29 April 2008

Roma 8:1-4: JAMINAN HIDUP YANG TIDAK DIKUASAI DOSA

Seri Eksposisi Surat Roma :
Manusia Lama Vs Manusia Baru-12


Jaminan Hidup yang Tidak Dikuasai Dosa

oleh: Denny Teguh Sutandio


Nats: Roma 8:1-4.

Setelah mempelajari tentang jalan keluar dari masalah dosa tersebut dan fungsi Hukum (Taurat) itu sesungguhnya, maka Paulus mulai melanjutkan pembahasannya tentang adanya jaminan hidup dari suatu hidup yang tidak lagi dikuasai oleh dosa mulai pasal 8.

Di pasal 7 ayat 25, Paulus sudah mengajarkan bahwa satu-satunya jalan dilepaskan dari kuasa dosa adalah Tuhan Yesus yang diutus untuk menjadi jalan pendamaian dosa kita dengan Allah, substitusi (pengganti) kita yang seharusnya mati akibat dosa, dan peredaan murka Allah (propisiasi), lalu di ayat 26, ia melanjutkan bahwa meskipun Kristus telah diutus untuk menebus dosa, kita tetap dituntut untuk tetap mematuhi hukum-hukum Allah sebagai pedoman dan penuntun tingkah laku, perkataan, pikiran, dll dalam hidup kita sehari-hari. Lalu, apa yang menjadi jaminan dari hidup yang tidak lagi dikuasai oleh dosa ini ? Di pasal 8 ayat 1, Allah melalui Paulus menjelaskan, “Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus.” King James Version (KJV) menerjemahkannya, “There is therefore now no condemnation to them which are in Christ Jesus, who walk not after the flesh, but after the Spirit.” International Standard Version menerjemahkannya, “Therefore, there is now no condemnation for those who are in union with Christ Jesus.” Jaminan dari hidup yang tidak lagi dikuasai oleh dosa adalah hidup yang bersatu di dalam Kristus Yesus. KJV menambahkan bahwa hidup di dalam Kristus Yesus adalah hidup yang tidak berjalan menurut daging, tetapi menurut Roh. New International Version (NIV) memberikan catatan kaki (footnote) pada akhir ayat ini dengan mengatakan bahwa beberapa manuskrip belakangan menyebutnya, “Jesus, who do not live according to the sinful nature but according to the Spirit.” (=Yesus, yang tidak hidup menurut natur berdosa tetapi menurut Roh.) ISV menerjemahkan hidup di dalam Kristus dengan hidup bersatu dengan Kristus. Ketika kita ingin mengerti hidup bersatu dengan Kristus, kita akan teringat dengan penjelasan Rasul Paulus di dalam Surat Efesus 2:11-22 yang menjelaskan tentang dipersatukan di dalam Kristus, di mana kita (konteks waktu itu adalah orang-orang Yunani/non-Yahudi dan dapat diimplikasikan bagi kita, umat pilihan Allah dari segala bangsa, suku, ras, status sosial, ekonomi) yang dahulu jauh dari Allah, karena bukan termasuk umat Israel (rohani), tetapi sudah dipersatukan di dalam Kristus sebagai warga negara Kerajaan Allah, sehingga kita mendapatkan warisan umat pilihan Allah. Bukan hanya menerima warisan dalam Keluarga Kerajaan Allah, Paulus menyambungnya di ayat terakhir, yaitu ayat 22 di dalam Efesus 2 dengan mengajarkan bahwa di dalam Kristus, kita juga dibangun menjadi tempat kediaman Allah. Ini berarti, kita bukan hanya menerima hak sebagai anak-anak Allah, tetapi kita juga harus menjalankan kewajiban kita sebagai umat pilihan-Nya menjadi tempat kediaman Allah (=tempat berdiamnya Allah). Orang yang sudah hidup bersatu di dalam/dengan Kristus, Alkitab mengatakan, kita tidak lagi dihukum. Tuhan Yesus juga mengajarkan hal serupa di dalam Yohanes 3:18, “Barangsiapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah.” Di sini, Tuhan Yesus lebih jelas mengartikan bahwa orang yang tidak akan dihukum adalah barangsiapa yang mempercayakan dirinya di dalam/kepada Kristus. Kembali ke Surat Roma 8 ayat 1, di dalam ayat ini baik frase “tidak ada penghukuman” maupun “yang ada di dalam Kristus Yesus” sama-sama menggunakan present tense (bentuk sekarang), sehingga arti dari ayat ini adalah ketika kita hidup bersatu di dalam Kristus, pada saat yang sama kita pasti tidak dihukum. Ini adalah jaminan bagi kita yang sangat agung dan mulia. Berbahagialah mereka yang percaya karena anugerah Allah. Bagaimana dengan kita yang termasuk umat pilihan Allah ? Sudahkah kita benar-benar mempercayakan hidup dan hati kita di dalam Kristus dan bersatu di dalam-Nya ? Ketika orang-orang dunia mulai terkatung-katung hidupnya karena hidup mereka tak berpengharapan dan di luar Kristus, serta mereka tinggal menunggu waktu untuk dihukum Allah, umat pilihan Allah tidak seharusnya hidup tak berpengharapan, karena hidup kita sangat berbeda jauh dari hidup orang-orang dunia, di mana hidup kita sudah dijamin oleh Allah di dalam Kristus yang telah menebus dosa-dosa kita sehingga kita tidak lagi dihukum. Bukan hanya bersukacita atas hidup kita yang berpengharapan, kita juga diperintahkan oleh Kristus untuk memberitakan Kabar Baik (Injil) ini kepada semua orang (Matius 28:19) supaya orang-orang yang telah dipilih Allah sebelum dunia dijadikan pun dapat meresponi Injil setelah dilahirbarukan oleh Roh Kudus.

Mengapa kita bisa memiliki pengharapan yang sangat agung ini ? Puji Tuhan, di ayat 2, Roh Kudus mencerahkan kita melalui Paulus, “Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut.” KJV menerjemahkan dengan tepat, “For the law of the Spirit of life in Christ Jesus hath made me free from the law of sin and death.” NIV menerjemahkannya, “because through Christ Jesus the law of the Spirit of life set me free from the law of sin and death.” ISV menerjemahkannya, “For the law of the Spirit of life in Christ Jesus has set me free from the law of sin and death.” Dari ketiga terjemahan Alkitab bahasa Inggris kita mendapatkan suatu pengertian pengontrasan antara hukum Roh kehidupan dengan hukum dosa dan hukum maut. Alkitab terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) tidak menerjemahkan sejelas ketiga terjemahan Alkitab bahasa Inggris di atas. Kata “hukum” baik yang dipakai di dalam pernyataan “hukum Roh kehidupan” maupun di dalam “hukum dosa dan maut” sama-sama menggunakan kata Yunani nomos yang berarti peraturan (ingat, kata Ekonomi juga berasal dari kata Yunani, yaitu oikos yang berarti rumah tangga dan nomos berarti peraturan). Hukum Roh kehidupan menurut Dr. John Gill di dalam tafsirannya John Gill’s Exposition of the Entire Bible bukanlah hukum yang berdasarkan perbuatan. Ini berarti hukum Roh melampaui hukum manusia apalagi dikontraskan dengan hukum dosa dan maut. Hukum Roh yang melampaui hukum manusia inilah yang dimengerti sebagai hukum dari Roh yang memberi hidup (terjemahan LAI). Orang-orang Yahudi di zaman Perjanjian Lama sangat terikat dengan dan dibelenggu oleh Taurat, karena mereka tak mengerti esensi Taurat yaitu kasih Allah. Oleh karena itu, mereka melakukan Taurat tanpa ada penghidupan di dalamnya. Artinya, mereka melakukan Taurat tanpa ada semangat dan motivasi hidup yang bersukacita di hadapan-Nya, tetapi mereka melakukannya supaya tidak dihukum Allah. Hal ini terbukti dari kecaman Tuhan Yesus terhadap para ahli Taurat dan orang Farisi yang menetapkan sejumlah adat istiadat yang mengikat orang-orang Yahudi (Matius 15 dan 23). Oleh karena itu, ketika Kristus datang berinkarnasi menjadi manusia (tanpa meninggalkan natur Ilahi-Nya), Ia mengajar mereka bukan peraturan manusia, tetapi langsung dari Allah dan melalui kuasa Roh Kudus. Kristus datang mengajar mereka dengan kuasa Roh Kudus, sehingga banyak yang bertobat dari kesalahan mereka dahulu, sebaliknya cukup banyak juga yang menolaknya. Ini juga menandakan bahwa hukum Roh Kehidupan yang memberi hidup diberikan bagi umat pilihan-Nya, sedangkan sisanya dibiarkan oleh-Nya untuk binasa sehingga mereka diikat oleh hukum dosa dan maut. Kalau hukum Roh kehidupan memberi hidup, maka sebaliknya hukum dosa dan maut juga memberikan kematian kekal. Orang yang terikat dan menjadi budak dari hukum dosa dan maut tidak akan memiliki hidup sejati, karena mereka sudah dikuasai oleh iblis. Bagaimana dengan kita ? Apakah kita berada di bawah hukum Roh yang memberi hidup atau hukum dosa dan maut yang pasti membawa kita kepada kematian kekal ? Kembali, orang-orang dunia telah berada di bawah hukum dosa dan maut. Hal ini terbukti dengan kecenderungan mereka menganut suatu keyakinan yang memuaskan keinginan mereka, seperti mengizinkan mereka menjadi poligami, melakukan free-sex, menjadi pragmatis, materialis, humanis, atheis, pluralis dan is-is lainnya. Bukan hanya itu saja, mereka juga mencari para pemimpin yang dapat menyetujui semua filsafat hidup mereka dan menyerang siapapun yang menyerang mereka sebagai orang yang “menghakimi”, padahal secara tidak sadar, mereka pun sedang menghakimi orang yang mengkritik mereka. Memang suatu kontradiksi yang aneh ! Semua ini, jika dapat dikatakan, memenuhi nubuat Paulus di dalam 2 Timotius 4:3-4 yang mengajarkan, “Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng.” Tetapi sebagai umat pilihan Allah, kita tidak perlu lagi terkatung-katung dan hidup diperbudak oleh si setan dan kroni-kroninya baik berupa manusia atau filsafat atau agama palsu lainnya, kita harus keluar dari belenggu si jahat, dan kembali menghambakan diri di bawah Kebenaran sejati yaitu di dalam Kristus dan Alkitab. Itulah hukum Roh yang memberi kita kehidupan sejati, karena Roh Kudus adalah Roh yang menghidupkan hidup kita sehingga hidup kita lebih bermakna dan berkenan di hadapan Allah.

Lalu, mengapa Roh Kudus memberikan hidup kepada kita, dan bukan oleh manusia atau peraturan agama palsu lainnya ? Di ayat 3-4, Paulus menjelaskan hal ini dengan teliti, “Sebab apa yang tidak mungkin dilakukan hukum Taurat karena tak berdaya oleh daging, telah dilakukan oleh Allah. Dengan jalan mengutus Anak-Nya sendiri dalam daging, yang serupa dengan daging yang dikuasai dosa karena dosa, Ia telah menjatuhkan hukuman atas dosa di dalam daging, supaya tuntutan hukum Taurat digenapi di dalam kita, yang tidak hidup menurut daging, tetapi menurut Roh.” KJV menerjemahkannya, “For what the law could not do, in that it was weak through the flesh, God sending his own Son in the likeness of sinful flesh, and for sin, condemned sin in the flesh: That the righteousness of the law might be fulfilled in us, who walk not after the flesh, but after the Spirit.” Manusia atau agama atau filsafat manapun tak mungkin dapat memberikan hidup. Ini dijelaskan Paulus dengan mengatakan bahwa hukum Taurat tak mungkin atau tak dapat memberi hidup kepada kita, mengapa ? Apakah hukum Taurat itu salah, berdosa, dll ? TIDAK. Tetapi karena hukum Taurat itu adalah hukum yang mati dan tidak menghidupkan. Hal ini dijelaskan Paulus dengan alasan di dalam ayat 3, “karena tak berdaya oleh daging,” Lalu, bagaimana solusinya ? Paulus menjelaskan bahwa Taurat dan hukum-hukum agama/manusia/filsafat/kebudayaan tak mampu menghidupkan manusia karena keterbatasan daging mereka, tetapi apa yang tak mungkin bagi manusia, sangat mungkin bagi Allah, sehingga Allah pasti bisa melakukannya yaitu memberi hidup, karena hanya Dia satu-satunya Sumber Hidup sejati. Dengan kata lain, ketika kita ingin memiliki hidup, kembalilah kepada Sumber asli yaitu di dalam Allah, jangan kepada manusia atau agama atau kebudayaan atau filsafat palsu lainnya, karena itu menyesatkan kita dari jalan Kebenaran sejati. Ketika kita kembali kepada Allah, lalu kita bertanya, apa yang Allah sediakan supaya kita memperoleh hidup sejati ? Banyak agama mengajarkan bahwa supaya kita memperoleh “hidup”, kita harus melakukan ini, itu dan semua perintah agamawi misalnya bertarak/menyiksa diri, berpuasa, dll. Tetapi itu semua bukan dikehendaki Allah, karena itu semua mendukakan hati-Nya tetapi menyenangkan manusia. Tidak ada jalan lain, Alkitab menyatakan bahwa Allah sendiri yang menyediakan jalan bagi manusia supaya kita bisa memiliki hidup yaitu dengan jalan mengutus Tuhan Yesus Kristus, Putra Tunggal-Nya untuk menebus dosa-dosa manusia. Paulus menjelaskan di ayat 4 bahwa Kristus diutus dalam daging, yang serupa dengan daging, ini berarti Kristus selain bernatur Ilahi, juga bernatur manusiawi 100%. Ini juga berarti Kristus adalah Allah yang berkuasa yang sanggup memakai materi yang berdosa ini sebagai sarana untuk menebus dosa manusia. Hal ini dipaparkan Paulus, “Dengan jalan mengutus Anak-Nya sendiri dalam daging, yang serupa dengan daging yang dikuasai dosa karena dosa, Ia telah menjatuhkan hukuman atas dosa di dalam daging,” Luar biasa pemaparan theologia Paulus ! Ia mampu mengaitkan natur kemanusiaan Tuhan Yesus dengan kuasa Kristus yang juga bernatur Ilahi untuk meremukkan kuasa dosa dalam diri manusia/daging. Ini berarti Kristus sekalipun bernatur manusia, Ia tak berdosa, karena Ia menjadi manusia untuk mengalahkan dosa dan kedagingan serta Ia menjadi teladan bagi kita di dalam mengalahkan dosa. Penulis Kitab Ibrani mengajarkan, “Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.” (Ibrani 4:15) Puji Tuhan, Tuhan Yesus Kristus yang diutus oleh Allah Bapa bukan hanya bernatur Ilahi, tetapi juga bernatur manusia, Ia rela merendahkan diri dan taat sampai mati demi menebus dosa manusia (Filipi 2:8) sekaligus menjadi teladan bagi kita bagaimana mengalahkan pencobaan dan dosa serta menolong kita di saat kita dicobai.

Bukan hanya menjadi teladan mengalahkan pencobaan dan dosa serta menolong kita di saat kita dicobai, pengorbanan Kristus di kayu salib lebih bertujuan, “supaya tuntutan hukum Taurat digenapi di dalam kita, yang tidak hidup menurut daging, tetapi menurut Roh.” Mengutip perkataan Rev. G. I. Williamson dan beberapa penulis bertheologia Reformed yang dipengaruhi oleh theologia Paulus di Surat Roma ini, ketidaktaatan kita diimputasikan kepada Kristus sehingga Ia menanggung kelemahan dan dosa kita melalui ketaatan-Nya secara sempurna kepada hukum-hukum Allah. Selanjutnya ketaatan Kristus tersebut diimputasikan kepada kita sehingga kita yang tadinya tidak mungkin bisa taat akibat dosa dilayakkan oleh Allah dan dijadikan taat oleh-Nya karena ketaatan Kristus. Inilah yang Paulus maksudkan dengan mengajarkan bahwa dengan kematian-Nya di kayu salib, Ia menggenapi tuntutan hukum Taurat di dalam kita sehingga kita tidak lagi hidup menurut daging, tetapi menurut Roh. Dengan kata lain, pengimputasian ketaatan Kristus di dalam kita mengakibatkan adanya transformasi hidup yang dahulu menurut daging (dikuasai hawa nafsu yang menyesatkan) menjadi hidup menurut Roh (dikuasai oleh Roh). Orang yang mengaku diri Kristen dan sudah lahir baru seharusnya pasti memiliki kerinduan untuk hidup menurut Roh dan tidak lagi hidup menurut kedagingan yang menyesatkan.

Bagaimana dengan kita ? Sudahkah kita hari ini berkomitmen untuk mau bertobat dari kedagingan kita ketika kita menjadi manusia lama dan berubah menjadi manusia baru yang hidup menurut Roh ? Maukah kita dirombak pikiran kita dan dipimpin oleh Roh Kudus agar hidup taat pada pimpinan-Nya dan berbuah bagi kemuliaan nama Allah Trinitas ? Ingatlah, kita yang termasuk umat pilihan Allah sudah menerima jaminan kelepasan dari hidup yang dikuasai daging dan dosa, maukah kita benar-benar berkomitmen untuk hidup baru bagi Kristus ? Soli Deo Gloria. Amin.

Matius 9:27-31: THE CONTENT OF FAITH

Ringkasan Khotbah : 7 Agustus 2005
The Content of Faith

oleh: Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.


Nats: Matius 9:27-31



Minggu lalu kita sudah memahami kalimat Tuhan Yesus: “Percayakah kamu, bahwa Aku dapat melakukannya?“ ini mengandung esensi iman sejati sekaligus mendobrak konsep iman yang muncul di sepanjang sejarah jaman sebab pada dasarnya, manusia tidak suka melihat ada orang lain yang lebih mampu dan lebih berkuasa dari dirinya dan kini orang dituntut untuk percaya penuh pada Kristus sebagai Tuhan, hal ini tidaklah mudah sebab orang biasa dilatih bahwa “aku bisa“ bukan “Aku (Tuhan) yang bisa.“ Sungguh merupakan suatu kebodohan kalau manusia merasa diri hebat dan tidak membutuhkan Tuhan, kita adalah manusia berdosa yang terbatas yang tidak mampu melakukan semua hal karena itu manusia harus beriman penuh pada Tuhan. Perhatikan, kedua orang buta ini menyebut Yesus dengan Anak Daud (Mat. 9:27) ini berarti mereka percaya kalau Yesus Kristus adalah Mesias, keturunan Daud yang nantinya membebaskan bangsa Israel dari penjajah dan menegakkan Kerajaan Israel. Pada hari itu, menyebut Yesus sebagai Mesias dan Tuhan sangatlah beresiko, yaitu nyawa menjadi taruhannya namun mereka berani mengambil resiko itu.

Tuhan Yesus ingin mengajak mereka masuk ke dalam kepercayaan yang penuh pada Dia maka Tuhan Yesus tidak berkata seperti sebelumnya tetapi dengan tegas Tuhan Yesus berpesan kepada mereka untuk tidak mengatakan tentang mujizat ini kepada orang lain. Kalau tadinya kedua orang buta ini beriman penuh pada Tuhan Yesus namun beberapa saat setelah mereka disembuhkan begitu keluar, mereka langsung melanggar perintah Tuhan. Dari kisah ini, Matius ingin kita memahami bahwa iman tidak berhenti pada suatu komitmen pertama, yaitu percaya Kristus saja, tidak, tetapi setelah kita beriman pada Kristus bagaimana kita mengimplikasikan iman itu. Pertanyaannya sekarang adalah kenapa Tuhan Yesus berpesan kepada kedua orang buta itu supaya mereka tidak menceritakannya kepada orang lain? Pesan ini bukanlah sekedar pesan biasa maka bukan tanpa alasan kalau Tuhan Yesus berbuat demikian dan merupakan hak Tuhan kalau Dia merasa tidak perlu menjelaskannya, satu hal yang perlu kita lakukan hanyalah taat. Celakanya, kedua orang buta ini tidak pernah menanyakan apa yang menjadi alasan Tuhan Yesus kenapa mereka tidak boleh menceritakan hal tersebut pada orang lain maka setelah dicelikkan, begitu keluar dari rumah mereka langsung melanggar perintah Tuhan.

Kedua orang buta ini pastilah punya alasan kenapa mereka berbuat demikian. Bukankah hari ini pun seringkali kita juga bersikap sama seperti kedua orang buta tersebut, kita langsung membeberkan berbagai macam alasan demi untuk membenarkan diri sendiri. Tuhan Yesus mempunyai pemikiran dan perintah dan orang percaya juga mempunyai pemikiran dan tindakan, celakanya keduanya terjadi konflik. Kedua orang buta ini merasa kalau perbuatannya menceritakan kejadian itu adalah benar, dia merasa tidak melanggar, dia merasa lebih bijak, dia merasa lebih pandai, dia merasa telah menolong Tuhan Yesus. Disinilah terjadi kerusakan iman yang paling fatal karena iman hanya sampai pada titik awal, yaitu percaya. Iman bukanlah berhenti pada titik awal tetapi percaya adalah tidak menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna (Rm. 12:1-2). Paulus sangat memahami bahwa iman menuntut adanya content atau isi.

Ada beberapa alasan yang menjadi pemikiran mereka kenapa kedua orang buta ini melanggar perintah Tuhan:
1. Mujizat sebagai Alat untuk Popularitas Kedua orang buta ini berpikir Tuhan Yesus berpesan demikian hanyalah sekedar basa basi, seperti yang biasa diucapkan oleh orang dengan tujuan supaya kelihatan rendah hati. Bukankah hal ini juga sering orang lakukan pada jaman ini, orang sangat suka bila kebaikannya diketahui orang lain dan akhirnya ia mendapatkan pujian. Inilah sifat manusia berdosa. Mereka berpikir kalau hal kesembuhan ini diberitakan maka nama Tuhan Yesus akan menjadi termasyhur apalagi mencelikkan mata yang buta hanya dapat dilakukan oleh Tuhan Yesus dan ini sudah menjadi “trade mark“ daripada Tuhan Yesus lagipula yang diceritakan bukan tentang hal-hal yang buruk. Kesalahan fatal kedua orang buta ini adalah memakai standar orang berdosa, mereka menyamakan Tuhan Yesus dengan manusia berdosa. Tuhan Yesus berbeda, Dia bukanlah manusia berdosa tetapi orang menganggap Yesus sama seperti dunia, yakni apa yang dikatakan tidak sama dengan keinginan hatinya atau dengan kata lain munafik. Tidak! Tuhan Yesus tidaklah demikian sebaliknya dunialah yang penuh dengan kemunafikan. Celakanya, hari ini orang Kristen pun bisa mempunyai pemikiran yang sama seperti dunia pada umumnya. Sebagai anak Tuhan, biarlah kita diubahkan, jangan memakai pemikiran orang berdosa lalu menyamakannya dengan Tuhan Yesus. Tuhan Yesus mengerjakan sesuatu berdasarkan kehendak kedaulatan-Nya, Tuhan Yesus tidak dikendalikan oleh orang lain maka itu merupakan salah satu alasan kenapa Tuhan Yesus melarang kedua orang buta itu untuk tidak menceritakan hal tersebut kepada orang lain. Misi kedatangan Tuhan Yesus ke dunia bukan untuk menjadi terkenal seandainya benar misi-Nya supaya menjadi terkenal maka Ia akan memilih tidak dilahirkan di kandang domba yang hina, bukan? Kekristenan harus mengatakan tentang kebenaran saja; jika benar katakan benar dan jika salah katakan salah. Kejujuran dan ketulusan ini seharusnya menjadi citra Kekristenan, kita tidak sama dengan dunia; anak Tuhan sejati mempunyai kualitas hidup lebih tinggi dari dunia, yaitu hidup berdasarkan kehendak Kristus.


2. Mujizat untuk Sarana Penginjilan Kedua orang buta ini mempunyai pemikiran kalau mereka bersaksi, menceritakan apa yang diperbuat Tuhan Yesus atas dirinya pada orang lain berarti mereka turut membantu mencarikan pengikut buat Yesus dengan demikian pengikut Yesus semakin bertambah banyak. Bukankah Tuhan ingin kita bersaksi? Bukankah ini juga menjadi salah satu sarana penginjilan? Perhatikan, semua pemikiran itu adalah menurut logika manusia. Dari dulu hingga sekarang manusia tidak berubah, yakni menggunakan mujizat untuk penginjilan. Tuhan Yesus tidak ingin mujizat dijadikan sebagai sarana penginjilan. Apa yang dimengerti oleh Tuhan Yesus tidak dimengerti oleh mereka yang percaya pada Kristus. Banyak orang berpikir kalau sakit disembuhkan maka orang menjadi percaya dan mengikut Tuhan Yesus. Cara Kristus berbeda dengan cara dunia, cara dunia justru akan membuat rusak iman Kristen.

Pada Injil Yohanes pasalnya yang ke – 6 dicatat Tuhan Yesus membuat mujizat dengan 5 roti dan 2 ikan, Tuhan Yesus memberi makan lima ribu orang laki-laki belum termasuk wanita dan anak-anak maka diperkirakan jumlahnya lebih dari lima ribu orang. Setelah Tuhan Yesus melakukan mujizat tersebut, Yesus berangkat ke seberang dan orang berbondong-bondong mengikut Dia, mereka sangat bersemangat mengikut Yesus, mereka bahkan berhasil mendahului Yesus sampai ke seberang. Puji Tuhan, Tuhan Yesus tidaklah sama seperti manusia berdosa yang sangat senang dengan pujian, Tuhan Yesus tahu apa yang menjadi motivasi mereka mengikut, yaitu sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti dan kamu kenyang (Yoh. 6:26). Maka sepanjang hari itu, Tuhan Yesus mengajar dengan sangat keras tentang roti hidup dan lihat, reaksi orang banyak itu, satu per satu mereka pergi meninggalkan Yesus. Apakah Tuhan Yesus menyesal karena berkhotbah dengan keras ataukah bersedih karena ditinggalkan oleh para pengikut-Nya? Tidak! Tuhan tidak butuh manusia sebaliknya manusialah yang butuh Tuhan.

Rick Warren dalam bukunya “Purpose Driven Life“ menuliskan Allah mencipta manusia karena Allah butuh manusia sebagai obyek kasih. Salah! Tuhan tahu bagaimana mengasihi manusia secara tepat. Setelah semua orang itu pergi dan tidak lagi mengikut Dia, Tuhan kemudian memanggil kedua belas murid-Nya dan menantang mereka: “Apakah kamu tidak mau pergi juga?“ (Yoh. 6:67). Tuhan tidak pernah menjanjikan mujizat pada orang yang mau percaya kepada-Nya. Sebagai anak Tuhan, kita yang seharusnya melayani Tuhan bukan Tuhan yang melayani manusia. Anak Tuhan sejati harus mengerti imannya dengan tepat menurut iman Kristus dan cara Kristus bukan menurut cara dunia yaitu mengiming-imingi dengan mujizat supaya percaya Kristus. Injil sejati tidak bicara tentang popularitas tetapi Injil sejati berbicara tentang orang berdosa harus bertobat, Yesus datang ke dunia untuk memberitakan tentang kematian-Nya yang menebus manusia berdosa dan kebangkitan-Nya memberikan hidup kekal bagi yang percaya pada-Nya. Sayangnya, hari ini banyak orang Kristen menggunakan cara dunia, yaitu menggunakan mujizat sebagai pancingan, mengundang artis dengan tampilan yang seronok, dan masih banyak lagi. Memang, bukan hal yang mustahil bagi Tuhan untuk membuat suatu mujizat akan tetapi Tuhan tidak pernah menggunakan pancingan mujizat supaya orang mau datang dan percaya pada-Nya. Tidak! Orang yang selalu ingin mendapatkan mujizat sukar sekali untuk diajar taat, hal ini dibuktikan dengan reaksi dari kedua orang buta ini, setelah memperoleh mujizat, Tuhan Yesus berpesan untuk tidak memberitahukan hal tersebut pada orang lain namun sekeluar dari ruangan itu mereka langsung melanggar perintah Kristus tersebut. Paulus menegaskan janganlah engkau menjadi serupa dengan dunia ini tetapi berubahlah oleh pembaharuan akal budimu sehingga engkau dapat membedakan mana kehendak Allah, mana yang baik dan yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna. Pengertian “baik“ disini bukan dilihat dari sudut pandang manusia tetapi “baik“ dilihat dari sudut pandang Tuhan. Lihat bagaimana cara Tuhan bekerja dengan sangat indah atas Paulus.

Tuhan tidak memanggil Paulus untuk memberitakan Injil di Bitinia dan Asia Kecil, Tuhan mempunyai rencana lain buat Paulus, yakni ia dipanggil untuk memberitakan Injil di Makedonia di daerah jazirah Yunani (Kis. 16). Paulus adalah seorang filsuf yang menguasai berbagai macam filsafat Yunani karena itu Tuhan menempatkan dia di daerah jazirah Yunani yang merupakan pusat dari filsafat kuno. Kedua orang buta ini tidak tahu apa yang menjadi alasan Tuhan Yesus melarang mereka bersaksi, Paulus juga tidak tahu kenapa ia dilarang masuk ke Bitinia, Frigia dan Asia Kecil namun sekarang, kita tahu ternyata Tuhan mempersiapkan tempat itu sebagai ladang pelayanan bagi Petrus. Inilah cara Tuhan bekerja, cara Tuhan sungguh tak terjangkau oleh pikiran kita, mungkin cara manusia membuat kita kelihatan “sukses“ namun justru berakhir dengan kebinasaan. Biarlah kita peka akan rencana dan pimpinan Tuhan dengan demikian kita tidak salah melangkah. Ingat, beriman bukan berhenti pada komitmen pertama tetapi kita harus terus mengimplikasikan iman dalam hidup sehari-hari.


3. Mujizat berdampak Politis yang Merugikan Manusia tidak berhak mempertanyakan alasan pada Kristus kenapa melarang menceritakan mujizat yang mereka alami. Manusia seharusnya taat. Konsep mesianic sangat mencengkeram pikiran orang Yahudi, tidak terkecuali murid Tuhan Yesus, yaitu suatu hari nanti akan berdiri suatu Kerajaan Israel yang berpusat di Yerusalem dimana kerajaan ini akan mengalahkan semua kekuasaan dunia yang berkuasa pada jaman itu; kerajaan Israel kembali seperti Kerajaan Daud. Pikiran ini begitu mencengkeram bahkan sampai Tuhan Yesus mati, bangkit dan naik ke Sorga, murid Tuhan Yesus masih bertanya, “Guru, kapan Kerajaan-Mu didirikan?“ Kenapa Tuhan Yesus mengacuhkan ketika kedua orang buta ini berteriak-teriak: “Kasihanilah kami, hai Anak Daud“, beberapa orang menafsirkan Tuhan Yesus memang sengaja. Istilah mesianic tidaklah sesederhana yang kita pikirkan, istilah mesianic merupakan istilah politis. Orang Yahudi tidak akan dapat “berbuat apa-apa“ pada Yesus sejauh itu masih di wilayah rohani bahkan mahkamah agama tertinggi Yahudi, Sanhendrin tidak dapat menghukum Tuhan Yesus karena tuduhan mengajarkan agama sesat sehingga mereka menggeser ke masalah politik dengan demikian mereka dapat melakukan tindakan hukum, Tanpa perintah Herodes atau Pilatus sebagai pemegang kuasa pemerintahan maka Tuhan Yesus tidak dapat dihukum.

Tuhan Yesus datang ke dunia bukan urusan politik, Dia datang untuk menyelamatkan manusia berdosa supaya kembali kepada Kristus. Andai waktu itu Tuhan Yesus menanggapi perkataan kedua orang buta itu berarti Yesus mengakui di depan umum kalau benar Dia adalah Anak Daud maka hari itu Yesus bisa dianggap sebagai pemberontak dan ditangkap untuk dihukum. Itulah sebabnya, Tuhan Yesus menyembuhkan kedua orang buta dalam sebuah rumah (Yoh. 9:28). Namun mereka melanggar perintah Tuhan Yesus, mereka tidak menyadari kalau tindakan tersebut akan berefek fatal. Orang terpicu dengan keinginan manusiawi, orang mudah terpancing dengan berbagai macam isu dunia. Kedua orang buta ini merasa telah membantu Tuhan dengan tindakan yang mereka lakukan. Tidak! Jangan pernah berpikir manusia sedang membantu Tuhan. Biarlah kita peka dan bijak hidup di tengah dunia dengan demikian nama Tuhan semakin dipermuliakan. Iman berkait erat dengan isi iman, kalau kita mengaku percaya pada Kristus maka biarlah kita bertekad untuk tidak menjadi serupa dengan dunia tetapi berubah oleh pembaharuan akal budi sehingga kita dapat membedakan mana kehendak Allah, mana yang baik dan yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna. Amin.
(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)


Sumber:
http://www.grii-andhika.org/ringkasan_kotbah/2005/20050807.htm

Resensi Buku-54: YESUS KRISTUS JURUSELAMAT DUNIA (Pdt. DR. STEPHEN TONG)

...Dapatkan segera...
Buku
YESUS KRISTUS JURUSELAMAT DUNIA

oleh: Pdt. DR. STEPHEN TONG

Penerbit: Momentum Christian Literature, 2004

Transkrip: Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.





Dunia postmodern yang menjunjung tinggi relativisme mengajarkan bahwa semua agama sama dan menuju ke “Tuhan”. Dan anehnya tidak sedikit orang “Kristen” (bahkan “pemimpin gereja”) teracuni oleh filsafat ini. Benarkah pandangan ini? Apa kata Alkitab? Alkitab mengajarkan dengan tegas bahwa di luar Kristus tidak ada jalan keselamatan lain (Yohanes 14:6). Siapakah Kristus sehingga Ia sajalah sebagai satu-satunya jalan keselamatan dunia? Melalui pemaparannya yang sistematis dan apologetis, hamba-Nya yang taat dan setia, Pdt. Dr. Stephen Tong menguraikan siapa Yesus Kristus sebagai Juruselamat, mulai dari doktrin penciptaan manusia sebagai gambar dan rupa Allah, manusia sebagai obyek yang perlu diselamatkan, keharusan mutlak manusia diselamatkan, doktrin wahyu umum Allah (dan responnya dalam bentuk agama dan kebudayaan), dan wahyu khusus Allah hanya kepada umat pilihan-Nya, salah satunya: Kristus, serta terakhir, memaparkan tentang tujuh syarat-syarat Juruselamat dunia dan itu HANYA dapat dipenuhi oleh Tuhan Yesus Kristus. Biarlah melalui buku yang merupakan rangkuman khotbah beliau di dalam rally KKR 2003 di Jakarta, Surabaya dan Bandung dengan judul “Yesus Kristus Satu-satunya Juruselamat Dunia.” mencerahkan pikiran kita tentang keunikan dan finalitas Kristus di antara semua agama dan kebudayaan dunia, lalu menyadarkan kita akan tugas pemberitaan Injil yang lebih besar lagi yang sangat diperlukan bagi zaman yang berdosa ini.







Profil Pdt. DR. STEPHEN TONG :
Pdt. Stephen Tong, B.Th., D.L.C.E., D.D. (HC) dilahirkan di Fukien daratan Tiongkok pada tahun 1940. Pada usia 17 tahun (tahun 1957) beliau menyerahkan diri untuk menjadi hamba Tuhan. Sampai tahun 2007 ini, beliau telah berkhotbah 28 ribu kali dihadapan lebih dari 20 juta orang. Paling sedikit yang pernah menyerahkan diri menjadi hamba Tuhan dalam pelayanannya adalah 200 ribu orang. Beliau pernah berkhotbah dan memimpin seminar dalam Bahasa Inggris, Mandarin dan Indonesia di Amerika Utara, Amerika Latin, Australia, Asia dan Eropa. Kota-kota yang pernah dikunjunginya lebih dari 600 kota besar di seluruh belahan dunia termasuk Paris, New York, Toronto, Hongkong, Roma dan seterusnya. Sejak tahun 2000, beliau memimpin Expository Preaching di Jakarta (Hari Minggu Pagi : Bahasa Indonesia & Minggu Siang : Bahasa Mandarin), Singapura (Hari Minggu Sore : Bahasa Indonesia, Hari Minggu Malam : Bahasa Mandarin-English), Kuala Lumpur (Hari Senin : Bahasa Mandarin-English), Hongkong (Hari Selasa : Bahasa Mandarin-Kanton) dan Taipei (Hari Rabu : Bahasa Mandarin) setiap minggunya dengan pendengar lebih dari 6000 orang.

Pdt. Stephen Tong berbeban khusus untuk menegakkan theologi Reformed dan menyingkirkan penghalang-penghalang bagi pertumbuhan iman Kristen dan berusaha untuk membawa manusia kembali kepada anugerah Allah melalui penafsiran Alkitab yang sangat ketat. Selain berkhotbah, beliau juga pernah mengajar di berbagai seminari di dalam dan luar negeri dalam bidang teologi dan filsafat yakni 25 tahun di Seminari Alkitab Asia Tenggara hingga menjabat Ketua Yayasan, pendiri dan mantan Rektor Sekolah Tinggi Theologia Reformed Injili Indonesia (STTRII), pendiri dan Rektor Institut Reformed di USA (Reformed Institute for Christianity and 21st Century) & Asia (Singapura dan Jakarta). Beliau pernah mengajar sebagai dosen tamu di China Graduate School of Theology Hongkong, China Evangelical Seminary Taipei dan Trinity Theological College Singapura.

Beliau studi theologi di Seminari Alkitab Asia Tenggara (SAAT) Malang hingga gelar Bachelor of Theology (B.Th.). Pada tahun 1985, beliau dianugerahi gelar Doktor Kehormatan dalam bidang Kepemimpinan Penginjilan Kristen dari La Madrid International Academy of Leadership di Manila. Belau pernah diundang sebagai pembicara utama dalam Lausanne Congress, International Prayer Assembly di Seoul, Amsterdam 1988 dan terakhir General Assembly of World Reformed Fellowship di Afrika Selatan pada tahun 2006. Kira-kira pada tahun 2007, beliau juga dianugerahi gelar kehormatan Doctor of Divinity (D.D.) dari Westminster Theological Seminary, USA.

Beliau selain berkhotbah dan mengajar, beliau adalah seorang maestro dalam bidang musik klasik, di mana telah menjadi konduktor dan komponis. Beliau memimpin konser-konser musik klasik di berbagai kota di Asia serta mengkomposisi puluhan lagu hymn berbobot yang telah dinyanyikan di seluruh dunia. Selain itu beliau juga merupakan arsitek ulung di mana telah merancang gedung gereja dan aula pertemuan di berbagai kota.

Beliau adalah pendiri dari Stephen Tong Evangelistic Ministries International, Sinode Gereja Reformed Injili Indonesia, Sekolah Theologia Reformed Injili (STRI) di berbagai kota, Sekolah Tinggi Theologia Reformed Injili Indonesia (STTRII), Institut Reformed, Jakarta Oratorio Society, Christian Drama Society, Reformed Center for Religion and Society dan seterusnya. Buku-bukunya antara lain:
· Iman dan Agama
· Hidup Kristen Yang Berbuah
· Iman Kristen, Penderitaan dan HAM
· Iman, Rasio dan Kebenaran
· Baptisan dan Karunia Roh Kudus
· Roh Kudus, Suara Hati Nurani dan Suara Setan
· Roh Kudus dan Kebangunan
· Dinamika Hidup dalam Pimpinan Roh Kudus
· From Faith to Faith
· Keluarga Bahagia
· Membesarkan Anak dalam Tuhan
· Allah Tritunggal
· Peta dan Teladan Allah
· Dosa, Kebenaran dan Penghakiman
· Siapakah Kristus?
· Yesus Kristus Juruselamat Dunia
· Mengetahui Kehendak Allah
· Waktu dan Hikmat
· Pengudusan Emosi