26 July 2008

Bagian 12

Manusia: Peta Teladan Allah-12: Allah yang Mahakuasa


Kebenaran-Keadilan Allah


Righteousness of God lebih tepat diterjemahkan sebagai “kebenaran-keadilan” Allah. Righteousness berbeda dari Truth yang adalah Kebenaran hakiki Allah. Namun, secara umum kita memang menerjemahkan juga sebagai kebenaran atau keadilan Allah.

Di dalam Roma 7:12 dikatakan, melalui pemberian Taurat, manusia mengetahui sifat Allah yang suci, baik, dan adil. Kita mengenal Allah melalui Taurat, yang menjadi cermin merefleksikan kesucian Allah. Kesucian Ilahi ini yang menjadi dasar manusia menuntut moral yang tinggi, sehingga ketika ada sesuatu yang menajiskan kita, yang membuat hati nurani kita bereaksi, kita tidak merasa damai sejahtera. Hidup yang najis, hidup yang kotor, seharusnya menyebabkan jiwa kita berontak, karena di dalam jiwa kita ada hati nurani, sebagai sesuatu yang menguji kebersihan moral dan pikiran kita. Kita dicipta menurut peta teladan kesucian Tuhan. Manusia dicipta pertama-tama dengan sifat kebajikan, yang membuatnya mirip dengan Sang Pencipta. Sehingga kalau kita melakukan kejahatan, tidak melakukan kebajikan, kita merubah diri kita sendiri, menjadi musuh dari diri kita sendiri, karena kita menyeleweng dari kehendak Tuhan.

Allah sudah memberitahukan kepada umat manusia apa itu kebajikan, yaitu ketika kita menjalankan keadilan, kebenaran, penuh dengan cinta kasih, belas kasihan kepada orang lain, dan dengan rendah hati berjalan bersama Tuhan. Kebanyakan filsuf-filsuf yang membahas konsep yang penting ini tanpa mengerti wahyu Tuhan. Akibatnya mereka memakai standar yang sudah jatuh di dalam dosa, untuk mengukur apa itu baik, apa itu tidak baik. Dan semua ukuran itu tidak sesuai dengan target yang ditentukan oleh Tuhan.

Hari ini kita masuk tema Allah itu adil adanya. Karena Allah itu adil, yang dicipta di dalam gambar dan rupa Allah juga mempunyai bibit keadilan. Manusia mempunyai bibit keadilan Allah yang tertanam dalam dirinya. Allah yang suci, yang baik, juga Allah yang adil. Keadilan itu menjadi suatu sifat yang hakiki dari Tuhan Allah sendiri yang menjadikan manusia berbeda dari binatang. Kita bisa marah kalau melihat sesuatu yang tidak adil, kita bisa merasa memihak jika ada yang ditindas. Ini semua merupakan semacam refleksi dan reaksi yang berdasarkan dari potensi keadilan yang sudah ditanam di dalam diri manusia. Engkau bergaul, bersahabat dengan banyak orang, lambat laun engkau akan menemukan, ada orang yang tidak tajam di dalam hal ini dan ada orang yang sangat tajam di dalam hal ini.

Sejak kecil kita menuntut orang tua kita untuk adil (fair). Papa mama miskin tidak apa, tidak ganteng atau cantik tidak apa, asalkan adil. Jangan mencintai kakak lebih daripadaku, jangan memanjakan adik lebih daripada aku. Keadilan inilah yang membuat orang tua dihormati anak-anaknya. Jika anak-anak tidak hormat pada orang tua, kemungkinan besar karena mereka tidak diperlakukan dengan adil. Anak-anak kecil yang menuntut keadilan dari orang tua, mereka sebelumnya belum pernah mendengar khotbah mengenai keadilan. Mereka belum pernah tahu istilah keadilan. Mereka belum pernah dididik tentang keadilan. Tetapi mengapa anak kecil bisa menuntut untuk diperlakukan dengan adil? Karena mereka dicipta menurut peta dan teladan Allah. Anak kecil merasa dilukai jika diperlakukan tidak adil. Perlakuan tidak adil terhadap anak-anak bisa menjadi pembunuhan batiniah secara perlahan tanpa disadari. Anak-anak kecil yang belum sekolah, bisa mengetahui siapa orang baik, siapa tidak baik dari naluri yang melampaui rasio. Tetapi jangan lupa, karena polusi dan distorsi dosa, naluri (instinct) ini menjadi tidak mutlak. Kita bisa ditipu dan diperdaya, karena kita menilai dengan standar yang salah.

Siapakah orang baik? Siapakah orang jahat? Di dalam dinasti Ming, ada cerita seorang kaisar memanggil seorang sida-sida yang akhirnya menjadi perdana menteri. Di sana ia ditanya, „Apakah definisinya orang baik dan orang jahat?“ Karena dia terlalu percaya diri, dengan standar yang sangat sederhana dia menjawab: “Bagi saya, orang baik adalah orang yang baik kepada saya, orang jahat adalah orang yang jahat kepada saya.” Teori dari Wei Zhong Xian ini menjadi tertawaan di dalam kebudayaan Tiongkok, jawaban ini terlalu egois dan dangkal, dianggap tidak mewakili kebudayaan Tiongkok. Orang-orang yang jahat, seringkali bersikap baik karena mau mendapatkan sesuatu untuk dirinya sendiri, misalnya penculik anak merayu anak agar anak itu ikut dan bisa ia culik.

Kita yang sudah berusia dan menjadi pemimpin bisa melihat, siapa yang egois dan siapa yang tidak egois. Tanpa banyak kesulitan orang mudah melihat siapa yang mementingkan diri, yang mau membangun kerajaannya sendiri. Kita tidak percaya Tuhan akan memakai orang seperti itu. Siapa yang berhati luas, memikirkan seluruh kerajaan Allah, memperhatikan seluruh gerakan, tidak mementingkan diri, dan mempunyai jiwa rela berkorban, baru bisa dipakai oleh Tuhan.

Bagaimana kita mengetahui apa itu kebajikan? Apa itu keadilan? Apa itu standar yang benar? Kita sering sekali salah tafsir, kita sering salah menilai, sehingga kita dirugikan dan ditipu oleh kesalahan penilaian itu sendiri. Kita membuang banyak waktu, melalui perjalanan hidup yang rusak, yang tidak perlu, dan merugikan diri sendiri. Istilah keadilan kebenaran, bukan ‘truth’, dan bukan hanya ‘justice’, tetapi ‘righteousness.’ Sesuatu istilah yang menggabungkan kebenaran dan keadilan, yang betul dan lurus. Di dalam Kitab Suci, righteousness itu disebut dikaiosune.

Paling sedikit ada lima aspek yang perlu kita lihat, siapakah orang yang benar, siapa orang yang righteous. Lima aspek atau sudut ini saya simpulkan dari seluruh Kitab Suci, dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.

Pertama, orang yang righteous adalah orang yang sungguh-sungguh lurus dan jujur. Bukan orang yang liku-liku, bukan orang yang licik, bukan orang yang samar-samar, tetapi orang yang betul-betul bertanggung jawab atas apa yang dia katakan. Righteous man, pertama-tama dia harus mempunyai ketulusan dan sikap yang lurus. Orang yang kalau bicara, berputar-putar, akhirnya tidak tahu apa yang dia bicarakan. Saya berumur 60 lebih baru sadar, ada orang yang kelihatan baik, padahal sebenarnya tidak. Kalau kita bicara dengan dia, dia mudah mengatakan ya, gampang, setuju terus. Orang seperti itu yang paling tidak gampang. Mendadak dia berubah, baru sadar bahwa dia sebenarnya tidak jujur. Itu bukan orang yang righteous. Orang righteous berani bertanggung jawab atas apa yang dia katakan, setia, karena dia lurus dan jujur.

Kedua, seorang yang righteous adalah orang yang memperlakukan orang lain dengan adil, tidak memandang bulu. Ia menghormati baik orang kaya maupun yang miskin. Kepada orang berkuasa besar, dia baik-baik bersahabat. Kepada orang yang tidak mempunyai kuasa sama sekali, dia sama menghormati. Melalui aspek kedua ini, kita gampang melihat, siapa orang yang benar atau tidak. Dunia ini adalah dunia yang terlalu memandang pentingnya keuntungan. Saya sangat tidak menghormati beberapa macam orang. Semacam orang, terhadap atasan bersifat budak, terhadap bawahan bersikap menekan. Kedua, terbalik, terhadap atasan selalu berontak, terhadap bawahan merayu mencari dukungan. Orang-orang semacam ini tidak beres, karena tidak memperlakukan orang lain sewajarnya. Bisakah engkau memberitahukan kesalahan atasanmu dengan hati yang sungguh mengasihi dia? Bisakah engkau terhadap pembantumu memuji dia kalau dia bekerja dengan baik? Bisakah engkau menghormati anak orang yang miskin tetapi punya semangat berjuang? Bisakah engkau menegur anak orang kaya yang bisanya bermalas-malasan? Sikap yang lurus ini adalah sikap dari orang benar. Be righteous, bersikaplah adil kepada semua orang maka engkau akan menjadi lebih mirip Tuhan. Tuhan Yesus waktu di dunia tidak pernah menolak orang yang berdosa paling besar. Berapa besar dosa mereka, jika mereka datang kepada Kristus, Kristus tidak menghina mereka, Kristus menerima mereka. Tapi Yesus tidak pernah menerima dosa yang paling kecil sekalipun. Inilah keadilan dan kebenaran Kristus yang terus menerus menjadi Tuhan, teladan dan standar bagi seluruh dunia selama-lamanya. Bandingkan Yesus dengan pendiri-pendiri agama yang lain, tidak ada yang dapat dibandingkan dengan Tuhan Yesus.

Ketiga, orang yang righteous adalah orang yang mengisi hidupnya dengan kebenaran. Sehingga dia melakukan segala sesuatu berdasarkan kebenaran. Dia tidak sembarangan, karena dia memiliki prinsip kebenaran. Saya terus berkhotbah, karena mau membentuk suatu generasi yang benar, mau mengisi kebenaran ke dalam hatimu. Di dalam kantong jiwamu, ada tempat untuk mengisi kebenaran. Tetapi banyak orang tidak mengisi kantong itu, melainkan mengisi kantong yang lain, yaitu kantong nafsu. Tidak ada hal yang bisa kita berikan untuk bisa memuaskan nafsu yang tidak pernah puas. Tuhan memberikan seks sebagai kenikmatan yang terbesar bagi tubuh jasmani, di dalam jalur yang benar. Jikalau engkau mengisi kantong kebenaran terlebih dulu, tidak mungkin Tuhan meninggalkanmu, Dia juga akan memberikan kepadamu kenikmatan jasmani di dalam jalur yang benar. Isilah dulu kantong kebenaran sampai penuh, engkau akan memiliki pengendalian diri untuk menikmati seks di dalam jalur yang benar, dan engkau akan menikmati seks lebih daripada makhluk apapun. Mari kita belajar menjadi pemuda pemudi yang terus mengisi pengertian kebenaran, kita akan mengerti hal-hal yang melampaui pengetahuan alam. Kita akan mengerti pengertian supra natural tentang makna hidup, pengertian supra natural akan kekekalan, dan relevansinya terhadap hidup kita yang sementara ini. Akibatnya kita juga akan mengerti pengertian supra natural akan etika, moralitas dan tanggung jawab kita kepada Sang Pencipta. Pengertian-pengertian ini dan kebenaran yang diisi membuat kita menjadi orang yang benar, lurus, jujur, dan bertanggung jawab.

Keempat, orang yang benar adalah orang yang mempunyai ketegasan terhadap dosa. Kalau ada orang main-main dengan kelakuan yang tidak senonoh, dengan semacam usulan yang tidak beres, dia akan menjadi marah, dan dia akan tolak. Dia mempunyai sifat melawan, menolak, meniadakan yang tidak benar. Itulah sikap yang benar dari orang benar. Saat ini kita sangat mengharapkan ada orang-orang seperti ini di Indonesia untuk menjadi presiden, menteri, dan pejabat pemerintah. Ini adalah sifat dari peta dan teladan Allah. Pemuda-pemudi jangan mempunyai ambisi untuk menjadi orang penting, orang besar, tetapi setelah jadi orang penting, tidak dapat memberikan teladan hidup yang baik untuk menjadi contoh bagi yang lebih muda. Jika demikian, engkau adalah orang yang gagal. Apa gunanya engkau menjadi paling besar dan penting, tidak ada gunanya kalau tidak disertai moral yang tinggi. Biarlah engkau juga memiliki moral yang tinggi, sehingga semua pengikut mengatakan, dia patut dihormati dan dia patut duduk di tempat yang tinggi itu. Tetapi orang berjiwa kerdil, bukan orang yang mencari moral yang tinggi, dia mencari posisi yang tinggi, bagaimana jadi orang penting dan punya kuasa besar. Orang yang duduk di posisi yang tinggi, tetapi tidak bermoral akan mempermalukan diri sendiri. Orang yang punya gelar yang tinggi, tetapi tidak mempunyai bobot akan mempermalukan dirinya sendiri. Sebaliknya, orang yang berbobot, tetapi tidak ada gelar, tidak apa-apa. Berbobot tidak bergelar, sayang sedikit. Bergelar tidak berbobot, sangat memalukan.

Kelima, seorang yang benar adalah seorang yang menuntut diri dan mau hidup di dalam kesucian, kerohanian yang tertinggi. Orang yang selalu menuntut diri untuk hidup di dalam standar kesucian yang tertinggi. Orang yang tidak mau dosa mengotori hidupnya. Orang benar akan senantiasa menjaga agar kehidupannya tidak dipengaruhi dan dicemari dosa. Hidupnya memiliki kompas, dia tidak gampang dipengaruhi, dirayu, digoda, atau dijerumuskan ke dalam dosa. Kalau engkau melihat ada orang miskin diperlakukan tidak adil oleh orang kaya, lalu engkau menjadi marah, kemarahan itu adalah reaksi daripada sifat righteous, dikaiosune, yang ada di dalam dirimu.

