06 May 2010

Eksposisi 1 Korintus 6:7-11 (Ev. Yakub Tri Handoko, Th.M.)

EKSPOSISI 1 KORINTUS 6:7-11

oleh: Ev. Yakub Tri Handoko, Th.M.



Nats: 1 Korintus 6:7-11



Bagian ini merupakan kelanjutan dari pembahasan sebelumnya tentang larangan Paulus untuk tidak membawa persoalan jemaat kepada hakim dunia (ay. 1). Kalau di ayat 2-6 Paulus memberikan alasan dari sisi status orang percaya di akhir zaman (orang percaya akan menghakimi dunia dan para malaikat), maka di ayat 7-11 dia memberikan dua alasan tambahan. Orang percaya tidak boleh membawa masalah internal jemaat ke luar karena hal itu merupakan kekalahan bagi seluruh gereja (ay. 7-8). Di samping itu, tindakan membawa ke pengadilan – padahal di sana tidak ada keadilan – akan membawa jemaat pada resiko yang serius, yaitu mereka tidak akan mewarisi Kerajaan Allah karena mereka tergolong sebagai orang yang tidak adil (ay. 9-11).


Hal itu merupakan kekalahan bagi seluruh gereja (ay. 7-8)
Ada sebuah pepatah kuno yang berbunyi ”you win the battle but you lose the war” (kamu memenangkan pertempuran tetapi kalah dalam peperangan). Ungkapan ini tampaknya tepat untuk menggambarkan inti dari nasehat Paulus di bagian ini. Terlepas dari siapa yang akan memang dalam pengadilan nanti, tindakan seorang percaya menyeret saudara seimannya ke pengadilan merupakan kekalahan bagi semua jemaat.

Untuk menekankan hal tersebut, Paulus sengaja meletakkan kata “sudah” (ēdē) di bagian paling awal dari ayat 7 (ASV/DRA/DBY), seakan-akan dia ingin mengungkapkan perasaannya: “sudah...kamu sudah kalah...”. Selanjutnya Paulus juga memakai ungkapan Yunani yang sulit untuk diterjemahkan secara hurufiah, yaitu men oun + holōs. Kata men oun dapat berfungsi sebagai kata sambung biasa (“maka”, “selanjutnya” atau “sekarang”, bdk. KJV/NKJV), tetapi sebagian versi dengan tepat memahami frase ini sebagai sebuah penekanan, karena men oun memang dapat berarti “[se]sungguh[nya]” (DRA/DBY/YLT “indeed”; NASB “actually”; NIV “the very fact”). Tambahan kata holws yang bisa berarti “sungguh” atau “sama sekali” (NIV “completely”) turut mempertegas perasaan Paulus. Beberapa penerjemah mengalami kesulitan untuk menerjemahkan men oun + holws yang sama-sama bisa bermakna penekanan (“penekanan”). Pilihan yang paling tepat mungkin adalah “sesungguhnya telah merupakan kekalahan telak bagi kamu apabila...).

Bentuk jamak “kamu” di ayat 7 menyiratkan bahwa Paulus menujukan hal ini kepada seluruh jemaat dan bukan hanya pada pihak yang menyeret atau diseret ke pengadilan. Mengapa tindakan di ayat 1 merupakan kekalahan telak bagi semua jemaat? Ayat 7b menjelaskan bahwa bagi orang Kristen diperlakukan secara tidak adil atau dirugikan merupakan sesuatu yang lebih baik. Konsep seperti ini sekilas tampak sangat tidak masuk akal, namun konsep ini sebenarnya sangat tepat sekali. Menurut Alkitab salah satu karunia dari Allah adalah ketika orang percaya menderita akibat kebenaran (1Ptr. 2:19-21; bdk. Flp. 1:29). Yesus mengajarkan agar para pengikut-Nya tidak membalas kejahatan dengan kejahatan (Mat. 5:39-41); sesuatu yang diajarkan juga oleh para rasul (Rm. 12:17; 1Tes. 5:15). Paulus sendiri memberikan contoh konkrit kepada jemaat Korintus. Di 1 Korintus 9:1-18 Paulus menegaskan bahwa dia dalam segala sisi layak untuk mendapatkan haknya berupa tunjangan hidup (9:1-14), tetapi ia memilih untuk tidak menggunakan hak tersebut (9:15-18), sekalipun jemaat Korintus sebenarnya mampu memberi dukungan materi (2Kor. 8:7-8).

Konsep seperti di atas seharusnya menjadi pola pikir seluruh jemaat Korintus. Ketika mereka tidak mau diperlakukan tidak adil atau dirugikan, maka mereka sedang mengalami kerugian, yaitu mereka tidak mendapatkan karunia Allah berupa penderitaan karena kebenaran. Jika mereka mengalah, maka mereka tidak akan kalah. Sebaliknya, mereka mendapatkan keuntungan rohani yang jauh lebih berharga daripada keuntungan jasmani yang mereka perjuangkan.

Ayat 8 masih menjelaskan mengapa tindakan di ayat 1 merupakan sebuah kekalahan (ay. 7a). Selain jemaat Korintus kehilangan keuntungan rohani (ay. 7b), mereka justru mendatangkan kerugian kepada saudara seiman (ay. 8). Ini merupakan kekalahan ganda: tidak mendapat keuntungan malah mendatangkan kerugian bagi saudara seiman. Ketika mereka membawa sebuah kasus ke pengadilan sekuler waktu itu, mereka sebenarnya sedang mengupayakan ketidakadilan. Mereka sudah tahu bahwa pengadilan waktu itu biasanya korup. Di ayat 1 pun Paulus sudah menyebut para hakimnya sebagai orang-orang yang tidak benar. Motivasi mereka ke pengadilan adalah mencari pembelaan (bukan keadilan), yang akan dipakai untuk mendukung ketidakadilan mereka.

Yang lebih menyedihkan, tindakan ini dilakukan kepada saudara seiman (ay. 8b). Orang percaya seharusnya memiliki kesatuan roh dalam Yesus Kristus untuk melakukan penghakiman di dalam gereja (5:3-5), tetapi mereka justru terpecah-belah dan dihakimi di luar gereja. Kesatuan rohani di dalam Kristus sepatutnya dipandang sebagai sebuah harta yang tidak ternilai karena dibeli dengan darah-Nya sendiri (bdk. 1Ptr. 1:18-19). Kenyataannya, jemaat Korintus rela menggantikan itu dengan sesuatu yang tidak berarti. Begitu kuatnya ikatan rohani antar orang percaya sampai-sampai kesatuan ini meniadakan berbagai batasan (Kol. 3:11) dan orang percaya wajib mendahulukan sesama orang percaya daripada mereka yang tidak beriman (Gal. 6:10).


Hal itu dapat membahayakan warisan rohani di akhir zaman (ay. 9-11)
Karena tindakan di ayat 1 dapat dikategorikan sebagai ketidakadilan (ay. 8), maka para pelakunya (baik hakim maupun jemaat yang menyeret sesamanya ke pengadilan) juga pantas disebut sebagai orang-orang yang tidak adil (ay. 9a). Orang-orang semacam ini tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah (ay. 9a). Pertanyaan retoris “tidak tahukan kamu...” menyiratkan bahwa konsep ini sebenarnya tidak asing bagi jemaat Korintus. Hanya saja mereka telah disesatkan (ay. 9b). Dalam bahasa Yunani kalimat larangan di bagian ini memakai present tense sehingga lebih tepat diterjemahkan “berhentilah disesatkan”. Kesesatan apa yang dimaksud Paulus di sini? Berdasarkan konteks yang ada, kesesatan ini sangat mungkin berhubungan dengan konsep “sebagai orang yang ‘rohani’ apa pun yang kita lakukan yang berkaitan dengan materi tidak akan mempengaruhi keselamatan atau keadaan kekal kita”. Di pasal 5:1-2 kita sudah membahas bahwa sebagian jemaat bahkan bangga dengan dosa seksual yang dilakukan oleh sesamanya, karena hal itu dianggap tidak membawa pengaruh. Di pasal 6:12-20 jemaat melakukan percabulan dengan pelacur tanpa merasa bersalah karena mereka berpendapat bahwa hal-hal materi tidak membawa pengaruh bagi kerohanian atau kekekalan (6:12-13). Konsep kerohanian yang salah seperti inilah yang nanti akan dikoreksi Paulus di ayat 11: berada di dalam Kristus dan Roh Kudus harus menampakkan bukti berupa hidup yang diwarnai kesucian, kekudusan dan kebenaran.

Jika persoalan hukum yang dibahas di pasal 6:1-11 adalah masalah harta warisan, maka peringatan di ayat 9a merupakan sebuah ironi. Demi warisan jasmani yang sementara mereka rela melakukan ketidakadilan yang berpotensi membuat mereka kehilangan warisan rohani di sorga! Mereka telah bertindak bodoh dengan cara memperjuangkan sesuatu yang tidak berarti dengan cara mengorbankan sesuatu yang jauh lebih mulia daripada itu.

Di ayat 9b-10 Paulus memaparkan deretan para pendosa lain yang juga tidak akan mewarisi Kerajaan Allah. Dengan demikian Paulus secara tidak langsung ingin menekankan bahwa jemaat yang melakukan ketidakadilan (ay. 1, 8) tidak lebih baik daripada mereka yang melakukan berbagai dosa di ayat 9b-10. Jemaat Korintus tidak pantas menyombongkan “kerohanian” mereka, karena dalam kenyataannya hal itu hanyalah kesesatan dan mereka sama buruknya dengan pendosa lain.

Sebagian besar daftar di ayat 9b-10 sudah disinggung Paulus sebelumnya (5:10-11). Hanya ada empat kata yang baru: 3 berkaitan dengan dosa seksual (“pezinah”, “banci” dan “pemburit”, bdk. 5:1-13) dan 1 berkaitan dengan harta (“pencuri”, bdk. 6:1-11). Kata “pezinah” (moichos) bisa memiliki arti yang sangat luas. Kata ini dapat merujuk pada segala macam dosa seksual di luar konteks pernikahan. Hampir semua versi Inggris memilih kata “adulterers” yang artinya juga sangat umum. Kata selanjutnya agak sulit ditentukan artinya, yaitu malakos (LAI:TB “banci”). Sebagian versi memahami kata ini sebagai rujukan pada laki-laki yang bersikap seperti perempuan atau banci (ASV/KJV/NASB “effeminate”). Sebagian yang lain memilih “pelacur laki-laki” (NIV/NRSV “male prostitutes”). Arti dasar dari malakos adalah “lembut” atau “halus” (bdk. Mat 11:8//Luk 7:25), sehingga bentuk maskulin malakos di 1Korintus 6:9b dipahami sebagai laki-laki yang seperti perempuan. Bagaimanapun, kata ini di luar Alkitab juga dipakai untuk laki-laki yang berfungsi seperti wanita dalam hal menjual seks. Mana yang benar di antara dua pilihan ini sulit ditentukan. Kata selanjutnya adalah arsenokoitēs (LAI:TB “pemburit”). Hampir semua penerjemah dan penafsir sepakat bahwa arsenokoiths lebih tepat diterjemahkan “laki-laki yang berhubungan seks dengan sesama laki-laki” (homo atau gay). Kata yang merupakan gabungan dari dua kata “laki-laki” dan “bersetubuh” ini hanya muncul di tulisan Paulus (1Kor. 6:9; 1Tim. 1:10), sehingga sebagian penafsir meyakini bahwa kata ini diciptakan oleh Paulus dari tradisi Yahudi di Imamat 18:22 dan 20:13. Dalam dua teks PL ini (LXX) kata arsenos dan koitēn muncul bersamaan, walaupun keduanya muncul secara terpisah; Pauluslah yang mungkin menggabungkan dua kata tersebut menjadi sebuah istilah khusus untuk orang homoseksual.

Kata lain yang baru adalah kleptēs (LAI:TB “pencuri”). Kata ini muncul 16x dalam PB dan dapat merujuk pada segala tindakan kriminal yang mengambil harta orang lain. Dengan penggunaan kata ini secara tidak langsung Paulus ingin menyatakan bahwa tindakan membawa sengketa warisan ke pengadilan sekuler sama saja dengan mencuri harta orang lain. Hakim yang korup pasti akan membela orang yang memberi suap kepadanya, dengan demikian pihak lain akan dirugikan secara materi. Tindakan ini jelas sangat pantas disebut pencurian.

Setelah Paulus memberi peringatan di ayat 9b-10 dia selanjutnya menyatakan bahwa hal-hal itulah yang dilakukan oleh jemaat Korintus dahulu sebelum mereka bertobat (ay. 11a “dan beberapa orang di antara kamu demikianlah dahulu”). Ungkapan ini memiliki dua fungsi: (1) menegur jemaat secara tidak langsung dengan menyatakan bahwa tindakan mereka di ayat 1 dan 8 sama dengan mereka yang belum bertobat di ayat 9b-10; (2) mengajarkan jemaat bahwa orang percaya harus menunjukkan perubahan hidup. Yang lama telah berlalu, yang baru sudah datang (2Kor. 5:17).

Selanjutnya di ayat 11b Paulus menjelaskan mengapa perubahan hidup itu bisa terjadi. Jemaat telah disucikan, dikuduskan dan dibenarkan oleh Allah di dalam Kristus Yesus dan Roh Kudus. Sebagian orang mencoba memahami tiga hal ini secara dogmatis-kronologis, sehingga mereka mengalami kesulitan untuk menjelaskan bagaimana penyucian dibedakan dari pengudusan serta mengapa pengudusan terjadi sebelum pembenaran. Kita perlu memahami bahwa alasan di balik pemilihan kata-kata ini bersifat kontekstual, bukan theologis. Kata “disucikan” (lit. “dibersihkan” atau “dicucikan”) dipilih karena berkaitan dengan semua noda kekafiran di ayat 9b-10 (bdk. Ef. 5:26; Ibr. 10:22). Sama seperti tidak boleh ada ragi dalam adonan (5:7-9), demikian pula tidak boleh ada kekotoran dalam gereja. Kata “dikuduskan” (lit. “dikhususkan”) dipilih sebagai kontras terhadap tingkah laku duniawi di ayat 9b-10. Sebagai orang-orang yang dipisahkan dari dunia dan dikhususkan bagi Allah (kata “kudus” dalam Alkitab mengandung dua makna ini) mereka seharusnya memiliki gaya hidup yang berbeda dengan dunia. Kata “dibenarkan” (bentuk pasif dari dikaioō) dipakai sebagai kontras terhadap tindakan mereka yang tidak adil/benar (adikeō). Mereka adalah dikaios (“orang benar”) di dalam Allah, bukan adikos (“orang yang tidak benar”).

Bentuk pasif yang dipakai untuk tiga kata di atas merupakan hal yang penting. Sayangnya tidak semua penerjemah dan penafsir memahami hal ini. Penerjemah LAI:TB dan beberapa penafsir mengambil terjemahan “memberi dirimu disucikan” berdasarkan dugaan bahwa kata hēgiasthēte di sini berbentuk middle (tindakan yang dilakukan kepada atau untuk diri sendiri). Dugaan ini tampaknya kurang tepat, karena kata ini seharusnya dipahami sebagai kata kerja middle yang memiliki arti pasif. Jika tiga kata di ayat 11b dipahami sebagai bentuk pasif, maka kita bisa melihat inisiatif Allah dalam semuanya ini. Allah berada di balik semua perubahan hidup jemaat, karena itu jemaat sekarang harus mengambil bagian untuk membuktikan hal itu dalam kehidupan mereka sehari-hari. Mereka tidak seharusnya mengadopsi cara-cara duniawi.

Tambahan “dalam nama Tuhan Yesus Kristus dan dalam Roh Allah kita” di bagian akhir ayat 11 menjelaskan bagaimana anugerah Allah berupa pembersihan, pengudusan dan pembenaran dapat direalisasikan. Secara objektif hal-hal ini dicapai melalui karya Kristus Yesus di kayu salib. Secara subjektif karya itu dikerjakan Roh Kudus dalam hati orang-orang pilihan. Tanpa salah satu dari tiga hal ini – inisiatif Allah, karya penebusan Kristus dan aplikasi penebusan itu oleh Roh Kudus – jemaat Korintus tidak akan mengalami pembersihan, pengudusan dan pembenaran. Tidak akan ada perubahan hidup yang radikal dan menyenangkan Allah apabila tidak melalui karya penebusan Kristus dan pekerjaan Roh Kudus. Kebaikan yang tidak berpusat pada Kristus dan tidak bersumber dari kekuatan Roh Kudus hanyalah etika humanis semata-mata. Kebaikan seperti ini adalah seperti kain kotor di mata Allah (Yes. 64:6a). Sebaliknya, mereka yang sudah di dalam Kristus dan Roh Kudus pasti memiliki pijakan dan kekuatan untuk berubah. #




Sumber:
Mimbar GKRI Exodus, 28 Desember 2008
(http://www.gkri-exodus.org/image-upload/1Korintus%2006%20ayat%2007-11.pdf)