15 November 2007

Roma 3:29-31 : HUBUNGAN IMAN DAN PERBUATAN

Seri Eksposisi Surat Roma :
Kasih dan Keadilan Allah-10


Hubungan Iman dan Perbuatan

oleh : Denny Teguh Sutandio


Nats : Roma 3:29-31.

Setelah Paulus memaparkan tentang umat percaya di dalam Kristus dibenarkan melalui iman dan bukan melalui perbuatan, maka ia melanjutkan pembahasannya tentang bagaimana hubungan iman dan perbuatan yang sebenarnya.

Pada ayat 29, Tuhan melalui Paulus mengungkapkan, “Atau adakah Allah hanya Allah orang Yahudi saja? Bukankah Ia juga adalah Allah bangsa-bangsa lain? Ya, benar. Ia juga adalah Allah bangsa-bangsa lain!” Dengan mengutip Ulangan 6:4 yang mengajarkan, “Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!” maka Paulus menyatakan bahwa Tuhan itu Allah yang esa. Bangsa Israel yang memiliki fondasi keesaan Allah adalah satu-satunya bangsa Israel pada waktu Perjanjian Lama yang memiliki Allah yang berpribadi, sedangkan bangsa lain menyembah ilah-ilah asing dalam bentuk patung, dll yang tidak berpribadi. Realita ini mengakibatkan mereka menjadi sombong dan menghina bangsa lain sebagai bangsa kafir yang tidak menyembah Tuhan. Dengan perkataan Paulus di ayat 29 ini, bangsa Israel ditegur dosanya dan diingatkan bahwa Allah itu Allah semua bangsa yang adalah Pencipta dan Pemelihara. Selain itu, John Gill dalam John Gill’s Exposition of the Entire Bible menafsirkan ayat ini, “God is the God both of Jews and Gentiles; not only as the Creator, preserver, and Governor of them, or as he has a right to demand worship and service of them, but as he is their covenant God;…” (Allah adalah Allah baik bagi orang-orang Yahudi dan kafir/Yunani ; bukan hanya sebagai Pencipta, pemelihara, dan Pemerintah mereka, atau Dia memiliki hak untuk menuntut penyembahan dan pelayanan dari mereka, tetapi Dia adalah Allah yang berjanji...) Di sini, secara prinsip theologia Reformed, John Gill mengaitkan ayat ini dengan kovenan/perjanjian Allah. Saya menyebutnya sebagai ekslusivitas Allah di dalam universalitas bangsa. Artinya, Allah adalah Allah yang mengadakan kovenan/perjanjian dengan umat-Nya yang tidak terbatas hanya pada satu bangsa, tetapi untuk semua umat pilihan-Nya dari berbagai bangsa dengan maksud agar mereka kembali kepada perjanjian-Nya di dalam Kristus. Allah yang adalah Allah Perjanjian mewujudnyatakan perjanjian-Nya dalam bentuk pembenaran oleh iman yang akan dijelaskan Paulus di ayat berikutnya.

Berbicara mengenai adanya satu Allah yang mengadakan perjanjian bagi semua bangsa, Paulus melanjutkan pengajarannya di ayat 30, “Artinya, kalau ada satu Allah, yang akan membenarkan baik orang-orang bersunat karena iman, maupun orang-orang tak bersunat juga karena iman.” Di dalam anggapan bangsa Yahudi, pembenaran dan pengampunan Allah hanya dilimpahkan kepada mereka saja, sedangkan di luar Yahudi, tidak ada keselamatan. Sehingga tidak heran, bangsa Yahudi menghina bangsa lain sebagai bangsa yang kafir. Di dalam ayat ini, Paulus ingin membukakan pikiran orang Yahudi tentang satu prinsip bahwa Allah yang menbenarkan orang Yahudi, secara khusus orang percaya di dalam Kristus adalah Allah yang juga membenarkan bangsa lain (selain Yahudi) dan membawa mereka kembali kepada Kristus. Saya menyebutnya sebagai ekslusivitas Allah di dalam universalitas bangsa di dalam hal pembenaran oleh iman. Dengan kata lain, saya TIDAK hendak mengatakan bahwa semua agama itu sama, menyembah “Allah” yang sama. Itu bidat ! Eksklusivitas Allah di dalam universalitas bangsa berarti Allah bukan hanya mengadakan perjanjian dengan umat-Nya yang terdiri dari berbagai bangsa, tetapi juga menbenarkan mereka oleh iman. Sehingga dengan kata lain, pembenaran oleh iman di dalam Kristus itu bersifat universal, tidak memandang dari bangsa, suku dan bahasa manapun. Mengapa ? Karena Allah bukan Allah orang Yahudi tetapi Allah semua bangsa yang harus disembah (ayat 29) dan juga yang membenarkan mereka (umat pilihan-Nya dari berbagai bangsa). Di dalam cerita Kisah Para Rasul, Petrus pun pernah menyatakan sesuatu itu haram atau kafir (Kisah Para Rasul 10:13-14). Ini membuktikan tradisi Yahudi masih mengingat para rasul Kristus meskipun mereka telah mengikut-Nya selama kurang lebih 3 tahun. Tetapi puji Tuhan, Tuhan sendiri menegur Petrus di ayat 15 bahwa sesuatu yang dinyatakan halal oleh Allah tidak boleh dinyatakan haram. Maksud penyataan Allah ini hendak menyadarkan Petrus kelak bahwa ia harus memberitakan Injil kepada Kornelius (seorang perwira pasukan Itali) yang dianggap kafir oleh orang Yahudi, tetapi Petrus tidak boleh menyebutnya kafir (Kisah Para Rasul 10:34-36). Hal yang sama terjadi selanjutnya di dalam sidang di Yerusalem (Kisah 11), para rasul dan saudara di Yudea bertanya kepada Petrus mengapa ia masuk ke rumah orang yang tak bersunat (ayat 3). Dalam hal ini, Petrus mulai menceritakan apa yang telah diterimanya dan sidang itu berakhir dengan suatu konklusi yang indah yaitu, “Jadi kepada bangsa-bangsa lain juga Allah mengaruniakan pertobatan yang memimpin kepada hidup.” (ayat 18) Secara implisit, melalui ayat ini, Paulus ingin langsung mengimplementasikan apa yang telah diajarkannya sebelumnya yaitu pembenaran oleh iman di dalam perbuatan sehari-hari, yaitu mengasihi bangsa lain supaya mereka bertobat dan kembali kepada Kristus. Di dalam kehidupan kita sehari-hari, istilah “diskriminasi” begitu mendarahdaging. Kepada orang yang tidak sesuku, kita seringkali acuh tak acuh, membenci bahkan mendendam. Kalau perlu kepada mereka yang tidak sebangsa, kita yang sudah Kristen enggan memberitakan Injil. Sikap ini perlu dikoreksi, karena Injil diperlukan untuk satu bangsa saja, tetapi untuk semua bangsa, sehingga kita harus memuridkan mereka di dalam Kristus (Matius 28:19). Kepada mereka yang belum mendengar Injil, hendaklah kita memiliki sikap mengasihi mereka dan berusaha untuk memberitakan Injil kepada mereka. Sebelumnya, kita perlu berdoa sebelum menginjili dan menyerahkan segala usaha penginjilan kita kepada kehendak Allah melalui Roh Kudus.
Selain berarti universalitas bangsa di dalam pembenaran oleh iman, ayat ini juga berarti Allah membenarkan umat pilihan-Nya dari berbagai bangsa bukan dengan perbuatan tetapi dengan iman. Kembali, konsep justification by (through) faith (dibenarkan melalui iman) menjadi penekanan Paulus. Konsep ini juga menyadarkan bangsa-bangsa non-Yahudi yang menganggap perbuatan baik atau amal dapat memperkenan Allah dan menyelamatkan. Semua perbuatan baik tidak pernah menyelamatkan, bahkan orang yang berbuat baik hanya untuk memperkenan Allah, di titik pertama (motivasi), ia sudah tidak baik (mengutip pernyataan Pdt. Sutjipto Subeno). Paulus dengan tegas mengatakan bahwa manusia pilihan-Nya dibenarkan oleh Allah bukan melalui perbuatannya, karena manusia sudah berdosa (Roma 3:23), tetapi hanya melalui iman di dalam Kristus (bukan di dalam pribadi lain). Di sini, saya menyimpulkan bagian ini dengan dua konsep bahwa pertama, manusia dibenarkan melalui iman, bukan perbuatan baik. Dan kedua, manusia dibenarkan melalui iman di dalam Kristus, bukan di dalam pribadi siapapun. Kedua konsep ini membawa suatu esensi iman yang mulia yaitu Kristus ditinggikan dan dimuliakan (solus Christus/Christ-centered). Ingatlah bahwa semua iman yang tidak berpusat kepada Kristus bukanlah iman sejati, karena iman yang tak berpusat kepada Kristus tentulah iman yang berpusat kepada diri/antroposentris (meskipun memakai tameng nama “Allah”) ! Lalu, kalau perbuatan tidak bisa menyelamatkan, apakah berarti perbuatan tidak perlu ? Hal ini dijelaskan Paulus di ayat terakhir di pasal 3 ini.

Pada ayat 31, Paulus melanjutkan pengajarannya dengan menghubungkan iman dan perbuatan, “Jika demikian, adakah kami membatalkan hukum Taurat karena iman? Sama sekali tidak! Sebaliknya, kami meneguhkannya.” King James Version menerjemahkannya, “Do we then make void the law through faith? God forbid: yea, we establish the law.” Kata “membatalkan” atau make void di dalam KJV dalam bahasa Yunaninya katargeō berarti be (render) entirely idle (useless) (atau secara sederhana : tidak berarti). Dengan kata lain, Paulus ingin menanyakan bolehkah setelah dibenarkan melalui iman, umat pilihan-Nya menganggap bahwa mereka tak perlu berbuat baik. Terhadap pertanyaan ini, Paulus sendiri menjawab, “Tidak.” Ini berarti, kita tetap perlu berbuat baik. Tetapi apakah perbuatan baik mempengaruhi iman seseorang ? Tidak. Untuk hal ini, ia menjelaskan lagi di dalam kalimat berikutnya, “Sebaliknya, kami meneguhkannya.” Kata “meneguhkan” dalam terjemahan KJV adalah establish (=membangun/mendirikan) dan kata asli (Yunani)nya adalah histēmi berarti to stand (=mendirikan). Dengan kata lain, Paulus hendak mengajarkan bahwa perbuatan baik sejati dibangun di atas dasar iman sejati. Berarti, iman sejati pasti menghasilkan perbuatan, seperti yang diajarkan oleh Yakobus, “Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati.” (Yakobus 2:26) Iman dan perbuatan adalah suatu keterkaitan yang tidak terpisahkan, tetapi tidak berarti perbuatan lebih penting dari iman. Adalah salah jika mengajarkan perbuatan baik menjadi standar penentu iman seseorang. Kalau memang perbuatan baik menjadi standar penentu iman seseorang, berarti ukuran iman bukan lagi anugerah, tetapi jasa baik manusia, dan lagi tidak ada seorang manusia pun yang mampu berbuat baik 100%. Sehingga proposisi ini gagal dan salah. Yang benar adalah iman sejati pasti menghasilkan perbuatan sejati. Perbuatan ini dijelaskan Paulus dengan mengajarkan, “tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar,” (Filipi 2:12) “Theologia” Arminian menafsirkan ayat ini dengan mengajarkan bahwa mengerjakan keselamatan merupakan perbuatan baik yang mengakibatkan orang Kristen tidak kehilangan keselamatannya. Jika orang Kristen tidak mengerjakan keselamatannya, maka mereka akan kehilangan keselamatan. Ajaran ini sudah fatal dan salah, karena Filipi 2:12 tidak berhenti di satu ayat, tetapi dilanjutkan oleh ayat 13, “karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya.” Dengan kata lain, Allah lah yang mengerjakan terlebih dahulu di dalam kita sehingga kita bisa berbuat baik dan memuliakan Allah. Inilah theologia Reformed yang selalu memulai ajarannya dari kedaulatan Allah dan berakhir juga dengan kedaulatan Allah. Inilah keunikan theologia Reformed yang dipaparkan oleh Rev. G. I. Williamson, B.D. di dalam bukunya Pengakuan Iman Westminster.
Lalu, apakah perbuatan baik mempengaruhi keselamatan seseorang bisa hilang atau tidak? TIDAK. Perbuatan baik hanyalah respon manusia pilihan-Nya yang beriman di dalam Kristus, sehingga suatu respon tidak mampu menentukan hidup dan keselamatan manusia seluruhnya. Kalau benar bahwa perbuatan baik menentukan keselamatan seseorang bisa hilang atau tidak seperti yang diajarkan oleh “theologia” Arminian (sebagian besar theologia Injili), maka keselamatan manusia hanya berawal dari “anugerah” Allah dan TIDAK pernah berakhir di dalam kedaulatan anugerah Allah. Orang Kristen sejati yang adalah anak-anak Allah pasti mampu mengerjakan perbuatan baik yang memuliakan Allah berdasarkan iman Kristen sejati dan lagi mereka pasti tidak mungkin kehilangan keselamatan (Calvin menyebutnya Perseverance of the Saints/Ketekunan Orang-orang Kudus). Inilah yang menguatkan kita tatkala kita mengalami penderitaan yang berat. Sedangkan “theologia” Arminian tidak pernah menguatkan kita malahan melemahkan iman kita bahwa kita perlu berusaha, kalau tidak, kita akan celaka (tidak berbeda dengan agama-agama non-Kristen yang berorientasi pada perbuatan baik). Lalu, bagaimana dengan kenyataan bahwa ada semacam orang Kristen yang bisa murtad? Apakah mereka kehilangan keselamatan ? TIDAK. Mereka tidak kehilangan keselamatan. Saya membagi hal ini menjadi dua. Orang Kristen yang murtad adalah model orang “Kristen” palsu yang pura-pura Kristen tetapi sebenarnya warga kerajaan iblis/neraka. Pdt. Dr. Stephen Tong pernah mengatakan bahwa banyak anak Tuhan sementara masih indekos di dalam dunia/di luar gereja, sedangkan banyak anak iblis masih indekos di dalam gereja. Anak iblis lah yang mungkin tepat dikenakan kepada orang “Kristen” yang murtad. Model kedua adalah orang Kristen sejati yang merupakan anak-anak Tuhan yang sementara diizinkan oleh Tuhan untuk murtad, tetapi ada suatu waktu, Allah yang setia akan menariknya kembali kepada-Nya. Inilah providensi (pemeliharaan) Allah di dalam keselamatan umat pilihan-Nya yang tidak dapat ditemukan di dalam arus theologia manapun, kecuali di dalam theologia Reformed/Calvinis yang ketat.

Sungguh suatu anugerah Allah yang luar biasa ketika kita menyelidiki bagian yang agung ini yaitu iman menghasilkan perbuatan dan perbuatan baik yang dikerjakan itu tetap adalah anugerah Allah, sehingga segala sesuatu adalah dari Dia, oleh Dia dan bagi Dia sajalah kemuliaan sampai selama-lamanya (Roma 11:36). Hari ini, sudahkah Anda beriman di dalam Kristus dan mengimplementasikan iman itu di dalam kehidupan sehari-hari sehingga nama Tuhan dipermuliakan ? Soli Deo Gloria. Solus Christus. Amin.


No comments: