26 July 2008

Descendit ad Infernos: Apakah Artinya? (Ev. Calvin L. Renata, S.Th.)

Descendit ad Infernos: Apakah Artinya?

oleh: Ev. Calvin L. Renata, S.Th.


Kredo (pengakuan iman) merupakan sesuatu yang menyertai perkembangan gereja dari masa ke masa selain doktrin. Pada saat ini gereja Tuhan dari berbagai denominasi telah menghasilkan puluhan, bahkan ratusan kredo, yang hingga kini masih dipertahankan. Namun dalam kenyataannya, tidak semua kredo dikenal oleh umat Tuhan, bahkan, hanya terlalu sedikit kredo yang diperkenalkan kepada jemaat.

Salah satu pengakuan iman yang paling populer dan banyak dikenal bahkan dihafal oleh gereja pada masa kini adalah Pengakuan Iman Rasuli (Apostles’ Creed). Pengakuan Iman Rasuli adalah salah satu pengakuan iman yang tertua dan yang terpendek di antara pengakuan iman lainnya sehingga memungkinkan untuk dibacakan dalam setiap ibadah. Disebut “Pengakuan Iman Rasuli” bukan karena ditulis oleh para rasul, melainkan karena isinya mewakili pengajaran para rasul.

Setiap minggu dalam kebaktian, hampir semua gereja Injili menyertakan pembacaan pengakuan iman ini. Namun dengan berjalannya waktu di mana kita terlalu sering mengulang-ulang melafalkan pengakuan iman ini artinya menjadi tidak bermakna lagi atau yang lebih buruk kita melafalkannya tanpa mengerti maknanya. Kita hanya melafalkannya sebagai bagian dari rutinitas ibadah saja. Bahkan mungkin bila ada kalimat-kalimat yang kita tidak mengerti, kita tidak berani bertanya atau mempertanyakan maknanya oleh karena asumsi bahwa ini adalah pengakuan iman yang sudah baku, tidak boleh di ‘otak-atik’ lagi.

Melalui tulisan singkat ini penulis mengajak jemaat untuk menggumulkan dan mencerna salah satu kalimat dalam Pengakuan Iman Rasuli, yaitu “turun ke dalam kerajaan maut/neraka”. Kalimat ini banyak menimbulkan pertanyaan dan perdebatan, baik karena penempatannya di dalam Pengakuan Iman Rasuli maupun signifikansinya bagi pengakuan iman itu sendiri dan khususnya bagi gereja. G. I. Williamson mengatakan “there is no phrase in the Apostles’ Creed that has caused so much difficulty as this ‘He descended to hell."[1] (tidak ada kalimat dalam pengakuan iman rasuli yang menimbulkan kesulitan seperti kalimat “Ia turun ke dalam neraka’)

Bagaimana kalimat ini harus dimengerti? Benarkah Kristus turun ke dalam neraka dalam penderitaan-Nya? Ataukah ada pengertian lainnya di balik kalimat ini?

STRUKTUR PENGAKUAN IMAN RASULI
Sebelum menafsirkan kalimat “turun ke dalam neraka” ada baiknya bagi kita untuk memetakan kembali struktur kredo ini secara singkat. Pada dasarnya kredo ini mempunyai bentuk trinitarian di mana urutan yang dipakai sesuai dengan formula baptisan Bapa-Anak-Roh Kudus. Bila kita mencermati pembagian struktur kredo ini maka kita akan mendapati bahwa kredo ini memfokuskan diri kepada bagian kedua, yaitu Kristus yang merupakan kunci untuk memahami kredo ini. C. E. B. Cranfield menegaskan:
“The first and the third articles of Apostles’ Creed are properly understood only in the light of the second, the Creed’s great middle section. It is only through Jesus Christ that we truly know God as the Father and as the Holy Spirit.”[2]
(bagian pertama dan ketiga dari kredo ini hanya dapat dimengerti dengan tepat melalui bagian kedua. Hanya melalui Yesus Kristus kita dapat mengenal Bapa dan Roh Kudus dengan benar.)

Bagian tentang Kristus ini mencakup dua tahap kehidupan Kristus dalam tugasnya sebagai mesias, yaitu tahap di mana Dia direndahkan (dilahirkan, menderita, disalib, mati dan turun ke dalam neraka/kerajaan maut.) hingga kembali Ia dimuliakan kembali (bangkit, naik ke sorga, duduk di sebelah kanan Bapa, dan akan datang kembali untuk menghakimi).

Pada tahap Kristus direndahkan ada satu tahap di mana dikatakan Ia “turun ke dalam neraka”. Hal yang perlu diketahui adalah kalimat “turun ke dalam neraka” (Latin: Descendit ad Infernos) merupakan kalimat tambahan yang muncul pertama kali dalam Pengakuan Iman Rasuli dalam versi Aquileian yang ditulis Rufinus pada tahun 400.[3] Sejak saat itu bentuk kredo ini seperti yang ada sekarang. Untuk menghindari kesan yang mengerikan, maka kalimat ini sering diganti oleh gereja pada masa kini menjadi “turun ke dalam kerajaan maut.” Namun ini tidak menghilangkan nuansa yang membingungkan bagi orang yang membacanya. Hal ini dapat dimaklumi sebab Pengakuan Iman Rasuli tidak memberikan penjelasan apa pun terhadap kalimat demi kalimat di dalamnya.
“Unlike the Nicene and some other creed, the Apostles’ Creed avoids theological explanations. It does not give the meaning of ‘only son’ or why the Son was ‘conceived’ , ..’born’, etc.”[4]
(tidak seperti Pengakuan Iman Nicea dan lainnya, Pengakuan Iman Rasuli tidak memberikan penjelasan theologi. Tidak dijelaskan arti dari kalimat ‘Anak Tunggal’ atau mengapa sang Anak harus ‘dikandung’… ‘lahir’, dll.)

Dalam hal ini termasuk kalimat “turun ke dalam neraka/kerajaan maut”, sehingga ini menjadi pekerjaan rumah bagi gereja untuk menjelaskan kepada umat Tuhan apa arti dari kalimat ini.

TAFSIRAN LITERAL “DESCENDIT AD INFERNOS
Kalimat-kalimat dalam Pengakuan Iman Rasuli ditulis memakai bahasa yang literal (hurufiah), artinya bila dikatakan Kristus “menderita, disalib, mati dan dikuburkan” dan “bangkit pada hari ketiga dan naik ke sorga, dsb.” kalimat-kalimat ini harus dimengerti seperti apa adanya. Dengan demikian kalimat “turun ke dalam neraka/kerajaan maut” secara konsisten seharusnya ditafsirkan secara literal pula, yaitu bahwa Ia benar-benar turun ke dalam neraka. Tafsiran semacam ini dianut oleh gereja di abad pertengahan. Sedangkan gereja Roma Katolik mengikuti pemikiran Thomas Aquinas percaya Kristus pergi ke tempat penantian.[5]

Berbeda dengan Roma Katolik, kaum Lutheran memegang pandangan bahwa Kristus pergi ke neraka untuk memberitakan kemenangan-Nya atas Iblis dan mematahkan kuasa Iblis.[6] Salah satu theolog pada abad 19 yang berpandangan demikian adalah Karl Barth, ia berpendapat Kristus harus turun ke neraka agar orang percaya tidak perlu pergi ke sana, ia mengatakan:
“what else can we take that to mean than that He did that also for us and so relieved us of it? it is no longer necessary that we go to hell.”[7]
(apalagi yang dapat kita mengerti tentang hal ini selain bahwa Ia melakukannya untuk kita dan membebaskan kita sehingga kita tidak perlu pergi ke neraka.)

Menafsirkan “turun ke dalam neraka/kerajaan maut” secara literal mengundang banyak pertanyaan theologis yang mendalam. Sesuai dengan namanya, pengakuan ini dituliskan berdasarkan apa yang diajarkan para rasul dalam Alkitab. Hal yang harus dicermati adalah apakah ada ajaran yang mengatakan bahwa Kristus datang ke dalam neraka? Satu-satunya bagian Alkitab yang sering dipakai untuk mendasarkan pemahaman bahwa Kristus turun ke dalam neraka adalah 1Ptr. 3:19-20. Ayat ini sering dipakai untuk menjelaskan bahwa selama 3 hari antara kematian dan kebangkitan-Nya Kristus pergi ke neraka untuk memberitakan Injil atau mendeklarasikan kemenangan-Nya atas Iblis. Ada beberapa keberatan untuk menjadikan ayat ini sebagai dasar pemikiran Kristus pergi ke neraka selama tiga hari Ia wafat.
a. Konteks 1Ptr. 3 tidak berbicara secara khusus tentang peristiwa kematian dan kebangkitan Kristus, melainkan tentang bagaimana orang Kristen harus bertahan dalam penderitaan. Tidak ada kalimat yang menjelaskan bahwa ini terjadi selama 3 hari kematian Kristus.
b. Kata yang dipakai oleh Petrus dalam bagian ini bukan gehenna (neraka) melainkan hanya phulake (penjara). Sehingga kalimat ini tidak harus dimengerti bahwa Kristus pergi ke neraka.
c. Penempatan kata “turun ke dalam neraka” dalam kredo adalah dalam tahap di mana Kristus sedang direndahkan. Sedangkan kesan dalam 1Ptr. 3 adalah Kristus dimuliakan, di mana Ia bukan lagi dalam penderitaan. Ini sesuatu yang tidak sinkron dengan Pengakuan Iman Rasuli.

Menjadikan ayat ini sebagai dasar bahwa selama tiga hari antara kematian dan kebangkitan-Nya Kristus pergi ke neraka sangatlah spekulatif dan terlalu dipaksakan. Williamson menegaskan bahwa sesuatu yang tidak mungkin selama tiga hari Kristus pergi ke neraka.
“We cannot possibly take these word to mean that Christ, after died, went to place where lost men go to suffer forever.”[8] (kita tidak mungkin menganggap kalimat ini mengajarkan bahwa setelah Kristus mati Ia pergi ke neraka di mana orang jahat akan menderita selamanya.)

Jadi ke mana Roh Kristus selama Ia tiga hari wafat? satu-satunya jawaban yang paling definitif diberikan oleh Kristus sendiri kemana Ia akan pergi. Dalam Lukas 23:43 Kristus berkata kepada penjahat yang bertobat “hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.” Kalimat ini dipertegas dengan beberapa ayat kemudian “Ya Bapa, ke dalam tanganmu Kuserahkan Nyawa-Ku.” (ay. 46). Kedua jawaban yang definitif ini jelas menunjukkan bahwa kalimat “descendit ad infernos” tidak dapat ditafsirkan secara literal.

TAFSIRAN SIMBOLIS “DESCENDIT AD INFERNOS
Jika demikian bagaimana kalimat “turun ke dalam neraka” harus dimengerti? John Calvin[9] serta theolog Reformed abad 16 pada umumnya menafsirkan ini sebagai spiritual torment (penderitaan jiwa/roh), yaitu peristiwa di mana Kristus mencapai puncak penderitaan-Nya di atas kayu salib. Spiritual torment ini merupakan suatu rangkaian penderitaan yang dialami Kristus mulai dari taman Getsemani hingga mencapai puncaknya dalam kalimat-Nya “Allahku Allahku mengapa engkau meninggalkan Aku?” (Mat. 27:46). Pemikiran yang sama dapat kita temukan dalam Heidelberg Cathecism dalam pertanyaan No. 44: “…His inexpressible anguish, pains, terrors and hellish agony in which He was plunged during all His sufferings but especially on the cross…”[10] (…kesedihan, penderitaan, kesakitan, teror yang tidak tergambarkan yang Ia harus tanggung selama penderitaan-Nya khususnya di atas salib…)

Tafsiran semacam ini jelas lebih baik daripada tafsiran literal di atas namun bila dilihat dari penempatan kalimat “turun ke dalam neraka” dalam kredo, kalimat ini tidak berbicara tentang penderitaan Kristus di atas salib. Di tengah perdebatan yang ada, menurut penulis, salah satu pendekatan untuk mendapatkan tafsiran yang lebih akurat adalah mempertanyakan kapan Kristus “turun ke dalam neraka”. Jelas dalam kredo kalimat “turun ke dalam neraka” ditempatkan setelah kematian Kristus bukan saat penderitaan-Nya. Tertulis dalam kredo “menderita, mati dan dikuburkan, turun ke dalam neraka”. Dengan mengacu pada penempatan kalimat ini, maka kalimat “turun ke dalam neraka” lebih baik ditafsirkan hanya bermaksud mempertegas kematian Kristus saja, tidak lebih dari itu. Alister Mcgrath dalam tafsirannya tentang kredo ini mengatakan:
...what does this mean? it is a statement of belief that Jesus really did die….in other words Jesus shared the fate of all those who are dead.[11] (…apakah artinya ini? ini adalah suatu pernyataan iman bahwa Yesus sungguh-sungguh wafat… dengan kata lain Yesus mengalami kematian seperti orang pada umumnya)

Charles Hodge, seorang theolog reformed abad 18 juga menyatakan keberatannya terhadap tafsiran bahwa kalimat ini menunjuk kepada penderitaan Kristus di salib. Perhatikan uraiannya tentang ‘turun ke dalam neraka” berikut ini.
“In Scriptural language therefore to descend into hades or hell means nothing more than to descend to the grave, to pass from visible to invisible world, as happen to all men when they died and buried.”[12]
(dalam bahasa Alkitab arti dari turun ke dalam dunia orang mati atau neraka tidak lebih dari masuk ke dalam kubur, berpindah dari alam yang kelihatan ke alam yang tidak kelihatan sebagaimana terjadi pada semua orang yang meninggal)

SIGNIFIKANSI DAN APLIKASINYA PADA MASA KINI
Kredo yang baik harus memiliki suatu sifat perspicuous (jelas dan mudah dipahami) yang tidak menimbulkan ambiguity (bermakna ganda) tentang isinya. Penambahan kalimat “turun ke dalam neraka/kerajaan maut” bukan memperjelas dan mempertegas isi dari kredo ini sebaliknya hanya menimbulkan kebingungan bagi domba Allah.

Dengan uraian yang telah dijelaskan di atas gereja perlu menggumulkan ulang signifikansi pemakaian kalimat “turun ke dalam neraka/kerajaan maut” dalam setiap ibadah. Menempatkan kalimat ini dalam tanda kurung tidak akan menghilangkan kebingungan jemaat ketika membacanya. Bila gereja tetap ingin mempertahankan kalimat ini, maka gereja mempunyai tugas yang penting untuk menjelaskan dengan benar arti kalimat ini kepada umat Tuhan agar mereka bukan hanya menghafal tapi juga mengerti apa yang tertulis dalam kredo ini. Tetapi bila kita menerima tafsiran bahwa kalimat ini hanya mempertegas bahwa Kristus mati dan dikuburkan, maka signifikansi kalimat ini tidaklah terlalu penting dalam kredo ini. Mengembalikan kredo ini ke dalam bentuknya semula (tanpa “turun ke dalam neraka/kerajaan maut) tidak akan mengurangi otoritas dan kejelasan isi kredo.

Catatan kaki
[1] G. I. Williamson, The Heidelberg Catechism. A Study Guide (Philipsburg: P&R, 1993), hlm. 76.
[2] C. E. B Cranfield, The Apostles’ Creed: A faith to Live By (Grand Rapids: Eerdmans, 1993), hlm. 21.
[3] Arthur Cushman McGiffert, The Apostles’ Creed : Its Origin, Its Purpose and Its Historical Interpretation (New York: Charles Scribner’s Sons, 1902), hlm. 30. Dalam catatan sejarah gereja mula-mula, pengakuan ini sudah ada sejak ± 150 M. Alasan penambahan kalimat ini dalam kredo tidak terlalu jelas, kemungkinan untuk melawan ajaran doketisme yang tidak percaya bahwa Kristus mati secara fisik.
[4] Edward A. Dowey, Jr., A Commentary on The Confession of 1967 and An Introduction to The Book of Confessions (Philadelphia: The Westminster Press, MCMLXVIII), hlm. 161.
[5] Katekismus Konsili Trent membagi 3 macam dunia orang mati (underworld). Tingkat Pertama disebut penjara yang gelap dan mengerikan, yaitu tempat penghukuman. Tingkat kedua disebut sebagai Purgatori, tempat penyucian jiwa, dan yang ketiga di sebut sebagai Limbo yaitu tempat penantian bagi jiwa. Kristus mereka percayai ketika tubuh-Nya dikubur, rohnya ada di Limbo.
[6] Lihat Form of Concord Artikel IX. 2.
[7] Karl Barth, Credo (New York: Charles Scribner’s Sons, 1962), hlm. 94.
[8] The Heidelberg Catechism. A Study Guide, hlm. 76.
[9] Pembaca dapat melihat dalam Institutio buku ke-2 bab 16 point 8-12. Karl Barth dalam hal ini juga setuju bahwa turun ke dalam neraka juga memiliki arti simbolis seperti Calvin. Lihat Credo hlm. 90.
[10] The Heidelberg Catechism. A Study Guide, hlm. 74.
[11] Alister McGrath, I Believe: Understanding and Applying Apostles’ Creed (Grand Rapids: Zondervan, 1991), hlm. 81.
[12] Charles Hodge, Systematic Theology Vol 2 (Grand Rapids: Eerdmans, 1993), hlm. 617.

Disarikan dari: http://www.gkagloria.or.id

No comments: