15 November 2007

Matius 4:23-25 : THE SETTING OF KINGDOM

Ringkasan Khotbah : 24 Oktober 2004

The Setting of Kingdom
oleh : Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.
Nats: Mat. 4: 23-25



Konteks Injil Matius adalah berbicara tentang hal Kerajaan Sorga yang hendak Kristus genapkan di dunia dan Yesus tidak melakukannya sendiri. Yesus memulai pelayanannya di sebuah kota kecil di Kapernaum dimana sebelumnya Ia dicobai iblis dan Yesus menang. Dengan caranya yang unik, Tuhan Yesus memilih para murid-Nya. Standar kualifikasi yang dipakai Kristus berlawanan dengan dunia. Bukan ahli Taurat atau para imam yang menjadi murid-Nya melainkan hanya seorang nelayanlah yang Yesus panggil untuk turut berbagian dalam menggenapkan Kerajaan Sorga di bumi. Cara Kristus yang berlawanan dengan dunia inilah yang menjadi kekuatan dan kesuksesan sehingga Kerajaan Sorga tidak dapat digagalkan oleh manusia – Kerajaan Sorga bertahan ribuan tahun hingga kini. Jadi, merupakan suatu anugerah kalau kita, manusia berdosa yang seharusnya dibinasakan tapi dipanggil-Nya untuk ikut berbagian dalam Kerajaan Sorga.
Cara Allah memulai dan menata Kerajaan-Nya sangatlah tidak lazim bila dibandingkan dengan cara dunia. Kerajaan Sorga dimulai dari Yesus yang berkeliling di seluruh Galilea; Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Allah serta melenyapkan segala penyakit dan kelemahan di antara bangsa itu. Yesus memberikan teladan bagi kita, yakni pelayanan hendaklah dimulai dari hal kecil terlebih dahulu. Yesus memulainya dari Galilea, kota kecil namun berita tentang Dia tersiar hingga ke seluruh negeri, yaitu Dekapolis, Yerusalem, hingga ke seberang sungai Yordan. Kerajaan Sorga kelihatan kecil namun di balik semua itu mengandung kekuatan/kuasa dahsyat. Janganlah mudah terkecoh dengan opini dunia yang menganggap hebat segala sesuatu yang besar seperti kebesaran nama, kekayaan, kedudukan tinggi, dan lain-lain. Apalah artinya penampilan luar yang hebat kalau tidak ada isinya karena segala sesuatunya, yakni cara kita melangkah, kita melihat sesuatu, kita bertindak ditentukan oleh isi. Seperti halnya sebuah bom, kita harus waspada dengan yang berukuran kecil dibanding bom molotov yang berukuran besar karena biasanya yang berukuran kecil mempunyai kekuatan daya ledak besar.
Dalam mengatur Kerajaan-Nya di dunia, Kristus melakukan tiga hal dimana ketiga hal ini merupakan satu kesatuan yang berpusat pada misi Kerajaan Sorga dan tidak boleh dilepaskan dari Yesus yang adalah Raja yang sedang menata Kerajaan-Nya.
I. Tuhan Yesus Mengajar dalam Rumah-rumah Ibadat.
Konsep pengajaran Kristus mutlak berbeda dengan yang diajarkan oleh ahli-ahli Taurat, orang Parisi, orang Saduki maupun ajaran Platonis, Aristotelian, dan filsafat Roma yang sedang berkembang pada jaman itu. Kerajaan Allah dimulai dari kebenaran Tuhan yang dinyatakan di dunia dan ini juga menjadi misi Kerajaan Allah. Ironisnya, manusia tidak suka dengan kebenaran karena itu jangan kaget kalau dunia akan membenci orang yang kembali pada kebenaran sejati. Hal ini pun juga sudah dikatakan Tuhan Yesus pada murid-murid-Nya (Yoh. 15:18-25). Kebenaran iman Kristen bukanlah campuran atau evolusi perkembangan dari berbagai pemikiran filsafat yang ada di dunia karena semua yang dinyatakan Alkitab berlawanan dengan yang dunia ajarkan. Pada jaman Perjanjian Lama, orang menyembah berhala – politeisme namun dengan tegas Tuhan menyatakan bahwa umat Allah harus menyembah pada Allah saja – monoteisme. Keagungan iman Kristen ini tidak akan pernah kita ketemukan di agama lain karena itu janganlah engkau mempermainkan Kristus Sang Kebenaran sejati.
Konsep allah atau dewa-dewa dalam budaya PL selalu bersifat lokal, contoh: dewa Asyur, dewa Babel, dan lain-lain maka tidaklah heran ketika mereka kalah berperang maka dewa merekapun akan diambilnya juga. Konsep inilah yang muncul pada jaman itu namun Allah Yahweh menyatakan bahwa diri-Nya bersifat universal, Allah tidak dibatasi oleh tempat maupun waktu, Dia berkuasa dimanapun dan kapanpun. Allah Yahweh adalah Allah yang Maha Tinggi, Allah yang berkuasa atas segala allah. Pengakuan ini keluar dari mulut Raja Darius ketika dilihatnya kalau Allahnya Daniel ternyata sungguh berkuasa, yaitu Ia telah menyelamatkan Daniel dari maut – gua singa. Sejak itulah Raja Darius mengeluarkan perintah supaya seluruh rakyat menyembah Allah-nya Daniel. Ketika semua orang berpikir bahwa cara A merupakan cara terbaik namun Tuhan justru menyatakan bahwa yang manusia pikirkan tersebut salah dan cara B-lah yang justru terbaik. Ketika kebenaran sejati dinyatakan di dunia maka seluruh manusia harus merombak cara berpikirnya dan mengubah seluruh konsepnya yang salah dan kembali pada kebenaran. Oleh karena itu, betapa pentingnya pengajaran Firman untuk kita pahami dengan demikian kita tidak akan mudah digoncangkan oleh berbagai macam pengajaran lain yang ada di dunia. Bagi sebagian besar orang sangat sukar untuk mengerti dan menyembah Allah yang tidak kelihatan sehingga orang merasa perlu mem-visualisasi-kan bagaimana bentuk Allah maka tidaklah heran kalau sejak jaman Perjanjian Lama hingga kini kita akan menjumpai berbagai bentuk dan rupa allah. Allah dengan tegas menyatakan: Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku; jangan membuat bagimu patung...; jangan sujud menyembah kepadanya (Kel. 20).
Berulang kali Allah menegaskan bahwa manusia harus kembali pada Kebenaran sejati dengan demikian manusia akan peroleh sukacita kekal. Namun berulang kali juga, yaitu sejak kejatuhan manusia dalam dosa (Kej. 3) hingga Tuhan Yesus Sang Kebenaran itu sendiri datang mengajarkan kebenaran, manusia selalu menentang Dia dan kembali pada konsep mereka yang lama. Hal ini semakin membuktikan bahwa manusia memang berdosa. Mau tidak mau orang harus mengakui bahwa pengajaran Kristus berbeda dengan dunia. Sebagian besar orang pasti setuju apalagi orang Yahudi yang materialis yang hidup pada jaman itu kalau ada orang yang mengajarkan “berbahagialah orang yang kaya dan celakalah orang yang miskin“ namun ajaran Yesus berlawanan Ia justru mengajarkan “berbahagialah orang yang miskin..., berbahagialah orang yang dianiaya..., dan masih banyak lagi ajaran Tuhan Yesus yang bertentangan dengan ajaran dunia. Itulah sebabnya mengajarkan kebenaran Firman Tuhan ini menjadi bagian pertama yang penting bagi Tuhan Yesus untuk menata Kerajaan-Nya di dunia.
Reformed theology menyadari pentingnya pengajaran, pentingnya kita mengerti wahyu Tuhan sehingga kita memisahkan wahyu dengan sangat teliti. Wahyu Tuhan ada dua, yaitu wahyu umum dan wahyu khusus. Wahyu umum dibagi lagi menjadi dua bagian, yaitu alam semesta sebagai wahyu pasif dan hati nurani sebagai wahyu yang bersifat aktif. Wahyu umum seharusnya membuat kita mengerti bahwa ada Allah yang mencipta dunia tetapi manusia tidak tahu siapa Allah sejati itu tetapi dilain pihak dalam diri manusia ada sense of deity, yaitu suatu perasaan ingin menyembah. Akibatnya manusia membuat berbagai bentuk allah dan menyembahnya. Wahyu khusus dibagi lagi menjadi dua, yaitu Firman yang berinkarnasi yakni Kristus dan firman tertulis dimana firman ini harus melihat pada Kristus sebagai pusat dengan demikian manusia dapat mengerti kebenaran sejati. Karena itu merupakan suatu anugerah kalau kita dapat berespon terhadap kebenaran Tuhan.
II. Tuhan Yesus Memberitakan Injil Kerajaan Allah.
Tidaklah cukup manusia hanya sampai pada pemahaman akan kebenaran. Tuhan sudah mengajarkan kebenaran maka Tuhan ingin supaya kita yang sudah memahami kebenaran mendapatkan sukacita saat kita menghidupi kebenaran itu. Dan berita sukacita harus kita kabarkan pada seluruh bangsa dengan demikian semua orang akan merasakan sukacita karena turut serta berbagian dalam Kerajaan Sorga. Kita harus menyadari bahwa kita adalah manusia berdosa, kita tidak layak turut berbagian dalam Kerajaan Sorga namun untuk itulah Tuhan Yesus datang dan membawa kita masuk dalam Kerajaan Sorga. Yesus datang untuk melayani dan menjadi tebusan bagi manusia (Mat. 20:28). Kuasa Injil yang dari Tuhanlah yang memampukan kita sehingga kita dapat hidup taat, hidup menjadi anak-anak Allah. Semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya (Yoh. 1:12). Anak Tuhan adalah orang-orang yang tidak mampu tapi dimampukan Kristus. Anak Tuhan juga bukanlah orang benar tapi dibenarkan Tuhan sehingga kita dapat hidup dalam kebenaran. Hari ini banyak orang salah mengartikan kata “kuasa“ akibatnya kuasa yang diberikan Tuhan disalahgunakan untuk melakukan segala perbuatan dosa. Kuasa sejati adalah kuasa dapat melepaskan diri dari dosa untuk hidup dalam kebenaran seperti yang Tuhan inginkan dan hanya kuasa Tuhan yang dapat mematahkan belenggu dosa yang mengikat kita. Inilah berita Injil. Tuhan tidak memperbaiki segala kerusakan tetapi melahirbarukan, mencipta ulang. Tuhan tidak menjanjikan hidup kita akan senang ketika kita menjadi anak Tuhan. Tidak! Tuhan menegaskan bahwa dunia akan membenci setiap orang yang hidup dalam kebenaran (Yoh. 15:19). Akan tetapi jangan pernah mengira bahwa hidup di luar Kristus, hidup kita akan enak dan nikmat. Tidak! Di luar Kritus juga ada beban yang harus kita pikul dan beban itu berat karena iblis menuntut sesuatu dari kita sehingga sukar bagi manusia untuk dapat keluar dari jeratan iblis dan hidup manusia akan berakhir dalam neraka. Berbeda kalau kita berada di dalam Kristus, kuk yang dipasang itu enak dan beban-Nyapun ringan (Mat. 11:30). Sayang, manusia tidak dapat melihat sukacita sejati dalam Kerajaan Sorga, manusia ingin mendapat sukacita sementara di dunia. Iblis tahu apa yang menjadi keinginan manusia, itulah sebabnya setan selalu menggunakan semua kemegahan dunia untuk menggoda manusia. Tuhan Yesus tahu akal licik si iblis sehingga Tuhan Yesus tidak jatuh dalam cobaan di padang gurun (Mat. 4:1-10). Sebagai anak Tuhan hendaklah kita hidup dalam kebenaran Allah dengan demikian kita selalu waspada terhadap segala akal licik iblis supaya kita tidak jatuh dalam jeratnya.
III. Tuhan Yesus Melenyapkan Segala Penyakit dan Kelemahan di antara Bangsa.
Kristus menunjukkan kuasa-Nya sebagai Tuhan yang menyatakan kebenaran dan menyatakan implikasi dari Injil, yaitu dengan membuat mujizat, menyembuhkan segala penyakit dan kelemahan di antara bangsa. Hal ini membuktikan memang benar bahwa Kristus adalah Tuhan dan Raja dari Kerajaan Sorga. Kristus tidak menunggu orang untuk meminta bukti terlebih dahulu barulah kemudian Ia membuktikannya. Tidak! Kebenaran sejati harus diuji dari dalam, yaitu oleh dirinya sendiri bukan dari luarnya kebenaran karena bila ada pihak dari luar yang membuktikan maka itu berarti dia yang lebih berkuasa. Berita kebenaran Allah, berita sukacita Kerajaan Allah, berita bagaimana hidup benar dalam Kerajaan Allah dinyatakan Kristus dengan cara melenyapkan segala penyakit, kesulitan dan kesengsaraan hidup manusia. Ketika Tuhan Yesus mengajarkan kebenaran dan berita Injil di beritakan, orang tidak mempedulikannya maka ketika Tuhan membuat mujizat, orang orang berbondong datang pada-Nya minta disembuhkan.
Tuhan membuat mujizat bukan demi untuk kepentingan manusia tetapi mujizat untuk menyatakan kedaulatan Allah. Namun orang justru memanipulasi kuasa Kristus, yakni dengan membawa semua orang yang buruk keadaannya kepada-Nya untuk disembuhkan. Apakah mereka diselamatkan? Tidak! Apakah mereka disembuhkan? Ya. Mereka pikir bahwa mereka mendapatkan keuntungan tapi ternyata tidak, mereka justru masuk dalam kebinasaan kekal. Yesus adalah Raja atas segala raja karena itu seluruh penghuni jagad raya ini termasuk manusia dan setan pun harus tunduk pada-Nya. Manusia tidak mengerti tanda-tanda yang diberikan Kristus akibatnya manusia memanipulasi setiap mujizat yang Kristus lakukan. Orang hanya mau mujizatnya tetapi menolak Kristus Sang Pemberi mujizat. Alkitab mencatat setelah Tuhan Yesus membuat mujizat lima roti dua ikan, orang berbondong-bondong mengikut Yesus. Tuhan Yesus menegur dengan keras bahwa mereka mengikut bukan karena mengerti tanda, yaitu Firman itu telah berinkarnasi melainkan karena mereka kenyang sehingga satu per satu dari mereka pergi meninggalkan Yesus. Hal ini membuktikan bahwa mereka bukanlah anak Tuhan yang sejati.
Sejak awal mereka sudah menolak Kebenaran dan memanipulasi pernyataan Kerajaan Sorga. Lalu bagaimana sikap dan respon kita kalau mujizat itu terjadi atas kita? Mujizat seharusnya membuat kita bersyukur dan membuat kita bertekad untuk hidup bagi Kristus karena kita tahu bahwa mujizat merupakan tanda pernyataan Kedaulatan Allah, Sang Raja itu sedang menunjukkan kuasa-Nya. Berbagai macam respon manusia banyak kita jumpai seperti ada orang yang mau menerima Kebenaran, adapula orang yang mau bertobat namun ada juga orang yang menolak kebenaran dan hanya ingin mujizat demi untuk memenuhi egoisme dirinya. Kalau kita dapat mengkontraskan Kerajaan Allah dengan kerajaan dunia maka kita dapat menyadari siapa sesungguhnya diri kita, yaitu sebagai anak Tuhan atau anak setan. Anak Tuhan sejati seharusnya tahu apa yang menjadi kehendak Banpanya, perubahan drastis seperti apa yang harus kita kerjakan dan bagaimana seharusnya kita hidup bagi Tuhan. Ingat, Tuhan sudah beranugerah atas kita; Ia sudah memilih kita diantara berjuta manusia untuk menjadi pekerja-Nya sekaligus kita sudah menjadi warga Kerajaan Sorga karena itu biarlah seluruh hidup kita pakai untuk menggenapkan seluruh misi Kerajaan Sorga maka kita peroleh sukacita sejati. Amin.

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)
Sumber :

Roma 3:29-31 : HUBUNGAN IMAN DAN PERBUATAN

Seri Eksposisi Surat Roma :
Kasih dan Keadilan Allah-10


Hubungan Iman dan Perbuatan

oleh : Denny Teguh Sutandio


Nats : Roma 3:29-31.

Setelah Paulus memaparkan tentang umat percaya di dalam Kristus dibenarkan melalui iman dan bukan melalui perbuatan, maka ia melanjutkan pembahasannya tentang bagaimana hubungan iman dan perbuatan yang sebenarnya.

Pada ayat 29, Tuhan melalui Paulus mengungkapkan, “Atau adakah Allah hanya Allah orang Yahudi saja? Bukankah Ia juga adalah Allah bangsa-bangsa lain? Ya, benar. Ia juga adalah Allah bangsa-bangsa lain!” Dengan mengutip Ulangan 6:4 yang mengajarkan, “Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!” maka Paulus menyatakan bahwa Tuhan itu Allah yang esa. Bangsa Israel yang memiliki fondasi keesaan Allah adalah satu-satunya bangsa Israel pada waktu Perjanjian Lama yang memiliki Allah yang berpribadi, sedangkan bangsa lain menyembah ilah-ilah asing dalam bentuk patung, dll yang tidak berpribadi. Realita ini mengakibatkan mereka menjadi sombong dan menghina bangsa lain sebagai bangsa kafir yang tidak menyembah Tuhan. Dengan perkataan Paulus di ayat 29 ini, bangsa Israel ditegur dosanya dan diingatkan bahwa Allah itu Allah semua bangsa yang adalah Pencipta dan Pemelihara. Selain itu, John Gill dalam John Gill’s Exposition of the Entire Bible menafsirkan ayat ini, “God is the God both of Jews and Gentiles; not only as the Creator, preserver, and Governor of them, or as he has a right to demand worship and service of them, but as he is their covenant God;…” (Allah adalah Allah baik bagi orang-orang Yahudi dan kafir/Yunani ; bukan hanya sebagai Pencipta, pemelihara, dan Pemerintah mereka, atau Dia memiliki hak untuk menuntut penyembahan dan pelayanan dari mereka, tetapi Dia adalah Allah yang berjanji...) Di sini, secara prinsip theologia Reformed, John Gill mengaitkan ayat ini dengan kovenan/perjanjian Allah. Saya menyebutnya sebagai ekslusivitas Allah di dalam universalitas bangsa. Artinya, Allah adalah Allah yang mengadakan kovenan/perjanjian dengan umat-Nya yang tidak terbatas hanya pada satu bangsa, tetapi untuk semua umat pilihan-Nya dari berbagai bangsa dengan maksud agar mereka kembali kepada perjanjian-Nya di dalam Kristus. Allah yang adalah Allah Perjanjian mewujudnyatakan perjanjian-Nya dalam bentuk pembenaran oleh iman yang akan dijelaskan Paulus di ayat berikutnya.

Berbicara mengenai adanya satu Allah yang mengadakan perjanjian bagi semua bangsa, Paulus melanjutkan pengajarannya di ayat 30, “Artinya, kalau ada satu Allah, yang akan membenarkan baik orang-orang bersunat karena iman, maupun orang-orang tak bersunat juga karena iman.” Di dalam anggapan bangsa Yahudi, pembenaran dan pengampunan Allah hanya dilimpahkan kepada mereka saja, sedangkan di luar Yahudi, tidak ada keselamatan. Sehingga tidak heran, bangsa Yahudi menghina bangsa lain sebagai bangsa yang kafir. Di dalam ayat ini, Paulus ingin membukakan pikiran orang Yahudi tentang satu prinsip bahwa Allah yang menbenarkan orang Yahudi, secara khusus orang percaya di dalam Kristus adalah Allah yang juga membenarkan bangsa lain (selain Yahudi) dan membawa mereka kembali kepada Kristus. Saya menyebutnya sebagai ekslusivitas Allah di dalam universalitas bangsa di dalam hal pembenaran oleh iman. Dengan kata lain, saya TIDAK hendak mengatakan bahwa semua agama itu sama, menyembah “Allah” yang sama. Itu bidat ! Eksklusivitas Allah di dalam universalitas bangsa berarti Allah bukan hanya mengadakan perjanjian dengan umat-Nya yang terdiri dari berbagai bangsa, tetapi juga menbenarkan mereka oleh iman. Sehingga dengan kata lain, pembenaran oleh iman di dalam Kristus itu bersifat universal, tidak memandang dari bangsa, suku dan bahasa manapun. Mengapa ? Karena Allah bukan Allah orang Yahudi tetapi Allah semua bangsa yang harus disembah (ayat 29) dan juga yang membenarkan mereka (umat pilihan-Nya dari berbagai bangsa). Di dalam cerita Kisah Para Rasul, Petrus pun pernah menyatakan sesuatu itu haram atau kafir (Kisah Para Rasul 10:13-14). Ini membuktikan tradisi Yahudi masih mengingat para rasul Kristus meskipun mereka telah mengikut-Nya selama kurang lebih 3 tahun. Tetapi puji Tuhan, Tuhan sendiri menegur Petrus di ayat 15 bahwa sesuatu yang dinyatakan halal oleh Allah tidak boleh dinyatakan haram. Maksud penyataan Allah ini hendak menyadarkan Petrus kelak bahwa ia harus memberitakan Injil kepada Kornelius (seorang perwira pasukan Itali) yang dianggap kafir oleh orang Yahudi, tetapi Petrus tidak boleh menyebutnya kafir (Kisah Para Rasul 10:34-36). Hal yang sama terjadi selanjutnya di dalam sidang di Yerusalem (Kisah 11), para rasul dan saudara di Yudea bertanya kepada Petrus mengapa ia masuk ke rumah orang yang tak bersunat (ayat 3). Dalam hal ini, Petrus mulai menceritakan apa yang telah diterimanya dan sidang itu berakhir dengan suatu konklusi yang indah yaitu, “Jadi kepada bangsa-bangsa lain juga Allah mengaruniakan pertobatan yang memimpin kepada hidup.” (ayat 18) Secara implisit, melalui ayat ini, Paulus ingin langsung mengimplementasikan apa yang telah diajarkannya sebelumnya yaitu pembenaran oleh iman di dalam perbuatan sehari-hari, yaitu mengasihi bangsa lain supaya mereka bertobat dan kembali kepada Kristus. Di dalam kehidupan kita sehari-hari, istilah “diskriminasi” begitu mendarahdaging. Kepada orang yang tidak sesuku, kita seringkali acuh tak acuh, membenci bahkan mendendam. Kalau perlu kepada mereka yang tidak sebangsa, kita yang sudah Kristen enggan memberitakan Injil. Sikap ini perlu dikoreksi, karena Injil diperlukan untuk satu bangsa saja, tetapi untuk semua bangsa, sehingga kita harus memuridkan mereka di dalam Kristus (Matius 28:19). Kepada mereka yang belum mendengar Injil, hendaklah kita memiliki sikap mengasihi mereka dan berusaha untuk memberitakan Injil kepada mereka. Sebelumnya, kita perlu berdoa sebelum menginjili dan menyerahkan segala usaha penginjilan kita kepada kehendak Allah melalui Roh Kudus.
Selain berarti universalitas bangsa di dalam pembenaran oleh iman, ayat ini juga berarti Allah membenarkan umat pilihan-Nya dari berbagai bangsa bukan dengan perbuatan tetapi dengan iman. Kembali, konsep justification by (through) faith (dibenarkan melalui iman) menjadi penekanan Paulus. Konsep ini juga menyadarkan bangsa-bangsa non-Yahudi yang menganggap perbuatan baik atau amal dapat memperkenan Allah dan menyelamatkan. Semua perbuatan baik tidak pernah menyelamatkan, bahkan orang yang berbuat baik hanya untuk memperkenan Allah, di titik pertama (motivasi), ia sudah tidak baik (mengutip pernyataan Pdt. Sutjipto Subeno). Paulus dengan tegas mengatakan bahwa manusia pilihan-Nya dibenarkan oleh Allah bukan melalui perbuatannya, karena manusia sudah berdosa (Roma 3:23), tetapi hanya melalui iman di dalam Kristus (bukan di dalam pribadi lain). Di sini, saya menyimpulkan bagian ini dengan dua konsep bahwa pertama, manusia dibenarkan melalui iman, bukan perbuatan baik. Dan kedua, manusia dibenarkan melalui iman di dalam Kristus, bukan di dalam pribadi siapapun. Kedua konsep ini membawa suatu esensi iman yang mulia yaitu Kristus ditinggikan dan dimuliakan (solus Christus/Christ-centered). Ingatlah bahwa semua iman yang tidak berpusat kepada Kristus bukanlah iman sejati, karena iman yang tak berpusat kepada Kristus tentulah iman yang berpusat kepada diri/antroposentris (meskipun memakai tameng nama “Allah”) ! Lalu, kalau perbuatan tidak bisa menyelamatkan, apakah berarti perbuatan tidak perlu ? Hal ini dijelaskan Paulus di ayat terakhir di pasal 3 ini.

Pada ayat 31, Paulus melanjutkan pengajarannya dengan menghubungkan iman dan perbuatan, “Jika demikian, adakah kami membatalkan hukum Taurat karena iman? Sama sekali tidak! Sebaliknya, kami meneguhkannya.” King James Version menerjemahkannya, “Do we then make void the law through faith? God forbid: yea, we establish the law.” Kata “membatalkan” atau make void di dalam KJV dalam bahasa Yunaninya katargeō berarti be (render) entirely idle (useless) (atau secara sederhana : tidak berarti). Dengan kata lain, Paulus ingin menanyakan bolehkah setelah dibenarkan melalui iman, umat pilihan-Nya menganggap bahwa mereka tak perlu berbuat baik. Terhadap pertanyaan ini, Paulus sendiri menjawab, “Tidak.” Ini berarti, kita tetap perlu berbuat baik. Tetapi apakah perbuatan baik mempengaruhi iman seseorang ? Tidak. Untuk hal ini, ia menjelaskan lagi di dalam kalimat berikutnya, “Sebaliknya, kami meneguhkannya.” Kata “meneguhkan” dalam terjemahan KJV adalah establish (=membangun/mendirikan) dan kata asli (Yunani)nya adalah histēmi berarti to stand (=mendirikan). Dengan kata lain, Paulus hendak mengajarkan bahwa perbuatan baik sejati dibangun di atas dasar iman sejati. Berarti, iman sejati pasti menghasilkan perbuatan, seperti yang diajarkan oleh Yakobus, “Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati.” (Yakobus 2:26) Iman dan perbuatan adalah suatu keterkaitan yang tidak terpisahkan, tetapi tidak berarti perbuatan lebih penting dari iman. Adalah salah jika mengajarkan perbuatan baik menjadi standar penentu iman seseorang. Kalau memang perbuatan baik menjadi standar penentu iman seseorang, berarti ukuran iman bukan lagi anugerah, tetapi jasa baik manusia, dan lagi tidak ada seorang manusia pun yang mampu berbuat baik 100%. Sehingga proposisi ini gagal dan salah. Yang benar adalah iman sejati pasti menghasilkan perbuatan sejati. Perbuatan ini dijelaskan Paulus dengan mengajarkan, “tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar,” (Filipi 2:12) “Theologia” Arminian menafsirkan ayat ini dengan mengajarkan bahwa mengerjakan keselamatan merupakan perbuatan baik yang mengakibatkan orang Kristen tidak kehilangan keselamatannya. Jika orang Kristen tidak mengerjakan keselamatannya, maka mereka akan kehilangan keselamatan. Ajaran ini sudah fatal dan salah, karena Filipi 2:12 tidak berhenti di satu ayat, tetapi dilanjutkan oleh ayat 13, “karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya.” Dengan kata lain, Allah lah yang mengerjakan terlebih dahulu di dalam kita sehingga kita bisa berbuat baik dan memuliakan Allah. Inilah theologia Reformed yang selalu memulai ajarannya dari kedaulatan Allah dan berakhir juga dengan kedaulatan Allah. Inilah keunikan theologia Reformed yang dipaparkan oleh Rev. G. I. Williamson, B.D. di dalam bukunya Pengakuan Iman Westminster.
Lalu, apakah perbuatan baik mempengaruhi keselamatan seseorang bisa hilang atau tidak? TIDAK. Perbuatan baik hanyalah respon manusia pilihan-Nya yang beriman di dalam Kristus, sehingga suatu respon tidak mampu menentukan hidup dan keselamatan manusia seluruhnya. Kalau benar bahwa perbuatan baik menentukan keselamatan seseorang bisa hilang atau tidak seperti yang diajarkan oleh “theologia” Arminian (sebagian besar theologia Injili), maka keselamatan manusia hanya berawal dari “anugerah” Allah dan TIDAK pernah berakhir di dalam kedaulatan anugerah Allah. Orang Kristen sejati yang adalah anak-anak Allah pasti mampu mengerjakan perbuatan baik yang memuliakan Allah berdasarkan iman Kristen sejati dan lagi mereka pasti tidak mungkin kehilangan keselamatan (Calvin menyebutnya Perseverance of the Saints/Ketekunan Orang-orang Kudus). Inilah yang menguatkan kita tatkala kita mengalami penderitaan yang berat. Sedangkan “theologia” Arminian tidak pernah menguatkan kita malahan melemahkan iman kita bahwa kita perlu berusaha, kalau tidak, kita akan celaka (tidak berbeda dengan agama-agama non-Kristen yang berorientasi pada perbuatan baik). Lalu, bagaimana dengan kenyataan bahwa ada semacam orang Kristen yang bisa murtad? Apakah mereka kehilangan keselamatan ? TIDAK. Mereka tidak kehilangan keselamatan. Saya membagi hal ini menjadi dua. Orang Kristen yang murtad adalah model orang “Kristen” palsu yang pura-pura Kristen tetapi sebenarnya warga kerajaan iblis/neraka. Pdt. Dr. Stephen Tong pernah mengatakan bahwa banyak anak Tuhan sementara masih indekos di dalam dunia/di luar gereja, sedangkan banyak anak iblis masih indekos di dalam gereja. Anak iblis lah yang mungkin tepat dikenakan kepada orang “Kristen” yang murtad. Model kedua adalah orang Kristen sejati yang merupakan anak-anak Tuhan yang sementara diizinkan oleh Tuhan untuk murtad, tetapi ada suatu waktu, Allah yang setia akan menariknya kembali kepada-Nya. Inilah providensi (pemeliharaan) Allah di dalam keselamatan umat pilihan-Nya yang tidak dapat ditemukan di dalam arus theologia manapun, kecuali di dalam theologia Reformed/Calvinis yang ketat.

Sungguh suatu anugerah Allah yang luar biasa ketika kita menyelidiki bagian yang agung ini yaitu iman menghasilkan perbuatan dan perbuatan baik yang dikerjakan itu tetap adalah anugerah Allah, sehingga segala sesuatu adalah dari Dia, oleh Dia dan bagi Dia sajalah kemuliaan sampai selama-lamanya (Roma 11:36). Hari ini, sudahkah Anda beriman di dalam Kristus dan mengimplementasikan iman itu di dalam kehidupan sehari-hari sehingga nama Tuhan dipermuliakan ? Soli Deo Gloria. Solus Christus. Amin.


Resensi Buku-30 : KESELAMATAN DI BALIK KEMATIAN BAYI (Prof. Ronald H. Nash, Ph.D.)

...Dapatkan segera...
Buku
WHEN A BABY DIES :
KESELAMATAN DI BALIK KEMATIAN BAYI
(Apakah bayiku sekarang ada dalam pelukan Allah Bapa ?

oleh : Prof. Ronald H. Nash, Ph.D. (alm.)

Penerbit : Momentum Christian Literature (Fine Book Selection), 2003

Penerjemah : Ellen Hanafi.





Sungguh sulit untuk mendengarkan kesaksian dari para orangtua yang harus kehilangan Bayi mereka untuk selamanya. Dan pada saat-saat demikian, pertanyaan seperti “Apakah sekarang ini bayiku ada dalam pelukan Allah Bapa?” mungkin terus menghantui mereka.

Apa jawaban Alkitab bagi pertanyaan seperti ini ? Pengharapan apakah yang disediakan Alkitab bagi para orangtua yang kehilangan anak mereka ?

Prof. Dr. Ronald H. Nash menuliskan buku Keselamatan di Balik Kematian Bayi ini untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan semacam ini. Pada awalnya, Nash menelusuri berbagai keyakinan yang keliru berkenaan dengan keselamatan jiwa seorang bayi, sebelum akhirnya memberikan satu jawaban yang Alkitabiah.

Bagi para rohaniwan yang mencari dasar Alkitab untuk memberikan penghiburan dan jaminan bagi orangtua yang tengah berduka, dan bagi orangtua yang mencari penghiburan di tengah dukacita mereka, buku ini menawarkan suatu pemahaman yang penuh pengharapan sekaligus Alkitabiah.





Profil Dr. Ronald H. Nash :
Prof. Ronald H. Nash, Ph.D. adalah seorang Profesor theologia dan filsafat di Reformed Theological Seminary, Orlando, Florida, USA. Beliau meraih gelar Bachelor of Arts (B.A.) dari Barrington College (1958), Master of Arts (M.A.) dari Brown University (1960) dan Doctor of Philosophy (Ph.D.) dari Syracuse University (1964). Beliau menjalani studi post-doctoral di Stanford University pada tahun 1969 atas dukungan/biaya dari National Endowment for the Humanities. Dari sekian banyak buku yang ditulisnya, beberapa di antara telah diterbitkan oleh Penerbit Momentum, antara lain : Iman dan Akal Budi (Faith and Reason) dan Konflik Wawasan Dunia (Worldviews in Conflict).