19 November 2009

Eksposisi 1 Korintus 1:3 (Ev. Yakub Tri Handoko, Th.M.)

EKSPOSISI 1 KORINTUS 1:3

oleh: Ev. Yakub Tri Handoko, Th.M.



Nats: 1 Korintus 1:3



Sebagaimana surat kuno pada umumnya, Paulus menutup pembukaan suratnya dengan sebuah salam untuk para penerima surat. Dalam hal ini Paulus memodifikasi salam yang lazim digunakan oleh orang-orang pada waktu itu dengan sebuah salam yang lebih bernuansa Kristiani. Salam yang lazim digunakan waktu itu hanya memakai satu kata, yaitu cairein (“salam”, bdk. Kis 15:23; 23:26; Yak. 1:1), sedangkan Paulus mengubah salam umum ini menjadi salam Kristiani yang memerlukan 12 kata.

Usaha Paulus untuk memodifikasi salam di atas menunjukkan bahwa bagi Paulus salam merupakan sesuatu yang sangat penting. Memberikan salam bukan hanya sekadar formalitas dalam sebuah surat (jika hanya formalitas belaka maka Paulus pasti akan memakai salam yang lebih lazim). Memberi salam merupakan pengungkapan harapan yang baik untuk penerima salam. Dalam seluruh suratnya terlihat bahwa Paulus sangat menghargai arti sebuah salam di antara sesama orang Kristen. Dia memerintahkan orang-orang Kristen untuk saling memberi salam (Rm. 16:16; 1Kor. 16:20; 2Kor. 13:12). Dia sendiri juga banyak memberikan salam kepada orang lain atau sebuah jemaat lokal (bdk. Rm. 16:1-15).

Modifikasi salam yang dilakukan Paulus bukan hanya menunjukkan bahwa tindakan memberikan salam merupakan sesuatu yang penting, namun juga mengindikasikan bahwa salam Kristiani memiliki keunikan tersendiri. Alkitab memang memberikan perintah untuk memberikan salam yang bersifat umum dan hanya merupakan bagian dari budaya Yahudi (Mat. 5:47; bdk. 1Sam. 10:4; 13:10; 25:6, 14; 2Sam. 6:20; 2Raj. 4:29; Mat. 26:49). Bagaimanapun, Alkitab juga mengajarkan bahwa ada salam yang unik dan tidak secara otomatis layak diterima oleh orang yang mendengarkan salam itu (Mat. 10:12-13). Paulus sendiri menyatakan bahwa kasih karunia dan damai sejahtera hanya akan turun atas orang-orang yang sungguh-sungguh menerima kebenaran injil yang sejati (Gal. 6:16). Dengan konsep seperti ini pula Yohanes melarang jemaat untuk memberikan salam kepada para antikris yang mengajarkan kesesatan (2Yoh. 1:10-11). Dari dua macam salam ini terlihat bahwa orang Kristen diperintahkan untuk memberikan salam umum kepada semua orang sebagai bagian dari budaya dan salam Kristiani kepada sesama orang percaya. Salam yang kedua inilah yang dimaksud Paulus dalam setiap salam pembuka di semua suratnya.


Isi Salam (ay. 3a)
Tidak seperti salam pada umumnya, Paulus (dan mayoritas penulis Perjanjian Baru) memakai dua kata yang kental dengan nuansa Kristiani. Kata pertama yang dipakai adalah kata caris (“kasih karunia”). Kata ini dipakai untuk menggantikan kata cairein yang biasa dipakai orang-orang pada waktu itu. Pentingnya kata caris bagi Paulus dapat dilihat dari posisinya di awal kalimat (secara hurufiah ayat 3 dapat diterjemahkan “kasih karunia bagi kalian dan damai sejahtera...”). Ketika Paulus ingin mengakhiri surat 1Korintus ia sekali lagi mengatakan “kasih karunia (caris) Tuhan Yesus menyertai kamu” (16:23).

Paulus tentu saja tidak sekadar mengganti kata cairein dengan kata lain yang bunyinya mirip. Dia memiliki maksud teologis tertentu ketika ia memakai kata caris, karena kata ini merupakan salah satu kosa kata favorit Paulus. Dalam surat-suratnya Paulus sangat sering memakai kata ini. Dari 155 kali pemunculan kata ini di Perjanjian Baru, 100 di antaranya ditemukan dalam tulisan Paulus.

Sebagian penafsir membatasi arti caris hanya pada kasih karunia keselamatan. Sekalipun arti ini memang yang paling penting, namun kita sebaiknya tidak membatasi arti kata ini. Ada beberapa alasan untuk ini: (1) kata caris di 1 Korintus 1:4 – pemunculan paling dekat – berhubungan dengan keselamatan maupun karunia rohani; (bdk. 1Kor. 1:4-5); (2) dalam tulisan Paulus kata caris dipakai dalam beragam konteks. Kata ini kadangkala digunakan dalam konteks pelayanan atau jabatan tertentu (Rm. 1:5; 12:3; 15:15; 1Kor. 3:10), keselamatan (Rm. 3:24; 4:16; 5:2, 15, 17, 20, 21; 6:1; 11:5-6), karunia rohani (Rm. 12:6), kemampuan tertentu (1Kor. 15:10), dsb; (3) dalam surat 1 Korintus kata caris dipakai dalam beragam arti juga sebagaimana yang akan dijelaskan kemudian; (4) kata caris dikaitkan dengan kata “damai sejahtera” yang dalam konsep berpikir orang Yahudi juga memiliki arti luas mencakup semua aspek kehidupan (lihat eksposisi selanjutnya).

Dari arti kata caris yang sangat luas di atas kita dapat melihat bahwa semua aspek kehidupan orang Kristen merupakan kasih karunia Allah. Semua yang kita miliki adalah pemberian cuma-cuma dari Allah. Semua diberikan Allah kepada kita sekalipun kita tidak layak untuk menerima semua itu.

Dalam konteks jemaat Korintus, salam seperti ini pasti memiliki makna yang mendalam. Jemaat Korintus tampaknya mengalami kesulitan untuk menghargai kasih karunia Allah. Mereka telah menjadi sombong secara intelektual, padahal mereka dulu adalah orang-orang yang tidak terpandang menurut dunia (1Kor. 1:25-31). Mereka membanding-bandingkan para pemimpin mereka, padahal pelayaan para pemimpin sebenarnya adalam kasih karunia (1Kor. 3:10). Mereka merasa diri lebih baik dan tidak membutuhkan Paulus (1Kor. 4), sehingga Paulus perlu memberikan pertanyaan retoris sebagai refleksi bagi mereka “Sebab siapakah yang menganggap engkau begitu penting? Dan apakah yang engkau punyai, yang tidak engkau terima? Dan jika engkau memang menerimanya, mengapakah engkau memegahkan diri, seolah-olah engkau tidak menerimanya?” (1Kor. 4:7). Paulus sendiri sangat memahami arti kasih karunia ketika dia mengatakan “tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang” (1Kor. 15:10). Berdasarkan konsep anugerah ini Paulus memberanikan diri mendorong jemaat Korintus berpartisipasi dalam upaya membantu jemaat di tempat lain. Dia akan mengirim orang-orang terpercaya untuk membawa pemberian (caris) jemaat Korintus ke Yerusalem (16:3).

Salam kedua yang digunakan Paulus adalah eirhnh (“damai sejahtera”). Ungkapan yang merupakan tipikal salam Yahudi ini merupakan terjemahan dari kata Ibrani shalom (1Sam. 25:5-6; Dan. 10:19; Yak. 2:16). Berbeda dengan orang-orang Yunani yang melihat eirhnh hanya sebagai “ketidakadaan perang”, orang Yahudi memahami kata ini secara lebih luas, merujuk pada kesejahteraan hidup, baik jasmani maupun rohani, baik dalam kehidupan pribadi maupun masyarakat. Dari pemahaman seperti ini kita dapat melihat bahwa melalui salam pembuka dalam suratnya Paulus berharap agar jemaat Korintus mengalami sejahtera secara menyeluruh.

Arti umum dari kata eirhnh di atas tidak menghilangkan arti eirhnh sebagai ketidakadaan perang. Dalam theologi Paulus, eirhnh sering dipakai untuk perdamaian antara Allah Dan umat-Nya (Rm. 5:1). Paulus juga memakai kata ini untuk perdamaian antar orang Kristen (Rm. 14:19). Dalam surat 1Korintus, kata eirhnh juga dipakai dalam konteks relasi antar jemaat (7:15; 14:33; 16:11).

Salam seperti ini tentu saja sangat relevan bagi jemaat Korintus. Mereka sedang berselisih dan terjebak pada favoritisme pemimpin (ps. 1-3). Mereka bahkan menyerang Paulus (ps. 4). Perselisihan mereka mencakup aspek legal yang melibatkan orang-orang kafir (ps. 6). Pertengkaran seputar masalah daging persembahan berhala juga muncul (ps. 8-10). Dalam ibadah pun mereka juga mengalami disharmoni antara orang kaya dan orang miskin (ps. 11). Karunia rohani yang seharusnya dipakai untuk membangun seluruh jemaat pun dapat dijadikan pemicu pertengkaran (ps. 12-14).

Dengan meletakkan “damai sejahtera” setelah “kasih karunia” Paulus ingin mengajarkan bahwa damai yang sejati hanya dapat muncul dari kasih karunia Allah. Jemaat dapat hidup berdamai dengan orang lain kalau mereka lebih dahulu mendapat kasih karunia Allah dalam bentuk perdamaian dengan Bapa. Perdamaian yang sejati inilah yang memampukan jemaat untuk mengasihi orang lain.


Sumber Salam (ay. 3b)
Salam bagi orang Kristen bukan sekadar basa-basi. Salam juga bukan kata-kata sakti yang memiliki kekuatan dalam dirinya sendiri. Salam bukan bersumber dari kekuatan orang yang menyampaikan salam. Kunci realisasi salam terletak pada diri Allah (dalam hal ini dari Allah Bapa dan Tuhan Yesus Kristus). Allahlah yang menjadi sumber dan penentu realisasi dari yang disalamkan (diharapkan). Allah Bapa memberikan kasih karunia dan damai melalui karya penebusan Yesus Kristus.

Yang menarik dari ayat 3b ini adalah pemunculan frase “Yesus Kristus”. Frase ini sebelumnya telah muncul sebanyak tiga kali (ay. 1-2). Dari frekwensi pemunculan ini terlihat bahwa cara pandang Paulus adaah sangat kristosentris (berpusat pada Kristus). Semua berkat rohani yang diterima oleh orang Kristen hanya berasal dari Yesus Kristus.



Sumber:
Mimbar GKRI Exodus, 26 Agustus 2007