Orang benar (righteous) memiliki kelima sifat ini di dalam dirinya. Seorang yang menghidupkan atau melaksanakan peta dan teladan Allah, dia melakukan segala prinsip keadilan, di dalam lingkungan dia sendiri. Di dalam rumah tangga, masyarakat, tempat bekerja, persekutuan, dan gereja, belajar jadi orang yang menjalankan keadilan. Orang yang righteous, setiap saat dia mau mengerjakan sesuatu, keadilan dan kebenaran Tuhan yang diutamakan. Sehingga semua penyelewengan langsung diketemukan dan dia peka apakah dia sendiri melanggar atau tidak. Orang yang peka akan pelanggaran diri, dia tidak gampang terjerumus ke dalam dosa. Orang yang tidak peka, yang tahunya keuntungan dan ambisi diri, dia tidak bisa menyangkal diri, dia menjual diri, lalu mendapatkan keuntungan yang sedikit. Akhirnya dia akan menghancurkan reputasi, hari depan, rencana Tuhan di dalam dirinya sendiri.

Di cerita Tiongkok ada seorang yang namanya Bao Jing Tian, yang terkenal dari generasi ke generasi, karena dia seorang hakim sangat adil, tidak memandang bulu, dan keputusannya selalu tepat luar biasa. Orang Reformed mengatakan hal itu sebagai common grace (anugerah umum). Orang Cina mengatakan dia mengambil keputusan seperti dewa. Maksudnya, keputusannya selalu tepat dan bijaksana, karena mempunyai kepekaan akan keadilan. Semoga Tuhan memberikan kita kepekaan akan keadilan, sehingga kita mengambil keputusan sesuai dengan keadilan kebenaran Tuhan, sebagai salah satu sifat dari peta dan teladan Allah di dalam hati kita. Jika kita adalah orang Kristen, ada 3 tahap di dalam mengambil keputusan. Tahap pertama adalah, peka akan kompas di dalam hati. Kedua, sesuaikan dengan ajaran seluruh Kitab Suci. Ketiga, taat pada pimpinan Roh Kudus. Dengan ketiga prinsip ini, kemana saja kita akan jadi orang yang beres, menjadi berkat bagi orang lain, dan menjadi pertolongan bagi orang lain yang memerlukan petunjuk. Dengarlah nasihat-nasihat yang baik, terimalah prinsip-prinsip yang benar, bentuklah dirimu dengan kepekaan keadilan, selalu cari semua prinsip dan unsur Alkitab untuk mendukung dirimu, peka pada pimpinan Roh Kudus di dalam seluruh hidupmu. Sehingga engkau menjadi orang yang benar dan adil (righteous) demi memuliakan Tuhan. Amin.

Bagian 11

Manusia: Peta Teladan Allah-11:
Allah yang Mahakuasa


“Kebajikan, Kesucian, dan Keadilan Tuhan”


Dulu saya sehat sekali, sekarang tidak lagi. Itu berarti waktu menggeser kita. Sepertinya kita didorong dan kita pasif; ataukah kita yang sedang menggeser waktu ke belakang? Pikirkan relasi keberadaan Anda dengan keberadaan waktu! Apa yang bisa kita kerjakan sekarang mungkin tidak lagi bisa kita kerjakan 10 tahun yang akan datang. Saat itu Anda menyesal mengapa tidak mengerjakannya waktu itu. Tidak ada siapapun yang bisa menolong kita ketika kita kehilangan kesempatan. Itu sebabnya dalam Alkitab ada 3 hal yang senantiasa terkait menjadi satu, yaitu waktu, moral, dan bijaksana. Relasi seperti ini tidak ada dalam filsafat Gerika. Di dalam filsafat klasik Gerika ada 3 hal yang dijadikan satu, yaitu: bijaksana, moral, dan bahagia. Jadi bijaksana yang sungguh mengakibatkan moral yang baik, dan moral yang baik mengakibatkan bahagia yang sejati. Alkitab mengajarkan bahwa orang bijak adalah orang yang pandai mempergunakan waktu dan melakukan moral yang sejati. Ini semua adalah perbedaan antara Alkitab dan pemikiran manusia yang sudah jatuh di dalam dosa. Kitab Suci memberikan pengajaran yang tertinggi. Kita tidak boleh mengandalkan kebenaran yang berasal dari rasio manusia setelah jatuh dalam dosa, tetapi berdasarkan pencerahan dari Sumber Kebenaran dan Kebenaran itu sendiri.

Di dalam Roma 7 dikatakan bahwa Taurat diberikan supaya manusia mengetahui kesucian, keadilan, dan kebajikan Tuhan Allah. Allah itu Mahasuci, Mahaadil dan Mahabaik. Ketiga hal ini menjadi inti Taurat. Dan ketiga hal dari Taurat ini menjadi pengertian manusia tentang Tuhan Allah. Taurat mencerminkan ketidaksanggupan kita melakukan kehendak Allah dan mencerminkan kejatuhan kita dari status yang ditetapkan oleh Allah, ketidakmungkinan kita untuk mencapai target yang ditetapkan oleh Allah, sehingga akhirnya kita mengetahui yang Allah kehendaki agar kita menjadi orang yang suci, adil, dan baik. Kesucian, keadilan, dan kebaikan adalah diri Tuhan Allah sendiri. Ini adalah target yang sekaligus sumber, bukan sekedar sebuah ide, bukan suatu ideologi ciptaan manusia. Kita dicipta oleh Allah yang suci, adil, dan baik. Semua agama mempunyai ide yang tertinggi, dan ide yang tertinggi menjadi standar moral. Semua agama mempunyai target ultimat bagi kebajikan manusia, tetapi mereka tidak tahu yang disebut target itu sebenarnya sekaligus adalah Sumber. Kalau “target” adalah titik terakhir, “sumber” adalah titik paling mula. Maka di sini kita melihat suatu garis yang mewakili proses. Maka kita sadar bahwa hanya Allah yang berhak mengatakan, “Akulah Alfa dan Omega.”

Ketika Tuhan mengatakan, “Akulah Alfa, Akulah yang Awal,” itu berarti Dia sumber, sehingga tidak ada sesuatu pun yang berasal dari diri Anda sendiri. Kepintaran maupun kesehatan kita berasal dari Sumber, bukan dari diri kita sendiri. Kemuliaan harus kita kembalikan hanya kepada Tuhan yang menjadi Sumber Pemberi Anugerah. Kita juga tidak boleh lupa bahwa Tuhan, Pemberi Anugerah, mau kita hidup bertarget, bersasaran, dengan standar yang harus kita capai. Yang disebut “mimpi itu tiba, berarti engkau membayangkan, engkau berjuang mencapainya, dan ingin mendapatkan sesuatu di akhir perjuanganmu.” Di dalam kita berharap untuk bisa mencapai sesuatu, harapan itu menjadi sumber dan sekaligus merupakan potensi yang merangsang seseorang untuk mengaktualisasikan diri mencapai hasil akhir. Dan Allah mengatakan, “Aku bukan hanya yang Awal, tetapi juga yang Akhir. Akulah Alfa dan Omega.”


Asal-Usul Kebajikan
Dari mana konsep kebajikan yang bisa manusia miliki? Ketika manusia ingin mencapai kebajikan ultimat (summum bonum), kebajikan itu siapa? Kebajikan yang ultimat (tertinggi) itu sebenarnya adalah diri Tuhan Allah, yang menjadi Sumber dan sekaligus menjadi Sasaran terakhir bagi hidup kita. Sasaran terakhir itu menjadi tujuan, menjadi sesuatu yang kita ingin dapatkan, seperti melepaskan panah menuju target. Tidak tercapainya target dalam bahasa Gerika adalah hamartia (artinya: dosa). Jangan hanya mengerti dosa sebagai perbuatan salah yang kita lakukan, itu terlalu dangkal. Banyak ahli hukum di dunia mulai dari mengerti hukum, membuat hukum, lalu menghukum orang lain. Ketika mengerti seluk-beluk hukum, lalu menjadi ahli melanggar hukum sambil tidak mau dihukum. Banyak orang belajar hukum belum tentu motivasinya mau menegakkan keadilan, mungkin karena ingin mendapatkan gaji besar. Manusia menuntut kebenaran, tapi akhirnya memperalat kebenaran hanya untuk mencari profit dalam pelayanan egosentris (berpusat pada kepentingan diri). Itu sebabnya setiap orang yang melibatkan diri dalam satu wilayah yang tinggi sekali nilainya dengan motivasi yang mempunyai egosenter (pusat pada kepentingan diri) sebagai titik tolak atau dorongan, orang itu sudah tidak memiliki kebajikan. Seorang hakim yang tidak melakukan keadilan, dia adalah penginjak, perobek, perusak keadilan. God-centered people (orang-orang yang berpusat pada Allah) menyadari bahwa Sumbernya adalah Tuhan dan targetnya juga Tuhan. Seorang dokter Kristen berbeda bukan karena ia pergi ke gereja tiap minggu, tetapi karena ia mempunyai Weltanschauung (wawasan dunia) Kristen, apa yang diwahyukan oleh Tuhan, untuk menjadi suatu motivasi seorang berprofesi dokter. Inilah pengertian Theologi Reformed. Di dalam kehidupan kita tidak ada satu inci di mana Tuhan tidak bertakhta (Abraham Kuyper), sehingga kita menaklukkan seluruh hidup kita kepada Tuhan, dan berkata, “Engkaulah Allahku, Engkaulah Tuhanku, tuanku. Aturlah hidupku, milikilah hidupku dan pimpinlah hidupku.” Itulah orang Kristen.

Sumber kita adalah Kebajikan dan kita dicipta menurut peta teladan Allah, sehingga kita diberi benih kebajikan dalam hati kita. Kita senang melihat orang yang bersih hatinya dan kita tidak senang melihat orang berliku-liku, tidak pernah sungguh-sungguh jujur. Seorang ayah minta anaknya menemui tamu yang datang ke rumah untuk mengatakan dia tidak ada di rumah. Anak itu dengan polosnya berkata, “Baru saja papa berkata bahwa dia tidak ada.” Anak ini menurut, ia menyampaikan perkataan papanya, tetapi papanya marah sekali. Marah, karena tujuan papanya bukan supaya dia menyampaikan secara jujur, tetapi supaya tamunya yang menagih hutang pulang. Anak kecil ini tidak mengerti, terlalu polos. Polos dianggap bodoh. Maka, anak kecil itu mulai berpikir bahwa “Polos itu sama dengan bodoh.” Akhirnya pendidikan tidak berjalan, karena pendidikan berlawanan antara di dalam kata dengan di dalam fakta.

Lebih dari 200 tahun yang lalu terjadi revolusi besar di Perancis. Dalam Revolusi Perancis, ada pemikir-pemikir penting, termasuk d’Alembert, Diderot, La Mettrie, Voltaire, dan Jean-Jacques Rousseau. Para filsuf Encyclopedic school (Arus pikir Encyclopedic) itu sangat menghina gereja. Mereka mengatakan, gereja adalah suatu sistem yang diperalat oleh kelompok pemimpin agama untuk mencari keuntungan bagi diri mereka sendiri. Maka mereka berusaha membongkar semua dosa-dosa uskup, pendeta, dan para pimpinan gereja. Lalu mereka meluncurkan suatu kalimat, kalimat itu menggunakan istilah summum bonum (the highest good). Summum akhirnya menjadi istilah summit. Bonum berarti kebajikan atau kebahagiaan yang paling tinggi. Hal ini menjadi salah satu hal yang paling dituntut oleh manusia dari zaman ke zaman. Dalam setiap zaman, manusia akan memikirkan apa itu yang terbaik, bagaimana menjadi orang terbaik, bagaimana mencapai kebaikan yang terbaik, bagaimana menjadi orang yang lebih baik daripada yang lain, dan menjadi yang sungguh-sungguh baik. Summum bonum itu menjadi sasaran semua agama; menjadi sasaran semua etika, moral, kebudayaan, dan pikiran para filsuf. Di dalam teori Revolusi Perancis, mereka mengatakan: “Yang disebut summum bonum itu selalu diperalat, karena sebenarnya mereka tidak mencapai, hanya memperalat istilah summum bonum untuk mencapai profit pribadi, profit egoisme.” Maka summum bonum harus didefinisikan kembali, yaitu sesuatu kebajikan yang tidak boleh dipakai menjadi suatu alat untuk menuju tujuan yang lain. Orang yang datang ke gereja bukan untuk mencari Tuhan tetapi untuk mencari untung, maka keagamaan menjadi hal yang paling rendah, dan profit menjadi ilah mereka. Mereka memakai nama Allah, berdoa kepada Allah untuk mencapai sesuatu yang rendah sekali. Hal seperti ini telah dibongkar oleh orang Perancis lebih dari 200 tahun yang lalu. Mereka mengatakan, semua agama yang mempunyai motivasi yang tidak baik harus keluar dari panggung kebudayaan manusia. Dunia tidak mungkin damai kecuali memakai usus dari uskup yang terakhir untuk mencekik mati Paus terakhir, baru ada damai di dalam dunia. Pada saat itu orang dunia, orang berbudaya, orang cendekiawan menghina agama sampai serendah-rendahnya, karena banyak orang memperalat agama untuk mencari profit untuk diri sendiri. Mereka melihat orang dunia jauh lebih baik dari orang yang masuk gereja dan para pemimpin gereja. Muncullah kalimat, “Jangan lupa, di belakang toga pendeta tersimpan dosa lebih banyak daripada orang biasa.”

Summum bonum tidak boleh menjadi alat. Summum bonum harus selalu menjadi titik terakhir yang dituntut. Jadi summum bonum bukan media, bukan alat, juga bukan penghubung. Summum bonum di dalam dirinya sendiri adalah tujuan akhir. Maka, jika Anda mencari kebajikan tertinggi, Anda mau bertemu dengan sommum bonum itu sendiri. Summum bonum adalah sifat ilahi. Summum bonum adalah sumber di mana kita dicipta menurut peta teladan itu, sekaligus adalah target yang dituju. Menuju berarti belum mencapai. Suatu kali Tuhan berkata kepada seorang pemuda, “Engkau sudah tidak jauh dari Kerajaan Sorga.” Tidak jauh berarti belum sampai. Banyak kecelakaan pesawat terjadi justru ketika sudah begitu dekat dengan landasan. Sudah begitu dekat tidak berarti sudah sampai. Ketika Anda mengatakan, “Saya mau percaya Tuhan,” mau percaya berarti belum percaya. Mau percaya hanyalah sebuah keinginan, tetapi belum menyatakan realita sesungguhnya.

Kalau summum bonum itu sumber, dan Allah adalah Alfa sekaligus Omega, berarti summum bonum itu juga target. Itu berarti seumur hidup saya harus menuntutnya, mengejarnya, supaya bisa mencapai, atau mendekatinya. Tetapi itu bukan berarti saya sudah menjadi orang yang paling baik. Itu sebabnya kita harus terus-menerus mengejar menuju kesempurnaan. Itulah theologi Reformed.

