16 August 2009

MUSIK ROCK KRISTEN DALAM KONTEKS IBADAH DAN KEKETATAN THEOLOGIS (Ev. Anton Ampu Lembang, S.Th.)

MUSIK ROCK KRISTEN
DALAM KONTEKS IBADAH DAN KEKETATAN THEOLOGIS


oleh: Ev. Anton Ampu Lembang, S.Th.




PENDAHULUAN
Nietzsche pernah berkomentar bahwa jika manusia hidup tanpa musik maka hidup akan menuju pada suatu kesalahan.1 Isu-isu kekinian yang sedang menjamur di beberapa gereja sehubungan dengan munculnya suatu aliran musik yang cukup panas, cepat dan liar mulai menimbulkan perasaan cemas. Keresahan tersebut semakin mengental ketika tujuan akhir penggunaan musik dalam ibadah-ibadah Kristen tidak lagi diperketat oleh nilai-nilai theologis. Jerry W. McCant berpendapat bahwa musik merupakan wadah yang efektif dalam mengajarkan ide-ide Alkitab dan theologi.2 Hal yang sama juga dikatakan oleh Kenneth W. Osbeck. Ia mengemukakan bahwa tokoh-tokoh gereja telah mempergunakan hymn untuk mengekspresikan theologi yang dianut dalam aliran masing-masing.3 Dengan kata lain, musik merupakan salah satu media yang paling efektif untuk meneruskan iman Kristen.

David Bowie, seorang rocker, mengatakan bahwa musik rock merupakan musik Iblis sehingga musik rock akan mengajar jutaan kawula muda untuk memuja dan menyembah Iblis.4 Musik ini mengandung pesan penghujatan terhadap Allah Bapa, Yesus Kristus dan Roh Kudus, yang dimanifestasikan melalui lirik, irama dan gambar.5 Tujuannya supaya dosa itu menjadi biasa dan tidak perlu ditakutkan karena semua orang melakukannya.

Dalam sebuah majalah medis terdapat suatu observasi tentang berbagai dampak negatif musik rock, misalnya hilangnya kontrol, agresif, suka memberontak, mempunyai dorongan seksual yang tidak terkendali, dan berubahnya kepribadian secara negatif. Keadaan histeris ini menunjukkan ekspresi kawula muda yang penuh konflik serta pemberontakannya terhadap generasi yang sudah tua.6 Para utusan gereja yang melayani di daerah-daerah yang masyarakatnya belum mengenal Tuhan, telah menegaskan bahwa musik rock adalah musik para setan. Jenis musik inilah yang sering kali digunakan ketika setan-setan dipanggil dan disembah. Misalnya, sepasang utusan gereja di Kalimantan melaporkan reaksi penduduk setempat terhadap musik rock Kristen demikian: “Mengapa Anda memanggil roh-roh halus dengan musik Anda?”7 Pertanyaan mereka muncul karena mereka mengenali stimulan psikis tersebut sama dengan yang mereka gunakan untuk mengontak kekuatan-kekuatan Iblis. Jeff Godwin mengatakan bahwa di dalam musik rock ada kuasa spiritual, suatu kuasa yang bukan dari Tuhan.8 Oleh karena itu, tidaklah heran jika musik rock “dikristenisasikan,” maka tidak menutup kemungkinan akan memperluas pekerjaan Iblis.

Oleh sebab itu tujuan penulisan ini adalah agar gereja-gereja Tuhan dapat melakukan pembedahan terhadap musik rock Kristen, baik syair, ritme, melodi dan harmoninya dengan pendekatan theologis dan musikal. Hal ini penting untuk membawa kita kepada pemahaman yang benar mengenai jenis musik ini. Khususnya apakah syair, ritme, melodi dan harmoninya dapat dikategorikan dan atau dipertanggungjawabkan di dalam perbendaharaan musik gerejawi.


LATAR BELAKANG MUNCULNYA MUSIK ROCK
Musik rock9 berawal sekitar tahun 1805, dari suatu daerah perbudakan di Afrika. Pada saat itu bangsa Negro diburu dan ditangkap untuk menjadi budak orang Amerika.10 Waktu itu penduduk asli Afrika masih memiliki agama yang terkenal dengan nama Voodoo, yang upacara ritualnya menggunakan mantra-mantra. Karena mereka telah menjadi budak orang Amerika, maka tidak heran kalau mereka sangat membenci orang Kristen yang berkulit putih. Ketika ditangkap, mereka merasa kehilangan harga kemanusiaannya, sehingga mereka mengekspresikannya dengan nyanyiannyanyian lagu mantra tanpa alat musik. Pada masa kesusahan dan penderitaan sebagai budak tersebut, mereka mengingat nenek moyang dan dewa-dewa mereka. Singkatnya, setelah mereka bisa bermain musik, jenis musiknya menjadi Rhythm dan Blues. Kemudian jenis musik ini terpecah menjadi dua, yaitu yang mengandalkan melodi dikenal sebagai musik jazz, sedangkan yang mengandalkan rhtythm sebagai rock.

Pada abad ke-20, kemajuan teknologi telah melahirkan berbagai jenis alat musik yang menggunakan pengeras suara dan kemudian disusul dengan alat-alat musik elektronik. Salah satu jenis musik yang memakai alat-alat elektronik ini adalah musik rock, sebuah jenis musik yang memiliki beat lebih cepat, keras dan liar. Pada abad inilah musik rock kembali muncul ke permukaan, tepatnya pada tahun 1947 oleh seorang penyanyi amatir yang bernama Will Bill Moore, di mana ia memunculkan istilah “Rock and Roll.”11 Dalam sebuah lagunya terdapat salah satu syairnya berbunyi demikian “We’re gonna rock and we ‘re gonna roll.”12

Namun lagu tersebut gagal di pasaran musik Amerika dan dilupakan begitu saja. Akan tetapi, pada tahun 1954, Alan Freed13 mencari nama terbaik untuk menggambarkan musik barunya yang dipopulerkan oleh Gene Vincent, Chuch Berry dan Elvis Presley.14 Ia meramu jenis musik Rhythm dan Blues dengan Country dan Western sehingga menghasilkan musik “Rock and Roll.” Oleh karena itu, pada tahun-tahun itulah istilah “rock and roll” lahir untuk menggantikan istilah dancing blues music. Apabila “rock and roll” dicampur dengan jenis musik lain akan menghasilkan Progressive Rock, Rock Latin, Heavy Metal, dll.

Sebenarnya Alan Freed meminjam istilah “rock and roll” yang sebelumnya sudah merupakan istilah umum perkampungan kumuh, yang berarti hubungan seks pranikah. Karena itu, tidaklah heran jika musik ini banyak mengandung unsur-unsur kenikmatan khususnya yang berhubungan dengan dorongan seksual. Memang tidak banyak yang mengenal Alan Freed bahkan namanya pun tidak, seperti halnya Wild Bill Moore, mereka sudah dilupakan. Namun “rock n’ roll” terus hidup, bahkan nama itu jauh melebihi ketenarannya. Sejak itu “generasi rock” terus berkembang dan merambat ke mana-mana, terutama generasi muda yang hasilnya menciptakan dekadensi moral dari generasi ke generasi.

Satu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa sasaran musik rock adalah generasi muda. Dengan alasan, pada masa tersebutlah masa-masa produktif untuk melayani Tuhan. Jiwa generasi muda yang cenderung memberontak biasanya langsung bersimpati dengan jenis musik ini. Sebenarnya ini merupakan suatu pilihan yang salah, sehingga tidaklah heran mereka menjadi generasi yang anti kemapanan dan pro-pemberontakan. Musik rock sangat berperan dalam membentuk wawasan hidup, pola nilai dan pola tingkah laku, karena budaya musik ini lebih memanfaatkan indera-indera dan mengirimkan konsep atau nilai di dalam kemasan nada, irama, simbol, cerita dan khayalan. Cepat atau lambat musik rock telah mengindoktrinisasi generasi muda ke arah yang sesat, karena musik rock itu sendiri mempunyai keinginan yang kotor di dalam pekerjaannya.15


SIFAT DAN PENGARUHNYA
Berbicara mengenai penelitian terhadap musik, banyak orang menyangkal kekuatan atau pengaruhnya bagi kehidupan setiap orang.16 Statistik pun memperlihatkan bahwa banyak generasi muda yang telah dirangsang oleh rock and roll, akhirnya hamil karena aktif melakukan hubungan seksual.17 Steve Clapp ketika melakukan penelitian terhadap pengaruh musik rock, menemukan 59% anak laki-laki yang aktif dalam gereja dan 42% anak wanita yang juga aktif dalam gereja telah memiliki pengalaman dalam pergaulan seksual pada usia 18 tahun.18 Slash, salah seorang gitaris handal kelompok Gun n’ Roses, mengatakan bahwa musik rock banyak memiliki kekuatan.19

Di Galatia, Paulus mengkontraskan dua tipe buah, yaitu buah-buah kedagingan dan buah-buah Roh Kudus (Gal. 5:19-21). Berikut ini beberapa buah-buah kedagingan yang menunjukkan gaya hidup atau filosofi para pemusik rock:
1. Seks Bebas dan Hedonisme
Salah satu area primer di mana para pemusik rock gagal mengukur diri kepada standar Alkitab adalah di area seks bebas, percabulan, biseksual, dan homoseksualitas. Elton John, yang dipuji dan dihargai sepanjang masa pernah berkomentar bahwa tidak ada yang salah jika tidur dengan sesame jenis. Traci Guns dari L.A. Guns mengatakan, “Sex, drugs, and rock… sure work wonders for me. I admit that I drink…. I ….[bercinta] as many women as I can…. and I do recommend (it). Hey, it’s all part of rock and roll.”20 Hal senada juga diungkapkan oleh grup band Skid Row: “I am not a role model for anyone… Hey, I’m young and I’m horny. I’m not gonna tie myself down to one women.”21

2. Obat-obatan dan Alkohol22
Promosi bintang-bintang rock mengenai diri mereka sendiri sebagai pencinta seksual hanyal sekadar permulaan. Hal tersebut tidaklah cukup, melainkan membawa mereka kepada arena obat-obatan dan alkohol. Anggota dari Dangerous Toys, dengan bangga mengklaim dan mengatakan keterlibatan mereka dengan alkohol: “There’s nothing else to do on the road, really. It’s out of habit and boredom that we get drunk. The first thing you do after a show a drink to help replenish your energy… Partying gets to be a crucial thing; you start drinking every night.”23

3. Hilangnya Kedamaian, Kegembiraan, dan Sukacita
Satu hal penting yang menandai kekosongan dalam gaya hidup rock adalah fakta banyak pemusik-pemusik rock tidak bahagia dalam hidup mereka. Mereka tidak pernah merasa cukup dan selalu ingin lebih. John Mellencap yang mencintai penampilan dari “bad-boy image” di dalam kebudayaan rock pernah mengungkapkan ketidakpuasannya dengan hidup: “When you get older… it’s to be happy. I have never had a full good day since I was 21.”24

Art Alexakis dari grup Everclear mengungkapkan kehidupannya yang haus akan kebahagiaan dan sukacita, “I feel depressed every day. I suffer from chemical depression…I grew up without a Dad on a housing project doing drugs, and drugs changed my chemical make up. I’ll ger really bad anxiety attacks, or I’ll get drug flashbacks.”25


FUNGSI MUSIK DALAM IBADAH
Secara umum makna kata “ibadah” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai definisi sebagai berikut: “perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah, yang didasari oleh ketaatan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.”26 The International Standard Encyclopedia mendefinisikan kata “ibadah” sebagai: “kemuliaan dan penghormatan dalam pikiran, perasaan, atau tindakan yang dilakukan oleh manusia, malaikatmalaikat yang ditujukan semata-mata kepada Allah.”27 Dalam Webster Dictionary edisi kedua “ibadah” didefinisikan sebagai: “penghargaan kepada ilahi serta pengakuan keberadaan yang tertinggi melalui penyembahan, pengakuan dosa, pengucapan syukur.”28 Evelyn Underhill mendefinisikan ibadah sebagai: “penyembahan total manusia sebagai respons kepada Allah yang kekal, yang menyatakan diri-Nya.”29 Kata ibadah itu sendiri dalam bahasa Inggris (worship) berawal dari kata Anglo Saxon, yang secara literal adalah weorth (eorthy) dan scipe (ship). Pengertiannya merujuk kepada kelayakan seseorang yang menerima penghargaan dan penghormatan yang khusus. Kemudian kata ini berkembang menjadi “worthship” dan akhirnya menjadi “worship” yang artinya beribadah kepada Allah karena Ia layak dipuja dan disembah.30

Alkitab menyaksikan bahwa musik cukup mendapat tempat dan perhatian yang tersendiri dan ini mengandung implikasi bahwa kehadiran musik mempunyai tujuan dan sasaran tertentu yang perlu dicapai. Allah memberikan perintah dan tuntutan tertentu terhadap pemanfaatan dan peran musik di dalam kehidupan gereja-Nya. Semua ini bertolak dari pemahaman bahwa musik (dalam ibadah) pada dasarnya merupakan ide Allah yang dikaruniakan kepada manusia pada umumnya dan umat Allah pada khususnya untuk memperkaya kehidupan mereka. Dalam hal ini, Dr. Brace H. Leafblad memberikan kesimpulan yang tepat: “Music was God’s idea… a luxurious gift to Human Beings which has enriched our life since earliest times. In Old Testament, God melded music and worship, a glorious union still stable today….God takes music in the church seriously….”31

Walaupun inisiatif pengadaan musik itu diperintahkan oleh Allah, namun jika tidak sesuai dengan maksud Allah maka Allah tak berkenan atasnya. Bila Allah sendiri menyatakan perhatian yang cukup serius terhadap pemanfaatan musik di dalam kehidupan umat-Nya, maka sudah seharusnyalah kita yang diwarisi peninggalan karya-karya musik yang kaya dan indah harus memikirkan musik gereja dengan serius pula. Berikut ini beberapa konsep yang benar mengenai fungsi musik dalam ibadah, yaitu:
1. Sebagai Sarana untuk Memuji Tuhan
Harold Best, dekan dari The Wheaton Conservatory of Music, dengan tegas mengatakan bahwa: “Music is also an act of worship.”32 Sedangkan seorang profesor emeritus dalam bidang musik gerejawi dari Universitas Rochester, M. Alfred Bicheh pernah mengatakan dalam khotbahnya di Concordia Theological Seminary Indiana, 16 Maret 1978: “Music has both sacramental and sacrificial overtunes.”33 Musik merupakan pemberian karunia yang dianugerahkan Allah kepada manusia, karena itu manusia harus memakainya untuk memuji Tuhan. Hal ini merupakan prinsip dasar manusia, seperti yang dikatakan Rasul Paulus dalam Roma 11:36: “sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!”

Pengertian seseorang terhadap konsep peranan musik dalam ibadah akan menentukan sikap orang yang bersangkutan dalam melakukan tindakan ibadahnya. Lovelace dan Rice mengatakan dengan keras bahwa penyalahgunaan musik dalam ibadah pada dasarnya merupakan tindakan yang sudah menjadikan musik sebagai “pelacur” (prostitute) dan bukan sebagai “pelayan” (handmaid of religion).34 Mengapa demikian? Karena dengan penyalahgunaan musik dalam gereja, musik telah “dipaksa” untuk menjalankan peranan yang tidak sesuai dengan makna dan maksud ibadah yang sesungguhnya. Maka sebagai bagian dari ibadah, musik harus diperankan sesuai dengan makna ibadah, dalam hubungan antara umat Allah dan Allah sendiri. Alasan dan tujuan pemanfaatan musik dalam relasi tersebut harus bertolak dari Allah dan berporos kepada Allah. Dr. Leafblad menyimpulkan: “In our ministry to the Lord, our ultimate goal is to glorify Him. The goal of worship is not the delight of man, but the pleasure of God. Thus the ministry of music in worship must be primarily concerned with pleasing and glorifying God. In worship, God is the audience.”35

Tujuan akhir ibadah bukanlah kepuasan manusia melainkan kepuasan Allah. Maka, pelayanan musik gerejawi dalam ibadah pertama-tama harus berusaha memuaskan dan memuliakan Allah. Di dalam Mazmur 100:2b berkata: “Datanglah di hadapan-Nya dengan sorak-sorai!” Ayat ini menunjukkan bahwa musik Allah memiliki sesuatu yang disukai-Nya ketika Dia dihampiri.36 Musik bukan sekadar pencair suasana, bukan pula sebagai pembangkit semangat jemaat. Karena itu tuntutan kualitas musik tidak hanya ditekankan pada aspek “science and art” saja, melainkan juga pada aspek isi atau berita dari syair-syair nyanyian yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan untuk melihat apakah ada keselarasan antara isi atau berita dengan realitas sifat dan eksistensi Allah beserta musiknya.

2. Sebagai Sarana untuk Persekutuan (fellowship)
Relasi pertama, yaitu antara umat dengan Allah, yang diwujudkan dalam ibadah akan dengan sendirinya membawa mereka masuk dalam relasi kedua, yaitu antara umat dengan sesamanya. Hal ini terjadi sebagai konsekuensi logis, di mana setiap orang sama-sama datang ke hadirat Allah sebagai umat yang telah ditebus, disucikan, diperbarui. Musik memiliki daya untuk mempersatukan, sehingga dapat berperan sebagai sarana pemersatu jemaat yang berkumpul bersama-sama untuk menyembah Tuhan. Jemaat yang sudah dipersatukan dalam Kristus dipanggil dan tergerak untuk mengikrarkan pengakuan, penyembahan, pengucapan syukur bahkan puji-pujian kepada Allah. Hal tersebut sesuai dengan karakteristik musik. Pengertian tentang peranan musik yang demikian akan mempunyai akar theologis sebagaimana yang digariskan Alkitab, dan bukan sekadar alasan fungsional belaka. Musik sakral senantiasa mempersatukan karena pada saat ibadah dilangsungkan gereja telah menjadi satu.37

3. Sebagai Sarana untuk Pembinaan (nurture)
Peranan musik erat hubungannya dengan menasehati jemaat. Musik sebagai sarana untuk menyampaikan nasehat, dorongan, peringatan dan penghiburan (encouragement, comfort) kepada saudara seiman agar mereka dapat dikuatkan untuk bertumbuh dan berani menghadapi segala realitas dan tantangan hidup sebagai orang Kristen yang benar. Ini jelas berbeda dengan fungsi musik yang hanya sekadar bersifat entertainment atau hiburan, di mana umumnya membawa orang kepada dunia mimpi yang seolah-olah tidak ada persoalan dan kesulitan hidup yang menyebabkan timbulnya rasa pesimis dan frustasi. Walaupun musik itu sendiri memiliki aspek nilai Entertainment, namun di tengah-tengah jemaat hal tersebut tidaklah menjadi tujuan yang paling utama. Dengan berdasarkan pengertian di atas, maka peranan musik gerejawi dapat dimanfaatkan sebagaimana seharusnya sehingga hal-hal yang bersifat negatif, misalnya memanipulasi emosi yang ditimbulkan sebagai efek sampingan dari jenis musik atau nyayian tertentu dapat dihindari. Sebaliknya, kehangatan ekspresi persekutuan dengan Allah yang saling membangun akan tampak dan dapat dirasakan oleh jemaat.

4. Sebagai Sarana untuk Pengajaran (education)
Pada umumnya peranan musik di sini dimengerti sebagai sarana untuk menanamkan pengajaran-pengajaran yang terdapat dalam Alkitab ke dalam hati, pikiran dan kehidupan umat-Nya. Kebenaran-kebenaran spiritual tersebut menjadi lebih jelas, ekspresif dan komunikatif ketika dinyatakan melalui melodi, harmoni dan ritme yang bersangkutan. Dalam hal ini musik merupakan sarana yang amat efektif daripada pendekatan verbal. Musik sebagai sarana pendidikan sudah lama dikenal dan diterapkan. Di India para guru memakai musik untuk membina kerohanian atau mental para murid atau pengikutnya.38 Begitu pula Plato dan Aristoteles amat menganjurkan penggunaan musik sebagai mata pelajaran wajib bagi para murid mereka untuk membentuk karakter.39 Secara pedagogis, musik juga merupakan metode pengajaran itu sendiri (a sound teaching method).

Penjelasan di atas sebenarnya sudah dikenal sebelumnya oleh para filsuf di abad ke-3 sM, dan khususnya berkenaan dengan integrasi keunikan peranan musik dengan pendidikan agama Kristen, Marthin Luther mengatakan bahwa musik adalah metode dan sekaligus kurikulum.40 Oleh karena itu, gereja-gereja liturgikal mempunyai kepekaan akan pentingnya pengajaran doktrinal di dalam musik gerejawi. Theologi yang tidak membawa manusia menyembah kepada Allah adalah theologi yang tidak benar dan berbahaya. Agar makna ibadah tidak diselewengkan, maka hubungan liturgy dan ibadah harus jelas. Liturgi dipakai untuk menjaga keutuhan pengajaran yang benar agar gereja tidak terlena dengan keindahan yang tidak menumbuhkan iman.


MUSIK ROCK KRISTEN DALAM KONTEKS IBADAH
Harus diakui bahwa musik rock tidak memberikan suatu kesejajaran tuntutan nilai theologis, bahkan khususnya dalam hal fungsi atau peran musik rock dalam ibadah-ibadah Kristen. Musik rock dalam ibadah-ibadah Kristen hanya diwarnai nilai-nilai sekuler daripada prinsip-prinsip theologis. Musik rock yang dilangsungkan dalam persekutuan sering kali lebih ditujukan pada pemuasan selera (musik) jemaat daripada menemukan dan memenuhi kebutuhan spiritual mereka. Berikut ini akan dipaparkan tujuan pemanfaatan musik rock dalam ibadah:
Pertama, tujuan akhir dari pemanfaatan musik rock dalam ibadah adalah semata-mata hanya kepuasan dari sekelompok orang yang menggemari gaya musik tertentu. Musik ini digunakan untuk menghangatkan, memberikan kenyamanan dan keduniawian kemudian mengisinya dengan Injil.41 Kualitas komposisi dan keketatan theologis dari pada lagu sering kali dikorbankan karena selera sebagian jemaat terhadap musik yang bersangkutan. Walaupun ada “tujuan baik” tertentu untuk menarik anak-anak muda yang kemudian diharapkan dapat “dimenangkan” bagi Yesus, tetapi realitasnya selera musik dari sekelompok orang dapat menjadi sarana memanipulasi ibadah. Mereka tertarik bukan pada Yesus, tetapi karena musik rock dan besar kemungkinan gereja bukan lagi melayani Allah dalam ibadah melainkan sekelompok orang dengan penyajian musik yang mereka gemari. Para pecinta musik rock Kristen merasa aman karena mereka mengetahui bahwa tidak ada ayat Alkitab yang berkata “janganlah kamu mendengarkan musik rock Kristen.”42 Stephen Streiker mengatakan bahwa “musik kami bersumberkan kekerasan.”43 Jelas kalimat tersebut tidak dapat dikompromikan dengan kebenaran Alkitab. Misalnya 1 Korintus 14:33 mengatakan “Sebab Allah tidak menghendaki kekacauan, tetapi damai sejahtera.” Musik rock yang penuh dengan kekerasan akan mengacaukan ibadah. Mengapa? Karena tujuan akhir dari ibadah adalah memuliakan Allah dan bukan mempermalukan Allah.

Kedua, musik rock diperlukan sebagai salah satu bentuk hiburan yang sakral (albeit sacred). Dengan musik rock yang disukai oleh banyak orang, maka gereja bermaksud “menolong” jemaat yang hidupnya penuh dengan tekanan hidup. Hal ini dilakukan dengan latar belakang konsep “sikap hidup yang melarikan diri dari realitas hidup” sebagai jalan keluar. Konsep ini sama sekali tidak dibenarkan karena tidak sesuai dengan ajaran Alkitab. Alkitab mengajarkan orang Kristen untuk hidup dengan gagah dan perkasa dalam menantang atau menghadapi persoalan hidup bersama Tuhan (1Kor. 10:13; Flp. 4:13).

Untuk menolong jemaat tidak perlu membuai mereka agar melupakan fakta-fakta kehidupan, melainkan dengan membekali mereka dengan kebenaran firman Tuhan. Musik rock memang memiliki sifat dan ciri entertainment dalam dirinya. Tetapi peran utamanya dalam ibadah bukan sebagai sarana menghibur jemaat, melainkan sarana untuk menolong jemaat melihat dan mengerti realitas hidupnya sebagai orang percaya serta dikuatkan untuk menghadapinya. Menurut Harold Best, ibadah harus merupakan aksi persembahan yang bersifat kreatif, sekaligus menyebut musik sebagai “korban persembahan kreativitas.”44

Ketiga, musik rock sebagai bagian dari pada seni harus diperjuangkan sebagai suatu bidang / bagian dari seni. Nilai eksistansinya sebagai musik dijadikan pusat dan tujuan akhir dari segala program yang dibuat dan dilaksanakan. Namun yang perlu dipertanyakan adalah apakah musik rock merupakan suatu seni yang patut diperjuangkan, mengingat adanya efek-efek negatif secara psikologis yang dimunculkan dalam ibadah. Misalnya, menjerit-jerit, tertawa, menyobek-nyobek pakaian, dianggap sebagai pengalaman yang menyenangkan dan menggembirakan. Hal ini bukan saja terjadi pada penggemar musik rock sekuler, tetapi hal serupa pun terjadi di lingkungan penggemar musik rock Kristen.45 Cara-cara ini tidak dapat dipertanggungjawabkan karena semua ibadah akan berakhir dengan keributan yang juga dapat menimbulkan kebingungan jika seseorang tertarik memperoleh hidup baru melalui cara-cara yang merupakan bagian dari hidup lama. Konsep seperti ini kurang mendapat dukungan theologis yang kuat.


MUSIK ROCK KRISTEN DENGAN KEKETATAN THEOLOGIS
Penulis free-lance dari Canada, E. Margaret Clarkson, dalam suatu essaynya The Christian Imagination: Essay on Literature and the Arts, mengatakan: “Hymns are expressions of worship, they are man’s glad and grateful acknowledgment of the worth-ship of Almighty God…Hymns are a celebration of that God is and what He has done….”46

Bertolak dari pengertian di atas, maka syair suatu puji-pujian memegang peranan penting dalam memberitakan kebesaran-Nya. Syair itulah yang menentukan nilai dan mutu puji-pujian yang bersangkutan. Karena itu, keketatan teologinya bertugas mengekspresikan syair tersebut dengan jelas dan Alkitabiah. Saat ini banyak model-model syair yang bermunculan yang dikenal dengan nama “nyanyian rohani” dengan memiliki kedangkalan nilai-nilai theologis. Dapat dikatakan syair tersebut lebih bersifat spontan yang diangkat dari “pengalaman” hidup orang Kristen dan dipopulerkan oleh artis Kristen “papan atas.” Bentuk ini lebih dikenal dengan sebutan gospel songs dan umumnya dipakai dalam kelompok-kelompok band/vocal grup yang akhir-akhir ini menjamur di gereja-gereja, bahkan persekutuan-persekutuan besar.

Dua lagu di bawah ini adalah lagu yang dibawakan oleh sebuah kelompok band yang bernama Petra, salah satu kelompok musik rock Kristen yang sangat populer mulai tahun 1984, di mana dua lagunya Witch Hunt dan God Gave Rock And Roll To You menimbulkan banyak pertanyaan yang serius untuk diperhatikan.
Witch Hunt
Another witch hunt looking for evil
where we can find it
Off on a target, Hope the Lord won’t
Mind it
Another witch hunt, Takin’ a break from
All our gospel labor
On a crusade but we forgot our saber…
So send out the dogs and tally ho….
And we won’t stop until somebody
Gets burned.…

Lirik lagu Bob Hartman’s menyarankan bahwa orang-orang Kristen harus membutakan mata mereka terhadap kejahatan di sekeliling mereka dan mewaspadainya. Ini adalah metode yang dipakai oleh para pengikut sesat setan untuk menutupi perbuatan jahat mereka. Bagi suatu kelompok yang memulai setiap lagu dengan memakai satu ayat dalam Alkitab dari lagu mereka, ini adalah satu sikap yang sangat aneh dan asing. “Tuhan akan memberikan rock and roll kepadamu, letakkan itu dalam jiwamu,” merupakan syair yang tidak memiliki kebenaran kristiani. Yesus tidak pernah memberikan seseorang yang datang kepada-Nya rock and roll, melainkan Yesus memberi keselamatan, pengampunan, menguduskan, membenarkan dan menguatkan mereka yang percaya di dalam nama-Nya. Dengan kata lain, syair di atas bukan merupakan berita Injil, berita yang mereka sampaikan telah dimanipulasi sedemikian rupa demi kesenangan anak-anak muda tanpa peduli dengan pengajaran theologi yang benar.

Yang menjadi penekanan dari lagu tersebut adalah rock and roll dan bukan Kristus. Padahal di dalam Alkitab Kristuslah yang menjadi pusat pemberitaan. Yohanes 1:1, dalam kalimatnya “Pada mulanya adalah Firman,” mengindikasikan bahwa sejauh ke belakang mana pun Firman itu terus menerus ada.47 Keil dan Delitzsch mengatakan bahwa Mesias adalah “pembawa damai.”48 Kristus harus terus menerus menjadi jantung dalam syair-syair lagu yang dinyanyikan, Kristus pembawa damai bukannya pembawa rock and roll.

Lagu lain dari Beat The System adalah lebih cacat bagi para fans musik rock Kristen yang tidak dapat dibedakan dengan jelas. Berikut ini kutipan liriknya:
God Gave Rock And Roll To You
You can learn to sing
You can play guitar
You can learn to rock
You can be a star
But where wick you be then the music’s gone
God gave Rock and Roll to you
Gave Rock and Roll to you
Put in the soul of everyone…

Ada beberapa hal yang berbahaya dan cacat dari lagu ini. Pertama, lagu ini tidak ditulis oleh Petra. Lagu ini direkam pada tahun 1973 oleh suatu kelompok musik yang disebut Argent, yaitu satu kelompok musik sekuler. Petra menggunakan suatu musik yang bukan Kristen untuk mendorong suatu pandangan yang dianggapnya rohani bahwa Tuhan telah memberikan rock and roll kepada semua jiwa kita. Kedua, Petra mengganti kata-katanya untuk membuat lagu ini mengatakan bahwa apa yang mereka percayai adalah benar, bahwa Tuhan telah meletakkan lumpur milik setan di dalam jiwa kita. Jelas lagu tersebut tidak Alkitabiah. Kristus tidak memberikan setan di dalam jiwa kita, melainkan Kristus memberikan jaminan keselamatan kepada kita. Kristus sebagai pengantara memulihkan persekutuan kita pada persekutuan itu terputus karena dosa. Kristus disebut sebagai “Pembela” orang percaya (parakletos) artinya “pengacara pembela” (1Yoh. 2:1). Dalam literatur rabinik kata itu dapat mengindikasikan seseorang yang menawarkan pertolongan hukum.49

Kristus memberikan Roh Kudus di dalam hidup kita bukan rock and roll bahkan tidak memberikan setan di dalam jiwa kita. Melalui Roh Kudus kita akan diajar, dibimbing dan dilahirbarukan supaya kita bisa bersaksi. Rock and roll tidak dapat memberikan kuasa kepada kita supaya bersaksi, setan pun tidak memiliki kuasa apa-apa untuk melahirbarukan hidup kita. Roh Kudus menyakinkan seseorang akan sesuatu atau menunjukkan sesuatu pada seseorang.50 Keyakinan tentang apa? Jelas keyakinan tentang dosa, kebenaran, dan penghakiman. Lagu-lagu yang dibawakan oleh band Kristen tersebut sangat dangkal dan tidak memiliki keketatan secara theologis. Bisa dikatakan sesat dan menyesatkan.

Salah satu band musik rock Kristen lainnya, DeGarmo & Key, memproduksi pertama kali lagunya yang ditayangkan di MTV yang berjudul Six, Six, Six dan semuanya itu mengenai anti-Kristus. Berikut ini contoh syairnya:
Six, Six, Six
…I said Jesus won’t you save me
From this evil man of sin
I have read about his future
I don’t want to go with him
And when I looked up he had gone
But he had left a note that said
‘My number is, my number is….
Six, six, six….
Flight 666.…departing-WELCOME

Pesan dalam lagu ini sungguh membingungkan. Band-band Kristen menyarankan bahwa Yesus pun tidak dapat menolong orang-orang dari anti-Kristus. Syair ini seolah-olah mau menunjukkan bahwa sungguh kasihan orang ini mengemis kepada Yesus untuk menyelamatkannya tetapi mengahirinya dengan penerbangan 666 yang langsung menuju neraka. Syair lagu ini jelas tidak memberitahukan kepada anak-anak bahwa Yesus memiliki kuasa untuk memberi hidup atau bagaimana untuk menerima kuasa itu. Hal penting lainnya, yaitu mengenai pertobatan sebenarnya bukanlah merupakan sesuatu yang terpenting dalam pelayanan mereka, sebab terlihat di dalam syair lagunya sama sekali tidak mengajak generasi-generasi muda untuk mengambil satu keputusan untuk meninggalkan dosa dan mengikuti Yesus seumur hidup mereka. Yohanes 5:24 berbunyi: “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa mendengar perkataan-Ku dan percaya kepada Dia yang mengutus Aku, ia mempunyai hidup yang kekal dan tidak turut dihukum, sebab ia sudah pindah dari dalam maut ke dalam hidup.” Syair yang tidak membangun kerohanian bukanlah kehendak Allah, bahkan bukan misi Kristen.

Berdasarkan konsep ibadah yang benar dan berdasarkan doktrin yang benar, serta berdasarkan kekayaan isi beritanya maka musik rock Kristen tidak akurat di dalam pemberitaan Injil. Dari hasil survei terhadap lagu-lagunya, maka konsep mengenai ibadah tidak ada sama sekali. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ibadah bukanlah merupakan suatu pertemuan antara Allah dengan umat-Nya. Pertemuan tersebut tidak ditekankan pada umat untuk menyembah-Nya. Oleh sebab itu pertemuan tersebut tidaklah kudus, tidak mulia dan tidak mendatangkan sukacita surgawi, serta tidak signifikan untuk pembentukan karakter generasi muda. Musik rock Kristen tidak menempatkan sikap penyembahan yang benar dalam musik mereka, padahal konsep ibadah yang Alkitabiah adalah merupakan tanda ketaatan secara mutlak kepada Tuhan dalam kehidupan. Ibadah dalam musik rock Kristen memberi kesan bahwa praktek penyembahan tidaklah penting, serta terabaikannya kehidupan yang kudus. Sebaliknya ibadah dalam Alkitab menunjukkan praktik penyembahan dan praktik kehidupan tidak dapat diabaikan satu dengan yang lain. Syair musik rock Kristen juga tidak menekankan akan kehadiran Tuhan di dalam penyembahan, sedangkan Alkitab sangat menekankan bahwa kehadiran Tuhan itu terjadi pada saat dalam kehidupan, misalnya dalam 1 Korintus 3:16.

Berdasarkan acuan doktrinal, apakah syair musik rock Kristen mengajarkan doktrin yang benar? Jelas Tuhan yang dilukiskan dalam lagu-lagunya adalah Tuhan yang tidak perkasa dan Tuhan yang tidak penuh kasih. Tuhan tidak diperkenalkan sebagai Allah yang memimpin, membimbing, menuntun, memelihara dan mencukupi kebutuhan umat-Nya, serta memiliki rencana yang harus ditaati dalam kehidupan umat-Nya. Boleh dikatakan bahwa hampir seluruh karya dalam penelitian ini tidak menekankan akan Kristus adalah Tuhan dan Allah yang perkasa, Raja di atas segala raja. Selain itu tidak ditanamkan suatu paham theologi mengenai Kristus adalah Anak Domba Allah yang telah mati dan bangkit untuk menyelamatkan jiwa umat-Nya. Dari perbandingan tersebut tampak bahwa musik rock Kristen tidak memiliki syair yang ajarannya meninggikan Allah. Kristus seolah-olah diragukan sebagai Tuhan yang telah menjadi manusia, mati disalibkan untuk menyelamatkan umat manusia yang percaya pada-Nya. Istilah-istilah yang menunjukkan keperkasaan Kristus tidak dapat ditemukan dalam lagu-lagu tersebut.

Kemudian berdasarkan kekayaan isi berita dari syair musik rock Kristen terlihat lebih terkonsentrasi pada sisi kepuasan pendengar sehingga tidak membicarakan mengenai pelayanan, penginjilan dan pergumulan iman dalam menghadapi masalah kekinian. Apabila ada pergumulan, itu pun dipaparkan secara dangkal. Pada umumnya, jalan keluar dalam menghadapi semua masalah terletak pada Allah maka solusi dalam menghadapi masalah tersebut adalah datang kepada-Nya. Oleh sebab itu, berita atau ajaran musik rock Kristen dapat dikatakan sangat miskin untuk memberi masukan yang berarti bagi pembentukan wawasan Kristiani dalam menghadapi tantangan dunia ini.


PENUTUP
Dari penjelasan di atas, maka tidak dapat dijadikan sebagai patokan atau pegangan yang tepat bagi penggarisan peranan musik rock dalam ibadah. Mengapa demikian? Karena di dalam ketiga konsep tersebut terlihat suatu sikap yang menjadikan manusia sebagai obyek utama dan tujuan akhir dalam pelayanan ibadah. Hal ini berarti Allah ditempatkan di luar lingkungan ibadah. Pada dasarnya Allahlah yang harus menjadi satu-satunya Tuhan, Raja yang dilayani, dipuji dan disembah, menerima persembahan umat-Nya, baik secara konkrit (materi) maupun abstrak (puji-pujian, nyanyian syukur, dsb.). Musik yang memiliki latar belakang komersial dan emosional dapat menimbulkan efek-efek negatif atau kesalahan-kesalahan theologis.51

Menurut Larry Sibley, musik yang memiliki latar belakang komersial dan emosional (button song) yang hanya digunakan membangkitkan emosional, yang kurang komposisinya (cheap-music) tidak atau belum tentu tepat untuk digunakan dalam persekutuan umat Allah.52 Perkembangan musik gerejawi sangat memprihatinkan karena pemanfaatannya dalam gereja yang lebih menitikberatkan komersial sehingga mengorbankan isi berita Kristiani.53 Pelayanan musik rock dalam ibadah lebih mendekati pola-pola dunia sehingga terkadang sulit dibedakan antara musik religius masa kini dengan musik populer sekuler lainnya. Garis pemisah antara “melayani/pelayanan” dan “menghibur/hiburan” (ministry and entertainment) tidak jelas dan kabur. Di sisi lainnya ada efek-efek negatif lainnya yang diakibatkan dari musik rock terhadap fisik, yaitu dapat menimbulkan perubahanperubahan dalam denyut jantung, pernapasan, tekanan darah dan respons syaraf.54 Kemudian musik itu pun dapat menggugah nafsu, merangsang gerakan aktif, melepaskan ketegangan, menutup rasa sakit dan stress.55

Erik Routley mengatakan bahwa melodi-melodi dalam suatu puji-pujian memiliki daya untuk menimbulkan imaginasi dan ide dalam pikiran, maka perlu diyakinkan bahwa melodi yang bersangkutan tidak menimbulkan imaginasi/ide yang pada dasarnya melemahkan / mencemarkan gambaran tentang Anak Allah yang berinkarnasi sebagaimana yang diwahyukan dalam Alkitab.56 Musik rock Kristen tidak memiliki melodi sama sekali. Melodi merupakan “batu penjuru” dan “titik penuntun” bagi kualitas keindahan suatu musik.57 Dalam hal ini kreativitas dan imaginasi komponis amat menentukan nilai dan keindahan. Rumusan atau motif melodi yang benar akan berkombinasi untuk menciptakan frase-frase dan tema-tema, setiap melodi secara individu mempunyai garis masing-masing dari turun atau naiknya nada. Gerakan yang statis dan kekurangan kesimbangan akan menciptakan sebuah efek hipnotis atau keputusasaan di dalam diri pendengarnya. Berdasarkan panduan ini maka melodi-melodi musik rock Kristen pada dasarnya menimbulkan ide yang melemahkan atau mencemarkan gambaran tentang Yesus Kristus yang telah datang ke dalam dunia.

Karena itu kehadiran musik dalam gereja harus terwujud dengan baik dan bermanfaat, sehingga musik dapat terefleksikan dengan tepat, indah, dan kaya dalam gereja. Musik gerejawi perlu mengandung konsep ibadah yang berpolakan theocentris bukan pengalaman egocentris demi subjective spirituality. Gereja tidak boleh acuh terhadap sisi doktrinal/theologi yang disajikan dalam syair. Motivasi dan tujuan pemakaian musik seharusnya bermula pada Allah dan berakhir pula pada diri Allah. Musik gereja harus memberitakan Injil keselamatan pada dunia. Oleh sebab itu musik yang dipergunakan di dalam gereja harus mengandung atau menyampaikan berita, pengajaran, theologi yang benar dan utuh sesuai dengan wahyu Alkitab.

Gagasan di sekitar status dan fungsi musik gereja akan tetap tinggal sebagai suatu gagasan yang ideal, sulit terwujud jika tanpa kesadaran dan partisipasi setiap pihak di dalam tubuh Kristus; baik itu pemimpin gereja, para pemusik Kristen maupun lembaga atau pendidikan Kristen lainnya. Dengan demikian ibadah-ibadah gerejawi bersifat konstruktif dan tidak sekadar menghiasi suasana dalam beribadah.


Catatan Kaki:
1. Rhoda Thomas Tripp, The International Thesaurus of Quotations (New York: Thomas Y. Crowell, 1970), 419.
2. Jerry W. McCant, “Music and Christian Education,” dalam Journal of Christian Education, Vol. 1, No. 2 (1981), 65.
3. Kenneth W. Osbeck, The Ministry of Music (Grand Rapids, Michigan: Kregel Publications, 1985), 24-25.
4. Tony Hington, A Christian Approach to Rock Music (Hawkwell, Hockley, England: Hawkwell Paris Church, ltd), 4.
5. M. Basilea Schlink, Musik Rock Dari Mana & Mau Kemana? (Malang: Gandum Mas, 1995), 5.
6. Arnold Shaw, Dictionary of American Pop/Rock (New York: Macmillan, 1982), 287.
7. Schlink, Musik Rock Dari Mana & Mau Kemana?, 25.
8. Jeff Godwin, Dancing With Demons the Music’s Real Master (Chino: Chick Publications, 1988), 8.
9. Kata “rock” itu sendiri berarti batu karang, atau gerak ayun, yang di dalam penampilannya mereka lebih mengutamakan “rhythm” (tempo dalam irama) dan “noise” (gaduh, riuh) dari pada sound. Dennie Olden Frans, Musik Rock (Batu: YPPII, 1993), 1. Kemudian definisi yang lebih jelas datang dari seorang mantan rocker yaitu Mike Johnson, yang mendefinisikan rock sebagai “karang” yang juga bisa berarti menggoyahkan, menggocangkan atau membuai orang yang mendengarnya, khususnya generasi muda. Erick, Musik Dari Surga Atau Dari Neraka: Bahana 03/III/11. David Bowie, seorang bintang rock pun mengatakan bahwa musik rock dapat menguasai dan menghancurkan kehidupan. Tony Hington,
10. Donald P. Ellsworth, Christian Music in Contemporary Witness (Grand Rapids: Baker Book House, 1979), 91.
11. Steve Peters & Mark Littleton, Truth About Rock (Minneapolis: Bethany House Publisher, 1998), 13.
12. Ibid., 13.
13. Alan Freed adalah seorang Disk Jockey di Cleveland dan seorang penyiar radio. Pekerjaannya memainkan lagu-lagu yang mengandung seks, yang kemudian setelah berhasil meramu musik dengan ritme yang lebih cepat, panas dan liar, ia juga mempromosikan penyanyi-penyanyi baru. Music From Hell: Getfresh! 10/I/vol.1 (Juni 2001), 13.
14. Jacob Aranza, Backward Masking Unmasked (Shreveport: Huntington House, 1983), 21.
15. J. Brent Brill, Rock and Roll (New Jersey: Fleming H. Reveel Company, 1984), 18.
16. John Ankerberg & John Weldon, The Facts on Rock Music (Oregen: Harvest House Publishers, 1992), 4.
17. Brill, Rock and Roll, 18.
18. Steve Clapp, Teenage Sexuallity: A Crisis and an Opportunity for the Chruch (Sidell: C-4 Publications, 1981), 4.
19. Ankerberg, The Facts on Rock Music, 6.
20. Peters, Truth About Rock, 39.
21. Ibid., 40.
22. Schlink. Musik Rock Dari Mana Dan Mau Kemana? 13-14. Tidak sedikit dari pemusik rock yang meninggal akibat pemakaian obat-obatan dan alkohol yang berlebihan. Schlink mendaftarkan beberapa diantaranya. Seperti: penyanyi andalan dari Sublime, Brad Nowell, mati karena overdosis heroin di San Fransisco Hotel pada usia dua puluh delapan tahun. Brian Jones dari kelompok The Rolling Stones tenggelam dalam kolam renangnya karena terlalu banyak minum alkohol. Jimi Hendrix tersumbat jalan napasnya sampai mati oleh muntahannya sendiri karena terlalu banyak menggunakan heroin. Ron McKernan dari kelompok The Grateful Dead mati perlahan-lahan sebagai akibat alkoholisme. Marc Bolan, gitaris dan penulis lagu kelompok T-Rex, yang mengaitkan keberhasilan dengan ilmu hitam, mati dalam suatu kecelakaan mobil yang misterius. Keit Moon dari kelompok The Who melakukan bunuh diri. Elvis Presley mati sebagai akibat penyalahgunaan obat. Sid Vicioud dari kelompok The Sex Pistols terlalu banyak menggunakan heroin setelah menikam teman gadisnya sampai mati. John Bonham dari kelompok Led Zeppelin tersumbat jalan napasnya sampai mati oleh muntahannya sendiri setelah minum 40 gelas vodka. Pete Farndon dari kelompok The Pretenders di temukan mati di bak mandi dengan jarum suntik heroin masih tertusuk pada lengannya. Yogi Horton, seorang penabuh drum yang terkenal, melompat dari lantai tujuh belas sebuah hotel di New York. Roy Buchanan, salah seorang gitaris musik rock dan blues terbaik, menggantungkan diri dalam keadaan tidak sadar karena mabuk sewaktu ia ditahan dalam sel.
23. Peters, Truth About Rock, 41.
24. Ibid., 42.
25. Ibid.
26. Kamus Besar Bahasa Indonesia (ed.1988), “ibadah,” 318.
27. The International Standard Encyclopedia Vol. 5, “worship” 3112.
28. Jean L. McKechnie, Webster’s Dictionary (USA: The World Publishing Co, 1975), 2109.
29. Warren W. Wiersbe, Real Worship (New Jersey, Nashville: Oliver Nelson, 1986), 21.
30. Walter Elwell, Evangelical Dictionary of Theology (Grand Rapids, Michigan: Baker Book House, 1985) 1192.
31. Brace H. Leafblad, “What Sound Church Music?,” dalam Christianity Today, 19 May 1978, 19-20.
32. Harold Best, “Music: Offerings of Creativity,” dalam Christianity Today, 6 May 1977, 15.
33. Ibid., 15.
34. Austin C. Lovelace & William C. Rice, Worship and Music in the Church (Nashville: Abingdon, 1976), 20-21.
35. Leafblad, What Sound Church Music?, 19.
36. Lamar Boschman, Musik Bangkit Kembali (Jakarta: Yayasan Pekabaran Injil Immanuel, 2001), 19.
37. Best, Music: Offering of Creativity, 15.
38. Charles R. Hoffer, The Understanding of Music (California: Wadsworth Publishing Co.,1971), 2.
39. William Lyod Hooper, Church Music in Transition (Tennessee: Broadman Press, 1963), vi.
40. John F. Wilson, An Introduction to Church Music (Chicago: Moody Press, 1974), 39.
41. Ellsworth, Christian Music in Contemporary Witness, 161.
42. Jeff Godwin, What’s Wrong With Christian Rock (Chino: Chick Publications, 1990), 249.
43. Godwin, Dancing With Demons the Music’s Real Matter, 260.
44. Best, “Music: Offerings of Creativity,” 12-13.
45. Schlink, Musik Rock Dari Mana & Mau Kemana? 28.
46. E. Margaret Clarkson, “What Makes a Hymn ‘good’?,” dalam Christianity Today, 27 Juni 1980, 22.
47. Leon Morris, The Gospel According to John (Grand Rapids: Zondervan, 1962), 73.
48. C. F. Keil & Delitzsch, Biblical Commentary on the Old Testament, 25 vol (Grand Rapids: Eerdmans, 1968), 1:393.
49. Fritz Rienecker, Linguistic Key to the Greek New Testament (Grand Rapids: Zondervan, 1980), 664.
50. William F. Arndt & F. Wikbur Gingrich, A Greek-Engkish Lexicon of the New Testament and Other Early Christian Literature, direvisi oleh F. Wilbur Gingrich & Frederick W. Danker (Chicago: University of Chicago, 1979), 146.
51. Richard D. Mountford, “Does Music Make Them Do It?,” dalam Christianity Today, 4 May 1979, 21-22.
52. Larry Sibley, “Singging Upward,” dalam Moody Monthly, April 1976, 114.
53. Richard D. Dinwiddie, “Monney Changers in the Church: Making the Sounds of Music,” Christianity Today, 26 June 1981, 16-18.
54. Richard D. Dinwiddie, “Did I Really Sing That?” dalam Christianity Today, 27 June 1980, 24.
55. Don Campbell, Efek Mozart (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001) 97.
56. Erik Routley, Church Music and Christian Faith (London: Collins Liturgical Publications, 1978), 80.
57. The Harvard Dictionary of Music, 2nd. ed.,Willi Apel, (Massachusset, 1970), 518.




Sumber:
Jurnal Amanat Agung (STT Amanat Agung)
(http://www.sttaa.org/)

Roma 16:3-5a: SALAM KEPADA SAUDARA SEIMAN-2: Akwila dan Priskila

Seri Eksposisi Surat Roma:
Penutup-8


Salam Kepada Saudara Seiman-2: Akwila dan Priskila

oleh: Denny Teguh Sutandio



Nats: Roma 16:3-5a.



Tokoh saudara seiman dan sepelayanan Paulus kedua yang akan kita soroti adalah Priskila dan Akwila (ay. 3-5a). Di ayat 3 dan 4, Paulus mengatakan, “Sampaikan salam kepada Priskila dan Akwila, teman-teman sekerjaku dalam Kristus Yesus. Mereka telah mempertaruhkan nyawanya untuk hidupku. Kepada mereka bukan aku saja yang berterima kasih, tetapi juga semua jemaat bukan Yahudi.” Siapa Priskila dan Akwila? Dokter Lukas memberikan keterangan mengenai siapa mereka di dalam Kisah Para Rasul 18:2-3, “Di Korintus ia berjumpa dengan seorang Yahudi bernama Akwila, yang berasal dari Pontus. Ia baru datang dari Italia dengan Priskila, isterinya, karena kaisar Klaudius telah memerintahkan, supaya semua orang Yahudi meninggalkan Roma. Paulus singgah ke rumah mereka. Dan karena mereka melakukan pekerjaan yang sama, ia tinggal bersama-sama dengan mereka. Mereka bekerja bersama-sama, karena mereka sama-sama tukang kemah.” Dari keterangan dua ayat ini, kita mendapatkan gambaran bahwa Akwila dan Priskila adalah orang Yahudi yang pertama-tama tinggal di Roma, namun karena kaisar Klaudius mengusir semua orang Yahudi dari Roma, maka mereka tinggal di Korintus. Lukas mencatat pekerjaan mereka sama dengan pekerjaan Paulus, yaitu tukang kemah. Dr. John Gill di dalam tafsiran John Gill’s Exposition of the Entire Bible menelusuri arti kata Akwila. Akwila, menurut Dr. Gill, adalah nama dari Roma yang diberikan kepadanya atau nama Roma yang ia pilih sendiri. Bahasa Latinnya Aquila yang artinya elang (an eagle). Nama ini dalam bahasa Ibrani, Nesher. Dalam bahasa Yunani, dipakai kata Akilas dari kata Akylios dan kata ini berasal dari kata Akylos yang menunjuk pada buah/biji pohon ek (an acorn). Akwila dikatakan berasal dari Pontus. King James Version (KJV) menerjemahkannya, “born in Pontus” (lahir di Pontus). Berarti Akwila lahir di Pontus, tinggal sementara di Roma, kemudian baru pindah ke Korintus. Pontus sebagai tempat kelahiran Akwila, menurut Dr. John Gill, adalah sebuah negara di wilayah Asia. The People’s New Testament menjelaskan bahwa Pontus adalah sebuah provinsi yang besar di sebelah tenggara Euxine Sea. Lalu, kita beralih ke sosok Priskila. New International Version (NIV) Spirit of the Reformation Study Bible menafsirkan bahwa Paulus sungguh-sungguh menggunakan nama Prisca ketimbang nama panggilannya Priskila seperti yang digunakan oleh Lukas. (Kis. 18:2, 18, 26) Robertson’s Word Pictures menjelaskan mengenai nama ini, “Prisca is a name in the Acilian family and the Prisci was the name of another noble clan.” (=Prisca adalah sebuah nama dalam keluarga Acilian dan Prisci adalah nama dari kaum bangsawan lainnya.) Di sini, kita mendapat gambaran bahwa kemungkinan sekali Priskila adalah keturunan bangsawan. Lalu, kita mungkin bertanya, bagaimana mereka bisa bertobat dan percaya kepada Kristus? Beberapa penafsir yang tafsirannya saya baca tidak memberikan keterangan tambahan mengenai hal ini, hanya mereka menafsirkan mungkin sekali mereka bertobat pada waktu Pentakosta di mana waktu itu, orang-orang Yahudi dari Pontus berkumpul (Kis. 2:9).


Sosok dua pasangan suami istri ini adalah sosok yang dikenal Paulus selama pelayanannya di Korintus. Bagi Paulus, kedua pasutri ini bukan pasutri biasa, namun pasutri yang bagi Paulus mencintai Tuhan dan jemaat-Nya. Oleh karena itu, Paulus menyebut mereka sebagai kawan sekerjanya di dalam Kristus dan ia menyebutkan pengorbanan mereka bagi hidup Paulus. Mempertaruhkan nyawa atau KJV, “Who have for my life laid down their own necks”, menurut Dr. John Gill, tidak boleh diterjemahkan literal/harfiah. Pernyataan ini hanyalah sebuah ekspresi yang menunjukkan bahwa Akwila dan Priskila adalah orang yang mau meresikokan hidupnya demi pelayanan Paulus. Apa yang dilakukan mereka berdua sehingga Paulus memuji pengorbanan mereka? Dr. John Gill menafsirkan bahwa mungkin sekali ini dikarenakan mereka berdua telah membantu Paulus dalam menangani perlawanan orang Yahudi yang hendak membawa Paulus ke tempat pengadilan Galio sebagai gubernur Akhaya (bdk. Kis. 18:12-18). Pengorbanan mereka berdua ini mendapat pujian terima kasih dari Paulus dan juga semua jemaat non-Yahudi. Apakah berarti jemaat non-Yahudi juga ditolong Akwila dan Priskila? TIDAK. Beberapa tafsiran yang saya baca menjelaskan bahwa para jemaat non-Yahudi juga berterima kasih kepada Akwila dan Priskila karena para jemaat ini ikut merasa bersukacita dan berterima kasih karena pengorbanan Akwila dan Priskila bagi rasul mereka, Paulus. Berarti ada unsur persaudaraan di dalam tubuh Kristus waktu itu.


Dari sosok Akwila dan Priskila, kita bisa belajar tentang arti pelayanan. Pelayanan sering kali dimengerti sebagai sebuah aktivitas yang rutin dilakukan oleh orang Kristen. Ternyata, bagi Akwila dan Priskila, pelayanan bukan sekadar aktivitas, tetapi panggilan. Meskipun profesi mereka adalah tukang kemah, tetapi mereka tetap melayani Tuhan dengan sungguh-sungguh. Hal ini terbukti dengan kesetiaan mereka mengikuti Paulus sampai mereka tiba di Efesus (bdk. Kis. 18:19). Bagaimana dengan kita? Kita sering kali mengomel dan bersungut-sungut ketika melayani Tuhan. Kita sering tidak puas dengan rekan sepelayanan kita. Kita terlalu memusingkan hal-hal luar ketika kita melayani Tuhan. Belajarlah dari Akwila dan Priskila. Mereka tidak memusingkan hal-hal luar ketika melayani Tuhan. Mereka lebih memperhatikan kesetiaan dan kesungguhan hati melayani-Nya.


Cinta Tuhan yang Akwila dan Priskila tunjukkan juga ditandai dengan kesungguhan mereka membina dan menampung jemaat Tuhan. Paulus mengatakannya di Roma 16:5a, “Salam juga kepada jemaat di rumah mereka.” Hal ini juga ditegaskan Paulus di dalam 1 Korintus 16:19. Kata “jemaat” di sini tentu tidak berarti jemaat/gereja secara organisasi/tempat, tetapi secara individu, karena pada waktu itu, gereja/jemaat bukan dimengerti secara tempat seperti sekarang. Dengan kata lain, “jemaat” di sini bisa berarti kumpulan orang yang percaya kepada Kristus. Salah satu contohnya adalah Apolos yang berasal dari Aleksandria adalah orang Yahudi pertama yang mereka bina/ajar tentang Jalan Allah (Kis. 18:24-26). Dari sini, kita belajar jiwa dan semangat pemberitaan Injil dan pengajaran ada di dalam diri mereka berdua. Mereka bukan hanya setia mengikuti Paulus, mereka juga bersemangat memberitakan Firman Tuhan, meskipun mereka berprofesi sebagai tukang kemah. Ini menjadi pelajaran buat kita. Kita yang berprofesi apa pun memang tidak dipanggil oleh Tuhan untuk melayani di mimbar gereja atau lainnya, tetapi Ia memanggil kita melayani-Nya dengan sungguh-sungguh. Teladan Akwila dan Priskila mengajar kita bahwa melayani Tuhan bukan sekadar aktivitas, namun panggilan dan panggilan itu direalisasikan dengan semangat memberitakan Firman. Berarti, kronologisnya: panggilan Tuhan à melayani Tuhan sambil memberitakan Firman-Nya.


Sudahkah kita melayani-Nya sambil memberitakan Firman-Nya? Kiranya Tuhan menolong kita mengerjakan panggilan-Nya. Amin. Soli Deo Gloria.