24 May 2008

Bagian 2: Alkitab dan Tinjauan Sistem Ekonomi

2. ALKITAB DAN TINJAUAN SISTEM EKONOMI


Nats: 2Tim. 3:1-2; 1Tim. 6:9-10; Luk. 16:1-9


Latar Belakang Permasalahan
Prinsip ekonomi dunia telah berusaha menggeser pengertian ekonomi yang sesungguhnya. Bukan saja demikian, bahkan dunia ekonomi sekarang telah berusaha keras untuk menggeser semua bidang lainnya. Ekonomi merupakan bidang yang dianggap paling berkuasa dan paling ampuh di dunia. Ekonomi menjadi andalan dan penentu mati-hidupnya manusia.
Berbekal format materialis-humanis ekonomi berkembang men­jadi satu format penentu dunia. Bahkan sekarang ekonomi jauh lebih ditakuti ketimbang senapan atau rudal. Ancaman eko­nomi dirasakan sebagai ancaman yang jauh lebih mematikan.
Di dalam keadaan seperti ini, maka dunia berubah menjadi dunia yang berpusat pada ekonomi. Dunia berjuang untuk mencari kelebihan material dan mengejar keuntungan. Seluruh dunia dinilai dari ukuran ekonominya. Itulah penentu kesuksesan dunia.

Iman Kristen dan Ekonomi
Lebih celaka lagi ketika Kekristenanpun tercemar dengan ide materialisme seperti ini. Sekalipun Alkitab berulang kali membi­ca­rakan tentang bahayanya berpusat pada uang dan mengejar uang, tetapi banyak orang Kristen yang masih sulit untuk melepaskan diri dari opini dunia ini.
Semakin canggih dan banyaknya teori ekonomi, dan semakin di­pa­sarkan secara luasnya prinsip materialisme dan marketing, ma­ka dunia Kekristenan menghadapi ancaman serius dari indok­trinasi materialisme yang berusaha masuk ke dalam gereja.
Ditambah lagi dengan fakta banyaknya pemimpin-pemimpin gereja sendiri yang memang “money-oriented” karena memang itulah yang menjadi basis pemilihannya. Banyak pemilihan majelis ditentukan oleh tingkat kekayaannya. Banyak pendeta yang sibuk mengkhotbahkan perpuluhan untuk menggendutkan perutnya dst. Semua format ini menjadikan gereja semakin sekuler dan materialis. Tidak heran, akibatnya, gerejapun akan berpusat pada ekonomi.


Definisi Ekonomi
Pada umumnya dunia mengerti ekonomi sebagai suatu tindakan yang dimotori oleh kebutuhan. Jadi di dalamnya ditekankan adanya tiga unsur penting, yaitu: produksi, konsumsi dan per­tu­karan. Kalau ketiga unsur ini terjadi, di situ sudah terjadi ekonomi.

Alfred Marshall: Ilmu ekonomi adalah suatu studi tentang umat manusia dalam kehidupannya sehari-hari.

Richard G. Lipsey dll.
[1]: Ilmu ekonomi adalah suatu studi tentang pemanfaatan sumber daya yang langka untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tak terbatas.

Alkitab: Ilmu ekonomi adalah studi tentang bagaimana mendaya­gu­na­kan semua yang Tuhan percayakan kepada manusia untuk bisa mempermuliakan Allah. (Kej. 2:15; Mat. 25:14-30; Kol. 3:23).

Singkatnya: Ekonomi berasal dari kata “oikos” (rumah) dan “no­mos” (aturan), yang secara utuh berarti, mengatur rumah tangga. Ekonomi adalah tugas penatalayanan (stewardship).


Perbedaan dasar prinsip Ekonomi Alkitab dan Dunia
1. Orientasi pada Allah.
Ekonomi Alkitab mengajarkan prinsip yang sangat jelas, yaitu seluruh alam semesta dan isinya adalah milik Allah yang perlu dikelola dan dipertanggungja­wab­kan bagi kemuliaan Allah. Semua perilaku ekonomi harus dikembalikan pada kehendak Allah. Tidak ada perilaku ekonomi yang beres, yang keluar dari rencana Allah. Sebaliknya, dunia justru mengajar untuk melakukan tindakan ekonomi tanpa mempedulikan Allah, atau yang lebih parah lagi justru menunggangi atau menjadikan Allah sebagai alat eko­no­mi (agregat produksi).
[2] Di sini manusia yang menjadi pusat dan kebutuhan manusia yang menjadi intinya. Maka dalam format dunia, ekonomi menjadi suatu bidang studi yang sangat humanistis dan materialistis.

2. Intinya pertanggungjawaban.
Ekonomi Alkitab mengajarkan prinsip pertanggungjawaban pengelolaan yang manusia laku­kan terhadap alam kepada Allah. Manusia tidak boleh menggarap alam semena-mena untuk dirinya atau golong­an­nya sendiri, karena bukan manusia yang memiliki semua itu. Dengan mempertanggungjawabkan semua ekonomi seturut perintah Allah, maka kesejahteraan manusia bisa dijaga. Untuk itu, Alkitab merupakan basis studi ekonomi, bukannya semang­at materialisme dan tuntutan kebutuhan manusia. Sebaliknya, di dalam sistem ekonomi dunia, pertanggungjawaban kepada Allah sama sekali tidak pernah diperhitungkan. Akibatnya, manusia hanya menjadi pelaku-pelaku ekonomi yang buas dan hanya mencari keuntungan bagi dirinya sendiri. Tidak heran, dunia menjadi anjang pengrusakan akibat terjadinya ketidak­seimbangan pola ekonomi dunia. Di mana pertanggung­jawab­an global tidak ditekankan, maka dunia akan semakin rentan menjadi rusak.

3. Penekanan pola ekonomi spiritual.
Ekonomi Alkitab menekan­kan bahwa seluruh perilaku ekonomi merupakan keseim­bangan antara aspek rohani dan jasmani, bahkan menyangkut seluruh bagian kehidupan manusia, yang bisa memper­mu­lia­kan Allah. Tetapi di dalam ekonomi dunia, seperti telah terlihat di atas, jelas orientasi hanya pada aspek materi dan meng­abai­kan aspek rohani sama sekali. Ekonomi seolah-olah men­jadi bidang yang split atau terpisah dari dunia rohani, bahkan ada kecenderungan dikontraskan satu dari yang lain. Melalui perumpamaan bendahara yang tidak jujur, Alkitab mau menyatakan bahwa materi harus bisa dipakai sebagai alat rohani. Hanya dengan cara itu barulah seluruh keseimbangan bisa dicapai. Tuhan Yesus mengajarkan bahwa kita harus mencari Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya terlebih dahulu, barulah semua hal lainnya akan ditambahkan kepada kita. Dalam aspek ini, Alkitab sama sekali tidak mengajarkan bahwa kita harus anti materi dan hanya mempedulikan aspek rohani saja. Tetapi kita harus menjaga keseimbangan, di mana aspek rohani menjadi bagian penting yang tidak bisa dilepaskan dari aspek materi di dalam ilmu ekonomi. Dengan demikian kita baru bisa menjadi penatalayan ekonomi yang baik.


Variabel Ekonomi
Sebagai anak Tuhan, kita harus melihat ekonomi secara berbeda. Ada variabel-variabel yang harus kita perhitungkan dan sangat me­nen­tukan di dalam pola dan perilaku ekonomi kita.
1. Ketaatan
Sebagai seorang penatalayan harta Allah, maka kun­ci pertama yang harus kita perhitungkan adalah sejauh ma­na ketaatan kita di dalam menjalankan tugas ini kepada Allah. Pelaku ekonomi yang tidak mau taat kepada Allah, pasti tidak akan pernah menikmati kehidupan ekonominya dengan baik, karena di situlah kunci seluruh tugas ekonomi. Di dalam Mat. 25, Tuhan Yesus memberikan hukuman keras kepada orang yang tidak mau enjalankan tugasnya.

2. Kejujuran dan Integritas
Hal kedua yang justru menjadi prin­sip ekonomi adalah kejujuran dan integritas di dalam menjadi penatalayan Allah. Tidak ada cara lain yang bisa membuat ilmu ekonomi bisa berjalan dengan baik kecuali melalui sistem yang jujur dan terintegritas baik. Di mana terdapat ketidakjujuran, maka seluruh penatalayanan akan kehilangan arah dan keseimbangannya. Pasti akan terjadi kerusakan di mana-mana. Dan ilmu ekonomi yang sejati adalah ekonomi yang disoroti oleh Allah pemilik alam semesta, yang menuntut kejujuran dan integritas dari setiap orang yang diberi-Nya hak untuk mengelola alam milik-Nya.

3. Kebajikan
Motivasi dasar Allah di dalam memberikan semua alam semesta ini kepada manusia adalah agar manusia bisa hidup bahagia dan sejahtera. Inilah kebajikan Allah yang dinyatakan kepada manusia. Oleh karena itu, manusia harus juga menjalankan prinsip kebajikan di dalam melakukan ilmu ekonomi. Ketika ekonomi sudah kehilangan sifat manusiawi­nya, ekonomi akan menjadi suatu perilaku yang kejam sekali. Barulah belakangan ini orang-orang mulai semakin menyadari bahwa ekonomi telah tidak lagi memanusiakan manusia, bah­kan ada ide bahwa manusia adalah makhluk ekonomis. Ar­ti­nya, manusia hanya dinilai berdasarkan aspek ekonomi. Ma­nu­sia bukan di atas ekonomi, tetapi manusia justru sudah men­jadi komoditi ekonomi. Dari sini timbul banyak sekali ma­salah yang menyengsarakan manusia.

4. Etika Ekonomi Kristen
Bagi Alkitab, ekonomi harus menjadi alat bagi kemuliaan Tuhan. Oleh karena itu, etika ekonomi ha­rus sejalan dengan etika Kristen. Dalam kasus ini, etika eko­nomi tidak bisa didualismekan dengan etika Kristen. Salahlah pan­dangan bahwa etika ekonomi tidak bisa dan tidak mung­kin bisa sejalan dengan etika Kristen, karena di dalam eko­nomi ada kaidah-kaidah yang harus bertentangan dengan iman Kris­ten. Misalnya, di dalam ekonomi ditekankan hukum “de­mand and supply” (permintaan dan penyediaan). Jika penye­diaan sedikit dan permintaan banyak, maka harga akan naik. Aki­bat­nya, seringkali suatu produk alam dibuang atau dimus­nahkan de­­mi untuk menaikkan harga barang (mem­per­se­dikit per­se­dia­an), padahal begitu banyak orang yang kela­paran dan mem­bu­tuh­kan bahan tersebut. Di sini, etika ekonomi harus dikem­ba­li­kan kepada kebenaran Alkitab, atau ekonomi hanya menjadi alat sebagian orang. Ini terjadi baik di dalam ekonomi sistem kapitalis ataupun sistem sosialis. Baik di dalam pola per­da­gang­an bebas, ataupun dalam sistem ekonomi terkontrol. Tidak pernah ekonomi memperjuangkan kesejahteraan masyarakat luas, tetapi hanya menyejahterakan segolongan tertentu manusia, entah yang beruang atau berkekuasaan.

Kesimpulan dan Penutup
Prinsip ekonomi dunia harus dikembalikan kepada jalur kebenaran Alkitab, karena tanpa itu, tidak ada kemungkinan ekonomi dunia akan membereskan seluruh kehidupan manusia dan membawa manusia kepada kesejahteraan yang sejati.
Prinsip ekonomi harus ditundukkan di bawah kebenaran fir­man Tuhan, karena seluruh basis ekonomi sebenarnya bergerak di dalam dunia milik Tuhan yang harus dipertanggungjawabkan kepa­da Tuhan. Oleh karena itu, pengelolaannya harus sesuai de­ngan ke­hen­dak Tuhan.
Prinsip ekonomi harus berada di bawah etika firman. Tidak a­da dualisme antara bidang ekonomi dan pengenalan firman, antara etika Kristen dan etika ekonomi. Seorang Kristen yang Tuhan letakkan di dunia ekonomi harus berjuang keras untuk men­ja­lan­kan panggilannya menyatakan kebenaran di dunia eko­nomi. Kita perlu jelas akan panggilan Tuhan ini. Kita bukan anak-anak setan di dunia ekonomi yang tunduk kepada aturan dan kehendak setan dan sifat kedagingan yang penuh nafsu. Oleh karena itu, kebe­nar­an Allah harus dinyatakan secara serius.
[1] Richard G. Lipsey, Douglas D. Purvis, Peter O. Steiner dan Paul N. Courant. Pengantar Mikroekonomi, Jakarta: Binarupa Aksara, 1991 (originally published: Economics, Harper and Row, 1990), hal. 5).
[2] Agregat adalah aspek-aspek yang mempengaruhi suatu perkembangan atau variable yang harus diperhitungkan di dalam penentuan kebijakan ekonomi.

No comments: