini, anak-anak Allah bukan memuliakan diri, tetapi dimuliakan. Inilah keKristenan. KeKristenan bukan seperti agama-agama palsu duniawi (salah satunya, agama mayoritas di Indonesia) yang minta dihormati, disanjung, dianakemaskan, dll dengan caranya membunyikan panggilan beribadah dengan keras-keras, dll, tetapi keKristenan adalah satu-satunya agama yang menyembunyikan diri. Integritas keKristenan bukan dilihat dari fenomena, tetapi dilihat dari esensi, itulah yang mungkin tidak secara langsung dimengerti oleh banyak orang non-Kristen. Melihat keKristenan harus melihat Kristus sebagai pusat, karena keKristenan tanpa Kristus adalah sia-sia/mati. KeKristenan adalah satu-satunya agama yang menyembunyikan diri, hal ini meneladani dari Tuhan Yesus Kristus yang bernatur 100% Allah dan 100% manusia, tetapi Dia tidak minta dihormati, disanjung, tetapi merendahkan diri-Nya bahkan sampai mati disalib demi menebus dosa-dosa manusia, lalu Ia bangkit dari kematian serta naik ke Surga, duduk di sebelah kanan Allah Bapa. Itulah kemuliaan Kristus yang telah setia dan telah mengalahkan penderitaan. Kemuliaan Kristus menjamin pemuliaan anak-anak Allah di hadapan semua ciptaan Allah. Dengan kata lain, ketika kita sebagai umat pilihan-Nya dinyatakan, itu bukan karena kehebatan kita, tetapi mutlak karena anugerah Allah yang berdaulat yang telah memilih kita, menyelamatkan kita di dalam penebusan Kristus melalui kelahiran baru dari Roh Kudus serta menyempurnakan kita terus-menerus oleh Roh Kudus. Keselamatan dan kemuliaan kita kelak mutlak tergantung pada karya anugerah Allah Trinitas yang berdaulat dan Mahaagung. Tanpa anugerah Allah, kita mustahil bisa diselamatkan, apalagi dimuliakan. Jaminan ini mengakibatkan kita hidup di dalam dunia tidak usah kuatir dan cemas. Meskipun kita seringkali dianaktirikan khususnya di Indonesia, ibadah di gereja dipersulit, banyak hamba Tuhan dibunuh, gereja dibakar (tanpa ada argumentasi yang jelas), dll, percayalah, sebagai anak-anak Tuhan, kita tidak perlu membalas mereka, karena kemuliaan kita bukan ada di dalam dunia berdosa dan rusak ini, tetapi di dalam kekekalan, di mana kita telah mengalami dan mengalahkan penderitaan-penderitaan itu karena Kristus. Kemuliaan kita bukan diperoleh dari uang, harta, posisi sosial, kedudukan, dll, tetapi kemuliaan kita adalah kemuliaan yang bersifat kekal karena kemuliaan kita bukan diberikan oleh manusia yang jijik dan berdosa ini, tetapi diberikan oleh Allah Trinitas yang Mahaagung. Ini adalah suatu anugerah yang Mahaagung dan Mahadahsyat, di mana kita yang dahulu umat terkutuk oleh dosa, tetapi sekarang melalui ketaatan dan penebusan Kristus, kita dibenarkan oleh Allah dan dijadikan anak-anak Allah yang nantinya akan dimuliakan. Ingatlah terus, tanpa Kristus, kita hanya seonggok debu yang berdosa yang layak dibinasakan oleh Allah dan pasti mati.

Kemudian, Paulus menapak tilas kondisi awal manusia dan ciptaan lainnya dengan mengatakan di ayat 20, “Karena seluruh makhluk telah ditaklukkan kepada kesia-siaan, bukan oleh kehendaknya sendiri, tetapi oleh kehendak Dia, yang telah menaklukkannya,” Kata “makhluk” di dalam ayat 19 (juga ayat 20) ditafsirkan sebagai dunia (world) oleh Geneva Bible Translation Notes. Karena manusia berdosa, seluruh ciptaan Allah juga rusak total. Inilah efek tragis dosa manusia. Dosa juga mengakibatkan seluruh dunia/ciptaan juga menjadi sia-sia. Kata “sia-sia” diterjemahkan KJV : vanity (=keadaan yang tidak berguna lagi) ; ESV dan NASB : futility (=kesia-siaan/kehampaan) ; dan dalam bahasa Yunani : mataiotēs (artinya : inutility {=tidak berguna}, secara figuratif berarti transientness {=kesementaraan}, secara moral berarti depravity {=kerusakan}). Kesia-siaan ini timbul dalam berbagai bentuk, misalnya sesama hewan saling memangsa, membunuh, hewan juga takut dengan manusia, begitu juga sebaliknya. Semua bentuk itu menunjukkan bahwa makhluk hidup di dunia hidup dengan kesia-siaan tanpa arti diakibatkan oleh dosa manusia (lihat Kejadian 3:17-19). Lalu, kesia-siaan atau kerusakan dunia ini diizinkan oleh kehendak Allah. Allah mengizinkan dosa terjadi di dalam dunia, tetapi ingat, bukan Allah sebagai penyebab dosa. Lalu, mengapa Allah mengizinkan dosa? Karena Allah ingin menunjukkan betapa rapuh dan rusaknya manusia tanpa-Nya. Hal ini seharusnya menyadarkan kita betapa kita tak berharga dan tak memiliki hidup yang bermakna jika tanpa-Nya.

Tetapi, di tengah-tengah ketiadapengharapan, di ayat 21, Tuhan melalui Paulus mengingatkan, “tetapi dalam pengharapan, karena makhluk itu sendiri juga akan dimerdekakan dari perbudakan kebinasaan dan masuk ke dalam kemerdekaan kemuliaan anak-anak Allah.” Dalam terjemahan Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS), kata “ciptaan” sejak dari ayat 19 diterjemahkan : “alam”. Kembali, karena manusia sudah berdosa dan rusak total, maka alam semesta juga rusak dan hancur, tetapi puji Tuhan, Allah menganugerahkan keselamatan bagi umat pilihan-Nya yang berdosa di dalam Kristus, dan tentunya keselamatan ini bukan hanya keselamatan manusia, tetapi juga keselamatan dan pemulihan alam semesta. Ini yang disebut di dalam theologia Reformed dari Alkitab sebagai penebusan kosmis. Penebusan dan keselamatan alam semesta ini menjadi “tempat” persiapan kita hidup di dalam langit dan bumi yang baru kelak di mana tidak ada lagi penderitaan, ratap tangis, dll (Wahyu 21). Di dalam langit dan bumi yang baru ini, semua ciptaan dan umat pilihan-Nya akan disempurnakan dan dimuliakan bersama-sama, di mana khususnya umat pilihan-Nya (anak-anak Allah) diberi tubuh baru yang tak bisa lagi berdosa (Augustinus menyebutnya : non-posse peccare). Inilah pengharapan kedua yang diterima oleh anak-anak Allah, yaitu hidup bersama-sama di dalam langit dan bumi yang baru.

Lalu, apakah pengharapan sejati ini membutakan kita dan mengakibatkan kita tidak perlu menderita ? TIDAK. Paulus kembali menyatakan hal ini di dalam ayat 22 s/d 23, “Sebab kita tahu, bahwa sampai sekarang segala makhluk sama-sama mengeluh dan sama-sama merasa sakit bersalin. Dan bukan hanya mereka saja, tetapi kita yang telah menerima karunia sulung Roh, kita juga mengeluh dalam hati kita sambil menantikan pengangkatan sebagai anak, yaitu pembebasan tubuh kita.” Seluruh dunia/ciptaan/alam meskipun memiliki pengharapan kelak, mereka tetap harus mengeluh dan menderita seperti perempuan yang sakit bersalin. Bukan hanya alam, kita yang dikatakan telah menerima karunia sulung Roh pun harus menderita dan mengeluh di dalam dunia yang fana ini. Sungguh menarik, kita disebut telah menerima karunia sulung Roh. Pernyataan “karunia sulung” dalam KJV diterjemahkan firstfruits (=buah pertama) dan bahasa asli (Yunani)nya menerjemahkan aparchē yang berarti a beginning of sacrifice (=permulaan/awal penebusan/pengorbanan). Ini berarti anak-anak Allah adalah umat pilihan-Nya yang pertama kali menerima karunia sulung Roh Kudus yang menjadikan mereka anak-anak Allah di dalam Kristus. Mengapa disebutkan pertama kali ? Karena penebusan pertama berlaku pada manusia pilihan-Nya, dan kedua berlaku pada kosmos/dunia (penebusan kosmis) sebagai efek dari penebusan manusia. Ini menandakan bahwa manusia pilihan-Nya yang memiliki status yang lebih tinggi dari alam pun tetap harus mengeluh dan menderita di dalam dunia ini. Di dalam suratnya yang kedua kepada jemaat di Korintus, Paulus juga memaparkan hal yang serupa, “Selama kita di dalam kemah ini, kita mengeluh, karena kita rindu mengenakan tempat kediaman sorgawi di atas tempat kediaman kita yang sekarang ini, sebab dengan demikian kita berpakaian dan tidak kedapatan telanjang. Sebab selama masih diam di dalam kemah ini, kita mengeluh oleh beratnya tekanan, karena kita mau mengenakan pakaian yang baru itu tanpa menanggalkan yang lama, supaya yang fana itu ditelan oleh hidup.” (2 Korintus 5:2-4) Meskipun kita memiliki pengharapan akan kemuliaan kita di dalam kekekalan, kita tetap harus rela menderita di dalam dunia yang semu ini. Sambil menderita, Paulus mengingatkan kita untuk terus merindukan tempat kediaman Surgawi jauh melebihi tempat kediaman kita di dunia ini. Dengan demikian, hidup dan keselamatan Kristen bersifat paradoks, yaitu sudah (already) dan belum (not yet). Kita sebagai umat pilihan-Nya hidup di dalam dua dunia, yaitu dunia kita sekarang yang fana dan dunia kekekalan. Kita juga menjadi warga negara di dalam dua dunia ini, sehingga kita dituntut untuk bertanggungjawab di dalam dunia yang fana ini dengan perspektif dunia Surgawi. Artinya, meskipun kita hidup di dunia yang fana ini, kita tidak boleh sama dengan dunia ini, tetapi mengubah paradigma kita agar sesuai dengan paradigma dan kehendak-Nya (Roma 12:1-2). Ingatlah, kita harus melakukan hal ini karena kita bukan dari dunia ini, tetapi dari Allah, seperti yang Tuhan Yesus katakan tentang para murid-Nya (termasuk umat pilihan-Nya), “Aku telah memberikan firman-Mu kepada mereka dan dunia membenci mereka, karena mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia. Aku tidak meminta, supaya Engkau mengambil mereka dari dunia, tetapi supaya Engkau melindungi mereka dari pada yang jahat. Mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia. Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah kebenaran. Sama seperti Engkau telah mengutus Aku ke dalam dunia, demikian pula Aku telah mengutus mereka ke dalam dunia; dan Aku menguduskan diri-Ku bagi mereka, supaya merekapun dikuduskan dalam kebenaran. Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka; supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.” (Yohanes 17:14-21) Dalam 8 ayat ini, ada pernyataan yang disebutkan Tuhan Yesus sebanyak 2 kali di dalam doa-Nya kepada Bapa, yaitu “mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia.” Bukan hanya itu saja, setelah pernyataan ini, di ayat 17, Ia berdoa kepada Bapa agar Bapa menguduskan mereka di dalam kebenaran sebab firman-Nya adalah kebenaran. Inilah status kita sebagai anak-anak Allah, yang lahir dari Allah (1 Yohanes 3:9). Kita memang adalah anak-anak Allah karena Roh Kudus mengadopsi kita di dalam Kristus menjadi anak-anak Allah, tetapi status kita masih belum sempurna, karena status kita menjadi anak-anak Allah sempurna ketika kita semua berada di dalam kekekalan (1 Yohanes 3:2). Itulah sebabnya mengapa Paulus di ayat 23 ini mengatakan, “...sambil menantikan pengangkatan sebagai anak, yaitu pembebasan tubuh kita.” Kata “pembebasan” dalam pernyataan “pembebasan tubuh” seharusnya diterjemahkan penebusan tubuh (KJV : the redemption of our body ; ESV dan ISV : the redemption of our bodies), karena pernyataan “pembebasan tubuh” bisa salah ditafsirkan dan seolah-olah mirip dengan ajaran filsafat Yunani yang mengajarkan bahwa keselamatan adalah pembebasan jiwa dari tubuh. Tentang paradoks ketegangan hidup dan keselamatan Kristen yang sudah dan belum, banyak sekali ajaran keKristenan yang tidak seimbang menekankan kedua hal ini. Golongan pertama terlalu menekankan aspek langit dan bumi yang baru nantinya (aspek not yet) dan membawanya ke dalam dunia, lalu lahirlah “theologia” kemakmuran. Mereka tidak mengerti bahwa dunia kita dunia berdosa, yang sudah dikutuk, tak mungkin kita menikmati kekayaan sejati, dll, tetapi para penganut ini terlalu “optimis” dan menggantikan keKristenan yang berfokus kepada Kristus menjadi agama pemberi “berkat” (berpusat kepada diri manusia/self-centered). Ada juga yang karena terlalu menekankan aspek not yet, beberapa orang “Kristen” (dipengaruhi oleh Monastisisme di Abad Pertengahan) mulai menyiksa diri, supaya nantinya diperkenan oleh Allah. Di sisi lain, ada golongan “Kristen” yang terlalu menekankan aspek sudah (already) dalam arti kita sudah diselamatkan, maka mereka hidup dengan sembrono, tanpa memikirkan masa depan. Mungkin, moto utamanya adalah, “Muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk ‘surga’” Kedua ketidakseimbangan ini sangat berbahaya dan tidak diajarkan Alkitab. Oleh karena itu, kita harus mengerti bagaimana hidup di antara dua ketegangan paradoksikal ini, yaitu antara sudah dan belum. Ingatlah, status kita sudah diselamatkan melalui karya ketaatan dan penebusan Kristus di salib, tetapi kita juga sedang diselamatkan dan akan diselamatkan nantinya di dalam kekekalan. Ketegangan paradoksikal ini memungkinkan kita hidup tidak lagi terlena, tetapi hidup berjuang untuk melayani-Nya di dalam kehidupan sehari-hari dan memberitakan Injil Kristus.

Kemudian, di ayat 24 s/d 25, Paulus menjelaskan ayat 23 yaitu “Sebab kita diselamatkan dalam pengharapan. Tetapi pengharapan yang dilihat, bukan pengharapan lagi; sebab bagaimana orang masih mengharapkan apa yang dilihatnya? Tetapi jika kita mengharapkan apa yang tidak kita lihat, kita menantikannya dengan tekun.” Kalaupun harus menderita, Paulus tetap mengingatkan dan menghibur orang Kristen bahwa mereka diselamatkan dalam pengharapan. Dengan kata lain, kata “diselamatkan” bisa berarti diselamatkan dalam ketegangan paradoksikal, yaitu sudah dan belum (lihat penjelasan di atas). Saya sampai pada kesimpulan ini, karena kalimat selanjutnya menjelaskan bahwa pengharapan ini bukanlah pengharapan yang dilihat, karena pengharapan yang dilihat bukanlah pengharapan, tetapi pengharapan ini adalah sesuatu yang tidak dilihat. Inilah pengharapan sejati ketiga yaitu kita berharap kepada sesuatu yang tidak dilihat. Pengharapan ini disertai dengan iman yang teguh. Pengharapan pasti kepada yang tidak dilihat ini mengakibatkan kita hidup terus-menerus ingin memuliakan Allah, karena kita berharap kepada Allah yang layak dipercaya (trustworthy) dan akan memuliakan kita bersama-Nya. Saya menggabungkan dua istilah : pengharapan yang pasti dan tidak terlihat. Orang-orang dunia yang tidak mendapat anugerah Allah tidak mampu mengerti kedua hal paradoks ini. Mereka sering berpikir bahwa pengharapan yang pasti itu adalah pengharapan yang dilihat. Tetapi Alkitab berkata hal yang bertolak belakang, justru ketika pengharapan bisa dilihat, pengharapan itu tidak layak disebut pengharapan. Justru, pengharapan sejati adalah pengharapan yang tidak dilihat. Di sini, untuk mengerti kedua paradoks ini, kita memerlukan iman yang jauh melampaui rasio (suprarasional). Terhadap pengharapan yang tidak dilihat inilah, kita menantikannya dengan tekun. Artinya, ketika hidup memiliki pengharapan yang pasti di dalam iman, kita tidak lagi terkatung-katung hidupnya, tetapi kita tekun berharap dan hidup lebih giat lagi bekerja untuk memuliakan Allah. Inilah ketekunan Kristen sejati. Ketekunan Kristen BUKANLAH ketekunan yang dipaksa untuk memperoleh keselamatan dan penebusan, karena jika tidak, keselamatan Kristen bisa “hilang”. Itu bukan ajaran Alkitab. Alkitab mengajarkan bahwa ketekunan Kristen adalah ketekunan sebagai respon terhadap anugerah Allah yang telah menyelamatkan kita hanya melalui iman di dalam ketaatan dan penebusan Kristus yang diimputasikan kepada kita.

Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita hari ini mau bertekun menantikan pengharapan sejati di dalam Kristus yang akan memimpin setiap langkah hidup kita melalui Roh Kudus ? Pengharapan itulah yang akan dinikmati oleh setiap anak-anak Allah yang hidup menurut Roh. Sudahkah kita hidup menurut Roh dan mengalami pengharapan yang pasti yang tidak
dilihat ini ? Amin. Soli Deo Gloria.

24 May 2008

Bagian 3: Problematika Multi-Level Marketing

3. PROBLEMATIKA MULTI-LEVEL MARKETING


Nats: 2Tim. 3:1-2; 1Tim. 6:9-10; Luk. 16:1-9



Latar Belakang Permasalahan
Dengan berbagai krisis yang ada, manusia dituntut untuk semakin kreatif di dalam mencari peluang, khususnya di dalam usaha untuk mencari keuntungan dan pola-pola bisnis yang “menjanjikan.” Sekitar tahun 1950-an, Jay Van Dalen dan Rich De Vos, memulai suatu bisnis yang menggunakan tenaga lepas untuk pemasaran mereka. Idenya adalah menyerahkan tugas pemasaran kepada pribadi-pribadi dengan kebebasan yang lebih besar. Hal itu merupakan penglaaman mereka sendiri sebagai distributor lepas vitamin “Nutrilite.” Berdirilah Amway International. Di sini­lah dimulainya pola bisnis marak yang sekarang dikenal dengan Multi-Level Marketing.
[1]


Ide Multi-Level Marketing
1. Kapitalisme (atau: Perekonomian Bebas)
Sistem MLM berdiri di atas pemahaman dasar Kapitalisme. Dan format yang dipakai justru adalah format ekonomi bebas. Bahkan pen­diri Amway, yaitu Rich De Vos mengidentikkan kapitalisme de­ngan perekonomian bebas, dan sekaligus menekankan bahwa itulah kredo dari bisnisnya, yaitu pola MLM ini.
[2] Dengan format ini, De Vos menganjurkan agar kita bisa menikmati keuntungan yang sebesar-besarnya. Sukses hidup ditentukan dengan pemupukan materi sebesar-besarnya. Dan dari kepuasan secara finansial ini, akan dicapai pula kepuasan secara spiritual dan psikologis. Format ini merupakan format Materialisme yang dipertuhankan.

2. Prinsip Bisnis Materialisme Liberal
Bagi De Vos, baiknya pekerjaan ditentukan dengan variable, apakah pekerjaan itu bisa membawa manusia ke arah kebebasan, imbalan, pengakuan dan harapan. Dan kita harus meninggalkan semua peker­jaan yang tidak bisa menjanjikan hal itu. Melalui konsep inilah Com­pas­sionate Capitalism dibangun. Itu berarti konsep kapitalisme de­ngan kepedulian sosial, pada hakekatnya adalah penunggangan ma­nu­sia menjadi obyek dari kepuasan materialisme, yang diyakini bisa mem­berikan kepuasan spiritual dan psikologis. Dengan cara me­nung­gangi kepedulian sosial, yang dikejar sebenarnya adalah kenik­matan diri. Itu berarti pola ini merupakan pola yang sangat bersifat manipulatif. Kebajikan yang dilakukan sebenarnya hanyalah demi un­tuk mencapai keuntungan diri sendiri. Kalau kebajikan itu pada akhir­nya merugikan diri, maka konsekwensinya kita harus me­ning­galkan kebajikan tersebut. Di sini kebajikan bukan lagi seba­gai kebajikan, tetapi justru menjadi alat untuk egoisme. Bagaikan sese­orang yang merasa puas dan hilang rasa bersalah dirinya se­te­lah memberikan sedekah kepada orang miskin.


Pertimbangan-pertimbangan MLM:
1. Polanya
1.1. Menjual barang/produk dengan sistem MLM
Kita melihat MLM sebagai salah satu cara marketing, di ma­na kita berusaha menjual barang bukan dengan cara dis­tri­bu­si konvensional, tetapi menggunakan cara man-to-man yang lebih intensif. Di dalam pola ini, kita melihat bahwa cara penjualan dengan sistem bertingkat dikerjakan secara lebih intensif. Namun, di dalamnya ada beberapa sifat yang harus diperhatikan, karena akan memberikan kemungkinan sulit dikontrolnya pola ini.
1.2. Menjual sistem MLM itu sendiri
Yang kedua adalah menjual sistem itu sendiri, baik dengan produk semu, ataupun tanpa produk sama sekali. Dalam ka­sus ini, MLM sudah disalahgunakan, dan murni menjadi alat materialisme, di mana akan mengorbankan pihak-pihak ter­tentu, walaupun kemungkinan pihak tersebut tidak me­nya­dari­nya. Di sini sudah terjadi sifat penipuan ter­selubung demi untuk mencari keuntungan secara tidak benar. Hal ini mirip dengan pola konvensional yang mele­wati batasan etis bisnis yang benar. Cara-cara ini mirip dengan pola lintah darat atau berbagai pola bisnis modern seperti monopoli dll. di mana ide materialisme digarap secara maksimal. Jelas dalam hal seperti ini, setiap anggota akan diarahkan untuk murni materialis dan egois dan bertentangan dengan iman Kristen.

2. Motivasinya
1.1. Menjalankan pekerjaan yang berkenan kepada Allah
Motivasi bekerja yang benar adalah menjalankan pekerjaan yang berkenan kepada Allah, sehingga kita bisa mem­per­oleh nafkah yang secukupnya bagi kehidupan kita.
1.2. Menjalankan pekerjaan yang mengeruk keuntungan sebe­sar­nya dengan segala cara.
Motivasi dasar MLM adalah kapitalisme. Ini yang harus diperangi oleh orang Kristen. Sama seperti orang Kristen harus memerangi lintah darat, para pelaku monopoli, kolusi untuk mendapatkan keuntungan dan fasilitas khusus, maka orang Kristen juga harus memerangi semua bentuk bisnis yang demi keuntungan uang semua cara dihalalkan. Seluruh motivasinya hanyalah mencari uang, tidak peduli dengan cara apapun, atau lebih tepat, kalau bisa dengan cara yang seringan mungkin dan secepat mungkin. Oleh karena itu, iming-iming MLM adalah selalu “Posisi Puncak” atau “Go Diamond.” Padahal jelas hal itu tidak mudah dicapai dan hanya bisa dicapai oleh segelintir orang, sama seperti tidak semua orang bisa naik sampai ketingkat manager atau direktur.

3. Caranya
1.1. Memperkembangkan pelayanan dan etika kerja Kristen yang benar.
Cara kerja Kristen yang benar adalah cara kerja yang menyatakan kesaksian anak Tuhan dan menjalankan prinsip etika yang sesuai dengan etika Alkitab. Jelas prinsip kapitalis-materialis tidak diperkenankan dalam masalah ini. Bahkan Alkitab secara tegas menyatakan bahwa cinta akan uang akan menjadi akar dari semua kejahatan.
1.2. Memanipulasi sistem dan orang untuk mencapai keuntungan sendiri..
Dorongan MLM adalah usaha untuk memanipulasi orang seaktif mungkin dengan berbagai motivasi materialisme dan positif-thinking untuk menjadi alat ekonomis bagi kita.
Bekerja bukan sekadar melakukan sesuatu dan mendapat­kan imbalan uang. Kalau memang demikian, maka pe­la­cur­pun harus dibenarkan. Sejauh ia bekerja dan menghasilkan uang. Tetapi etika Kristen mengharamkan hal itu, karena pekerjaan bukan dilihat dari segi keuangan, atau dapatnya keuntungan, tetapi dari caranya juga, yang sesuai dengan etika dan tidak melakukan manipulasi terhadap orang lain.


Tinjauan terhadap MLM:
1. Harus dikembalikan kepada prinsip Alkitab
Itu berarti semua jenis bisnis (termasuk MLM) harus dikembalikan kepada kebenaran dan etika Alkitab. Alkitab menegaskan bahwa tidak ada bisnis yang boleh dilakukan dengan jalan pintas. Seluruh bisnis bukanlah menjalankan prinsip ekonomi dunia, yaitu dengan mo­dal sekecil mungkin mencari keuntungan sebesar mungkin. Ga­gas­an seperti itu menjadikan seluruh semangat dan roh ekonomi ada­lah pencarian keuntungan yang sebesar-besarnya. Padahal eko­no­mi bukanlah demikian (seperti telah dibahas dalam sessi sebe­lumnya).

2. Motivasinya harus dimurnikan
Motivasi yang salah ialah yang bersifat: New Age (manipulative-mys­tical), Positive-thinking, Money-oriented, Indoktrinasi secara sepi­hak (menunjukkan hanya kesuksesan saja dan tidak yang negatif). Banyak orang yang menjalankan MLM dengan motivasi mencari kenikmatan kerja, yaitu dengan kerja yang sebebas-bebasnya dan seringan mungkin, tetapi mendapatkan penghasilan yang sebanyak mungkin.

3. Etikanya harus dibereskan
Salah satu kelemahan MLM adalah ide kapitalisme yang sudah sedemikian mendarah-daging di dalamnya. Jika motivasinya adalah uang, maka seluruh etika menjadi sulit dibereskan. Kecuali kembali­nya bisnis kepada prinsip kebenaran firman, barulah etika bisa di­mur­nikan kembali. Banyak MLM yang melakukan berbagai peni­puan, dengan menggunakan argumentasi-argumentasi yang terselubung, sehingga sifat-sifat aslinya tertutupi. Banyak pula sistem bisnis berantai yang merugikan elemen atau level yang paling bawah (dan mereka selalu menyanggah bahwa tidak adanya level yang dibawah tersebut).

4. Peraturan yang ditegakkan
Bisnis MLM menjadi rumit karena tidak adanya hukum dan aturan yang bisa diseragamkan dan diuji. Setiap orang bergerak dengan lebih bebas. Dan memang bisnis ini merupakan produk dari semangat post-modern yang anti hukum, anti aturan. Semangatnya adalah liberalisme. Keinginan bebas dari segala aturan, yang membuat kita bisa lebih “semaunya.” Padahal hal itulah yang secara global membuat pengaturan dunia usaha semakin sulit untuk dikontrol dan dibatasi.




Diedit oleh: Denny Teguh Sutandio.




Profil Pdt. Sutjipto Subeno :
Pdt. Sutjipto Subeno, S.Th., M.Div. dilahirkan di Jakarta pada tahun 1959. Beliau menyerahkan diri untuk menjadi hamba Tuhan ketika sedang kuliah di Fakultas Teknik Elektro Universitas Trisakti Jakarta. Menyelesaikan studi Sarjana Theologia (S.Th.)-nya di Sekolah Tinggi Theologi Reformed Injili Indonesia di Jakarta tahun 1995 dan tahun 1996 menyeleselaikan gelar Master of Divinity (M.Div.)-nya di sekolah yang sama.
Setelah pelayanan di Malang dan Madura, sejak tahun 1990 beliau bergabung dengan Kantor Nasional Lembaga Reformed Injili Indonesia di Jakarta. Beliau melayani di bidang literatur yang meliputi penerjemahan dan penerbitan buku-buku theologi. Selain itu beliau juga mengelola Literatur Kristen Momentum di Jl. Tanah Abang III/1 (sejak tahun 1993) dan di Jl. Cideng Timur 5A-5B (sejak tahun 1995).
Beliau ditahbiskan sebagai pendeta pada Mei 1996 dan mulai Juni 1996 menjadi gembala sidang Gereja Reformed Injili Indonesia (GRII) Andhika, Surabaya. Selain sebagai gembala sidang, saat ini beliau juga sebagai direktur operasional dari penerbitan dan jaringan toko buku Momentum dan direktur International Reformed Evangelical Correspondence Study (IRECS), sebuah sekolah theologi korespondensi untuk awam berbahasa Indonesia dengan jangkauan secara internasional. Selain itu beliau adalah dosen terbang di Sekolah Theologi Reformed Injili (STRI) Jakarta dan Institut Reformed di Jakarta. Beliau juga adalah co-founder dari Yayasan Pendidikan Reformed Injili LOGOS (LOGOS Reformed Evangelical Education) dan pengkhotbah KKR yang dinamis: KKR Pemuda 2007, KKR Banjarmasin, KKR Jember, dll.
Beliau juga banyak melayani khotbah dan seminar di berbagai gereja, persekutuan kampus, dan persekutuan kantor, baik di dalam negeri maupun di luar negeri; seperti Yogyakarta, Palembang, Batam, Singapura, Australia, dan Eropa (Jerman dan Belanda).
Beliau menikah dengan Ev. Susiana Jacob Subeno, B.Th. dan dikaruniai dua orang anak bernama Samantha Subeno (1994) dan Sebastian Subeno (1998).


[1] Source dari http://www.amway.com/ sebagai official sites dari Amway.
[2] Kredo 6 dalam Rich De Vos, Compassionate Capitalism, Jakarta: Gramedia, 1995. Buku ini diberi pujian oleh Pdt. Robert Schuler, seorang Positive Thinkers yang mema­sar­kan pola Materialisme yang sangat berbahaya bagi Kekristenan, dengan bukunya Possibility Thinking (Berpikir Kemungkinan).

Bagian 2: Alkitab dan Tinjauan Sistem Ekonomi

2. ALKITAB DAN TINJAUAN SISTEM EKONOMI


Nats: 2Tim. 3:1-2; 1Tim. 6:9-10; Luk. 16:1-9


Latar Belakang Permasalahan
Prinsip ekonomi dunia telah berusaha menggeser pengertian ekonomi yang sesungguhnya. Bukan saja demikian, bahkan dunia ekonomi sekarang telah berusaha keras untuk menggeser semua bidang lainnya. Ekonomi merupakan bidang yang dianggap paling berkuasa dan paling ampuh di dunia. Ekonomi menjadi andalan dan penentu mati-hidupnya manusia.
Berbekal format materialis-humanis ekonomi berkembang men­jadi satu format penentu dunia. Bahkan sekarang ekonomi jauh lebih ditakuti ketimbang senapan atau rudal. Ancaman eko­nomi dirasakan sebagai ancaman yang jauh lebih mematikan.
Di dalam keadaan seperti ini, maka dunia berubah menjadi dunia yang berpusat pada ekonomi. Dunia berjuang untuk mencari kelebihan material dan mengejar keuntungan. Seluruh dunia dinilai dari ukuran ekonominya. Itulah penentu kesuksesan dunia.

Iman Kristen dan Ekonomi
Lebih celaka lagi ketika Kekristenanpun tercemar dengan ide materialisme seperti ini. Sekalipun Alkitab berulang kali membi­ca­rakan tentang bahayanya berpusat pada uang dan mengejar uang, tetapi banyak orang Kristen yang masih sulit untuk melepaskan diri dari opini dunia ini.
Semakin canggih dan banyaknya teori ekonomi, dan semakin di­pa­sarkan secara luasnya prinsip materialisme dan marketing, ma­ka dunia Kekristenan menghadapi ancaman serius dari indok­trinasi materialisme yang berusaha masuk ke dalam gereja.
Ditambah lagi dengan fakta banyaknya pemimpin-pemimpin gereja sendiri yang memang “money-oriented” karena memang itulah yang menjadi basis pemilihannya. Banyak pemilihan majelis ditentukan oleh tingkat kekayaannya. Banyak pendeta yang sibuk mengkhotbahkan perpuluhan untuk menggendutkan perutnya dst. Semua format ini menjadikan gereja semakin sekuler dan materialis. Tidak heran, akibatnya, gerejapun akan berpusat pada ekonomi.


Definisi Ekonomi
Pada umumnya dunia mengerti ekonomi sebagai suatu tindakan yang dimotori oleh kebutuhan. Jadi di dalamnya ditekankan adanya tiga unsur penting, yaitu: produksi, konsumsi dan per­tu­karan. Kalau ketiga unsur ini terjadi, di situ sudah terjadi ekonomi.

Alfred Marshall: Ilmu ekonomi adalah suatu studi tentang umat manusia dalam kehidupannya sehari-hari.

Richard G. Lipsey dll.
[1]: Ilmu ekonomi adalah suatu studi tentang pemanfaatan sumber daya yang langka untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tak terbatas.

Alkitab: Ilmu ekonomi adalah studi tentang bagaimana mendaya­gu­na­kan semua yang Tuhan percayakan kepada manusia untuk bisa mempermuliakan Allah. (Kej. 2:15; Mat. 25:14-30; Kol. 3:23).

Singkatnya: Ekonomi berasal dari kata “oikos” (rumah) dan “no­mos” (aturan), yang secara utuh berarti, mengatur rumah tangga. Ekonomi adalah tugas penatalayanan (stewardship).


Perbedaan dasar prinsip Ekonomi Alkitab dan Dunia
1. Orientasi pada Allah.
Ekonomi Alkitab mengajarkan prinsip yang sangat jelas, yaitu seluruh alam semesta dan isinya adalah milik Allah yang perlu dikelola dan dipertanggungja­wab­kan bagi kemuliaan Allah. Semua perilaku ekonomi harus dikembalikan pada kehendak Allah. Tidak ada perilaku ekonomi yang beres, yang keluar dari rencana Allah. Sebaliknya, dunia justru mengajar untuk melakukan tindakan ekonomi tanpa mempedulikan Allah, atau yang lebih parah lagi justru menunggangi atau menjadikan Allah sebagai alat eko­no­mi (agregat produksi).
[2] Di sini manusia yang menjadi pusat dan kebutuhan manusia yang menjadi intinya. Maka dalam format dunia, ekonomi menjadi suatu bidang studi yang sangat humanistis dan materialistis.

2. Intinya pertanggungjawaban.
Ekonomi Alkitab mengajarkan prinsip pertanggungjawaban pengelolaan yang manusia laku­kan terhadap alam kepada Allah. Manusia tidak boleh menggarap alam semena-mena untuk dirinya atau golong­an­nya sendiri, karena bukan manusia yang memiliki semua itu. Dengan mempertanggungjawabkan semua ekonomi seturut perintah Allah, maka kesejahteraan manusia bisa dijaga. Untuk itu, Alkitab merupakan basis studi ekonomi, bukannya semang­at materialisme dan tuntutan kebutuhan manusia. Sebaliknya, di dalam sistem ekonomi dunia, pertanggungjawaban kepada Allah sama sekali tidak pernah diperhitungkan. Akibatnya, manusia hanya menjadi pelaku-pelaku ekonomi yang buas dan hanya mencari keuntungan bagi dirinya sendiri. Tidak heran, dunia menjadi anjang pengrusakan akibat terjadinya ketidak­seimbangan pola ekonomi dunia. Di mana pertanggung­jawab­an global tidak ditekankan, maka dunia akan semakin rentan menjadi rusak.

3. Penekanan pola ekonomi spiritual.
Ekonomi Alkitab menekan­kan bahwa seluruh perilaku ekonomi merupakan keseim­bangan antara aspek rohani dan jasmani, bahkan menyangkut seluruh bagian kehidupan manusia, yang bisa memper­mu­lia­kan Allah. Tetapi di dalam ekonomi dunia, seperti telah terlihat di atas, jelas orientasi hanya pada aspek materi dan meng­abai­kan aspek rohani sama sekali. Ekonomi seolah-olah men­jadi bidang yang split atau terpisah dari dunia rohani, bahkan ada kecenderungan dikontraskan satu dari yang lain. Melalui perumpamaan bendahara yang tidak jujur, Alkitab mau menyatakan bahwa materi harus bisa dipakai sebagai alat rohani. Hanya dengan cara itu barulah seluruh keseimbangan bisa dicapai. Tuhan Yesus mengajarkan bahwa kita harus mencari Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya terlebih dahulu, barulah semua hal lainnya akan ditambahkan kepada kita. Dalam aspek ini, Alkitab sama sekali tidak mengajarkan bahwa kita harus anti materi dan hanya mempedulikan aspek rohani saja. Tetapi kita harus menjaga keseimbangan, di mana aspek rohani menjadi bagian penting yang tidak bisa dilepaskan dari aspek materi di dalam ilmu ekonomi. Dengan demikian kita baru bisa menjadi penatalayan ekonomi yang baik.


Variabel Ekonomi
Sebagai anak Tuhan, kita harus melihat ekonomi secara berbeda. Ada variabel-variabel yang harus kita perhitungkan dan sangat me­nen­tukan di dalam pola dan perilaku ekonomi kita.
1. Ketaatan
Sebagai seorang penatalayan harta Allah, maka kun­ci pertama yang harus kita perhitungkan adalah sejauh ma­na ketaatan kita di dalam menjalankan tugas ini kepada Allah. Pelaku ekonomi yang tidak mau taat kepada Allah, pasti tidak akan pernah menikmati kehidupan ekonominya dengan baik, karena di situlah kunci seluruh tugas ekonomi. Di dalam Mat. 25, Tuhan Yesus memberikan hukuman keras kepada orang yang tidak mau enjalankan tugasnya.

2. Kejujuran dan Integritas
Hal kedua yang justru menjadi prin­sip ekonomi adalah kejujuran dan integritas di dalam menjadi penatalayan Allah. Tidak ada cara lain yang bisa membuat ilmu ekonomi bisa berjalan dengan baik kecuali melalui sistem yang jujur dan terintegritas baik. Di mana terdapat ketidakjujuran, maka seluruh penatalayanan akan kehilangan arah dan keseimbangannya. Pasti akan terjadi kerusakan di mana-mana. Dan ilmu ekonomi yang sejati adalah ekonomi yang disoroti oleh Allah pemilik alam semesta, yang menuntut kejujuran dan integritas dari setiap orang yang diberi-Nya hak untuk mengelola alam milik-Nya.

3. Kebajikan
Motivasi dasar Allah di dalam memberikan semua alam semesta ini kepada manusia adalah agar manusia bisa hidup bahagia dan sejahtera. Inilah kebajikan Allah yang dinyatakan kepada manusia. Oleh karena itu, manusia harus juga menjalankan prinsip kebajikan di dalam melakukan ilmu ekonomi. Ketika ekonomi sudah kehilangan sifat manusiawi­nya, ekonomi akan menjadi suatu perilaku yang kejam sekali. Barulah belakangan ini orang-orang mulai semakin menyadari bahwa ekonomi telah tidak lagi memanusiakan manusia, bah­kan ada ide bahwa manusia adalah makhluk ekonomis. Ar­ti­nya, manusia hanya dinilai berdasarkan aspek ekonomi. Ma­nu­sia bukan di atas ekonomi, tetapi manusia justru sudah men­jadi komoditi ekonomi. Dari sini timbul banyak sekali ma­salah yang menyengsarakan manusia.

4. Etika Ekonomi Kristen
Bagi Alkitab, ekonomi harus menjadi alat bagi kemuliaan Tuhan. Oleh karena itu, etika ekonomi ha­rus sejalan dengan etika Kristen. Dalam kasus ini, etika eko­nomi tidak bisa didualismekan dengan etika Kristen. Salahlah pan­dangan bahwa etika ekonomi tidak bisa dan tidak mung­kin bisa sejalan dengan etika Kristen, karena di dalam eko­nomi ada kaidah-kaidah yang harus bertentangan dengan iman Kris­ten. Misalnya, di dalam ekonomi ditekankan hukum “de­mand and supply” (permintaan dan penyediaan). Jika penye­diaan sedikit dan permintaan banyak, maka harga akan naik. Aki­bat­nya, seringkali suatu produk alam dibuang atau dimus­nahkan de­­mi untuk menaikkan harga barang (mem­per­se­dikit per­se­dia­an), padahal begitu banyak orang yang kela­paran dan mem­bu­tuh­kan bahan tersebut. Di sini, etika ekonomi harus dikem­ba­li­kan kepada kebenaran Alkitab, atau ekonomi hanya menjadi alat sebagian orang. Ini terjadi baik di dalam ekonomi sistem kapitalis ataupun sistem sosialis. Baik di dalam pola per­da­gang­an bebas, ataupun dalam sistem ekonomi terkontrol. Tidak pernah ekonomi memperjuangkan kesejahteraan masyarakat luas, tetapi hanya menyejahterakan segolongan tertentu manusia, entah yang beruang atau berkekuasaan.

Kesimpulan dan Penutup
Prinsip ekonomi dunia harus dikembalikan kepada jalur kebenaran Alkitab, karena tanpa itu, tidak ada kemungkinan ekonomi dunia akan membereskan seluruh kehidupan manusia dan membawa manusia kepada kesejahteraan yang sejati.
Prinsip ekonomi harus ditundukkan di bawah kebenaran fir­man Tuhan, karena seluruh basis ekonomi sebenarnya bergerak di dalam dunia milik Tuhan yang harus dipertanggungjawabkan kepa­da Tuhan. Oleh karena itu, pengelolaannya harus sesuai de­ngan ke­hen­dak Tuhan.
Prinsip ekonomi harus berada di bawah etika firman. Tidak a­da dualisme antara bidang ekonomi dan pengenalan firman, antara etika Kristen dan etika ekonomi. Seorang Kristen yang Tuhan letakkan di dunia ekonomi harus berjuang keras untuk men­ja­lan­kan panggilannya menyatakan kebenaran di dunia eko­nomi. Kita perlu jelas akan panggilan Tuhan ini. Kita bukan anak-anak setan di dunia ekonomi yang tunduk kepada aturan dan kehendak setan dan sifat kedagingan yang penuh nafsu. Oleh karena itu, kebe­nar­an Allah harus dinyatakan secara serius.
[1] Richard G. Lipsey, Douglas D. Purvis, Peter O. Steiner dan Paul N. Courant. Pengantar Mikroekonomi, Jakarta: Binarupa Aksara, 1991 (originally published: Economics, Harper and Row, 1990), hal. 5).
[2] Agregat adalah aspek-aspek yang mempengaruhi suatu perkembangan atau variable yang harus diperhitungkan di dalam penentuan kebijakan ekonomi.

Bagian 1: Uang dan Firman

Christianity and Business

oleh: Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.




1. UANG DAN FIRMAN


Nats: 2Tim. 3:1-2; 1Tim. 6:9-10; Luk. 16:1-9


Referensi:
Hal Pengumpulan Harta (Mat 6:19-24)
Orang Muda yang kaya (Mat 19:16-26; Mrk 10:17-27; Luk 18:18-27)
Orang kaya yang bodoh (Luk 12:13-21)
Persembahan Janda miskin (Mrk 12:41-44; Luk 21:1-4)
Orang kaya dan Lazarus (Luk 16:19-31)


Latar Belakang Permasalahan
Kehidupan manusia modern semakin hari semakin tidak bisa terlepas dari kebutuhan akan uang. Apalagi setelah penegasan dari Abraham Maslow bahwa kebahagiaan manusia sangat ditentukan oleh kebutuhannya. Dan kebutuhan yang paling mendasar adalah ke­butuhan akan makanan dan minuman.


Prinsip Alkitab tentang Uang
1. Uang itu berbahaya
Satu terobosan konsep yang Alkitab bukakan kepada kita ada­lah bahwa uang merupakan hal yang sangat berbahaya. Al­ki­tab memperingatkan kita bahwa cinta uang merupakan akar da­ri segala kejahatan. Uang menyebabkan manusia ter­lepas dari kehendak Tuhan.
Konsep ini sebenarnya secara hakekat dan di dalam lubuk hati banyak orang, sudah disadari dan dimengerti. Tetapi tekanan konsep materialisme membuat banyak sekali orang yang sulit sekali melepaskan diri dari pola nilai materialisme ini sendiri.
Cara menangani uang haruslah dengan sangat konseptual. Dengan sadarnya kita akan tantangan-tantangan berat yang harus kita hadapi di dalam masalah uang, maka kita harus betul-betul serius dalam menanggapi permasalahan ini. Se­ring­kali kita menyikapinya dengan sangat pragmatis, dan beranggapan bahwa tokh semua orang yang bersikap seperti itu. Pemikiran ini justru mendatangkan banyak korban yang dahsyat. Banyak orang yang hidupnya menjadi budak uang. Ia bahkan tidak lagi mengerti mengapa ia mengejar uang, dan ia tidak mendapatkan hasil apa-apa dari tindakannya itu. Seluruh hidupnya dikorbankan, keluarganya dikorbankan, tetapi ia sendiri tetap tidak sadar, dan beranggapan itulah cara ia menolong dan menopang seluruh kehidupan dan keluarganya. Bahkan jika akhirnya ia tertipu atau bangkrut, tidak segan-segan ia menghabisi nyawanya sendiri karena tidak tahan menghadapi tekanan. Betapa malang manusia materialis.
Dengan kekayaan dan kemuliaan dunia Iblis mencoba merun­tuhkan Tuhan Yesus ketika berada di pencobaan di padang gurun. Setan tahu sekali bagaimana harus menjebak Tuhan Yesus dan ia menggunakan senjata pamungkas yang paling ampuh, yang biasanya pasti dapat meruntuhkan iman yang sekuat apapun. Tawarannya pun tidak tanggung-tanggung, karena ia sedang berhadapan dengan oknum yang luar biasa kuat. Tetapi tokh akhirnya setan tidak mampu meruntuhkan Tuhan Yesus. Bagaimana dengan kita?
Hanya anak-anak Tuhan yang bisa menjadi orang kaya sejati. Artinya, ia betul-betul menyadari bahayanya uang dan keka­yaan materi, sehingga tidak memperkenankan dirinya dikuasai atau dikondisikan oleh uang atau kekayaannya. Orang Kristen sejati adalah orang-orang yang tidak pernah membiarkan uang meracuni dan menghancurkan diri dan imannya.

2. Uang perlu ditaklukkan
Alkitab mengatakan bahwa tidak mungkin seorang mengabdi kepada Tuhan dan sekaligus Mamon. Mamon adalah nama Dewa Uang. Gambaran ini diberikan untuk melambangkan bahwa uang cenderung akan menjadi tu­an. Melalui perkataan ini, Tuhan Yesus ingin menegaskan bahwa uang tidak boleh menjadi tuan kita. Jika Tuhan kita adalah Allah, maka Mamon harus menjadi budak kita. Inilah ordo yang tepat. Uang harus dipergunakan untuk melayani Allah, dan bukan Allah untuk me­layani uang.
Di dalam kehidupan modern, maka banyak konsep agama yang sudah di-materialisme-kan. Agama adalah sarana untuk men­capai tujuan akhir yang kekayaan, yang dipercaya seba­gai sumber kebahagiaan manusia. Akibatnya, ketika kita “menyembah” Allah, sebenarnya kita sedang menyembah uang kita. Allah yang kita sembah haruslah Allah yang bisa memenuhi permintaan uang kita. Konsep ini jelas di dalam konsep “jin seribu satu malam.” Juga di dalam Kekristenan-pun pola ini juga muncul. Akibatnya, ketika beragama, ia bukan menjadi manusia religius yang sejati, tetapi manusia yang mereligiuskan materi. Inilah kejahatan mendasar akan dosa manusia (Rom 1:21-23).
Anak-anak Tuhan diberi kekuatan oleh Tuhan untuk kita hanya mentuhankan Allah. Hanya kepada Allah kita harus menundukkan diri dan menjadi budak. Kalau kita tidak mau menjadi budak Allah, tidaklah heran kita segera akan menjadi budak setan dan menjadi budak materi. Oleh karena itu, Alkitab memberikan peringatan yang tegas kepada kita.

3. Uang merupakan sarana bukan tujuan
Melalui perumpamaan bendahara yang tidak jujur, Alkitab mem­bukakan suatu kebenaran kepada kita, yaitu bahwa uang bukanlah tujuan bagi hidup manusia, tetapi uang hanya meru­pakan sarana untuk mencapai kemuliaan yang lebih tinggi.
Kesalahan fatal manusia adalah karena menjadikan uang se­ba­gai tujuan terakhir bagi hidup manusia.
Uang bagi orang Kristen bukan sesuatu yang perlu dibenci dan kita bertindak ekstrem dengan mengatakan kita tidak memerlukan uang, dan orang Kristen adalah orang yang anti uang. Alkitab menegaskan bahwa uang hanyalah suatu sarana untuk menuju sasaran yang jelas, yaitu demi menjalankan kehendak Allah.
Maka dari konsep di atas, terdapat kaitan yang erat sekali antara uang dan ketaatan kepada Allah. Penggunaan uang yang tidak sesuai dengan ketaatan pada Allah tidak akan mempermuliakan Allah. Hanya penggunaan uang yang sesuai dengan ketaatan kepada Allah, barulah uang itu akan menjadi sarana yang baik.


Penggunaan uang di dalam ketaatan
A. Kesalahan konsep tentang uang
1. Uang itu netral
2. Uang sumber kebahagiaan
3. Tidak bisa hidup tanpa uang

B. Konsep uang yang benar
1. Seluruh harta berasal dari Tuhan
2. Melepaskan diri dari ikatan materialisme
3. Uang menjadi budak pekerjaan Tuhan


Hasilnya
Dengan konsep Kristen yang benar tentang uang, maka seluruh kehidupan kita tidak akan diterpa oleh materialisme.
1. Kehidupan yang mempermuliakan Allah
2. Kehidupan yang stabil.
3. Kehidupan yang menjadi berkat bagi banyak orang

22 May 2008

JANGAN MENJAJAKAN FIRMAN TUHAN (Pdt. Effendi Susanto, S.Th.)

Jangan Menjajakan Firman Tuhan

oleh: Pdt. Effendi Susanto, S.Th.



2 Kor. 2:12
(12) Ketika aku tiba di Troas untuk memberitakan Injil Kristus, aku dapati, bahwa Tuhan telah membuka jalan untuk pekerjaan di sana.

2 Kor. 3:9
(9) Sebab, jika pelayanan yang memimpin kepada penghukuman itu mulia, betapa lebih mulianya lagi pelayanan yang memimpin kepada pembenaran.

Unlike so many, we do not peddle the word of God for profit …” (2 Kor.2:17)


Di dalam hari ulang tahun Gereja kita ini (GRII Sydney, ed.) saya rindu kita melakukan satu self-critic kepada Gereja kita. Dan saya rindu khotbah ini sekaligus juga menjadi satu firman Tuhan yang boleh mencerahkan bagaimana seharusnya kita sebagai Gereja hidup dan bagaimana kita menjadi Gereja yang membuktikan kepada dunia ini inilah Gereja yang Tuhan inginkan.

Paulus menegur jemaat Korintus dengan surat yang begitu keras. He rebuked them. Bukan karena Paulus membenci mereka tetapi justru karena Paulus sangat mengasihi mereka. Tidak gampang untuk bisa menggabungkan antara teguran dengan kasih. Dalam hidup kita –terutama kepada anak-anak kita- sulit sekali kita bisa menggabungkan kedua hal itu. Karena yang sering kita lihat teguran adalah tanda benci, dan tidak pernah melihat teguran sebagai tanda kasih. Itu sebab di sini Paulus mencetuskan perasaannya dengan kalimat ini, “Saya cemas, saya mencucurkan air mata, saya marah, saya menegurmu…”

Bukan Paulus ingin menyedihkan hati mereka. Bukan tandanya Paulus membenci mereka. Tetapi Paulus mengasihi mereka dengan kasih yang luar biasa besar. Kita sayang kepada Gereja, itu sebab kita perlu memberikan teguran, sekalipun teguran itu keras. saudara boleh menegur saudara seiman yang lain, bahkan memberi teguran itu kepada saya sebagai hamba Tuhan, bukan karena kita membenci orang tetapi karena kita sayang dan supaya Gereja Tuhan itu bertumbuh.

Tidak semua orang yang memakai label dan nama “Kristen” itu adalah sungguh-sungguh menjadi model bagi Gereja Tuhan. Di ayat 17 Paulus berkata dengan hati yang keras dan marah sekaligus sedih, dia melihat ada orang-orang tertentu menjadi penyebab yang menimbulkan kesulitan di dalam jemaat Korintus dan dia terpaksa harus mengangkat orang-orang itu dan menegur motivasi mereka yang tidak benar. Hal ini tidak gampang, karena secara jumlah dan kuantitas jumlah orang tidak benar selalu jauh lebih banyak daripada orang yang benar. Ini kalimat Paulus, “Kami tidak sama dengan ‘banyak’ orang lain yang mencari keuntungan dari firman Tuhan…” Satu-satunya kali kata yang dipakai di sini: “mencari keuntungan.” Dari bahasa aslinya kata itu boleh diterjemahkan dengan kata “orang yang menjajakan pelayanan.” Banyak orang yang seperti itu, kata Paulus.

Kita mesti mawas diri, apakah Gereja kita juga terjebak dan jatuh menjadi Gereja yang tidak tulus dan tidak jujur dan kita rindu untuk menjadi Gereja Tuhan yang baik. Kalau itu terjadi, kita harus rela melakukan self critic ini. Kalau kita menyaksikan banyak pelayanan dari Gereja yang lain yang “menjajakan Kristus” seperti ini, mari kita tegur. Kita tegur bukan karena kita benci mereka. Kita tegur karena kita tidak ingin orang lain akhirnya menghina Gereja Tuhan.

Tim Stevens menulis satu buku “Pop Goes the Church” mengatakan, “Here’s the bottom line. The Christians message never changes, but methods must. Studies show spiritual hunger in the U.S. at an all-time high, but church-attendance at an all-time low and dropping. A lot of people feel church is irrelevant – so it’s time to change.” Di Amerika, banyak orang yang haus rohaninya, tetapi jumlah orang yang ke gereja justru menurun. Kenapa? Dia menyimpulkan karena Gereja sudah tidak relevan lagi, itu sebab harus terjadi perubahan. Gereja harus relevan. Itu adalah motivasi yang ingin supaya orang lebih banyak datang ke Gereja, salah satu motivasi yang mulia. Tetapi kalau menggunakan dan menghalalkan segala cara demi supaya orang datang ke Gereja, akhirnya Gereja tidak lagi menjadi Gerejanya Tuhan, saya rasa itu tidak menjadi benar adanya. Bukan saja sekarang, tetapi di zaman Paulus dahulu orang sudah memperdagangkan Yesus. Ini kalimat Paulus, menjual-belikan firman Allah, sehingga Gereja menjadi Gereja yang seperti itu. Paulus berjuang menolak hal ini karena dia tahu apa artinya menjadi Gereja. Dia menangisi jemaat Korintus yang mengalam mixture antara pelayanan yang baik dengan motivasi yang tidak baik.

Ada dua macam kritik yang bisa datang kepada saudara dan saya. Satu, orang yang terus mengkritik karena orang itu membenci saudara. Tetapi yang kedua, teguran dan kritikan yang keras datang kepada kita mungkin itu adalah kritikan yang mengasihi kita. Pada zaman Reformasi, John Knox menegur ratu Inggris yang ingin menikah lagi. Ratu marah luar biasa, begitu benci dan ingin membunuh John Knox. Tetapi John Knox menegaskan dia menegur ratu karena kasih. Akhirnya beberapa hari kemudian ratu menyadari bahwa John Knox adalah seorang yang sungguh-sungguh hamba Tuhan. Orang yang lain tidak berani dan diam. Hanya John Knox yang berani menegur dia.

Inilah yang Paulus lakukan kepada jemaat Korintus supaya motivasinya tidak disalah-mengerti. Maka dia bilang dia menegur dengan mengeluarkan air mata karena dia amat mengasihi mereka. Saya juga ingin melalui kebaktian pagi ini kita tidak menjelek- jelekkan Gereja kita atau Gereja-gereja yang lain, tetapi kita ingin memanggil satu pelayanan yang sejati. Every Christian, whether he likes or not, is a letter for Jesus Christ. Do you really the letters of Jesus Christ to be read by others so they see and know who Jesus is? Kita adalah surat Kristus. Kemana-mana kita pergi, orang bisa membaca dan melihat siapakah Yesus Kristus melalui kita.

Bagaimana kita mendefinisikan di zaman modern ini, kalimat Paulus, “banyak orang menjual-belikan firman Tuhan dengan hati yang tidak jujur dan maksud yang tidak murni” ini? Paulus mengatakan dengan terus terang, jangan menjadi orang Kristen yang menjajakan Injil, mencari keuntungan dari pelayanan. Karena itulah saya kemudian mencoba menelusuri apa yang sedang terjadi pada masa kini, yang ternyata sungguh memperlihatkan hal dan situasi yang sama dengan apa yang Paulus katakan ini. Dari
Google, kata Merchandising Jesus saya menemukan 220.000-an website mengenai hal ini. Dalam Ethical Atheist – Ridiculous Religious Merchandise saya menemukan satu hal yang sangat menyedihkan dan memalukan. Website orang Atheist ini mengumpulkan semua items yang dijual oleh orang Kristen, segala macam barang yang hanya karena menuliskan nama Yesus atau segala macam simbol Kristen lalu akhirnya menjadi barang rohani. Patung-patung yang dijual seharga $20, Yesus bermain football dengan anak- anak, Yesus bermain baseball, Yesus “slam-dunk” bola basket. Lalu ditulis kalimat di atasnya “To remind children that Jesus is with them always. Jesus is with us in everything we do, watching over us and involves in all of our activities.” Segala barang pernak- pernik, cangkir kopi, dll asal diberi nama Yesus, langsung jadi barang rohani. Semua ini dikumpulkan oleh orang ateis dengan satu tujuan, untuk menertawakan orang Kristen yang menggunakan nama Yesus yang jadi brand yang sama hebatnya dengan NIKE, Adidas dan brand-brand lain.

Banyak orang Kristen rohani mulai dari keset di depan pintu rumahnya, door-bellnya, vas bunganya, tekonya, semua ada ayat Alkitab dan simbol Kristen. Ada satu website Kristen yang concern dengan cara orang Kristen yang membisniskan nama Yesus. saudara bisa buka
alittleleaven.com. Di situ ada t-shirt yang bergambar Yesus bermain surfing di pantai. Yesus tidak pakai surf board karena Dia bisa berjalan di atas air. Lalu karena ada ayat “Yesus meneduhkan angin” dicetak, jadilah ini kipas angin Kristen. Ada majalah Kristen khusus bicara mengenai seks orang Kristen itu lebih bagus daripada seks orang lain. Saya tidak bisa mengerti darimana konsep itu datang. Ada paintball Kristen, main tembak-tembakan sambil bilang “haleluya.” Ada hammer Kristen, tinggal taruh gambar salib dan lambang ICHTHUS, jadilah dia hadiah yang perfect untuk Father’s Day. Rupert Murdoch membeli website Beliefnet bukan karena dia seorang devoted Christian, dia tahu ini pangsa pasar yang besar karena ada 35 juta orang Kristen memakainya.

Saya yakin kalau Paulus hari ini hidup, dia akan mengeluarkan kalimat teguran ini juga. Banyak orang Kristen membisniskan nama Yesus dan banyak Gereja membisniskan nama Yesus. Tidak salah kalau saudara membeli satu pigura bagus dengan gambar pemandangan dengan tulisan “Tuhan adalah Gembalaku yang baik.” Tetapi yang saya rasa disebutkan membisniskan nama Yesus adalah orang itu sendiri tahu dengan membawa nama Yesus atau menuliskan ayat-ayat firman Tuhan, lalu itu mendatangkan keuntungan yang begitu besar bagi diri sendiri. Orang ateis sendiri tertawa geli dengan cara ini dan orang Kristen sendiri dengan naïf membelinya dan merasa mereka sudah memberitakan nama Yesus bagi orang lain. Bagi saya, itu sudah mempermalukan nama Tuhan.

Seorang hamba Tuhan yang melayani di televisi di Amerika bernama Woody Martin di website-nya www.
woodymartin.org memberi minyak urapan “Blood of Jesus oil” secara gratis kepada orang yang membeli satu kerudung doa yang bertuliskan ayat-ayat dari PL dan PB. Di situ tertulis kalau saudara memakai kerudung doa ini maka doa saudara langsung sampai ke surga karena meng-cover doa PL dan PB. Dan harganya tidak murah, $100. Semua barang-barang yang dijual di toko Kristen, dari pena, pensil, cangkir, semuanya, kalau mau jujur harganya lebih mahal daripada barang yang punya kualitas sama. Orang Kristen pikir, tidak apa-apa sedikit lebih mahal, demi nama Yesus kita berkorban lebih banyak dan menguntungkan dompet banyak orang.

Kita harus memisahkan mana hal yang benar dan mana yang tidak benar di dalam kita menggunakan nama Yesus. Saya rasa kita harus kemudian mengangkat kalimat ini sekali lagi. Paulus ingin Gereja Tuhan bersih, jujur dan sungguh menjadi Gereja Tuhan. Dari hamba Tuhan yang melayani sampai kepada semua jemaat, kita jangan menjadi orang Kristen yang membisniskan nama Yesus.

Yang kedua, apa yang saya kategorikan dengan membisniskan nama Yesus? Ada satu Gereja di Amerika, Gringer Community Church yang pastornya Tim Stevens yang saya sebut tadi, karena ingin supaya Gereja itu menjadi relevan, ingin supaya orang banyak datang, lalu ia mengundang rock band Van Halen, yang notabene tidak percaya Tuhan untuk melayani memimpin kebaktian. Mick Huckabee, saudara tahu ini adalah pendeta yang mencalonkan diri menjadi kandidat presiden Amerika dari partai Republik, melakukan satu tindakan yang salah kaprah dengan membuat kebaktian “30-minute church service” dengan kalimat “designed with you in mind. Your time is valuable.” Karena begitu banyak orang begitu sibuk maka dia membuat satu kebaktian yang singkat, nyanyi 10 menit, khotbah 15 menit, persembahan 5 menit, selesai. Your time is valuable. Kita menjadi orang Kristen yang membisniskan Yesus kalau kita beribadah bukan Tuhan lagi sentralnya. Kalau convenience, happiness, time, apa yang saya senang dan saya rasa baik buat saya, itu semua yang menjadi sentral, kita tidak datang beribadah menyembah Tuhan. Ibadah berarti orang Kristen berkumpul,memuji kemuliaan Tuhan. Ibadah berarti orang Kristen mengagungkan kesucian Tuhan. Ibadah berarti orang Kristen memuliakan kehormatan dan kuasa Tuhan. Coba saudara banyangkan kalau saudara dipanggil untuk audiensi kepada ratu Inggris, lalu saudara bilang, “Maafkan, ratu, I am very busy right now. I only can spend 15 minutes with you…” Itu yang kita lakukan kepada Tuhan kita. Ibadah yang membawa unsur-unsur yang non-Kristen dengan musik-musik yang salah, dengan pemimpin-pemimpin ibadah yang mungkin bukan orang percaya tetapi anggota band yang terkenal. Ada Gereja yang kebacut takut tidak disukai oleh kelompok homoseksual maka menulis satu kalimat di plang depan Gerejanya “Jesus Affirmed a Gay Couple” supaya tidak offended kepada kelompok gay. Ini sudah confused.

Joel Osteen, seorang hamba Tuhan muda yang memiliki Gereja terbesar di Amerika dengan 30.000 jemaat yang dikenal sebagai “the smiling pastor” yang selalu ingin berkhotbah memberikan positive things kepada orang. Akhirnya dia tidak pernah menggunakan kata-kata yang keras pada waktu bicara mengenai keselamatan, dia tidak mengatakan Yesus menyelamatkan kita dosa. Dia mengatakan Yesus menyelamatkan kita dari bad habits. Yesus membayar harga supaya manusia bebas; bebas dari kecanduan dan kebiasaan buruk; bebas dari ketakutan, kuatir, kemiskinan, dan low self-esteem. Injil yang di “sugar coated” bukanlah Injil yang sejati. Paulus mengatakan kepada jemaat Korintus, jangan mengikuti orang-orang yang membisniskan firman Tuhan.

Hari ini saya mau kita juga sebagai Gereja, dengan cinta kepada Gereja Tuhan dan cinta kepada Gereja kita sendiri, kita mau belajar mencintai pelayanan Tuhan. Menjadi orang Kristen berarti hidup kita adalah surat pujian Kristus. Usahakan seminimal mungkin orang pada waktu membaca Kekristenan, orang tidak menertawakan Kekristenan karena kita salah mempresentasikan Yesus di dalam hidup kita. Gereja kita harus menjadi Gereja yang sungguh-sungguh mencintai dan mengasihi Tuhan yang sudah membeli kita dengan harga yang mahal. Itu keinginan saya. Saya harap juga pada waktu kita menegur orang Kristen yang lain, kita tegur karena kita sayang kepada Gereja Tuhan. Kiranya Tuhan memberkati Gereja kita ini menjadi Gereja yang berkenan kepadaNya.(kz)



Sumber:
Ringkasan khotbah Pdt. Effendi Susanto di Gereja Reformed Injili Indonesia (GRII) Sydney, Australia pada tanggal 5 Mei 2008
(
http://www.griisydney.org/ringkasan-khotbah/2008/2008/05/05/jangan-menjajakan-firman-tuhan/)



Profil Pdt. Effendi Susanto:
Pdt. Effendi Susanto, S.Th. berasal dari Watampone, Sulawesi Selatan, lahir sebagai anak sulung dari keluarga Kristen, 21 Juli 1968. Sejak muda beliau sudah aktif melayani di gereja. Atas panggilan Tuhan, beban pelayanan secara penuh akhirnya digumulkan oleh beliau setelah mengikuti SPIK (Seminar Pembinaan Iman Kristen) yang dipimpin oleh Pdt. Dr. Stephen Tong di Jakarta.
Pembentukan dan persiapan menjadi seorang hamba Tuhan dilewati di dalam studi yang serius dan mendalam selama 5 tahun (1987-1991) di Seminari Alkitab Asia Tenggara (SAAT), Malang. Pada bulan Mei 1995, beliau ditahbiskan menjadi Pendeta oleh Gereja Reformed Injili Indonesia (GRII) Pusat di Jakarta.
Pdt. Effendi Susanto menikah dengan Ev. Kezia Jonathan, S.Th. pada tahun 1993 dan dikarunia tiga orang puteri: Valerie, Vicki dan Vionna.

Pengalaman Pelayanan
Setelah menyelesaikan skripsi berjudul “Analisa Kritik terhadap Yesus yang Historis dan Kristus dari Iman” Pdt. Effendi menjalani praktek pelayanan di GKKK Pematang Siantar selama setahun dan melayani di Gereja Injili Indonesia (GII) Hok Im Tong setahun berikutnya.
Tahun 1993 Pdt. Effendi pindah ke Jakarta dan selain melayani sepenuhnya di GRII, beliau juga banyak mengisi pelayanan mimbar ke berbagai gereja, persekutuan mahasiswa dsb. Selain menggembalakan GRII Bintaro, Pdt. Effendi juga mengajar sebagai dosen theologi di Sekolah Theologi Reformed Injili Jakarta (STRIJ), Sekolah Tinggi Theologi Reformed Injili Indonesia (STTRII), dan Institut Reformed. Bulan Pebruari 1999, Pdt. Effendi beserta keluarga pindah ke Australia, melayani di MRII Melbourne selama 3 tahun sambil merintis GRII Sydney dan melayani di GRII Sydney hingga sekarang.

19 May 2008

Bagian 1

Manusia: Peta Teladan Allah-1


Manusia yang hanya beberapa puluh kilogram ini bisa mendaki gunung yang paling tinggi, menembus laut yang dalam, meluncurkan roket ke ruang angkasa. Manusia adalah satu-satunya makhluk dengan potensi kemungkinan.

Manusia seringkali berusaha untuk memberikan opininya tentang penciptaan atau evolusi. Namun, kita perlu di awal menyadari bahwa Kebenaran Allah sama sekali tidak tergantung pada opini manusia. Sebagaimanapun akademiknya manusia, ia harus tetap tunduk di bawah Kebenaran Allah, tunduk di bawah Firman Allah. Inilah prinsip Theologi Reformed yang sangat mengakui Kedaulatan Allah dan Kebenaran-Nya. Orang Reformed harus rasional, tetapi bukan rasionalis. Kita menggunakan rasio, tetapi tidak memutlakkan rasio. Dan kini kita akan membahas tema di awal Kitab Kejadian, yaitu ‘Manusia sebagai Peta dan Teladan Allah’.


Apa itu Peta dan Teladan Allah?
Satu-satunya kitab yang membicarakan manusia sebagai peta dan teladan Allah adalah Alkitab. Ketika Tuhan menciptakan segala sesuatu, lalu mencipta manusia, Allah menetapkan mencipta manusia menurut peta dan teladan-Nya sendiri. Dengan demikian, manusia menjadi satu-satunya makhluk yang mirip Sang Pencipta.

Apa yang menjadi karya seseorang, itu merupakan refleksi dari peta dan teladannya, dan ketika manusia bekerja, cara kerjanya merefleksikan etos kerjanya. Ketika ia berbicara, ia merefleksikan pikirannya. Kalau saya seorang pendeta yang mata duitan, pasti khotbah saya akan banyak menyinggung tentang uang. Dari cara bergaul kita dengan orang lain, orang akan mengetahui sifat hidup kita. Ini yang disebut sebagai “image imprinted” (gambar tercetak).

Ketika Tuhan mengatakan, “Mari Kita menciptakan manusia menurut peta teladan Kita,” berarti segala kemungkinan terbesar dari Allah yang tidak terbatas dimasukkan ke dalam jiwa manusia, dan manusia adalah wakil Tuhan. Maka kita tidak boleh menghina diri, karena manusia dicipta begitu mulia, begitu bernilai.

Manusia dicipta menurut peta teladan Allah, maka manusia mirip Allah. Mirip Allah jangan dibatasi hanya dalam bentuk fenomenal. Kita bisa mengetahui dari gerak langkah orang, apakah itu langkah anak kita yang kecil, atau yang besar, atau langkah seorang nenek. Ini yang disebut sebagai image of voice (gambar suara). Allah adalah Roh, sehingga Ia bukan materi; jangan membayangkan Allah sebagai materi.


Allah adalah Roh
Kejadian 1:26-27 menyatakan, “Berfirmanlah Allah: ’Baiklah kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi.’ Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.”

Maka diciptakanlah laki-laki menurut peta Allah dan perempuan menurut peta Allah. Ini pertama kalinya sejak awal, mendahului semua agama, menyatakan bahwa laki-laki sejajar dengan perempuan, sehingga tidak boleh menghina perempuan. Di dalam Alkitab, tidak ada alasan pria menindas wanita. Ini sumbangsih besar Alkitab tentang relasi pria dengan wanita.
Lalu, ketika Allah mengatakan, “Marilah Kita…,” yang dimaksud dengan “Kita” bukanlah kerjasama Allah dan manusia, karena manusia belum ada saat itu. Juga bukan dengan Iblis. Ada tafsiran mengatakan Allah berunding dengan malaikat. Itu tidak benar, karena malaikat juga ciptaan. Pengertian “Kita” menunjukkan posisi yang setara di dalam melakukan perundingan dan pengambilan keputusan. Di sini kita melihat bahwa dari sejak awal, Alkitab sudah menyimpan rahasia tentang Allah Tritunggal. Allah yang Esa adalah Allah Tritunggal. Diskusi ini adalah diskusi antara Allah Tritunggal, antara Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh Kudus.

Namun tidak benar jika kemudian orang melakukan analogi, karena Allah Tritunggal, maka manusia juga terdiri tiga unsur yaitu tubuh, jiwa, dan roh. Ini bukan versi tritunggal manusia. Tubuh manusia bukan manusia, roh manusia bukan manusia. Jadi ini sama sekali berbeda dari Allah Tritunggal. Kita tidak bisa mengatakan bahwa tangan adalah manusia, kaki adalah manusia, tubuh adalah manusia. Tangan adalah sebagian dari manusia. Bagian merupakan sebagian dari totalitas. Totalitas lebih besar dari bagian-bagian. Allah Bapa adalah Allah, Allah Anak adalah Allah, dan Allah Roh Kudus adalah Allah. Allah Bapa bukan sepertiga Allah. Maka pandangan trikotomis tentang manusia tidaklah tepat.


Peta Teladan
Allah mencipta manusia menurut peta teladan-Nya. Ini merupakan pernyataan di mana Ia mencipta makhluk yang lebih tinggi dari semua yang lain. Allah mencipta manusia sebagai ciptaan yang paling tinggi. Memang manusia kecil jika dibandingkan gajah; dibandingkan dengan banyak binatang lainnya, manusia masih tetap kecil. Tetapi, gajah, yang begitu besar, takut jika melihat manusia. Kualitas manusia jauh lebih besar daripada gajah. Kualitas jauh lebih penting dan bernilai ketimbang kuantitas. Manusia yang hanya beberapa puluh kilogram ini bisa mendaki gunung yang paling tinggi, menembus laut yang dalam, meluncurkan roket ke ruang angkasa. Manusia adalah satu-satunya makhluk dengan potensi kemungkinan. Allah mencipta manusia sebagai ciptaan tertinggi. Ia mencipta manusia menurut gambar dan rupa-Nya, menurut peta teladan-Nya agar segala sesuatu bisa ditaklukkan di bawah manusia.

Manusia adalah satu-satunya makhluk yang mewakili Tuhan Allah. Dengan kuasa, hikmat, kodrat, dan potensi kontrol, manajemen yang kuat, manusia menguasai seluruh ciptaan yang lain. Manusia diberi potensi manajemen, potensi perubahan, potensi urutan, potensi otoritas, potensi pemerintahan dan potensi penguasaan. Ini semua dicantumkan di dalam Kitab Suci.

Itu sebabnya, setiap manusia yang berusaha menaklukkan diri ke bawah kedaulatan Allah dan menelusuri bahwa sumber keberadaan dirinya adalah Allah, akan mengerti tujuan hidupnya. Dari sana ia akan menemukan maksud dan nilai hidupnya. Ia akan semakin jelas akan arti dan fungsi keberadaannya. Ia akan menemukan semua jawaban yang dicari manusia, seperti: Mengapa aku ada? Mengapa aku hadir di sini? Apa maksud dan tujuan hidupku? Apa arti keberadaanku? Apa yang harus aku lakukan dalam hidupku? Semua pertanyaan ini tidak akan mendapat jawaban yang sejati tanpa kita kembali kepada Sang Pencipta.


Uniknya Manusia
Setiap orang dicipta secara individu, unik, dan berbeda. Tidak ada dua orang yang sama. Oleh karena itu, kita harus menemukan keunikan kita. Ketika kita telah menemukannya, kita akan menjadi manusia yang sungguh-sungguh berguna di dalam dunia.

Ketika saya berkhotbah di satu kota, saya mengajak anak saya yang baru berusia dua tahun lebih. Supaya tidak mengganggu ketika saya berkhotbah, saya memberi tugas kepadanya untuk mencari dua helai daun yang sama dari daun-daun yang jatuh di halaman gereja. Setelah selesai berkhotbah, saya bertanya kepadanya, dan dia bisa menunjukkan dua daun yang betul-betul sama. Saya sangat terkejut. Namun, ketika saya minta untuk melihatnya, ia tidak mau memberikan. Akhirnya ketahuan bahwa tangkainya satu ke kanan, satu ke kiri. Tangkai itu ia pegang sehingga tersembunyi di tangannya. Tidak ada dua orang yang sama di dunia ini, karena Allah mencipta setiap orang secara unik. Dan itu adalah keindahan yang Tuhan ciptakan. Betapa hambarnya dunia ini jika semua manusia sama di dalam segala hal.

Ketika kita menyadari dan menemukan keunikan kita, kita bisa memperkembangkan setiap potensi yang ada di dalam diri kita sebaik mungkin. Kita perlu terus merenungkan dan memikirkan keunikan peta teladan Allah yang Tuhan tanam di dalam hidup kita.


Ciptaan sebagai Refleksi Pencipta
Orang menggubah banyak lagu, tetapi lagu yang unik adalah lagu yang begitu diperdengarkan, kita langsung bisa mengenali siapa penggubahnya. Waktu Tuhan mencipta sesuatu, tanda-tanda Tuhan ada di dalamnya. Itu bagaikan tanda tangan-Nya. Anjing yang lincah merefleksikan kelincahan Allah. Demikian juga kerajinan semut, ketekunannya, merefleksikan sifat kerajinan dan ketekunan Allah.

Ikan salmon adalah ikan yang unik. Ia melahirkan anaknya di danau yang berair tawar. Setelah melahirkan, ia mati. Lalu anak-anak salmon akan berenang menuruni sungai menuju laut lepas yang berair asin. Ia bisa merantau sampai lebih dari 10.000 km dari tempat asalnya. Ketika besar lalu hamil, ia bisa mencari kembali danau tempat asalnya. Ia kembali melalui sungai, menaiki air terjun, terkadang sampai terluka, dan terus berjuang sampai kembali ke tempat asalnya. Di situ ia bertelur melahirkan anaknya, lalu mati. Demikian siklus ajaib ini terjadi. Semuanya ini merefleksikan kedahsyatan Sang Pencipta. Ini refleksi bijaksana Tuhan. Allah menanamkan sedikit bijaksana pada binatang tertentu. Dan kodrat-Nya, rencana-Nya, sifat teladan-Nya dikumpulkan diletakkan secara utuh ke dalam satu makhluk yang namanya manusia. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang secara totalitas memperoleh seluruh bijaksana dari Tuhan yang merefleksikan semua rencana Tuhan dan mendapatkan potensi yang melebihi semua. Kondisi ini tidak bisa dijawab oleh hipotesa Evolusi.

Evolusi berpandangan makhluk harus terus berkembang. Jadi kalau manusia itu hasil tertinggi dari evolusi, maka seharusnya manusia bisa berenang, bisa menyelam, punya insang dan juga bisa terbang, punya sayap. Tetapi Tuhan tidak demikian. Manusia terlihat tetap terbatas, namun di dalam keterbatasan itu ada kualitas dan kuasa, karena dicipta menurut peta teladan Allah. Manusia terbatas tetapi berkapasitas cipta. Ia tidak bersayap, tetapi bisa mencipta pesawat terbang, tidak mengeluarkan musik, tetapi bisa merangkai nada dan membentuk harmoni.

Kiranya kita berhenti berbuat dosa, mulai belajar menghargai diri kita, menemukan diri, belajar menggali potensi diri, dan akhirnya menyerahkan diri ke dalam tangan Tuhan. Inilah peta teladan yang akhirnya menjadi teladan bagi peta teladan yang lain. Soli Deo Gloria.

Roma 8:12-17: HIDUP OLEH ROH DAN MENJADI ANAK-ANAK ALLAH

Seri Eksposisi Surat Roma :
Menjadi Manusia Baru-2


Hidup oleh Roh dan Menjadi Anak-anak Allah

oleh: Denny Teguh Sutandio


Nats: Roma 8:12-17.

Setelah mempelajari tentang pengajaran Paulus kepada jemaat Roma bahwa mereka seharusnya hidup di dalam Roh mulai ayat 9 s/d 11, maka di ayat 12 s/d 17, Paulus menjelaskan kepada kita tentang makna dan penyebab hidup oleh Roh.

Di pasal 8 ayat 12, Paulus mengajarkan, “Jadi, saudara-saudara, kita adalah orang berhutang, tetapi bukan kepada daging, supaya hidup menurut daging.” Ayat ini merupakan kesimpulan Paulus dari penjelasannya di ayat 1 s/d 11 tentang hidup menurut daging vs hidup menurut Roh, tetapi kesimpulan ini akan dikembangkan dan dikaitkan dengan penyebab dari hidup menurut Roh. Kembali, di ayat ini, Paulus mengatakan bahwa kita adalah orang berhutang. Terjemahan King James Version (KJV) dan English Standard Version (ESV) mengartikannya, “we are debtors”, International Standard Version (ISV) dan New International Version (NIV) menerjemahkannya, “we have an obligation”, dan New American Standard Bible (NASB) menerjemahkannya, “we are under obligation” (=kita berada di bawah utang/kewajiban). Paulus sampai pada kesimpulan ini setelah ia pada ayat sebelumnya menjelaskan bahwa Roh Kudus menghidupkan tubuh kita yang fana. Dengan kata lain, setelah tubuh kita dihidupkan oleh Roh Kudus, seharusnya kita berani mengatakan bahwa kita adalah orang yang berhutang. Berhutang kepada siapa ? Geneva Bible Translation Notes (GBTN) menafsirkan bahwa kita berhutang kepada Allah, mengapa ? GBTN menjelaskan, “you have received so many benefits from him.” Ketika kita berbicara mengenai hutang, itu berarti ada sesuatu yang harus kita lunasi dan bayar. Demikian juga, GBTN memaparkan bahwa kita berhutang kepada Allah, karena kita harus membalas cinta kasih-Nya dengan hidup menurut kehendak-Nya. Itu sebabnya mengapa Paulus mengatakan bahwa kita berhutang BUKAN kepada daging, supaya hidup menurut daging. Kalau kita berhutang kepada daging, berarti kita kembali hidup lagi menurut daging dan melawan Allah. Tetapi Paulus mengatakan bahwa kita tidak lagi berhutang kepada daging.

Mengapa ? Ayat 13 menjelaskannya, “Sebab, jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup.” Ketika kita hidup lagi menurut daging, Paulus menekankan ulang bahwa kita akan mati. Dengan kata lain, kematian atau maut adalah ekses/akibat langsung ketika kita hidup menurut daging (Roma 6:23). Mengapa ? Karena hidup menurut daging mengerjakan hal-hal yang menyenangkan kedagingan yang fana dan akhirnya menemui kebinasaan. Lalu, bagaimana supaya kita terlepas dari kematian kekal ? Paulus menjelaskan bahwa kita harus hidup oleh Roh. Apa artinya ? Di ayat 13 dan 14, kita akan mendapatkan 2 definisi hidup oleh Roh. Hidup oleh Roh berarti :
Pertama, hidup yang mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu. Kata “mematikan” dalam KJV diterjemahkan mortify (=membunuh), dalam bahasa Yunaninya thanatoō bisa berarti kill (=menghancurkan, mengakhiri, dll), ESV menerjemahkannya “put to death” (=menghukum mati/membunuh), dan ISV menerjemahkannya “continually put to death”. Dengan kata lain, arti kata mematikan identik dengan membunuh atau menghancurkan atau mengakhiri, menghukum mati, dll. Lalu, kata “perbuatan-perbuatan tubuhmu” diterjemahkan oleh KJV, NASB dan ESV, “the deeds of the body”, ISV, “the activities of the body”, NIV, “the misdeeds of the body”. Dari beberapa terjemahan ini, baik KJV, NASB, ESV dan ISV hampir sama mengartikan aktivitas/perbuatan tubuhmu, tetapi NIV menambahkan kata “mis” yang berarti perbuatan-perbuatan tubuh itu jahat. Meskipun dalam bahasa Yunaninya, tidak ada penambahan kata “jahat”, tetapi penerjemahan NIV dikaitkan dengan konteksnya. Dengan kata lain, hidup oleh/menurut Roh berarti kita membuat mati perbuatan-perbuatan tubuh kita yang jahat ini sehingga perbuatan-perbuatan jahat itu tidak lagi berkuasa atas diri kita. Inilah yang Paulus maksudkan ketika ia mengajar, “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” (Roma 12:2) Ketika kita membuat mati/menghancurkan perbuatan-perbuatan tubuh kita yang jahat berarti di saat yang sama kita tidak lagi hidup serupa dengan dunia ini, tetapi hidup menurut kehendak Allah dengan mengubah pola pikir kita yang mengakibatkan perbuatan, perkataan, tingkah laku, dll kita menjadi beres dan berkenan bagi-Nya. Kita bisa mematikan tubuh kita yang jahat ini sekali lagi karena Roh Kudus yang bekerja di dalam kita. Roh Kudus yang bekerja di dalam hati kita secara terus-menerus (continually) memimpin kita untuk menghancurkan perbuatan tubuh kita yang jahat, karena Roh Kudus mengerjakan apa yang dikehendaki Bapa dan memuliakan Anak (Kristus). Jika Roh Kudus tidak bekerja di dalam hati kita, kita tidak mungkin bisa hidup mempermuliakan-Nya dengan mematikan dosa-dosa kita. Sekali lagi, ini adalah anugerah Allah yang berdaulat. Tidak ada sesuatu pun di dunia yang terjadi tanpa anugerah dan kedaulatan Allah. Roh Kudus yang memimpin kita mematikan perbuatan tubuh yang jahat juga memimpin kita kepada hidup. GBTN menafsirkan hidup sebagai everlasting life (=hidup yang kekal). Dengan kata lain, ketika kita hidup menurut Roh, maka Roh itu akan memimpin kita kepada hidup yang kekal. Di dalam terang theologia Reformed, kita memahami bahwa hidup kekal itu pasti dinikmati oleh umat pilihan-Nya di Surga, di mana sebagai umat pilihan-Nya, kita pasti bersukacita di Surga bersama Bapa dan Anak. Tetapi tidak hanya ketika di Surga, di dunia ini pun, kita diizinkan oleh Tuhan menikmati kehidupan surgawi, yaitu hidup yang bersukacita dan berkelimpahan meskipun harus menghadapi berbagai aniaya, masalah, ujian, pencobaan dan rintangan hidup. Inilah yang dimengerti sebagai paradoks doktrin akhir zaman di dalam keKristenan (aspek already and not yet / sudah dan belum). Secara status, kita memang sudah disucikan, ditebus, diselamatkan dan memperoleh hidup sejati karena kita adalah anak-anak-Nya yang telah ditebus oleh Kristus (aspek already/sudah), tetapi secara kondisi sempurna, kita terus-menerus disucikan dan akan memperoleh keselamatan, penebusan dan hidup sejati ketika kita bersama-sama dengan-Nya di Surga (aspek not yet/belum). Hal inilah yang mendorong kita untuk bersemangat hidup bagi kemuliaan-Nya, karena kita memiliki pengharapan yang pasti bahwa kita pasti bersama-sama dengan-Nya kelak di Surga. Hidup sejati bukan hidup yang tanpa masalah, tetapi hidup sejati adalah hidup yang tetap bersukacita meskipun menghadapi banyak masalah. Hidup bersukacita bukan hidup yang meniadakan kesulitan, tetapi hidup yang berani menghadapi kesulitan, tidak memandang kesulitan sebagai fokus, melainkan Kristus yang harus menjadi fokus kita di tengah-tengah kesulitan hidup. Selain itu, hidup sejati juga hidup yang mampu dan terus berjuang melawan dosa serta terus-menerus berpaut kepada Kristus.

Apa yang mengakibatkan kita bisa hidup mematikan perbuatan tubuh yang jahat ini ? Jawabannya ada di ayat 14, “Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah.” Dengan kata lain, definisi kedua hidup oleh/menurut Roh adalah hidup yang dipimpin oleh Roh Allah. Kita dapat mematikan perbuatan tubuh yang jahat karena hidup kita dipimpin oleh Roh Allah. Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS) memakai kata “dibimbing” untuk menjelaskan arti dipimpin. Dipimpin Roh Allah jangan diartikan dikendalikan oleh Roh Allah atau dipaksa oleh Roh Allah. Itu bukan ajaran Alkitab, tetapi ajaran kafir tentang “takdir”. Hidup dipimpin oleh Roh Allah berarti hidup kita dituntun/dibimbing/diarahkan oleh Roh Allah untuk makin menyerupai dan meneladani Kristus dan memuliakan Allah. Rasul Paulus adalah seorang rasul Kristus yang menyerahkan hidupnya dipimpin oleh Roh Kudus. Ia tak mau berjalan sendiri menurut kehendak dirinya, tetapi ia melakukan pengabaran Injil menurut pimpinan Roh Kudus. Contohnya, ketika Paulus hendak memberitakan Injil ke daerah Asia, tiba-tiba Roh Kudus mencegah Paulus (Kisah 16:6), lalu ia mencoba lagi masuk ke daerah Bitinia, tetapi sekali lagi Roh Yesus tidak mengizinkannya (Kisah 16:7). Kemudian, Roh Kudus memimpin Paulus untuk memberitakan Injil ke daerah Eropa melalui penglihatan seorang Makedonia yang berdiri dan berseru kepadanya, “Menyeberanglah ke mari dan tolonglah kami!” (Kisah 16:9), lalu Paulus menaati penglihatan itu (Kisah 16:10-12). Pdt. Dr. Stephen Tong menjelaskan bahwa alasan Roh Kudus memimpin Paulus untuk memberitakan Injil ke Eropa karena Paulus adalah seorang yang telah menguasai filsafat-filsafat Yunani yang membelenggu Eropa pada waktu itu, sehingga ketika harus memberitakan Injil, ia adalah satu-satunya rasul Kristus yang cukup kompeten memberitakan Injil dan meruntuhkan filsafat-filsafat mereka. Hal ini bisa dilihat dengan jelas ketika Paulus memberitakan Injil di Atena (Kisah 17:16-34). Sebaliknya, Petrus lah yang dikirim memberitakan Injil ke daerah Asia. Coba jika dibalik, Petrus dikirim ke Eropa, maka Petrus akan “kewalahan” menghadapi filsafat-filsafat Yunani di Eropa. Inilah pimpinan Roh Kudus yang dahsyat melampaui akal budi kita. Di dalam sejarah gereja, Dr. Martin Luther dipakai Tuhan untuk meruntuhkan tembok kesalahan gereja Katolik Roma yang pada waktu itu telah menyeleweng dengan menjual surat pengampunan dosa (indulgensia). Pertama-tama, ia tidak mau mendirikan gereja/aliran baru, tetapi ia hanya mau membenarkan ajaran yang salah. Roh Kudus berkehendak lain, Ia memimpin Luther bukan hanya untuk mendobrak ajaran yang salah, tetapi juga mempengaruhi orang-orang Kristen dengan ajaran-ajaran yang beres. Gerakan Reformasi yang kemudian diteruskan oleh John Calvin berkembang sangat pesat bukan hanya di bidang theologia, tetapi juga di bidang politik, etos kerja, sosial, ekonomi, dll, dan Roh Kudus memimpin gerakan ini untuk memuliakan Allah. Selain John Calvin, Roh Kudus memimpin Prof. Dr. Abraham Kuyper menjadi Perdana Menteri Belanda untuk menegakkan theologia Reformed di dalam politik, sosial, hukum dan pemerintahan. Roh Kudus yang sama juga memimpin J. Sebastian Bach dan G. F. Hendel untuk menggubah symphony yang memuliakan Tuhan yang dipengaruhi oleh gerakan Reformasi. Roh Kudus yang sama pula dapat memimpin kita sebagai umat pilihan-Nya untuk hidup bagi Kristus dan memuliakan-Nya. Hidup yang dipimpin oleh Roh Allah adalah hidup yang menTuhankan Kristus dan bukan menjadikan diri sendiri sebagai “tuan”, karena Roh Kudus datang BUKAN untuk memuliakan diri-Nya sendiri, atau diri manusia, tetapi memuliakan Kristus. Hidup yang menTuhankan Kristus berarti hidup yang menjadikan Kristus bukan sekadar sebagai Juruselamat yang menyelamatkan dan menebus dosa-dosa kita, tetapi juga sebagai Tuhan, Pemilik Hidup, Pemerintah di dalam hidup kita. Ini bukan formulasi theologia yang penting, tetapi ini harus dijalankan dan dialami di dalam hidup kita sehari-hari. Ketika kita menTuhankan Kristus di dalam hidup kita, kita pasti menemui hal-hal yang bertolak belakang bahkan melawan natur keberdosaan kita, tetapi itu tidak apa-apa, karena di dalamnya, kita pasti akan menemukan hal-hal yang patut disyukuri. Apa itu ? Kehendak-Nya lebih agung dan mulia daripada kehendak manusia, jalan dan pikiran-Nya jauh melampaui apa yang bisa manusia pikirkan.
Ketika hidup kita dipimpin Roh Allah, pada saat yang sama, kita menjadi anak-anak Allah. Menjadi anak-anak Allah berarti kita bukan lagi anak-anak iblis yang hidup oleh daging, tetapi kita menjadi anak-anak yang diadopsi oleh-Nya di dalam Kristus. Sungguh suatu anugerah Allah yang dahsyat ketika kita yang berdosa ini diadopsi oleh-Nya dan dijadikan benar hanya melalui iman di dalam Kristus yang merupakan anugerah-Nya.

Lalu, apa hubungan Roh Allah dan anak-anak Allah ? Ada dua pengertian yang mendalam akan hal ini.
Pertama, ayat 15, “Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: "ya Abba, ya Bapa!"” Roh Allah menjadikan kita anak-anak Allah. KJV menerjemahkannya, “ye have received the Spirit of adoption” (=kamu telah menerima Roh adopsi). ESV juga memakai pernyataan yang sama, “the Spirit of adoption”. Roh yang menjadikan kita anak Allah sama dengan Roh adopsi. Roh inilah yang memungkinkan kita memanggil Allah sebagai Bapa kita. Itulah sebabnya Tuhan Yesus mengajarkan Doa Bapa Kami. Kita berhak memanggil Bapa karena Roh Kudus yang mengadopsi kita untuk menjadi anak-anak Allah di dalam Kristus. Hubungan Bapa dan anak-anak adopsi adalah begitu erat, karena Bapa yang mengutus Anak Tunggal-Nya (Kristus) untuk menebus umat pilihan-Nya sehingga mereka menjadi anak-anak adopsi Allah atau adik-adik adopsi Kristus (Kristus sebagai Kakak Sulung kita). Inilah bukti bahwa selain Allah itu transenden (nun jauh di sana), Allah itu juga imanen, yang menyertai kita (Immanuel). Tidak ada satu agama, filsafat, kebudayaan, ilmu, dll yang berani menjanjikan bahwa Yang Kekal menyertai yang sementara/fana seperti janji Kristus di dalam Matius 28:20b. Ini juga membuktikan bahwa keKristenan jauh melampaui semua filsafat Yunani (dan dunia lainnya), agama, kebudayaan, dll, dan inilah yang seharusnya membangkitkan semangat kita untuk memberitakan Injil kepada mereka yang belum mendengar Injil.

Kedua, ayat 16, “Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah.” Di dalam ayat ini, ada dua kata “roh”, roh pertama menggunakan huruf besar pada R, yaitu Roh menunjuk kepada Roh Allah/Roh Kudus, dan roh kedua yaitu roh manusia menggunakan huruf kecil pada huruf r yaitu roh. Kata “roh” manusia identik dengan jiwa yang diterjemahkan dari bahasa Yunani pneuma. Kembali, di ayat-ayat sebelumnya kita sudah mengerti bahwa Roh Kudus menjadikan kita anak-anak Allah, lalu pertanyaan selanjutnya yang muncul adalah bagaimana kita bisa mengetahui dengan jelas bahwa kita adalah anak-anak Allah ? Jawabannya adalah Roh Kudus itu bersaksi bersama-sama dengan roh/jiwa kita bahwa kita adalah anak-anak Allah. Jadi, Roh Kudus bukan hanya menjadikan kita anak-anak Allah, lalu meninggalkan kita, tetapi Ia juga memberikan kesaksian bersama-sama dengan roh kita bahwa kita adalah anak-anak Allah. Atau dengan kata lain, Roh Kudus meyakinkan jiwa/roh kita bahwa kita adalah anak-anak Allah. Kesaksian Roh Kudus menguatkan kita bahwa kita telah diterima oleh Allah dan menjadi anak-anak-Nya. Itulah yang kita alami di dalam kehidupan sehari-hari. Doktrin tidak boleh hanya sebagai bahan perdebatan, tetapi doktrin sejati harus dialami di dalam kehidupan sehari-hari. Kita bisa percaya bahwa Roh Kudus yang meyakinkan roh kita bahwa kita adalah anak-anak Allah, tetapi kepercayaan ini bukan sekadar berada di dalam rasio kita, tetapi harus kita alami. Sudahkah kita mengalami Roh Kudus yang menginsyafkan kita akan dosa, kebenaran dan penghakiman ? Sudahkah kita dicerahkan Roh Kudus ketika membaca Firman-Nya, Alkitab ? Sudahkah kita dicerahkan dan ditegur oleh Roh Kudus di dalam hati kita ketika kita mulai berdosa ? Ketika Roh Kudus memperhatikan kita dengan menegur kita, itulah tandanya kita adalah anak-anak-Nya yang dipelihara, dipimpin dan dikuduskan-Nya secara terus-menerus untuk makin menyerupai Kristus.

Kemudian, siapakah anak-anak Allah itu ? Pada ayat 17, Paulus menjelaskan, “Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia.” Dari ayat ini, kita dapat menemukan dua arti menjadi anak-anak Allah :
Pertama, anak-anak Allah adalah ahli waris Kerajaan Surga yaitu mereka yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus. Kata “ahli waris” dalam KJV, ESV, ISV, NIV dan NASB diterjemahkan heirs yang berarti pewaris. Kata ini sering dikenakan pada kerajaan, di mana anak-anak raja/kaisar menjadi pewaris tahta ayahnya sebagai raja/kaisar. Ketika disebut anak-anak Allah, itu berarti kita menjadi pewaris Kerajaan Surga yang berhak menerima janji-janji Allah. Apakah janji-janji Allah ? Janji-janji Allah adalah janji-janji dari Allah yang diberikan HANYA kepada umat pilihan-Nya (anak-anak-Nya), yaitu hidup kekal, hidup berkelimpahan (secara rohani), sukacita, kedamaian, ketenteraman, ketenangan, dll. Itu semua kita terima setelah kita menjadi anak-anak-Nya. Jadi, itu adalah suatu anugerah Allah yang sangat agung dan mulia bagi kita yang berdosa. Anugerah itu harus disyukuri dengan sikap hidup yang memuliakan-Nya. Bukan hanya menerima janji-janji Allah, kita juga menerimanya bersama-sama dengan Kristus, Kakak Sulung kita. Artinya, kita menerima janji-janji Allah karena Kristus telah menerapkan kesetiaan, ketaatan, dan kebenaran-Nya pada umat pilihan-Nya. Marilah kita sebagai anak-anak-Nya hidup di dalam Kerajaan Surgawi meskipun kita tetap berada di dunia.

Caranya ? Adalah dengan : kedua, menderita bersama-sama dengan Kristus supaya dipermuliakan nantinya bersama-sama dengan-Nya. Menjadi anak-anak Allah BUKAN menjadi anak-anak yang manja, hidup serba tercukupi, semua usaha berhasil, tidak ada penyakit, bahkan tidak digigit nyamuk, dll. Itu bukan ajaran Alkitab. Kita diajar bahwa kita adalah anak-anak Allah yang dibentuk oleh-Nya menjadi anak-anak Allah yang dewasa rohani dengan cara ikut menderita bersama-sama dengan Kristus dan dipermuliakan nantinya bersama-sama dengan-Nya. Inilah arti kita menerima janji-janji Allah bersama-sama dengan Kristus. Seringkali, banyak gereja kontemporer menekankan bahwa kita adalah anak-anak Raja yang dipuaskan-Nya, sehingga ketika kita minta apa saja, permintaan kita dituruti, karena kita adalah anak-anak Raja. Inikah ajaran Alkitab ? TIDAK. Alkitab mengajarkan bahwa kita berhak menerima janji-janji Allah ketika kita hidup berpadanan dengan Kristus yang menderita dahulu baru dipermuliakan. Seringkali, kita mau mulia, tetapi tidak mau menderita, mau sukses, tetapi tidak mau gagal. Itu kesalahan kita. Pdt. Dr. Stephen Tong menegaskan bahwa Dr. Martin Luther menekankan dua prinsip : theologia salib dan theologia kemuliaan. Orang Kristen yang tidak menyeimbangkan kedua prinsip ini akan jatuh ke dalam ekstrim yang sia-sia. Misalnya, ada orang “Kristen” yang terlalu menekankan theologia salib, tetapi theologia kemuliaan dibuang, sehingga menjadi orang “Kristen” identik dengan menyiksa diri, terus menderita, dll, tetapi di lain pihak, ada banyak gereja “Kristen” kontemporer menekankan theologia “kemuliaan” tanpa salib, sehingga mengakibatkan jemaat-jemaatnya tidak lagi mengerti arti penderitaan sejati yang menuju kepada kemuliaan. Tidak heran, ketika ada masalah datang, misalnya penyakit, kegagalan, dll, orang-orang yang sudah diindoktrinasi dengan “theologia” kemakmuran akan segera tidak beriman dan beralih agam. Mengapa ? Karena mereka tidak memahami secara komprehensif theologia salib dan kemuliaan. Tanpa salib, tidak ada kemuliaan. Tanpa penderitaan dan pengorbanan Kristus disalib, tidak ada pengharapan hidup kekal dan kemuliaan bagi kita sebagai anak-anak-Nya. Penderitaan dan salib Kristus menjadi pengharapan dan jaminan bahwa kita pasti menang mengalahkan pencobaan seperti Kristus yang mati lalu bangkit. Siapakah orang yang dimuliakan Allah ? Di pasal yang sama (pasal 8) ayat 28-30, Paulus menjelaskan, “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya.” Orang yang dimuliakan-Nya adalah orang yang : telah dipilih-Nya dari semula, ditentukan-Nya dari semula, dipanggil-Nya, dan dibenarkan-Nya. Itu semua menunjuk kepada umat pilihan-Nya yang menjadi anak-anak-Nya. Apakah kita termasuk salah satu di antaranya ? Mari kita mengintrospeksi diri.

Hidup menurut Roh adalah hidup yang dengan berani, setia, jujur dan bertanggungjawab menTuhankan Kristus di dalam setiap aspek hidup kita. Sudahkah dan beranikah kita berkomitmen untuk melakukannya ? Kita bisa melakukannya karena Roh Kudus memimpin hidup kita sebagai anak-anak Allah. Mari kita bersyukur atas segala anugerah-Nya yang begitu agung dan mulia ini dengan hidup memuliakan nama-Nya. Soli Deo Gloria. Amin.