Theologi Reformed tidak mengatakan kita mungkin mencapai kesempurnaan sepanjang dalam dunia ini, tetapi theologi Reformed juga mengajar kita bisa menjadi orang sempurna di dalam dunia ini, karena orang sempurna justru adalah orang yang tidak sadar dan tidak merasa diri sudah sempurna. Ini paradoks. Orang yang makin sempurna makin merasa diri kurang sempurna; orang yang makin rohani makin merasa diri kurang rohani; orang yang makin pintar merasa diri kurang pintar; orang yang makin baik selalu merasa diri kurang baik. Barangsiapa menganggap diri sudah cukup baik, pasti dia kurang baik. Orang yang menganggap diri tidak sempurna mungkin dia lebih sempurna dari orang lain. Ini teori dan ajaran kebenaran yang disebut sebagai paradoxical truth.


Bagaimana Mengerti Arti Kebajikan?
Pertama, orang yang baik adalah orang yang tidak egois. Jika seseorang senantiasa mementingkan diri dan tidak menghiraukan orang lain, ia akan memonopoli semua keuntungan dan merampas hak orang lain. Wang Mingdao, 26 tahun dikurung dalam suatu penjara dan diberikan sinar berpuluh-puluh ribu watt, sehingga sarafnya tegang dan kacau, lalu dipaksa minta pengampunan dari pemerintah Komunis. Setelah berpuluh-puluh ribu watt lampu disorot kepadanya berhari-hari, akhirnya dalam keadaan tidak sadar dia tanda tangan. Setelah tanda tangan, dia tidak lagi disorot, dia boleh tidur, dan dibebaskan. Setelah keluar, dia baru tahu bahwa yang dia tanda tangani adalah surat permintaan pengampunan kepada Komunis dan surat itu sudah masuk ke seluruh surat kabar di Beijing. Dia mengatakan, “Saya mau kembali masuk penjara. Saya tidak mau kebebasan. Ini penipuan, saya diperalat untuk menjadi propaganda Komunisme.” Selama 26 tahun lagi dia masuk penjara, ketika bebas, usianya sudah 78 atau 79 tahun. Di penjara tidak boleh ada Kitab Suci sehingga dia terus menghafal ayat-ayat yang pernah dia baca. Dia menulis satu makalah pendek, tidak lebih dari 800 huruf. Di dalamnya terdapat kalimat: “Seorang Kristen yang baik, waktu lihat ada keuntungan, jangan lari ke depan. Mundur sedikit, biar orang lain dapat. Orang Kristen yang baik, waktu lihat ada bahaya, lari ke depan, jangan sampai orang lain kena bahaya.” Berapa banyak orang Kristen tidak pernah mengerti kedua kalimat ini? Selalu di depan ketika ada keuntungan dan lari paling dulu ketika ada bahaya. Yang lebih ironis, orang-orang seperti ini menjadi majelis, bahkan pendeta. Hai orang beriman, nyatakanlah itu dalam kelakuan! Bagi Confucius, gentleman berarti orang yang mengerti kebenaran, sementara orang kerdil mencari profit. Gentleman membicarakan keadilan, orang kerdil membicarakan kesenangan diri. Mengapa sudah menjadi majelis atau penatua masih sibuk dengan keuntungan diri dan kalau ada bahaya lari paling cepat. Kebajikan adalah ketika seorang tidak egois dan mau mengutamakan kepentingan orang lain.

Kedua, orang baik mau mengerti orang lain. Orang yang baik suka damai. Ada orang-orang yang suka ribut, suka berdebat, suka meruncingkan segala perbedaan pendapat agar menjadi suatu pertikaian, suka mendendam yang tidak habis-habis. Orang seperti ini di mana saja tidak cocok. Tenang dan berdamai dengan orang lain, memang bukanlah hal yang mudah, tetapi itulah yang Tuhan inginkan. Kita harus belajar menjadi orang baik. Ketika ada orang membenci kita, kita perlu mendoakan dia, karena itu adalah kelemahannya. Dengan demikian kita tidak membenci dia, karena dengan demikian kita merendahkan derajat kita dan jatuh ke dalam kelemahan yang sama. Tuhan Yesus mengajar kita untuk mengasihi musuh kita. Itulah kebajikan.

Ketiga, orang yang baik selalu menaruh pengharapan dan selalu sabar menunggu saat penuaian. Paulus berkata, “Jikalau engkau melakukan suatu hal yang baik, jangan kecewa. Bersabarlah, tunggu sampai hari itu tiba. Engkau akan menuai buah yang baik.” Inilah bagaimana kebajikan yang diintegrasikan dengan proses waktu. Waktu itu begitu serius dan menyiksa. Menunggu adalah siksaan yang luar biasa. Tetapi Paulus berkata, “Tunggulah, ketika engkau sudah menanamkan benih yang baik, sudah melakukan sesuatu yang baik, seperti benih ditanam, tunggu, dia tumbuh perlahan. Engkau terasa seperti disiksa, tetapi makin pelan, makin akan menghasilkan buah yang baik sekali.” Orang yang sabar seperti menerima siksaan waktu, tetapi akhirnya melihat buah itu betul-betul dihasilkan, ini namanya orang baik. Kebaikan, keadilan, dan kesucian Tuhan tidak bisa difragmentasikan. Tuhan yang baik adalah baik di dalam kesucian-Nya, Tuhan yang baik adalah Tuhan yang baik di dalam keadilan-Nya. Tuhan yang adil adalah adil di dalam kebaikan-Nya. Tuhan yang adil adalah adil dalam kesucian-Nya. Tuhan yang suci adalah suci dalam kebaikan-Nya, suci dalam keadilan-Nya. Jika Anda melaksanakan hidup yang baik, maka kebajikan itu menjadi sumber dan sekaligus target. Dengan demikian, kita tidak akan menjadi orang yang egois.

Terakhir, orang baik mau selalu menanam sesuatu dan dengan tidak mengharapkan imbalan. Memberi, melayani, berbagian, mengorbankan diri, dan menyangkal diri, adalah jiwa pelayanan. Ini disebut baik. Bisa memberi lebih berbahagia daripada bisa menerima. Agar lilin terus bercahaya, dia harus melelehkan diri sedikit demi sedikit. Tidak mungkin orang mau melakukan kebaikan tetapi tidak mau menyangkal diri, tidak mau merugikan diri, dan tidak mau berkorban diri. Kiranya kita melakukan segala kebajikan di hadapan orang, agar Bapa di sorga dipermuliakan. Dengan demikian kita menyatakan peta teladan Tuhan melalui hidup kita masing-masing. Amin.

Bagian 10

Manusia: Peta Teladan Allah-10:
Omni-Science God



Gereja seharusnya tidak menurunkan standar Alkitab demi menyenangkan banyak orang agar mereka mau datang ke gereja. Gereja yang berbuat seperti itu, semakin besar semakin malu; semakin banyak pengikutnya semakin mempermalukan Tuhan, karena dia mengorbankan apa yang dituntut oleh Tuhan dan menyenangkan manusia berdosa. Itu sebabnya Theologi Reformed tidak memakai metode pembuktian untuk membawa manusia mengenal firman Tuhan tetapi memakai presuposisi[1] dan dengan iman kepada wahyu Tuhan.

Dalam tema sebelumnya kita membicarakan bahwa Allah itu Mahakuasa. Oleh karena itu Paulus mengatakan: “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku” (Fil. 4:13). Inilah sebenarnya puncak aktualisasi diri yang mungkin manusia kerjakan. Seluruh peta teladan Allah yang digali berpuluh-puluh tahun dalam hidup kita akan bisa menjadi jelas di dalam Alkitab. Kini kita akan masuk ke dalam tema berikut, yaitu Kemahatahuan Allah. Kemahatahuan Allah menjadi landasan, sumber, rangsangan, dan potensi bagi manusia untuk mau mengetahui segala sesuatu. Ada beberapa ayat yang membawa kita kepada tema ini:
1. Mazmur 139:1-6
Ayat 6: “Terlalu ajaib bagiku pengetahuan itu, terlalu tinggi, tidak sanggup aku mencapainya.” Aku tidak bisa mengetahui bagaimana Engkau mengetahui aku. Jadi, pengetahuan Tuhan yang dipikirkan dan ditangkap oleh pemazmur adalah akibat dari pewahyuan Roh Kudus atas dirinya, dan itulah yang membuat ia bisa mengenal Allah. Dia tahu bahwa Tuhan tahu segala sesuatu, dan dia tahu bahwa apa yang dia tahu tentang pengetahuan Tuhan itu, tidak mungkin dia tahu. Ini kalimat paradoks yang besar.
Pengetahuan manusia yang berada di bawah pengetahuan Tuhan Allah adalah pengetahuan yang mengetahui kemahatahuan Allah dengan pengetahuan manusia yang terbatas. Manusia bisa tahu, tetapi bukan berarti manusia maha tahu. Tidak ada agama atau kitab apapun yang memiliki kedalaman pengetahuan yang ditulis 1.000 tahun sebelum Kristus ini. Ini adalah pengertian manusia tentang Allah yang paling puncak.

2. Yohanes 2:23-25
Ayat ini membicarakan pengetahuan Kristus terhadap manusia yang mau percaya kepada Tuhan dengan segala motivasi yang tidak benar. Kristus tidak membutuhkan saksi, tidak membutuhkan pengajaran atau pengertian dari orang lain tentang diri seseorang di hadapan Allah. Ia mengetahui itu langsung dari hati mereka.

3. 1 Korintus 2:11
Yang mengetahui tentang Allah dengan akurat hanyalah Roh Allah. Roh Allah memahami segala sesuatu dari Allah. Roh yang berasal dari Allah memberitahukan pada kita apa yang dikaruniakan Allah kepada kita. Kita melihat bahwa pengertian tentang Allah itu hanya melalui Roh Allah. Sebagaimana mengerti manusia hanya melalui roh manusia yang mengenal manusia, demikian pula melalui Roh Allah kita dapat mengenal Allah, karena Roh Allah mengerti dan masuk ke dalam segala rahasia Ilahi itu sendiri.
Berdasarkan ayat-ayat ini kita melihat bahwa baik Allah Bapa, Allah Anak, maupun Allah Roh Kudus adalah Allah yang mengetahui segala sesuatu. Pada ayat yang ketiga memberitahukan kepada kita bahwa Roh menyelidiki dan Roh mengetahui segala sesuatu tentang rahasia Allah, sehingga pengetahuan-pengetahuan yang berada di dalam diri Allah Tritunggal adalah pengetahuan yang komprehensif. Tuhan telah memberikan suatu unsur di dalam diri manusia untuk boleh mengetahui sesuatu. Unsur ini adalah salah satu aspek peta teladan Allah. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang dicipta menurut peta dan teladan Allah, yang mengetahui begitu banyak hal sebagaimana manusia telah menjadi wakil, menjadi bayang-bayang, menjadi satu simbol, dan menjadi representatif daripada Allah yang Mahatahu.

Karl Barth mengatakan manusia ingin menginjakkan kaki di atas gunung tertinggi, ingin menembus lautan yang paling dalam, dan manusia ingin mengetahui segala sesuatu. Tetapi pengetahuan-pengetahuan ini tidak lebih penting daripada pengetahuan mengetahui diri sendiri untuk bagaimana diri hidup di dalam Tuhan Allah. Socrates mengatakan, “Manusia ingin menyelidiki segala sesuatu, tetapi apa gunanya jikalau manusia tidak mengenal diri sendiri.” Semua buku yang ditulis para filsuf sebelum Socrates mempunyai 2 tema yang paling besar: 1) on the nature, dan 2) on the principle. Keduanya mencakup seluruh pengertian yang ingin diketahui manusia. Manusia belajar tentang Fisika, Astronomi (Ilmu Perbintangan), Fauna, bahkan Aristotle menulis buku yang berjudul ‘On the Move of Animal’. Dia mempelajari bagaimana kuda melangkah, atau ikan berenang, sampai bagaimana kucing mencakar. Tetapi jika hal ini dikaitkan dengan kalimat Socrates tentang “mengetahui dirimu sendiri”, setelah mengetahui diri dan segala sesuatu yang bergerak di dalam dunia binatang, maka ada perubahan yang besar di dalam arah epistemologi. Sebelum Socrates, manusia terlalu sedikit mengetahui diri, tetapi mengetahui di luar terlalu banyak. Manusia makin mengetahui yang di luar semakin terkait dan berbaur dengan lingkungan.
Semakin mengetahui ada kemungkinan melepaskan atau men-disintegrasi-kan hidup manusia dengan lingkungannya, makin tidak ada tempat di dalam dirinya untuk mengetahui diri. Seperti suatu ruangan kamar semakin diisi barang banyak semakin sedikit untuk oksigennya. Semakin studi banyak makin kehilangan arah, semakin mengetahui science, teknologi, semakin kehilangan diri. Itu sebab pentingnya Socrates untuk mengembalikan pengetahuan kepada satu arah yang sangat mendasar, yaitu mengetahui diri sendiri terlebih dahulu. Mengetahui diri sendiri akan menjadi dasar menemukan kunci dan pondasi pengetahuan yang lain. Ini adalah rangsangan dari Socrates. Orang Gerika sebelumnya tidak menyadari pentingnya hal ini, baru sejak saat itu dimulainya anthropologi, introspeksi diri dari anthropologi, pengertian-pengertian tentang makna hidup etika dan menuju ke mana arti hidup di dalam dunia ini. Semua ini menjadi suatu penggalian baru, wilayah yang baru. Seperti juga Søren Kierkegaard membuka lembaran baru sistem epistemologi setelah dipuncakkan oleh Hegel. Ia membongkar dan membawa kembali kepada pemikiran yang mendasar. Kedua orang ini mempunyai persamaan di dalam memutarkan seluruh arah dari zaman menuju kepada hal yang paling mendasar yaitu Kenallah Dirimu.

Alkitab mengatakan bahwa, “Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan.” Socrates, yang menerima wahyu umum, hanya bisa mencapai pengertian “mengenal diri adalah awal pengetahuan.” Bijaksana adalah menguasai pengetahuan, mengarahkan pengetahuan, dan melampaui pengetahuan. Pengetahuan hanya merupakan inti dari bijaksana, dan bijaksana adalah arah bagi inti. Dengan demikian, kita kembali kepada seluruh pengertian yang begitu hakiki tentang sifat manusia yang dicipta oleh Tuhan. Tuhan yang mengetahui segala sesuatu, maka Tuhan lebih mengenal diri manusia. Mengenal diri manusia melalui Allah yang lebih mengenal diri manusia menjadi suatu keharusan mutlak (the absolute necessity). Ketika saya merancang gedung gereja, maka sayalah yang paling mengetahui seluruh bentuk dan kekuatannya. Demikian juga Tuhan mendesain manusia, Dia jauh lebih mengetahui diri manusia daripada manusia mengetahui dirinya sendiri. Inilah kelemahan anthropologi. Saya pikir, semua filsuf adalah orang-orang yang menganggap diri pandai dan mereka berusaha menulis sesuatu yang mereka ketahui, tanpa standar dan tanpa pengesahan dari Tuhan. Karena mereka mengetahui sedikit lebih daripada orang-orang yang mengetahui tentang dirinya, maka mereka dianggap hebat, dikagumi, dan dianggap guru bijaksana untuk memimpin diri manusia. Setelah saya menyelidiki lebih dalam lagi, saya mengetahui semua filsuf gagal mengetahui banyak hal, bahkan gagal mengetahui diri mereka sendiri, karena mereka tidak mengikuti prinsip dan tidak mencakup pengertian sesungguhnya tentang apa yang telah dibuat oleh Tuhan di dalam pengertian epistemologi bagi umat manusia. Itulah sebabnya begitu banyak orang menilai diri secara samar, kesalahan diri sendiri secara samar, dan mereka menghabiskan hidup, nanti setelah mati baru tahu bahwa apa yang diketahui tentang diri, Allah, alam, dan relasi semuanya adalah menyeleweng. Itulah sebabnya Theologi Reformed, yang berusaha mengembalikan iman kita kepada prinsip-prinsip dasar di dalam Alkitab, yang berusaha memberikan perbedaan kualitatif antara mengerti dari sudut pandangan Tuhan dan dari sudut pandangan manusia yang berdosa. Di Reformed Institute Washington, saya mengatakan bahwa ada tiga hal yang menyebabkan manusia tetap berada dalam kelemahan yang tidak mungkin diterobos, yaitu: Kita semua created, limited, polluted (dicipta, terbatas, tercemar). Maka, bagaimanapun juga rasio pengertian kita tidak akan dapat menerobos ketiga kelemahan ini. Ini bukan untuk melemahkan kita, tetapi memotivasi supaya kita mengenal dengan akurat keadaan kita dan tidak menembus batas menjadi congkak, dan merampas kemuliaan Allah.

Dengan pengertian ini kita kembali kepada Tuhan dan kita mengatakan: saya mau tahu segala sesuatu. Keinginan mengetahui segala sesuatu adalah ekspresi peta teladan Allah, tetapi juga sesuatu ambisi yang perlu diberi kesadaran oleh Tuhan, sehingga kita tetap berada di dalam keterbatasan sebagai manusia. Kecuali Tuhan yang mengetahui secara mutlak, tidak ada manusia yang mahatahu secara mutlak. Mazmur mengatakan: Aku tahu bahwa Engkau tahu; Aku mengetahui bahwa Engkau mengetahui segala sesuatu di dalam diriku, tetapi aku mengetahui pengetahuan semacam ini terlalu tinggi bagiku sehingga aku tidak dapat melampaui, tidak bisa mencapai.

Kita sadar bahwa kita perlu wahyu, tanpa wahyu tidak ada penerobosan pengertian kita. Wahyu yang disebut die Enthüllung (Jerman), revelatio (Latin), revelation (Inggris), dan apokaliptus (Gerika) berarti dibukanya rahasia. Wahyu berarti dibukanya sesuatu yang menutupi, sehingga kita melihat. Di hadapan Tuhan kita tidak mungkin mengetahui diri kita sendiri, karena kita sudah terpolusi. Sebagai ciptaan, kualitas kita berbeda dengan Allah Pencipta. Limitasi menjadikan kita tidak mungkin sama dengan Allah yang tidak terbatas. Dan polusi mengakibatkan kita tidak mungkin kembali kepada zaman sebelum Adam berbuat dosa. Mau tidak mau kita membawa ketiga kondisi ini ke dalam dunia epistemologi, sehingga kita selalu berada di dalam kurang tepat, kurang akurat, kurang sempurna, dan seterusnya, dan kita tidak mengetahui dengan baik.

Allah bukan mengetahui segala sesuatu yang dicipta saja melainkan Allah juga mengetahui tentang segala sesuatu yang akan terjadi. Allah bukan saja mengetahui keseluruhan umat tetapi juga sampai kejadian detik terakhirnya. Dalam Yesaya dikatakan satu tantangan yang besar dari Tuhan Allah kepada umat Israel, “Dengan ilah (dewa) mana engkau membandingkan Aku.” Kalimat tantangan yang kedua, “Siapa di antara semua dewa seperti Aku, sehingga Akulah satu-satunya yang mengetahui segala sesuatu secara pasti sampai pada hari terakhir.” Ini menjadi tantangan yang berbeda sekali dibanding semua dewa dan agama. Tuhan mengetahui dari permulaan sampai detik terakhir. Ini adalah Epistemologi Komprehensif yang melintasi keterbatasan zaman. Pengetahuan Sejati yang lebih tinggi daripada proses sejarah.

Allah mengatakan Akulah Alfa dan Omega. Pada umumnya, pengetahuan kita berkait dengan kuantitas, tetapi pengetahuan Allah meliputi totalitas dari awal sampai akhir. Akibatnya, manusia yang dicipta mempunyai kesadaran sejarah dan kesadaran melampaui waktu. Kesadaran ini akan menimbulkan pengharapan. Kesadaran ini menyebabkan manusia tidak puas dan mau menuju ke kesempurnaan yang dijanjikan Tuhan. Alkitab mau supaya orang Kristen memiliki pengetahuan melampaui pengetahuan-pengetahuan yang terbatas. Dalam satu edisi Reader’s Digest dikatakan: “Syukurlah Da Vinci tidak masuk sekolah saat itu, karena dengan demikian dia tidak dibatasi.” Da Vinci mengatakan bahwa pengetahuan berasal dari pengamatan yang teliti. Manusia mempunyai kemungkinan menggali diri, mengamati segala sesuatu dan mendapatkan pengetahuan yang luar biasa banyaknya dan luar biasa kayanya, karena ini potensi yang diberikan Tuhan.

Ada tiga wilayah besar pengetahuan yang harus kita garap: 1) Di bawah manusia; 2) Di dalam diri manusia; 3) Di atas diri manusia. Ketiganya harus diselidiki bersamaan. Pengertian-pengertian kebenaran itu adalah kekayaan. Pengetahuan yang Tuhan ingin untuk dimiliki oleh anak-anak-Nya adalah kekayaan yang sejati. Alkitab mengatakan: “Simpanlah baik-baik segala sesuatu tentang Kristus dengan kaya di dalam hatimu. Dengan segala bijaksana, dengan segala cara engkau menyimpan tentang bijaksana Kristus ke dalam hatimu. Bertumbuhlah di dalam anugerah dan kebenaran.” Kristus datang ke dalam dunia membawakan iman kepercayaan yang sejati, kebenaran, dan anugerah. Satu lukisan Paul Gaugin di Boston Museum diberi judul: “Engkau dari Mana? Siapa Engkau? Ke mana Engkau Pergi?” Ini sebenarnya kalimat theologis, pertanyaan anthropologi yang paling mendalam dan hanya mungkin dijawab oleh firman Tuhan. Tidak ada filsuf yang bisa menjawab, hanya Tuhan Allah yang bisa menjawab. Secara makna sains terlalu rendah. Untuk mengetahui dunia ciptaan (di bawah manusia) kita bisa mendapatkan pengetahuan yang lebih akurat; untuk mengerti diri dan sesama, itu lebih sulit; dan untuk mengetahui Tuhan Allah adalah pengetahuan yang tertinggi dan tersulit.

Paulus memuncakkan satu kalimat: “aku mengenal Siapa yang aku percaya” sebagai solusi terakhir di dalam epistemologi orang Kristen. Agustinus mengatakan bahwa dia ingin mengetahui dua hal saja: ‘Siapa Allah’ dan ’Apa itu jiwa’. Calvin mengatakan dalam Institute of Christian Religion: “Antara mengenal Allah dan mengenal diri, aku tidak tahu mana yang harus lebih dahulu, tetapi keduanya terkait sangat erat.” Paulus menyimpulkan: “Aku tahu siapa yang kupercaya dan aku tahu Dia akan memelihara apa yang kuserahkan kepada Dia sampai hari Tuhan.” Ini mengingatkan kita bahwa tidak ada batasnya kita mencari kebenaran. Orang yang rendah hati akan terus menerus tidak membatasi diri mau mencari kebenaran. Amin.

[1] suatu pra-anggapan berdasarkan firman Tuhan.

Bagian 9

Manusia: Peta Teladan Allah-9: Allah yang Mahakuasa


Tuhan Allah Mahakuasa, maka kita juga diberikan kemungkinan mengaktualisasi diri dengan potensi yang luar biasa untuk maju dengan kekuatan Allah yang luar biasa. Dengan demikian, kita tidak boleh hidup secara lemah dan tidak maju. Ketika Abraham berusia 99 tahun, Allah menyatakan diri sebagai Allah yang Mahakuasa, dan menuntut Abraham hidup tidak bercela di hadapan-Nya. Mahakuasa Allah menjadi dasar tuntutan hidup sempurna bagi anak-anak Allah yang dicipta oleh-Nya.

Begitu banyak orang di dunia tidak memperkembangkan aktualisasi potensi yang sudah Tuhan berikan di dalam dirinya. Mereka hidup berpuas diri, tidak ada semangat untuk mau maju dan tidak memiliki jiwa perjuangan. Banyak anak muda yang selalu tidak puas pada orang tuanya, mau hidup nyaman, tetapi tidak mau berjuang dan bekerja keras. Konfusius berkata bahwa seorang gentleman tidak akan menuntut orang lain, tetapi akan menuntut diri sendiri sekeras mungkin untuk bisa menerobos semua keterbatasan. Sedangkan orang kecil (orang rendah) selalu menuntut orang lain dan tidak mau menuntut diri sendiri. Maka orang seperti ini tidak bisa berkembang mengaktualisasikan dirinya. Saat manusia berjuang, ada satu tuntutan yang diperlukan untuk menjadi dasar kekuatannya, yaitu Tuhan Allah sendiri. Tidak ada kekuatan lain yang bisa menjadi dasar dari semua perkembangan kita. “Akulah Allah Yang Mahakuasa, hiduplah di hadapan-Ku dengan tidak bercela.”

Pertama, hidup percaya bahwa Allah adalah sumber kelimpahan kekuatan hidup. Istilah bahasa Ibrani “El Shaddai” diterjemahkan sebagai “Mahakuasa.” Namun sebenarnya, pengertiannya adalah bagai seorang ibu yang memiliki cukup banyak air susu untuk menyusui bayinya. Kelimpahan susu inilah yang menjadi jaminan dan membuat bayinya tumbuh dengan kuat. Istilah Allah itu sendiri memberikan gambaran Allah yang Mahasubur, yang penuh kecukupan dan kelimpahan. Di daerah Kanaan, ada patung dewa yang tubuhnya memiliki banyak sekali payudara. Ini memberikan gambaran bahwa pengikutnya akan berkelimpahan, dan tidak perlu takut kekurangan kebutuhannya. Ketika Tuhan Allah memakai istilah El Shaddai, mereka langsung mengerti apa yang dimaksudkan. Berarti Allah mampu melakukan segala sesuatu dengan kekuatan yang tidak pernah habis.

Jawaban Kejadian 17:1 adalah Filipi 4:13. “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia [Allah] yang memberi kekuatan kepadaku.” Itu karena kita dicipta menurut gambar dan rupa Allah. Jika Tuhan adalah Tuhan yang miskin, maka kita tidak bisa berbuat apa-apa. Paulus sadar semua kekuatan dan kemampuannya adalah dari Allah yang memberikan semua itu. Orang yang menjengkelkan Tuhan adalah mereka yang selalu menghindar dari kerja lebih keras dan lebih banyak. Konfusius mengatakan: “Dalam masyarakat ada maling besar yang tidak kelihatan mencuri.” Jika ada orang yang waktu muda tidak mau belajar, ketika dewasa tidak mau kerja, dan ketika tua tidak mau mati, lalu selama hidup minta orang yang lain yang harus beri dia makan, orang itu adalah maling besar yang tidak kelihatan mencuri. Orang-orang seperti ini hanya mau menikmati jerih payah orang lain. Hanya mau menerima dan tidak mau memberi. Dia suka menghabiskan seluruh sumber daya manusia, tetapi tidak berkontribusi apa-apa. Dr. Andrew Gih mengatakan: “Hamba Tuhan yang baik adalah hamba Tuhan yang berkhotbah kelas satu, makan kelas tiga. Hamba Tuhan yang buruk adalah hamba Tuhan yang makan kelas satu, khotbah kelas tiga.”

Kedua, kita harus bertanggung jawab atas semua pemberian Tuhan. Kita harus bertanggung jawab dan hidup tidak tercemar di hadapan Tuhan, karena kita telah menerima semua anugerah dari Allah. Allah adalah Allah yang Mahakuasa. Ia telah memberikan semua yang kita perlukan. Maka, kini kita harus mempertanggungjawabkan anugerah itu. Paulus mengatakan: “Aku boleh mengerjakan semua itu di dalam Allah yang memberikan kekuatan kepadaku.” Inilah keseimbangan. Jikalau Anda sudah diberi anugerah yang begitu besar, talenta yang begitu banyak oleh Tuhan, lalu menjadi anak yang tidak bertanggung jawab, maka engkau sudah bersalah besar di hadapan Tuhan. Dulu saya pernah merasa bersalah kalau saya makan tiga kali sehari tetapi hanya khotbah satu kali sehari. Tetapi banyak pendeta tidak merasa bersalah kalau makan 90 kali sebulan dan khotbah hanya satu kali.

Apakah Anda pernah menerobos diri? Manusia dicipta dengan sifat relativitas, sehingga kita bisa bukan saja berelasi dengan Allah, tetapi juga alam. Tuhan adalah subyek dan manusia adalah obyek. Tetapi terhadap alam, manusia adalah subyek dan alam adalah obyek. Saya harus mengontrol alam yang dicipta untuk saya. Maka kewajiban saya adalah tidak mengabaikan kewajiban. Jika kita menuntut diri, kita tidak menjadi musuh bagi diri kita sendiri. Di sini relativitas diri mencapai titik keindahan yang luar biasa. Jika kita bisa mendisiplin diri, maka kita menjadi guru terbaik bagi diri kita sendiri. Hal ini hanya bisa terjadi melalui pimpinan Roh Kudus. Dan hasil dari pekerjaan Roh Kudus adalah penguasaan diri. Orang yang bisa hidup seperti ini akan hidup sangat berhasil.

Banyak pemuda rusak dan hancur bukan karena tidak punya bakat atau talenta, tetapi kehilangan penguasaan diri. Alkitab pernah berkata, Allah menjadi teladan pengontrolan diri dan menaruh beban sesuai dengan kesucian, keadilan, dan kebajikan-Nya. Orang yang mengerti penguasaan diri dengan baik, tidak akan menghamburkan hidupnya sia-sia. Seorang filsuf, Martin Heidegger, mengatakan, “Kita harus mengaktualisasikan diri.” Berapa banyak yang harus kita pelajari? Berapa banyak yang harus kita kerjakan? Banyak orang hanya sibuk dengan berapa banyak uang yang mereka punya. Betapa miskin orang seperti itu di hadapan Allah. Herodes lebih kaya dari Yohanes Pembaptis. Herodes bisa membunuh Yohanes Pembaptis, tetapi Yohanes Pembaptis memiliki pengaruh yang kekal sepanjang zaman, sementara Herodes tidak. Kita perlu belajar dari Paulus, Yesaya, Yeremia, dan tokoh-tokoh lain dalam Alkitab yang betul-betul mencintai Tuhan.

Ketiga, orang harus berani menghadapi tantangan. Orang yang melarikan diri tidak mungkin maju. Ada orang yang menghadapi hal sulit langsung mengatakan tidak mungkin. Orang seperti itu tidak bisa maju. Kita harus berani menghadapi realita, tidak peduli sekeras dan sesulit apapun itu. Di semua kesulitan, kita harus berani mencari jalan keluar. Columbus pernah membawa 100 anak kapal dan makanan untuk 4 bulan. Tetapi di tengah lautan Atlantik, semua anak buah kapalnya ketakutan dan mau pulang. Lalu diberitahu bahwa makanan sisa 3 minggu, kalau diteruskan, semua akan mati. Columbus menolak semua permintaan anak buahnya. Akhirnya 30 anak kapalnya menurunkan sekoci dan mau melarikan diri untuk pulang. Semua mereka akhirnya mati, sementara tak lama kemudian, Columbus menemukan daratan dan mencatat sejarah.

Manusia juga akan memiliki kekuatan yang luar biasa dalam situasi darurat. Ini semacam psychology plus. Kekuatan ini adalah semacam potensi terpendam dalam diri manusia. Ada sebuah cerita bahwa suatu hari ada seorang ibu yang membawa anaknya bekerja di ladang. Tiba-tiba rajawali datang dan membawa anak itu naik ke sarangnya di puncak gunung. Orang-orang desa berusaha untuk mengambil anak itu kembali dengan memanjat tebing gunung, tetapi semua gagal. Akhirnya ada seorang wanita yang naik dan membawa anak itu turun dengan hidup. Ia adalah ibunya. Semua orang boleh bilang tidak bisa, tetapi bagi sang ibu, harus bisa, karena itu adalah anaknya. Tuhan mau engkau mengembangkan potensi terpendam itu. Allah berkata: “Akulah Allah Yang Mahakuasa, hiduplah di hadapan-Ku dengan tidak bercela,” dan marilah kita menjawab: “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.”

Pada saat kewajiban dan perasaan berat melanda diri, engkau tidak boleh melarikan diri. Saat itu, Tuhan mau engkau mengerjakan hal yang di luar kemampuanmu. Jika itu bukan kewajibanmu, engkau tidak perlu mengerjakannya, tetapi jika itu kewajibanmu, dan Tuhan sudah mempercayakan hal itu kepadamu, maka engkau akan diberikan kekuatan ekstra oleh Tuhan untuk mengerjakannya.

Jangan ragu memberikan kepercayaan atau mendelegasikan tugas, karena itu adalah penghargaan baginya dan merangsang dia untuk mengembangkan potensi yang selama ini masih terpendam. Orang yang dipercaya mempunyai tanggung jawab tidak boleh sembarangan melalaikannya. Paulus mengatakan, “Aku tahu siapa yang aku percaya, dan aku tahu Ia sanggup memelihara apa yang telah ia percayakan kepadaku” (2 Tim 1:12). Kalimat ini juga bisa dimengerti: “Aku mengenal siapa yang aku percaya, dan kepadaku sudah dipercayakan suatu tanggung jawab, maka itu membuat aku mampu mengerjakannya.” Dia sanggup memelihara apa yang telah Ia percayakan kepadaku. Saya lebih suka menggabungkan kedua pengertian ini. Jika Tuhan memberikan pekerjaan kepada saya, saya sadar pekerjaan itu sangat berat dan sepertinya tidak bisa dikerjakan. Namun, saya harus mengerjakan sampai tuntas. Tuhan yang memberikan tugas ini adalah Tuhan yang tidak menyangkali diri-Nya, tidak berubah, Dia yang jujur, setia, dan memeliharakan apa yang dipercayakan-Nya kepada kita. Kita perlu menyerahkan semuanya kepada Tuhan dan maukah Saudara berkata, “Ya Tuhan, aku percaya bahwa Engkau Mahakuasa. Dan aku percaya bahwa Engkau telah menguatkan aku. Karena Engkau telah siap memberikan tanggung jawab ini kepadaku. Saya akan berusaha menggenapkannya, Tuhan. Tolonglah saya dan beri kekuatan-Mu padaku. Amin.”

Bagian 8

Manusia: Peta Teladan Allah-8: Kemahaberadaan Allah




Mazmur 139. Ayat-ayat dalam Mazmur ini demikian agung. Di sana dinyatakan, “Ke mana aku menyembunyikan diri dari muka-Mu? Ke mana aku merahasiakan diriku dari mata-Mu? Di mana saja Engkau berada.” Di dalam theologi, kita membicarakan tiga sifat utama Allah:
1. Omnipresence – Maha Hadir: Allah berada di mana saja.
2. Omnipotence – Maha Kuasa: Allah sanggup berkuasa apa saja.
3. Omniscience – Maha Tahu: Allah sumber dan memiliki semua pengetahuan.

Ketiga kata di atas merangkup semua pengertian Mazmur 139 ini. Namun, di sini kita akan mengkhususkan diri pada Kemahaberadaan Allah (Omnipresence of God) dan manusia sebagai gambar dari Kemahaberadaan Allah. “Maha Ada” adalah suatu sifat rohani yang tidak terkurung dalam bidang materi. Kita tidak bisa menempatkan sesuatu yang bersifat rohani dalam konsep ruang yang dicipta oleh Allah yang supra-ruang. Ketika kita mencintai seseorang, di manakah kita letakkan cinta itu? Di hati? 2600 tahun yang lalu orang Tionghoa memiliki dua kalimat yang sangat saya kagumi: “Begitu besar sampai besarnya tidak ada luarnya dan begitu kecil sampai tidak ada dalamnya.” Orang yang tidak mengerti Tuhan lalu melawan Tuhan adalah orang yang bermimpi terlalu besar. Justru ketidakterbatasan Tuhan menjadi dasar kita disebut manusia. Kita disebut manusia karena kita dicipta menurut peta dan teladan Allah. Salah satu sifat dasar Allah adalah Maha Ada, tidak terbatas.

1600 tahun yang lalu, Augustinus, salah satu theolog dan filsuf terbesar sepanjang sejarah berkata, “Aku mencari Engkau di luar diriku, akhirnya aku menemukan bahwa Engkau telah berada di dalam diriku. Aku menemukan bahwa Engkau lebih dalam ketimbang bagian terdalam di dalam diriku.” Ini bukan permainan kata, melainkan kalimat seorang pemikir besar. Ini adalah pengertian ke-Tuhan-an yang luar biasa. Seorang anak mengubah tulisan ayahnya yang atheis dari ‘God is no where’ (Allah tidak ada di mana-mana) men­jadi ‘God is now here’ (Allah sekarang di sini).

Pertama, manusia adalah satu-satunya makhluk yang ingin bepergian, karena manusia memiliki sifat tidak ingin terbatas. Manusia cenderung tidak mudah puas. Jika ia terlalu mudah puas, sifatnya lebih dekat dengan binatang. Sifat Maha Ada dari Tuhan menjadi dasar manusia dicipta menurut peta dan teladan Allah. Orang makin dipengaruhi kekristenan, akan makin dipengaruhi oleh sifat Ilahi dan akan semakin mementingkan bepergian karena Tuhan bukan menciptakan kita untuk dibatas.

Kedua, kita dicipta dengan kemampuan dasar untuk menelusuri sejarah dan untuk mengharapkan hari depan. Ini merupakan hal yang begitu indah dan penting. Manusia merupakan satu-satunya makhluk yang mungkin mempunyai dua arah ini. Binatang-binatang tidak bisa belajar sejarah dan tidak bisa mengingat tradisi nenek moyang mereka. Karena kita mempunyai kemungkinan mau mengerti, maka kita menoleh ke belakang dan memandang ke depan. Itu menjadikan kita satu-satunya makhluk yang melepaskan diri dari ikatan sekarang. Melepaskan diri dari tempat yang mengikat adalah geographical bondage. Melepaskan diri dari ikatan waktu adalah time bondage. Bondage yang mengikat kita dalam waktu membuat kita tidak puas. Keinginan kita untuk lepas dari bondage ini kalau dikaitkan dengan kekekalan, ketidakterbatasan, akan membentuk suatu unsur dasar dalam pembentukan konsep agama. Agama berada dalam suatu motivasi melepaskan diri dari ikatan waktu dan tempat.

Kita ingin mempunyai kebebasan, namun kebebasan itu bukanlah kebebasan berkelakuan, bukan kebebasan berbicara, bukan kebebasan satu kebiasaan atau pemilihan, dan sebagainya. Itu adalah kebebasan yang diperjuangkan oleh PBB dan banyak konstitusi negara, tetapi ini masih terlalu dangkal. Kebebasan itu adalah kebebasan inovasi, yaitu menemukan yang belum ada. Pada waktu Karl Barth menulis buku, ia tidak mengutip karena terlalu banyak inovasinya. Pada waktu Lao Zi menulis “Dao De Jing” dianggap tidak akademik karena mengeluarkan kalimat-kalimat yang semuanya inovasi dan tidak ada pada orang lain. Ini semua merupakan salah satu aspek aktualisasi manusia yang dicipta oleh Tuhan yang Maha Tahu dan Maha Ada. Dan kemahaberadaan itu menuntut kita untuk menerobos lokasi dan waktu yang mengikat kita.

Ketiga, manusia adalah satu-satunya makhluk yang mempunyai daya imajinasi. Imajinasi berarti kita tidak hanya puas dengan yang ada, tetapi kita memikirkan sesuatu yang belum pernah kita alami. Istilah imajinasi yang dipakai oleh psikologi justru berdasarkan satu akar perkataan yang berarti image (gambar). Imagination adalah suatu penerobosan karena merupakan kemungkinan kita melihat, memikirkan, merenungkan, mempresuposisikan sesuatu yang tidak ada pada waktu itu. Justru Allah adalah Allah yang Maha Ada maka waktu Allah menciptakan manusia menurut peta dan teladan-Nya, manusia diberikan benih dan potensi ini, diberikan kesanggupan dan potensial yang begitu besar. Sebelum manusia meluncurkan roket sampai ke bulan, sudah ada komik Flash Gordon yang pergi ke bulan. Bahkan 1000 tahun sebelum Flash Gordon, sudah ada cerita Tiongkok yaitu Chang E Ben Yue.

Mengapa kita membayangkan hal-hal yang tidak ada? Mengapa kita memikirkan kemungkinan terjadinya hal-hal yang belum pernah terjadi? Herannya orang-orang dewasa tidak percaya ketika mendengar mitos dan menganggapnya dongeng, sedangkan anak-anak percaya ketika mendengar dongeng karena anak kecil lebih mirip Tuhan, lebih bersih pikirannya, dan lebih belum tercemar oleh yang namanya realita dalam dunia ini.

Kalau suatu hari kelak kita mempunyai suatu gedung gereja yang besar, itu karena dulu berpuluh-puluh tahun yang lalu ada seorang pendeta muda memakai imajinasinya memikirkan suatu kemungkinan yang tidak mungkin. Anak muda yang dihantui pikiran “tidak mungkin” pasti hari depannya buntu, engkau harus belajar bagaimana optimis, positif, dan memungkinkan segala sesuatu. Ini sifat teladan Allah. Ini salah satu bagian yang menjadikan engkau manusia yang berguna. Manusia yang sungguh-sungguh hebat adalah manusia yang menerobos dan menantang diri sekeras mungkin, mendisiplin diri supaya tidak dihantui “tidak mungkin.” Itulah imajinasi. Apa yang terlaksana di dalam dunia adalah penggenapan realita orang gila. Orang gila adalah orang yang memimpikan dan merealisasikan sesuatu yang dianggap tidak mungkin, dan mereka yang memimpin dunia. Gila ada dua jenis, yaitu gila di dalam rencana Tuhan dan gila di dalam kegagalan diri. Gila dalam kegagalan adalah karena engkau memiliki sesuatu yang berlebihan.

Alkitab mengatakan: “Jangan membayangkan sesuatu yang terlalu tinggi” (Rom 12:3). Tetapi Alkitab juga mengatakan kita harus beriman kepada hal yang mustahil, dengan bersandar pada Tuhan hal itu akan terjadi. Bukankah keduanya bertentangan? Memang keduanya ini bertentangan, dan di sini Tuhan-lah yang harus menjadi Penentunya. Yang Tuhan janjikan, jangan engkau tinggalkan dan menyerah, sebaliknya, yang tidak Tuhan janjikan, janganlah engkau rebut.

Seorang pemuda yang tidak berani mimpi, ia sudah tua; seorang tua yang masih mimpi, ia masih muda. Saya sempat memberikan ceramah kepada badan majelis GRII Pusat dalam master class dengan judul “What makes a dream realized?” Banyak orang mau ikut Gerakan Reformed Injili, tetapi tidak mau ikut konsep dan pengertian penerobosan yang saya pimpin. Ini suatu gerakan yang mempunyai prinsip-prinsip dari Alkitab tetapi sudah lama tidak dihiraukan oleh manusia. Banyak gereja kehilangan pengertian sejati yang segar terhadap prinsip-prinsip yang paling kuno dari Alkitab, yang sedemikian vital adanya.

Tuhan menciptakan dan memberi benih di dalam hati dan jiwa kita yang tidak ada pada binatang. Manusia diberikan imajinasi sehingga manusia bisa bermimpi. Sebelum sesuatu mungkin terjadi engkau telah memimpikannya. Dalam beberapa puluh tahun terakhir, kalimat yang paling dikagumi oleh orang Amerika adalah kalimat Martin Luther King, Jr., “I have a dream.” Itu kalimat menggugah orang Amerika, kalimat yang menghina masa kini dan berjuang untuk hari depan. Setiap pemuda harus memiliki mimpi, namun apa yang dimimpikan? Apa motivasi mimpinya? Apakah engkau bermimpi untuk dirimu? Aku tidak! Aku bermimpi demi Tuhan dan Kerajaan-Nya, demi Injil-Nya, demi membangun pemuda-pemudi bersama-sama untuk mengerti kehendak Tuhan. Augustinus ketika kecil hanyalah seorang anak kecil, tetapi ketika mati dia sudah mempengaruhi 80 uskup. Belum pernah ada seorang hamba Tuhan lebih besar daripada dia. Dia mempunyai imajinasi “I am going to be someone like that”, dan itulah yang menjadi sasaran hidupnya.

Pemimpin paling besar sepanjang sejarah adalah Yesus Kristus. Ia tidak memiliki kuasa hukum dan masyarakat. Namun, Yesus mempengaruhi orang paling banyak dalam dunia sejarah dan Dia tidak mempunyai pengaruh yang buruk. Yesus hanya memberikan contoh yang baik, adil, suci, dan bermutu dalam moral dan rohani bagi dunia. Yesus selalu menjadi contoh yang tidak pernah dilampaui dan dilewati oleh siapapun. Banyak pemimpin yang berbohong, korupsi, egois, dan tidak memikirkan rakyat, satu per satu diturunkan oleh Tuhan. Pemuda-pemudi harus mempunyai keberanian, tahan diri, bijaksana, keadilan, dan mimpi untuk melakukan sesuatu yang mustahil. Apa yang saya rasa Tuhan mau saya kerjakan, saya selesaikan dengan mimpi berdasarkan imajinasi.

Sebagai manusia yang dicipta dalam peta dan teladan Allah seharusnya engkau tidak menghina diri. Engkau harus berani bergumul dan menerobos keterbatasan dirimu yang diikat oleh dosa-dosamu. Lepaskanlah ikatan-ikatan yang engkau pasang pada hari-hari yang lampau. Lepaskanlah diri dari belenggu yang engkau tenun bagi dirimu sendiri. Seringkali secara tidak sadar setiap hari kita membuat jerat untuk diri kita sendiri, atau melempar batu ke depan jalan kita sendiri. Salah cinta, salah emosi, salah pikiran, itu semua adalah kurungan-kurungan yang membuat engkau dibatasi, dikurung, dan dipenjara oleh hari depan. Hindarkan diri dari semua yang tidak beres. Larikan dirimu dari semua jerat Iblis. Tolak semua rayuan setan dan hancurkan semua pencobaan Iblis. Belajar mendisiplinkan dirimu, menyiksa dirimu, menyangkal dirimu sesuai rencana Tuhan. Hidup suci sehingga hari depanmu tidak ada hambatan.

Imajinasi membuat kita lebih besar daripada keberadaan kita. Orang miskin boleh berimajinasi suatu hari dia kaya. Orang yang remeh boleh berimajinasi kelak dia menjadi orang yang mulia. Orang yang sakit boleh berimajinasi dia menolong orang-orang sakit menjadi sembuh. Yesus berkata kepada Petrus, “Kemarilah, ikutlah Aku, dan Aku akan membuat engkau menjadi...” Kalimat ini berarti: “keadaanmu saat ini tidak Aku inginkan.” Puaskah engkau menjadi nelayan Galilea? Engkau puas sudah bergaji besar? Bisa bekerja yang engkau inginkan? Hidup bukan karena nilai uang, tetapi hidup untuk siapa? Kalau hidup Anda diperalat orang kaya, atau sekedar untuk mengisi perut, hidup Anda tidak ada artinya. Yesus berkata: “Aku akan jadikan kamu penjala manusia.” Artinya: “Saya akan ubah hidupmu.”

Seorang pemimpin bukan seorang yang memakai lencana begitu banyak dan tampak gagah. Pemimpin ada­lah seorang yang bisa melihat zaman yang akan datang dan mampu membawa orang sezamannya menuju zaman yang baru. Kristus adalah Pemimpin paling besar. Kristus adalah Pemimpin yang merangsang dunia, menggali potensi, memberikan imajinasi manusia untuk menantang diri, dan menantang keterbatasan menuju hari depan melalui imajinasi. Engkau harus membayangkan engkau akan menjadi apa. Akan menjadi orang seperti apakah engkau di masa depan? Bagaimana Tuhan membentuk engkau menjadi seperti yang Ia inginkan? Di situ kemahaberadaan Tuhan kini mengkristalisasi menjadi makhluk yang dicipta menurut peta dan teladan Allah. Ketika kita telah menggunakan semuanya itu, kita akan bersyukur dan melihat bahwa Tuhan bisa membentuk dan menjadikan kita sedemikian besar. Namun, di sini kita tidak boleh sombong. Kita tetap harus melihat ke depan dan terus menantikan imajinasi berikut. Di sini kita akan selalu peka akan pengarahan baru dari Roh Kudus. Itulah yang disebut mengikut Tuhan. Setiap tahun saya mempelajari satu pelajaran baru secara otodidak (belajar sendiri). Saya tidak pernah berhenti belajar, selalu berusaha menerima sesuatu yang baru. Biarlah semua hal ini menjadi pembentukan bagi karakter Saudara, sehingga kita tidak berhenti dan berpuas diri.

Berimajinasi, engkau akan foresee. Foresee berarti melihat ke depan, melihat kemungkinan. Keterbatasan ada di sini, kakiku berhenti di sini, tetapi mataku tidak boleh berhenti di sini. Kecelakaan paling besar menimpa Musa adalah ketika Tuhan meminta Musa naik ke gunung Nebo waktu ia berumur 120 tahun. Saya tidak mengerti mengapa Allah begitu kejam meminta Musa yang sudah berumur 120 tahun naik gunung. Musa disuruh naik ke gunung itu bukan untuk lihat pemandangan, naik ke situ untuk diberi batasan kepada dia yaitu boleh pandang tetapi tidak boleh masuk. Lihat dan masuk itu dua hal. Yesus berkata, “Jika engkau tidak diperanakkan maka engkau tidak akan melihat Kerajaan Allah.” Kedua, “Jika engkau tidak diperanakkan oleh Roh Kudus dan air, engkau tidak akan masuk ke dalam kerajaan Allah.” Ini dua hal. Lihat itu visi, masuk itu fakta. Musa disuruh naik tetapi tidak disuruh turun, dia mati di situ. Kalau dia mati di situ waktu itu, itu bukan waktunya ia mati tetapi Tuhan menghentikan hidup dia karena dia bisa naik. Justru di atas Ia disuruh lihat jelas. Apa yang dijanjikan oleh Tuhan engkau harus lihat. Selain potensi bisa berimajinasi, engkau harus membaca Kitab Suci baik-baik, menemukan prinsip-prinsip total dan engkau melihat something will happen. Always a new start, never stop. Replace stop with the concept of start, maka engkau akan tetap muda. Dengan demikian kita melihat, setelah melihat lalu visi. Kita melompat dari imajinasi kepada visi yang sudah diberikan oleh Tuhan. Kita memungkinkan diri dengan iman yang bersandar kepada Tuhan. Depend on You, trust in You, I can do it. Pemuda-pemudi harus mempunyai pikiran positive-thinking, saya bukan mengikuti Norman Vincent Peale yang tidak terlalu kuat kepada iman Reformed, tetapi berdasarkan kepada Sola Scriptura, berdasarkan theologi dan metode Reformed kita menjalankan sesuatu akibat janji Tuhan. Hanya positive-thinking tidak cukup. Dinamika, kepatuhan, dan ketaatan bercampur jadi satu, itu baru menjadi dinamis dan sungguh-sunguh energetic.

Dengan demikian kita akan melaksanakan sifat peta dan teladan Allah dalam poin Allah Maha Ada, bersandarkan kepada prinsip-prinsip ini dan berjuang untuk melepaskan diri dari ikatan-ikatan yang membatasi kita. Amin.

Bagian 7

Manusia: Peta Teladan Allah-7


Anak kecil tidak pernah tidak puas karena papanya miskin. Anak kecil tidak pernah tidak puas karena mamanya kurang cantik. Tidak ada anak yang tidak puas karena orang tuanya kurang kaya. Yang penting bagi anak-anak adalah apakah orang tua mereka adil.


Karena Allah itu suci adanya, maka manusia diberikan kemungkinan mengisi kesucian dan kepekaan tentang hal yang najis yang senantiasa mengincar dan merusak kesucian kita. Hati nurani menjadi cahaya yang menyinarkan Firman ke dalam hati kita. Dan hati nurani menjadi co-knower bersama dengan diri kita, sehingga kita tidak bisa melarikan diri dan tidak bisa berdalih saat berbuat salah. Kalau polisi, hakim, pengacara terkadang bisa disuap, hati nurani adalah wakil Allah yang tidak bisa disuap. Hati nurani hanya bisa dikebalkan. Kalau hati nurani sudah memberikan teguran, peringatan, pencerahan, lalu diabaikan ketika ia terakhir bicara, maka ia mulai tidur tidak bicara lagi. Banyak orang rusak moral karena menekan hati nuraninya.

Di dalam Roma 1:18 dinyatakan murka Allah jatuh kepada orang yang fasik dan lalim karena mereka menekan kebenaran. Istilah menekan kebenaran berarti engkau menindas kesaksian kebe­nar­an di dalam intuisi. Intuisi adalah persamaan hati nurani. Inilah yang membedakan manusia dengan semua binatang karena Tuhan Sang Pencipta campur tangan dalam diri kita.

Sang Pencipta berbicara kepada kita melalui alam semesta ciptaan-Nya. Semua keajaiban, keindahan, keteraturan ciptaan tersimpan dalam cara-Nya merancang, merawat, memelihara seluruh ciptaan-Nya yang mengelilingi engkau. Inilah external witness (kesaksian eksternal), tanpa bersuara tapi berkata-kata. Tetapi external witness belum cukup. Tuhan memberikan internal witness yang menjawab, “Benar, itulah ciptaan Allah.” Seluruh kuasa, hikmat dan misteri keagungan Pencipta terpampang dan berada di dalam hatimu. Dengan melihat ke luar dan meninjau ke dalam, kita menemukan Tuhan. Orang atheis adalah orang yang sengaja menekan kebenaran, kesaksian internal yang diberikan oleh Tuhan. Orang atheis adalah orang yang sengaja membutakan mata dan tidak mau melihat apa yang dikerjakan Tuhan dalam seluruh alam semesta.

Kesaksian eksternal membuktikan Allah ada. Allah tidak perlu dipaksa untuk menyatakan Dia ada. Dia bukan anak kecil, yang kalau diminta untuk membuktikan, maka dia tertantang untuk membuktikan. Banyak orang menuntut Allah membuktikan diri-Nya, baru mau percaya. Allah tidak mungkin ketakutan lalu membuktikan diri, agar engkau mau percaya. Allah sudah meletakkan kesaksian eksternal di dalam alam dan internal di dalam hati nuranimu. Ini yang dikatakan oleh Mazmur 19.

Allah adalah Allah yang adil, maka manusia sebagai peta teladan Allah adalah satu-satunya makhluk yang mempunyai pertimbangan keadilan. Pertimbangan keadilan sudah muncul pada anak-anak sejak usia sangat dini. Anak di usia 2 atau 3 tahun sudah memiliki kepekaan keadilan yang tinggi.

Anak kecil tidak pernah tidak puas karena papanya miskin. Anak kecil tidak pernah tidak puas karena mamanya kurang cantik. Tidak ada anak yang tidak puas karena orang tuanya kurang kaya. Yang penting bagi anak-anak adalah apakah orang tua mereka adil. Kalau mama baik kepada kakaknya saja, langsung dia memberontak karena tuntutan keadilan. Tuntutan keadilan merupakan satu hak yang paling hakiki di dalam dasar manusia. Manusia mempunyai tuntutan keadilan karena dia dicipta menurut peta teladan Allah.

Suatu saat ketika saya sedang menggendong seorang anak, anak saya sendiri mendatangi saya lalu memukul saya. Saya pikir anak ini kurang ajar, saya memanggil dan menanyakan mengapa dia pukul saya. Langsung dia menangis keras. Saya tahu terjadi sesuatu kesakitan dalam hatinya. Saya melepas anak lain dan menggendong dia. Dia mengatakan bahwa saya tidak cinta dia tapi cinta anak orang lain. Waktu dia meneriakkan kesusahannya, saya rasa dia sedang dilukai perasaan keadilannya.

Itulah manusia yang menuntut keadilan. Kepekaan hati nurani, perasaan refleksi dari jiwa yang sedalamnya sudah mengutarakan tuntutan keadilan itu. Mengapa keluarga Yakub mengalami bencana yang besar? Karena Yakub terlalu menyayangi Yusuf, sehingga hanya Yusuf yang dibuatkan baju yang paling bagus. Akhirnya saudara-saudara Yusuf, yang menaruh dendam dan benci, menjual Yusuf. Bahkan mereka melumuri baju Yusuf dengan darah binatang, lalu menipu Yakub dengan mengatakan Yusuf telah mati diterkam binatang buas.

Mungkin engkau mendendam seorang saudara karena merasa diperlakukan tidak adil. Dendam itu membentuk karaktermu sampai engkau selalu tidak senang dan selalu memberontak di dalam masyarakat, kelas, gereja, camp, apa saja. Ada semacam keadilan yang bisa dituntut, ada semacam kedaulatan yang tidak boleh adil semuanya. Kalau raja melahirkan tiga anak, satu yang boleh jadi raja mewarisi dia, yang dua tidak mungkin. Ini adalah ketidakadilan yang tidak bisa diselesaikan oleh sistem. Tetapi terkadang orang juga tidak mau diperlakukan secara adil, meskipun ia sudah berbuat tidak adil dan tidak baik. Di sini kita melihat dosa telah merobek-robek peta teladan Allah.

Apa artinya keadilan? Sebelum Musa mati, Tuhan Allah menyuruhnya mengatakan beberapa kalimat penting sekali yang tercantum dalam Ulangan 32. Di situ dikatakan, “Ingatlah Allahmu adalah Allah yang adil.” Kalau keadilan itu terjadi, mengapa ada orang yang begitu sehat dan ada yang lemah? Mengapa ada yang umur panjang dan pendek? Mengapa ada yang lahir dalam keluarga kaya dan ada yang di keluarga miskin? Ketidakadilan sudah menjadi satu gejala dalam masyarakat yang tidak bisa diselesaikan.

Mao Zedong berusaha menyelesaikan ketidakadilan dengan cara menerima komunisme. Dia adalah orang pertama yang mengimpor komunisme untuk memperbaiki Cina. Padahal Cina mempu­nyai ideologi, filosofi, tradisi lebih kuat dari Rusia dan Jerman. 2600 tahun yang lalu Kong Fu Cu menegakkan Analeks dengan kebenaran-kebenaran untuk mengatur masyarakat. Waktu itu belum ada Rusia atau Jerman. Mao Zedong mengimpor komunisme, karena ia percaya semua tradisi ini tidak pernah membereskan ketidakadilan, hanya Marxisme yang bisa menyelesaikannya. Dia berusaha mengganti semua ritual kuno dengan komunisme dari Karl Max. Puncak dari keliarannya adalah Revolusi Kebudayaan dan Konfusianisme dijatuhkan. Tetapi komunisme tidak menjalankan keadilan dengan sungguh-sungguh. Banyak orang menyangka Mao Zedong akan membawa kekayaan yang rata kepada Cina. Akibatnya terbalik, yang ada adalah kemiskinan yang merata. Pada waktu orang tidak puas dengan kapitalisme mereka mengharapkan komunisme datang. Tetapi ketika komunis datang bukan orang miskin menjadi kaya, tetapi orang kaya menjadi miskin.

Manusia dicipta menurut peta teladan Allah, tetapi sulit mengerti keadilan dan kita suka menuntut keadilan. Namun, kita selalu menuntut keadilan dengan mentalitas yang tidak adil. Orang teriak tidak adil karena merasa diri kurang mendapat keadilan. Merasa diri kurang mendapat keadilan karena merasa diri kurang kaya. Itu bukan kurang mendapat keadilan tapi kurang ajar.

Apa itu keadilan? Kita sedang menjelajahi suatu kebenaran yang Tuhan berikan untuk kita pelajari dan supaya kita memperbaiki diri. “Keadilan” dalam bahasa Yunani ialah dikaiosune, yaitu kebenaran-keadilan (Inggris: righteousness). Keadilan itu mengandung unsur kebenaran. Di seluruh Kitab Suci paling tidak ada lima unsur: setia, lurus, tegas, tulus, tidak menipu. My God is a righteous God. Allah tidak pernah menipu. Kita tidak senang bergaul dengan orang yang berliku-liku. Kita tidak suka bersahabat dengan orang yang berpura-pura. Kita suka akan orang yang lurus dan sungguh-sungguh, meskipun kadang-kadang marah tapi marahnya sungguh. Orang yang marahnya jujur lebih baik daripada orang yang senyumnya palsu. Alkitab mengatakan teguran di depanmu lebih baik daripada penipuan di belakangmu. Itu namanya righteousness (kebenaran-keadilan). Pertama, righteousness adalah ketulusan. Kedua, righteousness adalah kebenaran sebagai isinya. Yang disebut kebenaran yaitu tulus dan lurus.

Kalau kamu bisa membedakan ini, maka kamu seumur hidup tidak akan masuk ke dalam jerat Iblis. Politikus-politikus yang berjuang untuk kebenaran itu bahagia bagi bangsa. Politikus-politikus yang pintar berpidato tapi berjuang bagi profit keluarga sendiri itu maling-maling negara. Bisakah engkau menghargai orang miskin sama seperti orang kaya? Bisakah engkau menghargai orang yang tidak berpendidikan tinggi seperti menghargai seorang profesor? Bisakah engkau menghargai orang yang kurang baik kepadamu sama seperti orang yang baik kepadamu? Righteousness berarti mempunyai keberanian melawan dosa, ketegasan yang tidak bisa kompromi. Sikap ketegasan untuk melawan semua dosa adalah sifat righteousness. Orang yang benar hidup di dalam kesucian, motivasi yang bersih sampai pada tangan, mata, dan mulut yang bersih.

Marcus Aurelius, kaisar Romawi abad kedua, menganut filsafat Stoicism. Filsafat ini berjaya selama 750 tahun dari tiga abad sebelum Kristus sampai empat abad sesudah Kristus. Filsafat yang begitu dalam, dengan idealisme tinggi dan inti pengajaran yang baik ini telah menjadi tantangan sulit bagi penginjilan. Namun, orang sepandai apa pun tetap membutuhkan Injil. Stoicisme mengajarkan orang tidak boleh berperang, dan ini membuat Marcus Aurelius, sebagai kaisar, mengalami konflik batin. Ia harus berperang melawan musuh, tetapi diajar tidak boleh berperang. Akhirnya kerajaan di masanya tidak berkembang. Anaknya, Commudus baru memperkembangkan lagi, karena melawan paham Stoicisme ini, tidak mempedulikan kedamaian dan keadilan. Sebagai manusia yang dicipta menurut peta teladan Allah, sifat keadilan ini telah tertanam dalam hati manusia. Sayangnya keadilan ini seringkali hanya dimengerti dalam bidang materi saja. Kalau kekurangan materi dianggap tidak adil.

Ada orang berkata, “Tuhan, saya tidak setuju karena Engkau tidak adil.” Saat itu ia sedang memakai ketidakadilan untuk menghakimi Allah yang adil. Alkitab mengatakan Tuhan menurunkan Taurat melalui Musa untuk menunjukkan tiga hal: kesucian, keadilan, dan kebajikan Allah. Taurat diberikan untuk memberitahukan kepada manusia bahwa karena mengenal Allah itu suci barulah engkau sadar bahwa engkau tidak suci; Engkau sadar Allah itu adil baru sadar bahwa engkau tidak adil; Engkau mengerti Allah itu bajik baru sadar bahwa engkau tidak bajik. Kita dicipta menurut peta dan teladan Allah tetapi peta itu sudah rusak. Peta itu sudah dikoyak-koyak oleh dosa, maka kita perlu pertobatan. Firman diberitakan untuk menilai diri, menyadari siapa saya. Mari kita kembali kepada Tuhan dengan sungguh rendah hati dan jujur minta diperbaharui oleh Tuhan. Amin.

Bagian 6

Manusia: Peta Teladan Allah-6


Hati nurani yang ada di dalam roh kita merupakan penjaga, pengawas, penyelidik diri kita sendiri.



Dalam setiap zaman, manusia selalu ingin mencari suatu teladan atau contoh. Yang menjadi contoh haruslah cukup baik untuk menjadi inspirasi bagi bangsa dan negara. Orang-orang yang dianggap agung dijunjung sangat tinggi, bahkan lebih tinggi daripada seharusnya. Namun, terkadang setelah berpuluh-puluh tahun dijunjung tinggi, ketahuan ternyata hidupnya tidak beres. Orang Indonesia mempunyai teladan Soekarno, orang China mempunyai teladan Kongfucu, orang India mempunyai teladan Gandhi, orang Amerika mempunyai teladan Washington, orang Inggris mempunyai teladan Churchill, dan seterusnya. Tetapi teladan sejati yang sesungguhnya dari seluruh umat manusia hanya satu, yaitu Yesus Kristus. Ia datang ke dunia untuk menyelamatkan umat manusia, namun Dia juga datang untuk menyatakan bagaimana seharusnya manusia hidup. Kalau manusia bisa hidup seperti Yesus Kristus, maka manusia itu diperkenan oleh Tuhan Allah, karena memang manusia dicipta menurut peta teladan Allah.
Bagi saya, peta berbeda dari teladan. Peta lebih bersifat substansi dasar dan teladan bersifat potensi yang menuju kepada satu sasaran yang terakhir. Kalau kita tidak punya peta dari Tuhan, kita tidak mungkin meneladani teladan yang diberikan Yesus Kristus. Dengan alpha point yaitu potensi yang ada pada kita menuju kepada omega point yaitu apa yang Tuhan ingin kita capai sebagai sasaran. Paulus berkata, “Teladanilah aku, sama seperti aku meneladani Kristus.”

Manusia adalah manusia, karena manusia memiliki daya cipta yang memungkinkan suatu ide, mewujudkan hal yang tadinya tidak ada menjadi ada. Itu adalah creatio ex nihilo, dari tidak ada menjadi ada. Orang yang berdaya cipta dan menyalurkan daya melalui karya cipta yang agung, selalu mempengaruhi sejarah. Semua orang yang berdaya cipta harus bertobat dalam daya ciptanya. Bersihkan kreativitas yang diciptakan oleh Tuhan untuk ditaruh di bawah kaki Tuhan.

Dunia ini mendapat sumbangsih dari orang-orang jenius, tetapi dunia juga dirusak oleh orang-orang jenius. Lagu ‘Pie Jesu’ yang dibuat oleh Andrew Lloyd Webber adalah salah satu lagu dengan nada yang paling indah di akhir abad ke-20. Tetapi, Andrew Lloyd Webber juga menghujat Yesus Kristus melalui filmnya yang berjudul ‘Jesus Christ Superstar.’ Tuhan telah memberikan daya cipta kepada kita. Dia sebenarnya ingin kita mengembalikan semua talenta, potensi, berkat yang berasal dari Dia kembali kepada Dia, menurut apa yang ditulis di Roma 11:36.

Allah itu Kudus, maka manusia yang dicipta menurut peta dan teladan Allah dicipta dengan sifat moral. Ketika manusia menghidupkan potensi kesucian yang berada dalam hatinya, itu akan menjadi kekuatan, penghiburan, dan kepuasan yang terbesar dalam dirinya sendiri. Sebaliknya, jika manusia melanggar hukum ini dan menajiskan diri, akhirnya ia akan hidup dengan tidak pernah puas dan menjadi seseorang yang terus menegur diri. Ini disebut rasa bersalah. Eksistensi relatif dalam pribadi kita menjadikan diri kita dihakimi oleh diri kita sendiri.

Karena Allah itu suci adanya, maka manusia yang dicipta menurut peta dan teladan Allah diberi suatu fungsi hati nurani. Hati nurani yang ada di dalam roh kita merupakan penjaga, pengawas, penyelidik diri kita sendiri. Amsal 20:27 mencatat, “Roh manusia adalah pelita TUHAN, yang menyelidiki seluruh lubuk hatinya.” Tuhan meletakkan sebuah lampu di dalam diri kita masing-masing dan inilah fungsi rohani di dalam diri kita. Lampu itu terus menyala, memberikan cahaya dan berfungsi mencerminkan keadaan diri kita masing-masing. Roh manusia merupakan pelita Tuhan Allah dan itu tidak ada pada binatang atau makhluk yang lain.

Istilah “hati nurani” berasal dari bahasa Arab. Nur berarti cahaya. Hati nurani berarti di dalam hati kita ada cahaya. Banyak buku dan juga secara realita menyatakan bahwa tanah Arab dipengaruhi oleh Alkitab. Sebelum Al-Quran, pengaruh dari agama monotheisme orang Ibrani sudah menjadi agama yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan agama-agama lainnya. Dan di dalam bahasa dan pengertian orang Ibrani, hati nurani itu sudah ada. Hati nurani adalah hati yang bercahaya di dalamnya. Pengertian hati yang bercahaya di dalamnya ini dimulai dari Perjanjian Lama. Karena manusia mempunyai roh yang adalah cahaya dari Tuhan. Namun, di dalam Perjanjian Lama, istilah ini tidak dibicarakan. Tidak ada istilah “hati nurani” tetapi memakai istilah “pelita Tuhan Allah.” Peliharalah hatimu melebihi segala sesuatu. Di dalam bahasa Indonesia, kita mengenal juga istilah “hati kecil.” Hati kecil adalah suara kecil di dalam hati yang melawan keinginan kita yang tidak baik.

Sekalipun dalam Perjanjian Lama istilah ini belum muncul, istilah ini muncul dalam Perjanjian Baru. Hal seperti ini disebut sebagai “progressive revelation” (pewahyuan progresif), yaitu Allah mewahyukan sesuatu secara bertahap, makin lama makin jelas dan makin teliti. Istilah hati nurani ada dalam bahasa Yunani. Namun, ekspresi hati nurani yang mendalam justru di dalam Perjanjian Lama, di mana orang bisa menangis karena bersalah. Tidak ada binatang yang perasaannya dipengaruhi oleh fungsi hati nurani seperti manusia, karena binatang tidak dicipta menurut peta teladan Allah. Dengan demikian, hati nurani merupakan potensi dan daya refleksi untuk menghakimi diri, apabila kita salah menggunakan kebebasan yang Tuhan berikan. Kebebasan yang berlawanan dengan sifat moral Allah akan ditegur oleh hati nurani. Alkitab mengatakan, “maka takutlah Adam,” lalu “Adam rasa dingin.” Ternyata refleksi di dalam akan mempengaruhi cara menginterpretasi keadaan di luar. Orang yang berbuat salah, sulit menatap mata orang lain. Orang yang tidak berbuat salah, matanya dan jalannya akan biasa. Refleksi hati nurani mengakibatkan engkau tidak bisa stabil, tidak bisa tenang waktu menginterpretasikan sekelilingmu.

Istilah conscience (hati nurani) muncul lebih dari 27 kali di Perjanjian Baru, bahasa Yunaninya: suneidesis. Di dalam bahasa Latin, con (bersama) dan scientia (mengetahui). Dunia mengatakan, “Aku ingin memikirkan apa yang aku ketahui,” tetapi Alkitab mengatakan, “Aku ingin mengetahui apa yang aku percaya.” Hal ini merangsang filsuf dan theolog besar, Agustinus, melihat bahwa kekristenan menekankan iman membawa pada pengertian (faith seeking understanding). Allah memberikan anugerah berdasarkan kedaulatan Allah, tetapi aku ingin mengerti mengapa Allah memberikan anugerah padaku, maka iman mencari tahu. Mengerti anugerah Tuhan sudah menjadi sukacita yang luar biasa. Bukannya beriman untuk menuntut lebih banyak anugerah dari Tuhan, kini kita melihat satu hal lagi, yaitu aku ingin mengetahui apa yang ada di dalam hatiku.

Hati nurani adalah aku sendiri di dalam diriku, mengetahui bersama dengan diriku yang di luar diriku, sehingga aku yang di luar dan di dalam mengetahui bersama. Kita suka orang tahu saat kita berbuat baik, tapi kalau kita berbuat salah, kita tidak senang kalau orang lain tahu. Akan tetapi Tuhan mengetahui berapa dosa yang manusia perbuat. Tidak mungkin kita menipu Tuhan, karena ada wakil Tuhan di dalam hidupmu, yaitu hati nuranimu.

Sebelum engkau berbuat dosa, hati nurani yang setia kepada Tuhan selalu menegur dan menghalangi. Dr. Hallesby, doktor theologi dari Norwegia, dalam disertasinya “On Conscience” mengatakan, “Hati nurani selalu memberikan peringatan jika kita ingin melakukan dosa. Ada beberapa reaksi: pertama, mengikuti anjurannya, kita berhenti. Saat itu, kita akan menjadi kawan baik hati nurani yang akan selalu membantu. Kedua, tidak peduli kata hati nurani. Saat itu, hati nurani langsung berhenti dan beristirahat. Hati nurani pasif, tidur, dan saat itu engkau merasa menang, bisa melakukan apa yang engkau inginkan. Hati nurani itu akan terbangun saat engkau selesai berbuat dosa. Begitu dia bangun, hati nurani akan meloncat ke atas kursi hakim. Engkau tidak bisa melarikan diri atau menghapus catatan itu.”

Moral yang suci membuat hati tenang. Moral yang sesuai dengan peta teladan Allah membuat kita dekat dengan Sang Pencipta dan memancarkan kemuliaan-Nya dalam hidup kita di tengah sesama manusia. Di dalam Perjanjian Lama, dan dikutip dalam Perjanjian Baru, ditulis dua kali, “Hendaklah kamu kudus, sebab Aku, Allah yang memanggil engkau adalah kudus.” Allah memilih kita dari segala bangsa dan Ia mau kita suci dalam segala perbuatan kita, karena Ia suci adanya. Engkau anggap susah untuk hidup suci karena zaman begitu rusak. Justru karena engkau hidup di lingkungan yang tidak beres, maka lingkungan seperti itu membutuhkan teladan, yaitu engkau.

Kita sering berbuat salah lalu berusaha menyuap hati nurani. Akan tetapi di hadapan Allah tidak ada yang bisa kita tutupi. Itu sebabnya kita harus hidup suci, untuk mendapat kesejahteraan, keamanan, dan ketenangan jiwa di hadapan Tuhan. Bagaimana penyelesaiannya? Alkitab mengatakan bahwa Tuhan Yesus menebus kita, hati nurani kita sekaligus diperbaharui dan dibersihkan oleh darah-Nya. Ibrani 9:14-15 menyatakan tiga hal yang sangat unik. Pertama, Roh Allah adalah Roh yang kekal hanya muncul sekali dalam Alkitab. Kedua, darah Yesus dengan kuasa Roh Kudus membersihkan hati nurani sehingga kita dikuduskan kembali. Dan ketiga, darah itu sekaligus menebus kita dan pelanggaran di Perjanjian Lama. Berarti darah yang kekal membersihkan sebelum dan sesudah Yesus mati, yang dahulu dan yang akan datang. Darah kekal berkhasiat kekal melalui membersihkan hati nurani kita. Mari kita bersyukur pada Tuhan karena dicipta menurut peta teladan Allah, dengan sifat moral yang berasal dari hati nurani. Hati nurani yang sudah rusak akan diperbaharui oleh darah Yesus, lewat kematian-Nya, sehingga suara hati nurani yang sudah dinormalisasikan akan bekerja lagi, memberikan peringatan, anjuran, teguran sebagai wakil Tuhan. Ditambah dengan Roh Allah yang masuk ke dalam kita, kita adalah anak-anak Allah yang dipimpin oleh Tuhan.

Roma 8:15; 9:1 menyatakan bahwa orang yang hidup sesuai dengan hati nurani hidupnya suci. Hati nurani orang Kristen yang diselamatkan akan sangat berbeda dari hati nurani perampok yang tidak diselamatkan. Hati nurani Kristen bersaksi bersama dengan Roh Kudus, bahwa kita adalah anak-anak Allah. Kiranya Roh Kudus terus membersihkan kita, mencerahkan hati nurani kita, sebelum hati nurani kita kembali menjadi pelita Allah yang mencerahkan segala hati dan perbuatan kita. Amin.

Bagian 5

Manusia: Peta Teladan Allah-5


Penggunaan kreativitas yang tidak benar adalah dosa



Socrates menekankan manusia perlu mengerti dirinya sendiri, baru ia bisa hidup dengan baik. Apa gunanya manusia mengerti segala sesuatu di luar dirinya tetapi tidak mengenal dirinya sendiri? Manusia ingin mengetahui banyak hal, tetapi gagal mengetahui dirinya sendiri. Sembilan ratus tahun kemudian, Agustinus mengatakan, “Aku hanya ingin mengetahui dua hal dalam hidupku: mengenal Allah dan mengenal jiwa (diri).” Perkataan-perkataan ini telah menggugah para pemikir untuk memikirkan Doktrin Allah dan Doktrin Manusia.

Namun manusia hanya bisa mengenal Allah jika Allah mewahyukan diri-Nya. Tidak mungkin manusia mengenal Allah dari usahanya sendiri. Juga tidak mungkin manusia mengerti apa arti dan natur manusia itu sendiri. Kita bersyukur hanya di dalam Alkitab kita menemukan pengertian Imago Dei. Allah dalam kedaulatan-Nya yang bebas mencipta manusia menurut peta dan teladan-Nya. Maka manusia dicipta juga dengan sifat kebebasan. Kedaulatan Allah yang mutlak tidak menjadi kedaulatan yang sewenang-wenang. Kunci kemenangan di dalam kebebasan adalah “penguasaan diri.” Manusia selalu gagal menggunakan kebebasannya secara bertanggung jawab, kecuali jika dikontrol dan dipenuhi oleh Roh Kudus. Ketika seseorang dipenuhi Roh Kudus, ia akan menghasilkan buah Roh Kudus, yaitu penguasaan diri. Allah tidak berdosa, tetapi manusia berdosa, karena manusia menggunakan kebebasan yang Allah berikan untuk bebas dari Allah. Inilah kerusakan manusia. Manusia harus meletakkan kebebasan yang dicipta kembali kepada Allah Pencipta. Inilah teladan Yesus di Getsemani: “Bukan kehendak-Ku, tetapi kehendak-Mu terjadilah.” Di situlah manusia mencapai nilai hidup yang sungguh berharga dan terhormat, karena dia belajar dari Yesus Kristus.

Allah Pencipta dan manusia dicipta menurut peta teladan Allah, sehingga manusia menjadi satu-satunya makhluk yang berdaya cipta. Manusia menjadi begitu penting dan berharga melebihi semua ciptaan lain, karena tidak ada makhluk lain yang berdaya cipta seperti manusia. Allah tidak mencipta musik, tetapi memberikan daya cipta pada manusia untuk mencipta musik. Allah tidak mencipta lukisan, tetapi memberikan daya cipta kepada manusia untuk melukis. Allah tidak menciptakan bahasa, tetapi manusia diberi kemungkinan berbahasa. Begitu banyak hal yang memerlukan daya cipta yang luar biasa. Ini yang menghasilkan kebudayaan manusia. Tidak ada binatang membuat pakaian. Tidak ada binatang menulis karya-karya literatur yang indah. Tidak ada tikus yang mencipta dan memainkan alat musik. Mencipta adalah membuat ide menjadi realita. Kita memikirkan sesuatu, lalu menjadikannya. Ini merupakan imitasi dari penciptaan Tuhan Allah.

Kebudayaan terbentuk dan disempurnakan oleh orang-orang yang mempunyai daya cipta yang kuat. Bangsa yang memiliki orang-orang dengan daya cipta yang kuat akan menjadi bangsa yang maju. Orang-orang ini akan mengubah lingkungan sekitarnya. Setiap orang memiliki daya kreativitas, karena ia dicipta menurut peta teladan Allah. Ketika Picasso melukis, ia mau melawan dalil alam. Di situ ia sedang memainkan peran sebagai Allah dan ia sedang menciptakan dunianya sendiri di atas kanvasnya. Semua pencipta sedang berperan seperti Allah, dengan menjadi allah kecil untuk mencipta dunia ciptaannya menurut daya cipta yang diberikan oleh Allah Pencipta. Hal ini dimungkinkan karena manusia dicipta menurut peta teladan Allah.

Filsuf Denmark, Kierkegaard, menulis kritik begitu keras, akhirnya dia diserang dan terpaksa menggunakan nama samaran. Tchaikovsky, profesor musik dari Moskow, menulis piano concerto, yang ketika diberikan ke rektornya, Anton Rubinstein, dikritik luar biasa. Tetapi ketika kemudian dipentaskan oleh Chicago Symphony, sukses luar biasa. Kreativitas yang baik seringkali ditolak atau tidak mudah diterima oleh orang lain. Ketika engkau memiliki kreativitas dan memperkembangkan kreativitasmu, belum tentu engkau akan diterima oleh orang lain.

Kita semua dicipta secara unik dan individu oleh Tuhan. Engkau berbeda dari orang lain dan orang lain berbeda dari engkau. Dengan demikian engkau tidak perlu merasa rendah diri. Kita harus mengembangkan individu dan kreativitas kita sendiri. Sebaliknya, dalam Roma 12:3 ditulis bahwa jangan ada orang yang melihat diri lebih dari yang seharusnya. Kita harus bisa mengukur diri kita, tidak lebih tinggi, tidak lebih rendah, mengekspresikan kreativitas yang Allah berikan kepada kita. Jangan membuang kesempatan yang diberikan Tuhan kepadamu, jangan menginjak-injak masa mudamu, dan jangan menghamburkan kesempatan yang ada.

Penggunaan kreativitas memang suatu hal, tetapi penggunaan kreativitas yang tidak benar adalah dosa. Siapa yang lebih kreatif dari Yudas, yang bisa menjual bukan baju, tetapi gurunya. Kita harus tahu bagaimana mempergunakan kreativitas yang Allah berikan kepada kita dengan baik sesuai kehendak Allah.

Ketika Sang Pencipta mencipta yang dicipta menurut peta teladan-Nya sendiri, yang di dalamnya mengandung unsur penciptaan sebagai daya kreativitas, maka dia menjadi makhluk yang memiliki daya cipta seperti Sang Pencipta. Ketika ia menggunakan daya cipta tersebut, ia berperan seperti Allah. Ini disebut sebagai imitasi. Seorang anak mirip dengan orang tuanya, karena ada kode-kode rahasia di dalam tubuhnya yang menjadikan dia mirip orang tuanya. Manusia kini mengimitasi Tuhan Allah dengan memakai daya ciptanya.

Ketika manusia memakai daya ciptanya, sampai berapa jauh ia mungkin bisa berbuat salah? Manusia bisa menjadi begitu jauh memakai daya cipta. Manusia bisa menggunakan daya cipta yang diberikan oleh Pencipta untuk mencipta pencipta yang dicipta. Inilah penciptaan allah palsu. Ketika saya mencipta allah palsu, maka allah palsu itu adalah pencipta yang dicipta. Allah asli adalah Pencipta yang mencipta.

Sekitar tahun 1970 saya berjalan-jalan di tengah kota Taipei, di tempat pembuatan patung yang akan dimasukkan ke dalam kuil. Lalu saya melihat seorang anak kecil sedang kencing ke arah muka salah satu muka dewa yang sedang dibuat di situ. Ketika saya melihat, terkesan ironis sekali. Wajah dewa yang begitu galak ternyata tidak bisa berbuat apa-apa kepada anak kecil itu. Patung itu menjadi bau, tetapi dewa itu tidak bisa berespon karena patung itu benda mati. Saya mulai berpikir bahwa yang mencipta patung tidak tahu kalau patung itu barang ciptaan. Kita menggunakan barang ciptaan untuk mencipta pencipta yang dicipta, untuk mencipta allah ciptaan. Karena dia allah ciptaan, maka ia pasti bukan Pencipta, karena Pencipta pasti sendirinya tidak dicipta.

Ketika saya mencipta “pencipta” lalu saya berlutut di depannya dan mengaku bahwa ia adalah Sang Pencipta, itu merupakan suatu kemelaratan kreativitas yang paling besar. Maka Tuhan melarang manusia untuk membentuk segala macam patung lalu menyembahnya. Selain Diri-Nya, tidak ada pencipta lain. Dosa terbesar yang dilakukan Israel saat Musa berada di gunung Horeb, mereka mengumpulkan semua emas dan dicairkan untuk dibuat patung seekor anak lembu, lalu mereka menyembahnya. Mereka senang karena patung itu kelihatan, dan dianggap lebih baik dari Yahweh yang tidak kelihatan. Orang Israel yang tadinya percaya kepada Allah di sorga yang memimpin mereka, kini mereka percaya pada seekor lembu dari emas yang dibuat tangan manusia. Inilah kerusakan kreativitas. Inilah kerusakan manusia.

Siapakah Tuhan? Siapakah Sang Pencipta? Apakah Sang Penciptamu adalah karya ciptaanmu sendiri? Apakah Engkau sedang menciptakan pencipta yang dicipta untuk mengganti Sang Pencipta yang mencipta kamu menurut peta teladan-Nya? Mao Zedong memerintahkan agar orang tidak percaya kepada Allah, karena dia sendiri mau menggantikan peranan Allah. Pada waktu Anda melihat orang seperti Picasso atau pencipta musik yang luar biasa yang melawan segala sesuatu, Engkau mengerti bahwa mereka sedang memakai daya cipta yang diberikan oleh Tuhan untuk mencipta sesuatu ciptaan yang melawan sang Pencipta yang asli. Dari sini Engkau mengetahui sampai di mana kelemahan kebudayaan, di mana kesalahan agama, dan sampai di mana penyalahgunaan daya cipta manusia yang membuat dunia makin lama makin melarat. Kita harus kembali kepada Tuhan yang asli. Dan kita harus menyerahkan daya cipta kita kembali kepada Allah untuk dipakai menjadi berkat bagi orang lain.

Pada waktu saya masih muda, saya menyerahkan seluruh yang ada di dalam diri saya untuk Tuhan. Semua yang mungkin dihasilkan melalui karya saya, adalah milik Tuhan. Sang Pencipta hanya satu, kita hanya memakai potensi-potensi sebagai peta teladan Allah untuk memuliakan Tuhan dan membawa manusia kembali kepada Sang Pencipta yang asli. Kiranya Tuhan memakai kita dan mulai menggali diri kita mempergunakan daya cipta yang ada pada kita dengan sesungguhnya demi memuliakan Tuhan. Amin.