19 May 2008

Roma 8:12-17: HIDUP OLEH ROH DAN MENJADI ANAK-ANAK ALLAH

Seri Eksposisi Surat Roma :
Menjadi Manusia Baru-2


Hidup oleh Roh dan Menjadi Anak-anak Allah

oleh: Denny Teguh Sutandio


Nats: Roma 8:12-17.

Setelah mempelajari tentang pengajaran Paulus kepada jemaat Roma bahwa mereka seharusnya hidup di dalam Roh mulai ayat 9 s/d 11, maka di ayat 12 s/d 17, Paulus menjelaskan kepada kita tentang makna dan penyebab hidup oleh Roh.

Di pasal 8 ayat 12, Paulus mengajarkan, “Jadi, saudara-saudara, kita adalah orang berhutang, tetapi bukan kepada daging, supaya hidup menurut daging.” Ayat ini merupakan kesimpulan Paulus dari penjelasannya di ayat 1 s/d 11 tentang hidup menurut daging vs hidup menurut Roh, tetapi kesimpulan ini akan dikembangkan dan dikaitkan dengan penyebab dari hidup menurut Roh. Kembali, di ayat ini, Paulus mengatakan bahwa kita adalah orang berhutang. Terjemahan King James Version (KJV) dan English Standard Version (ESV) mengartikannya, “we are debtors”, International Standard Version (ISV) dan New International Version (NIV) menerjemahkannya, “we have an obligation”, dan New American Standard Bible (NASB) menerjemahkannya, “we are under obligation” (=kita berada di bawah utang/kewajiban). Paulus sampai pada kesimpulan ini setelah ia pada ayat sebelumnya menjelaskan bahwa Roh Kudus menghidupkan tubuh kita yang fana. Dengan kata lain, setelah tubuh kita dihidupkan oleh Roh Kudus, seharusnya kita berani mengatakan bahwa kita adalah orang yang berhutang. Berhutang kepada siapa ? Geneva Bible Translation Notes (GBTN) menafsirkan bahwa kita berhutang kepada Allah, mengapa ? GBTN menjelaskan, “you have received so many benefits from him.” Ketika kita berbicara mengenai hutang, itu berarti ada sesuatu yang harus kita lunasi dan bayar. Demikian juga, GBTN memaparkan bahwa kita berhutang kepada Allah, karena kita harus membalas cinta kasih-Nya dengan hidup menurut kehendak-Nya. Itu sebabnya mengapa Paulus mengatakan bahwa kita berhutang BUKAN kepada daging, supaya hidup menurut daging. Kalau kita berhutang kepada daging, berarti kita kembali hidup lagi menurut daging dan melawan Allah. Tetapi Paulus mengatakan bahwa kita tidak lagi berhutang kepada daging.

Mengapa ? Ayat 13 menjelaskannya, “Sebab, jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup.” Ketika kita hidup lagi menurut daging, Paulus menekankan ulang bahwa kita akan mati. Dengan kata lain, kematian atau maut adalah ekses/akibat langsung ketika kita hidup menurut daging (Roma 6:23). Mengapa ? Karena hidup menurut daging mengerjakan hal-hal yang menyenangkan kedagingan yang fana dan akhirnya menemui kebinasaan. Lalu, bagaimana supaya kita terlepas dari kematian kekal ? Paulus menjelaskan bahwa kita harus hidup oleh Roh. Apa artinya ? Di ayat 13 dan 14, kita akan mendapatkan 2 definisi hidup oleh Roh. Hidup oleh Roh berarti :
Pertama, hidup yang mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu. Kata “mematikan” dalam KJV diterjemahkan mortify (=membunuh), dalam bahasa Yunaninya thanatoō bisa berarti kill (=menghancurkan, mengakhiri, dll), ESV menerjemahkannya “put to death” (=menghukum mati/membunuh), dan ISV menerjemahkannya “continually put to death”. Dengan kata lain, arti kata mematikan identik dengan membunuh atau menghancurkan atau mengakhiri, menghukum mati, dll. Lalu, kata “perbuatan-perbuatan tubuhmu” diterjemahkan oleh KJV, NASB dan ESV, “the deeds of the body”, ISV, “the activities of the body”, NIV, “the misdeeds of the body”. Dari beberapa terjemahan ini, baik KJV, NASB, ESV dan ISV hampir sama mengartikan aktivitas/perbuatan tubuhmu, tetapi NIV menambahkan kata “mis” yang berarti perbuatan-perbuatan tubuh itu jahat. Meskipun dalam bahasa Yunaninya, tidak ada penambahan kata “jahat”, tetapi penerjemahan NIV dikaitkan dengan konteksnya. Dengan kata lain, hidup oleh/menurut Roh berarti kita membuat mati perbuatan-perbuatan tubuh kita yang jahat ini sehingga perbuatan-perbuatan jahat itu tidak lagi berkuasa atas diri kita. Inilah yang Paulus maksudkan ketika ia mengajar, “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” (Roma 12:2) Ketika kita membuat mati/menghancurkan perbuatan-perbuatan tubuh kita yang jahat berarti di saat yang sama kita tidak lagi hidup serupa dengan dunia ini, tetapi hidup menurut kehendak Allah dengan mengubah pola pikir kita yang mengakibatkan perbuatan, perkataan, tingkah laku, dll kita menjadi beres dan berkenan bagi-Nya. Kita bisa mematikan tubuh kita yang jahat ini sekali lagi karena Roh Kudus yang bekerja di dalam kita. Roh Kudus yang bekerja di dalam hati kita secara terus-menerus (continually) memimpin kita untuk menghancurkan perbuatan tubuh kita yang jahat, karena Roh Kudus mengerjakan apa yang dikehendaki Bapa dan memuliakan Anak (Kristus). Jika Roh Kudus tidak bekerja di dalam hati kita, kita tidak mungkin bisa hidup mempermuliakan-Nya dengan mematikan dosa-dosa kita. Sekali lagi, ini adalah anugerah Allah yang berdaulat. Tidak ada sesuatu pun di dunia yang terjadi tanpa anugerah dan kedaulatan Allah. Roh Kudus yang memimpin kita mematikan perbuatan tubuh yang jahat juga memimpin kita kepada hidup. GBTN menafsirkan hidup sebagai everlasting life (=hidup yang kekal). Dengan kata lain, ketika kita hidup menurut Roh, maka Roh itu akan memimpin kita kepada hidup yang kekal. Di dalam terang theologia Reformed, kita memahami bahwa hidup kekal itu pasti dinikmati oleh umat pilihan-Nya di Surga, di mana sebagai umat pilihan-Nya, kita pasti bersukacita di Surga bersama Bapa dan Anak. Tetapi tidak hanya ketika di Surga, di dunia ini pun, kita diizinkan oleh Tuhan menikmati kehidupan surgawi, yaitu hidup yang bersukacita dan berkelimpahan meskipun harus menghadapi berbagai aniaya, masalah, ujian, pencobaan dan rintangan hidup. Inilah yang dimengerti sebagai paradoks doktrin akhir zaman di dalam keKristenan (aspek already and not yet / sudah dan belum). Secara status, kita memang sudah disucikan, ditebus, diselamatkan dan memperoleh hidup sejati karena kita adalah anak-anak-Nya yang telah ditebus oleh Kristus (aspek already/sudah), tetapi secara kondisi sempurna, kita terus-menerus disucikan dan akan memperoleh keselamatan, penebusan dan hidup sejati ketika kita bersama-sama dengan-Nya di Surga (aspek not yet/belum). Hal inilah yang mendorong kita untuk bersemangat hidup bagi kemuliaan-Nya, karena kita memiliki pengharapan yang pasti bahwa kita pasti bersama-sama dengan-Nya kelak di Surga. Hidup sejati bukan hidup yang tanpa masalah, tetapi hidup sejati adalah hidup yang tetap bersukacita meskipun menghadapi banyak masalah. Hidup bersukacita bukan hidup yang meniadakan kesulitan, tetapi hidup yang berani menghadapi kesulitan, tidak memandang kesulitan sebagai fokus, melainkan Kristus yang harus menjadi fokus kita di tengah-tengah kesulitan hidup. Selain itu, hidup sejati juga hidup yang mampu dan terus berjuang melawan dosa serta terus-menerus berpaut kepada Kristus.

Apa yang mengakibatkan kita bisa hidup mematikan perbuatan tubuh yang jahat ini ? Jawabannya ada di ayat 14, “Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah.” Dengan kata lain, definisi kedua hidup oleh/menurut Roh adalah hidup yang dipimpin oleh Roh Allah. Kita dapat mematikan perbuatan tubuh yang jahat karena hidup kita dipimpin oleh Roh Allah. Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS) memakai kata “dibimbing” untuk menjelaskan arti dipimpin. Dipimpin Roh Allah jangan diartikan dikendalikan oleh Roh Allah atau dipaksa oleh Roh Allah. Itu bukan ajaran Alkitab, tetapi ajaran kafir tentang “takdir”. Hidup dipimpin oleh Roh Allah berarti hidup kita dituntun/dibimbing/diarahkan oleh Roh Allah untuk makin menyerupai dan meneladani Kristus dan memuliakan Allah. Rasul Paulus adalah seorang rasul Kristus yang menyerahkan hidupnya dipimpin oleh Roh Kudus. Ia tak mau berjalan sendiri menurut kehendak dirinya, tetapi ia melakukan pengabaran Injil menurut pimpinan Roh Kudus. Contohnya, ketika Paulus hendak memberitakan Injil ke daerah Asia, tiba-tiba Roh Kudus mencegah Paulus (Kisah 16:6), lalu ia mencoba lagi masuk ke daerah Bitinia, tetapi sekali lagi Roh Yesus tidak mengizinkannya (Kisah 16:7). Kemudian, Roh Kudus memimpin Paulus untuk memberitakan Injil ke daerah Eropa melalui penglihatan seorang Makedonia yang berdiri dan berseru kepadanya, “Menyeberanglah ke mari dan tolonglah kami!” (Kisah 16:9), lalu Paulus menaati penglihatan itu (Kisah 16:10-12). Pdt. Dr. Stephen Tong menjelaskan bahwa alasan Roh Kudus memimpin Paulus untuk memberitakan Injil ke Eropa karena Paulus adalah seorang yang telah menguasai filsafat-filsafat Yunani yang membelenggu Eropa pada waktu itu, sehingga ketika harus memberitakan Injil, ia adalah satu-satunya rasul Kristus yang cukup kompeten memberitakan Injil dan meruntuhkan filsafat-filsafat mereka. Hal ini bisa dilihat dengan jelas ketika Paulus memberitakan Injil di Atena (Kisah 17:16-34). Sebaliknya, Petrus lah yang dikirim memberitakan Injil ke daerah Asia. Coba jika dibalik, Petrus dikirim ke Eropa, maka Petrus akan “kewalahan” menghadapi filsafat-filsafat Yunani di Eropa. Inilah pimpinan Roh Kudus yang dahsyat melampaui akal budi kita. Di dalam sejarah gereja, Dr. Martin Luther dipakai Tuhan untuk meruntuhkan tembok kesalahan gereja Katolik Roma yang pada waktu itu telah menyeleweng dengan menjual surat pengampunan dosa (indulgensia). Pertama-tama, ia tidak mau mendirikan gereja/aliran baru, tetapi ia hanya mau membenarkan ajaran yang salah. Roh Kudus berkehendak lain, Ia memimpin Luther bukan hanya untuk mendobrak ajaran yang salah, tetapi juga mempengaruhi orang-orang Kristen dengan ajaran-ajaran yang beres. Gerakan Reformasi yang kemudian diteruskan oleh John Calvin berkembang sangat pesat bukan hanya di bidang theologia, tetapi juga di bidang politik, etos kerja, sosial, ekonomi, dll, dan Roh Kudus memimpin gerakan ini untuk memuliakan Allah. Selain John Calvin, Roh Kudus memimpin Prof. Dr. Abraham Kuyper menjadi Perdana Menteri Belanda untuk menegakkan theologia Reformed di dalam politik, sosial, hukum dan pemerintahan. Roh Kudus yang sama juga memimpin J. Sebastian Bach dan G. F. Hendel untuk menggubah symphony yang memuliakan Tuhan yang dipengaruhi oleh gerakan Reformasi. Roh Kudus yang sama pula dapat memimpin kita sebagai umat pilihan-Nya untuk hidup bagi Kristus dan memuliakan-Nya. Hidup yang dipimpin oleh Roh Allah adalah hidup yang menTuhankan Kristus dan bukan menjadikan diri sendiri sebagai “tuan”, karena Roh Kudus datang BUKAN untuk memuliakan diri-Nya sendiri, atau diri manusia, tetapi memuliakan Kristus. Hidup yang menTuhankan Kristus berarti hidup yang menjadikan Kristus bukan sekadar sebagai Juruselamat yang menyelamatkan dan menebus dosa-dosa kita, tetapi juga sebagai Tuhan, Pemilik Hidup, Pemerintah di dalam hidup kita. Ini bukan formulasi theologia yang penting, tetapi ini harus dijalankan dan dialami di dalam hidup kita sehari-hari. Ketika kita menTuhankan Kristus di dalam hidup kita, kita pasti menemui hal-hal yang bertolak belakang bahkan melawan natur keberdosaan kita, tetapi itu tidak apa-apa, karena di dalamnya, kita pasti akan menemukan hal-hal yang patut disyukuri. Apa itu ? Kehendak-Nya lebih agung dan mulia daripada kehendak manusia, jalan dan pikiran-Nya jauh melampaui apa yang bisa manusia pikirkan.
Ketika hidup kita dipimpin Roh Allah, pada saat yang sama, kita menjadi anak-anak Allah. Menjadi anak-anak Allah berarti kita bukan lagi anak-anak iblis yang hidup oleh daging, tetapi kita menjadi anak-anak yang diadopsi oleh-Nya di dalam Kristus. Sungguh suatu anugerah Allah yang dahsyat ketika kita yang berdosa ini diadopsi oleh-Nya dan dijadikan benar hanya melalui iman di dalam Kristus yang merupakan anugerah-Nya.

Lalu, apa hubungan Roh Allah dan anak-anak Allah ? Ada dua pengertian yang mendalam akan hal ini.
Pertama, ayat 15, “Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: "ya Abba, ya Bapa!"” Roh Allah menjadikan kita anak-anak Allah. KJV menerjemahkannya, “ye have received the Spirit of adoption” (=kamu telah menerima Roh adopsi). ESV juga memakai pernyataan yang sama, “the Spirit of adoption”. Roh yang menjadikan kita anak Allah sama dengan Roh adopsi. Roh inilah yang memungkinkan kita memanggil Allah sebagai Bapa kita. Itulah sebabnya Tuhan Yesus mengajarkan Doa Bapa Kami. Kita berhak memanggil Bapa karena Roh Kudus yang mengadopsi kita untuk menjadi anak-anak Allah di dalam Kristus. Hubungan Bapa dan anak-anak adopsi adalah begitu erat, karena Bapa yang mengutus Anak Tunggal-Nya (Kristus) untuk menebus umat pilihan-Nya sehingga mereka menjadi anak-anak adopsi Allah atau adik-adik adopsi Kristus (Kristus sebagai Kakak Sulung kita). Inilah bukti bahwa selain Allah itu transenden (nun jauh di sana), Allah itu juga imanen, yang menyertai kita (Immanuel). Tidak ada satu agama, filsafat, kebudayaan, ilmu, dll yang berani menjanjikan bahwa Yang Kekal menyertai yang sementara/fana seperti janji Kristus di dalam Matius 28:20b. Ini juga membuktikan bahwa keKristenan jauh melampaui semua filsafat Yunani (dan dunia lainnya), agama, kebudayaan, dll, dan inilah yang seharusnya membangkitkan semangat kita untuk memberitakan Injil kepada mereka yang belum mendengar Injil.

Kedua, ayat 16, “Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah.” Di dalam ayat ini, ada dua kata “roh”, roh pertama menggunakan huruf besar pada R, yaitu Roh menunjuk kepada Roh Allah/Roh Kudus, dan roh kedua yaitu roh manusia menggunakan huruf kecil pada huruf r yaitu roh. Kata “roh” manusia identik dengan jiwa yang diterjemahkan dari bahasa Yunani pneuma. Kembali, di ayat-ayat sebelumnya kita sudah mengerti bahwa Roh Kudus menjadikan kita anak-anak Allah, lalu pertanyaan selanjutnya yang muncul adalah bagaimana kita bisa mengetahui dengan jelas bahwa kita adalah anak-anak Allah ? Jawabannya adalah Roh Kudus itu bersaksi bersama-sama dengan roh/jiwa kita bahwa kita adalah anak-anak Allah. Jadi, Roh Kudus bukan hanya menjadikan kita anak-anak Allah, lalu meninggalkan kita, tetapi Ia juga memberikan kesaksian bersama-sama dengan roh kita bahwa kita adalah anak-anak Allah. Atau dengan kata lain, Roh Kudus meyakinkan jiwa/roh kita bahwa kita adalah anak-anak Allah. Kesaksian Roh Kudus menguatkan kita bahwa kita telah diterima oleh Allah dan menjadi anak-anak-Nya. Itulah yang kita alami di dalam kehidupan sehari-hari. Doktrin tidak boleh hanya sebagai bahan perdebatan, tetapi doktrin sejati harus dialami di dalam kehidupan sehari-hari. Kita bisa percaya bahwa Roh Kudus yang meyakinkan roh kita bahwa kita adalah anak-anak Allah, tetapi kepercayaan ini bukan sekadar berada di dalam rasio kita, tetapi harus kita alami. Sudahkah kita mengalami Roh Kudus yang menginsyafkan kita akan dosa, kebenaran dan penghakiman ? Sudahkah kita dicerahkan Roh Kudus ketika membaca Firman-Nya, Alkitab ? Sudahkah kita dicerahkan dan ditegur oleh Roh Kudus di dalam hati kita ketika kita mulai berdosa ? Ketika Roh Kudus memperhatikan kita dengan menegur kita, itulah tandanya kita adalah anak-anak-Nya yang dipelihara, dipimpin dan dikuduskan-Nya secara terus-menerus untuk makin menyerupai Kristus.

Kemudian, siapakah anak-anak Allah itu ? Pada ayat 17, Paulus menjelaskan, “Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia.” Dari ayat ini, kita dapat menemukan dua arti menjadi anak-anak Allah :
Pertama, anak-anak Allah adalah ahli waris Kerajaan Surga yaitu mereka yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus. Kata “ahli waris” dalam KJV, ESV, ISV, NIV dan NASB diterjemahkan heirs yang berarti pewaris. Kata ini sering dikenakan pada kerajaan, di mana anak-anak raja/kaisar menjadi pewaris tahta ayahnya sebagai raja/kaisar. Ketika disebut anak-anak Allah, itu berarti kita menjadi pewaris Kerajaan Surga yang berhak menerima janji-janji Allah. Apakah janji-janji Allah ? Janji-janji Allah adalah janji-janji dari Allah yang diberikan HANYA kepada umat pilihan-Nya (anak-anak-Nya), yaitu hidup kekal, hidup berkelimpahan (secara rohani), sukacita, kedamaian, ketenteraman, ketenangan, dll. Itu semua kita terima setelah kita menjadi anak-anak-Nya. Jadi, itu adalah suatu anugerah Allah yang sangat agung dan mulia bagi kita yang berdosa. Anugerah itu harus disyukuri dengan sikap hidup yang memuliakan-Nya. Bukan hanya menerima janji-janji Allah, kita juga menerimanya bersama-sama dengan Kristus, Kakak Sulung kita. Artinya, kita menerima janji-janji Allah karena Kristus telah menerapkan kesetiaan, ketaatan, dan kebenaran-Nya pada umat pilihan-Nya. Marilah kita sebagai anak-anak-Nya hidup di dalam Kerajaan Surgawi meskipun kita tetap berada di dunia.

Caranya ? Adalah dengan : kedua, menderita bersama-sama dengan Kristus supaya dipermuliakan nantinya bersama-sama dengan-Nya. Menjadi anak-anak Allah BUKAN menjadi anak-anak yang manja, hidup serba tercukupi, semua usaha berhasil, tidak ada penyakit, bahkan tidak digigit nyamuk, dll. Itu bukan ajaran Alkitab. Kita diajar bahwa kita adalah anak-anak Allah yang dibentuk oleh-Nya menjadi anak-anak Allah yang dewasa rohani dengan cara ikut menderita bersama-sama dengan Kristus dan dipermuliakan nantinya bersama-sama dengan-Nya. Inilah arti kita menerima janji-janji Allah bersama-sama dengan Kristus. Seringkali, banyak gereja kontemporer menekankan bahwa kita adalah anak-anak Raja yang dipuaskan-Nya, sehingga ketika kita minta apa saja, permintaan kita dituruti, karena kita adalah anak-anak Raja. Inikah ajaran Alkitab ? TIDAK. Alkitab mengajarkan bahwa kita berhak menerima janji-janji Allah ketika kita hidup berpadanan dengan Kristus yang menderita dahulu baru dipermuliakan. Seringkali, kita mau mulia, tetapi tidak mau menderita, mau sukses, tetapi tidak mau gagal. Itu kesalahan kita. Pdt. Dr. Stephen Tong menegaskan bahwa Dr. Martin Luther menekankan dua prinsip : theologia salib dan theologia kemuliaan. Orang Kristen yang tidak menyeimbangkan kedua prinsip ini akan jatuh ke dalam ekstrim yang sia-sia. Misalnya, ada orang “Kristen” yang terlalu menekankan theologia salib, tetapi theologia kemuliaan dibuang, sehingga menjadi orang “Kristen” identik dengan menyiksa diri, terus menderita, dll, tetapi di lain pihak, ada banyak gereja “Kristen” kontemporer menekankan theologia “kemuliaan” tanpa salib, sehingga mengakibatkan jemaat-jemaatnya tidak lagi mengerti arti penderitaan sejati yang menuju kepada kemuliaan. Tidak heran, ketika ada masalah datang, misalnya penyakit, kegagalan, dll, orang-orang yang sudah diindoktrinasi dengan “theologia” kemakmuran akan segera tidak beriman dan beralih agam. Mengapa ? Karena mereka tidak memahami secara komprehensif theologia salib dan kemuliaan. Tanpa salib, tidak ada kemuliaan. Tanpa penderitaan dan pengorbanan Kristus disalib, tidak ada pengharapan hidup kekal dan kemuliaan bagi kita sebagai anak-anak-Nya. Penderitaan dan salib Kristus menjadi pengharapan dan jaminan bahwa kita pasti menang mengalahkan pencobaan seperti Kristus yang mati lalu bangkit. Siapakah orang yang dimuliakan Allah ? Di pasal yang sama (pasal 8) ayat 28-30, Paulus menjelaskan, “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya.” Orang yang dimuliakan-Nya adalah orang yang : telah dipilih-Nya dari semula, ditentukan-Nya dari semula, dipanggil-Nya, dan dibenarkan-Nya. Itu semua menunjuk kepada umat pilihan-Nya yang menjadi anak-anak-Nya. Apakah kita termasuk salah satu di antaranya ? Mari kita mengintrospeksi diri.

Hidup menurut Roh adalah hidup yang dengan berani, setia, jujur dan bertanggungjawab menTuhankan Kristus di dalam setiap aspek hidup kita. Sudahkah dan beranikah kita berkomitmen untuk melakukannya ? Kita bisa melakukannya karena Roh Kudus memimpin hidup kita sebagai anak-anak Allah. Mari kita bersyukur atas segala anugerah-Nya yang begitu agung dan mulia ini dengan hidup memuliakan nama-Nya. Soli Deo Gloria. Amin.

No comments: