29 March 2009

Matius 13:53-58: RESPONSE TO THE KINGDOM (Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.)

Ringkasan Khotbah: 20 Mei 2007

Response to the Kingdom

oleh: Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.

Nats: Mat. 13:53-58


Pada bagian terakhir tentang hal Kerajaan Sorga, Tuhan Yesus tidak lagi mengajar menggunakan perumpamaan tetapi Tuhan Yesus membukakan akan kondisi riil dan bagaimana seharusnya orang berespon terhadap Kerajaan Sorga. Penduduk Nazaret harusnya sangat bersyukur atas anugerah besar sebab Tuhan Yesus, Sang Kebenaran itu sendiri datang dan mengajar dengan penuh hikmat dan kuasa yang luar biasa bahkan dicatat mereka sangat takjub namun ironisnya, mereka menolak Yesus karena mereka mengenal orang tua dan semua saudara Yesus. Sungguh tak habis pikir, setelah mereka dibuat takjub oleh perbuatan dan pengajaran Tuhan Yesus, tiba-tiba pikiran mereka langsung tertutup; kuasa kebenaran dan berita firman dikalahkan oleh pengenalan mereka terhadap diri Yesus yang hanya seorang anak tukang kayu yang miskin. Pikiran mereka telah dikuasai sedemikian oleh pikiran berdosa dan sebagai kesimpulan mereka kecewa lalu menolak Tuhan Tesus. Sangatlah menyedihkan, hal ini sekaligus menjadi evaluasi bagi kita. Perhatikan, pandangan kita terhadap sesuatu sangatlah menentukan reaksi dan respon kita.
Ketika orang Yahudi melihat Kristus dari aspek Kerajaan Sorga – Yesus adalah Allah yang berinkarnasi, Sang Raja dan Dia telah membuktikan siapa diri-Nya dengan pengajaran-Nya dan kuasa mujizat yang dahsyat, mereka sangat takjub namun semua kekaguman ini langsung hilang setelah mereka melihat dari aspek kerajaan dunia – Yesus tidak lebih hanya seorang anak tukang kayu. Pastilah respon dan pandangan orang Yahudi akan diri Yesus menjadi berbeda kalau seandainya Tuhan Yesus itu anak dari seorang raja besar seperti Herodes; mereka akan menghormati Dia. Inilah jiwa manusia berdosa. Mata manusia menilai segala sesuatu dari sudut pandang dunia seperti status, kekayaan, jabatan sehingga orang sulit melihat misi Kerajaan Sorga akibatnya orang menjadi kecewa. Keadaan inilah yang terjadi saat ini karena apa yang terjadi tidak sesuai dengan apa yang mereka harapkan sehingga muncul penolakan dan perlawanan dalam diri. Seandainya, orang Yahudi dapat melihat setitik saja dari sudut pandang Allah bahwa secara kapasitas, Yesus anak tukang kayu ini berbeda dibandingkan dengan orang lain – hanya Mesias yang sanggup melakukan kuasa mujizat dan hanya Allah saja yang mempunyai hikmat maka reaksi dan respon mereka pasti berbeda, orang akan semakin menyembah Dia karena Dia adalah Raja atas segala raja. Namun sayang, pikiran mereka telah dikunci oleh sekularisme yang materialistik akibatnya orang tidak dapat melihat hal spiritual, orang tidak dapat melihat apa yang menjadi rencana dan maksud Allah atas hidup mereka. Hendaklah kita mengevaluasi diri kita, seberapa jauhkah dalam kehidupan kita melihat Kristus bekerja dalam setiap momen?
Orang Yahudi adalah orang yang sangat pandai, mereka menguasai segala bidang namun terbukti, kepandaian bukanlah hal yang utama untuk orang dapat memahami tentang hal Kerajaan Sorga. Merupakan kesalahan fatal, orang melakukan analisa dan langsung menarik kesimpulan padahal kesimpulan tersebut belum tentu benar namun toh orang tidak mau dikoreksi atau mengevaluasi diri melihat kebelakang. Mind set atau pemikiran itu telah terbentuk sedemikian rupa, pemikiran mereka telah dicemari oleh dosa sehingga sulit untuk diubahkan dan hal ini menjadi titik awal dari kehancurannya. Orang tidak pernah bertanya kenapa muncul pemikiran seperti itu? Orang tidak pernah berpikir apakah pemikirannya itu benar atau salah?
Perhatikan, orang boleh saja pandai tetapi kalau cara berpikir mereka salah maka hasil akhirnya pun salah, semua keputusan bersifat dosa dan licik. Jadi, titik permasalahan bukan pada kepandaian seseorang. Ingat, dunia tidak membutuhkan orang pandai tetapi dunia membutuhkan orang bijaksana yang berhikmat. Orang bijak adalah orang yang dapat melihat segala sesuatu, point of view dengan tepat lalu memperbandingkan semua aspek dan mengambil keputusan sesuai dengan kehendak Tuhan. Betapa bahagia kalau kita bisa menjadi murid dan duduk di bawah orang bijak, kita ikut merasakan bagaimana Tuhan bekerja dan pimpinan Tuhan atas dirinya. Sangatlah disayangkan, orang Yahudi yang pandai itu apalagi mereka dekat dengan Tuhan Yesus harusnya memiliki kapasitas yang memungkinkan untuk mereka dapat mengambil keputusan dengan tepat namun pengajaran Tuhan Yesus yang bijaksana itu malah ditanggapi dengan kepandaian mereka akibatnya keputusan yang diambil berakibat fatal.
Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana menegakkan Kerajaan Sorga di dunia?
Pertama, Jangan menggarap Kerajaan Sorga memakai struktur duniawi yang mengandalkan connectivity atau relasi. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa hidup di dunia membutuhkan relasi namun di sisi lain, Alkitab juga mencatat banyak orang percaya kepada Yesus, Dia dihormati oleh banyak orang tetapi Dia tidak mempercayakan diri kepada siapapun karena Dia tahu, siapa mereka (Yoh. ). Disini diungkapkan tentang konsep relasi yang sangat penting. Ingat, Kerajaan Sorga berbeda dengan kerajaan dunia karena itu, hati-hati, jangan terjebak dalam format dunia ketika Kerajaan Sorga ditegakkan di dunia. Kerajaan Sorga itu berada di atas relasi, Kerajaan Sorga itu menjadi inti untuk membangun relasi bukan sebaliknya, relasi yang dibangun dan Kerajaan Sorga mengikut dibelakangnya. Hal inilah yang terjadi hari itu, orang hanya melihat Yesus sebatas hubungan relasi antar manusia – Yesus yang mereka kenal sebagai anak tukang kayu yang miskin.
Hari ini, dunia modern telah dipengaruhi oleh filsafat posmodern menegakkan networking atau community yang dikenal sebagai sebagai kesatuan gereja atau oikumene (berasal dari bahasa Yunani, oikos berarti rumah dan nomos). Salah satu ajarannya adalah karena berasal dari satu tempat yang sama maka pemberitaan firman tidak boleh menyinggung komunitas atau aliran gereja yang lain. Perhatikan, kalau benar kita berdiri di atas firman yang adalah kebenaran sejati maka ketika firman diberitakan, harus ada koreksi terhadap pikiran yang salah. Kebenaran firman harusnya menjadi yang utama dan berada di atas semua ajaran yang berkembang, ini dinamakan dengan interdenominasi. Kerajaan Sorga harus berada di atas komunitas. Hari ini yang dilakukan oleh orang-orang oikumene adalah meletakkan komunitas di atas Kerajaan Sorga, komunitas mencengkeram Kerajaan Sorga sedemikian rupa. Tanpa sadar, Kekristenan telah dirusak oleh semangat posmodern yang melanda gereja hari ini.
Kota Nazaret merupakan tempat dimana Tuhan Yesus dibesarkan dan seharusnya menjadi komunitas terdekat-Nya namun hal ini sekaligus sangat berbahaya sebab orang-orang terdekat ini, yakni orang tua dan saudara Tuhan Yesus akan menuntut dan memperlakukan Tuhan Yesus layaknya anak dan saudara mereka. Sejak awal, Tuhan Yesus telah menetapkan bahwa Dia adalah Tuhan dan Raja atas Kerajaan Sorga. Bukanlah hal yang salah kalau kita mempunyai banyak relasi tetapi titik persoalan adalah kalau semua relasi itu mengunci Kerajaan Sorga maka itu menjadikan kita berdosa sebab hal ini bukan sekedar urusan komunitas biasa tetapi lebih tepatnya adalah antara Kerajaan Sorga dan kerajaan dunia dan mana yang harus lebih utama di antara keduanya? Ingat, komunitas bukanlah sandaran atau landasan dari misi Kerajaan Sorga. Kerajaan Sorga harus berada di atas komunitas.
Kedua, Kristus mengajar dengan penuh hikmat dan bijaksana, ini berarti unsur intelektualitas, unsur bijaksana sangat penting dalam mengambil keputusan. Adalah pendapat yang salah kalau orang beranggapan bahwa berita yang disampaikan dengan bijaksana tertinggi akan menjadikan orang bertobat. Tidak! Alkitab membukakan bijaksana yang tajam dan hikmat yang luar biasa yang diberitakan oleh Tuhan Yesus namun justru ditolak karena orang beranggapan kebenaran itu bertentangan dengan konsep berpikir mereka. Kerajaan Sorga dalam penyebarannya ternyata tidaklah seperti yang manusia pikirkan. Perhatikan, pertama kali ketika Kerajaan Sorga diberitakan maka semua benih firman yang ditebarkan adalah benih yang baik. Letak permasalahannya bukan pada benihnya tetapi tempat dimana benih itu jatuh.
Persoalan Kerajaan Sorga ternyata tidaklah sesederhana yang kita pikirkan – bukan sekedar intelektualitas. Dan hal ini baru disadari oleh Calvin yang menegakkan Institute of Christian Religion didalamnya berisi pengajaran yang komprehensif dan teratur. Ternyata, setelah mendapat pengajaran yang begitu ketat tidak menjadikan orang bertobat; orang justru menolak dan melawan kebenaran. Jadi, jelaslah bahwa reformed is not matter of teaching. Hanya anugerah semata kalau kita dapat mengerti tentang hal Kerajaan Sorga dan kita dapat menjadi warga Kerajaan Sorga. Semua itu bukan karena kehebatan atau kepandaian atau kekayaan kita. Tidak! Pengajaran sehebat apapun bahkan Tuhan Yesus, Sang Kebenaran yang mengajarkan tidak menjadikan mereka bertobat, mereka malah melawan dan menolak kebenaran. Karena sekalipun melihat, mereka tidak melihat dan sekalipun mendengar, mereka tidak mendengar dan tidak mengerti.
Kalau kita diberikan anugerah kita dapat memahami rahasia Kerajaan Sorga, menyadari dosa, mengerti kebenaran firman dan kita bertobat maka hal ini harusnya menjadikan kita bersyukur senantiasa. Karena Allah mencintai kita sehingga Dia beranugerah pada kita, manusia berdosa yang seringkali menyakiti hati Tuhan yang seharusnya dibuang namun Tuhan masih berkenan menyelamatkannya. Ingat, Kerajaan Sorga sekedar kekuatan intelektualitas atau ketrampilan kita memaparkannya.
Ketiga, Kerajaan Sorga bukan ditegakkan di atas mujizat. Perhatikan, mujizat dahsyat yang dilakukan oleh Tuhan Yesus tidak menjadikan orang bertobat. Dunia hanya ingin mujizat saja, mereka tidak mau Kristus Sang Raja, dunia hanya ingin hasil dari Kerajaan Sorga itu, yakni kekayaan, kesembuhan dan berkat-berkat jasmani. Ketika orang menolak Kristus, disitu Tuhan Yesus tidak melakukan mujizat. Mujizat itu bukan untuk menarik orang supaya bertobat; mujizat bukan untuk membuat orang jadi tertarik dan mengikut Tuhan Yesus. Tidak! Mujizat itu dimaksudkan supaya orang tahu Tuhan Yesus yang membuat mujizat itu lalu tunduk kepada-Nya? Dunia hanya ingin sesuatu yang supranatural sesuatu yang mengenyangkan aspek duniawi. Berbeda halnya dengan Kerajaan Sorga, mujizat itu dimaksudkan supaya kita dapat melihat Kristus Sang Raja yang memerintah dan berkuasa.
Kerajaan dunia hanya ingin memanipulasi seluruh pekerjaan mujizat Allah untuk kepentingan kehidupan kedagingan yang bersifat sekular. Tentang hal ini dipaparkan dalam Injil Yohanes pasalnya yang ke-5 dan ke-6, Tuhan Yesus melakukan mujizat yang paling besar, yakni memberi makan lebih dari 5000 orang dengan 5 roti dan 2 ikan. Alkitab mencatat, setelah mereka dikenyangkan, orang banyak itu ingin menjadikan Kristus sebagai raja dan Tuhan Yesus tahu apa yang menjadi tujuan mereka tersebut maka Tuhan Yesus menegur dengan keras. Pada pasal berikutnya, Tuhan Yesus mulai mengajar tentang Roti Hidup dan orang banyak yang tadinya mau menjadikan Dia sebagai raja, satu per satu mulai pergi meninggalkan Dia. Hal ini membuktikan iman seperti apa yang mereka miliki. Gejala semacam ini sampai hari ini masih tetap sama, orang mengaku Kristen tetapi sesungguhnya, iman mereka palsu – mereka hanya ingin mendapatkan kuasa dan berkat mujizat demi memenuhi keinginan daging maka tidaklah heran ketika orang mengalami penderitaan dan tantangan, mereka langsung meninggalkan Tuhan. Orang tidak mau taat dan tunduk mutlak pada Kristus Sang Raja. Pertanyaan sekaligus evaluasi bagi kita, apa artinya mujizat bagi kita?
Ingat, mujizat bukan untuk kepentingan manusia. Mujizat untuk menyatakan siapa Kristus yang sesungguhnya, apa itu Kerajaan Sorga maka ketika manusia menolak Kristus Sang Raja, Tuhan Yesus pun tidak melakukan mujizat. Sungguh sangatlah memprihatinkan, hari ini orang yang mendapatkan mujizat justru begitu egoisnya seolah-olah dirinya yang paling beriman diantara semua orang lain. Salah! Kalau Tuhan berkenan memberikan mujizat pada seseorang, sesungguhnya itu bukan karena kita beriman atau karena Tuhan lebih mengasihi kita tetapi lebih tepatnya karena Tuhan kasihan pada kita karena kita lemah iman, Tuhan tahu kita tidak mampu menghadapi tantangan sehingga ia memberikan mujizat pada kita. Sebaliknya, orang yang beriman sejati seperti Ayub misalnya terkadang Tuhan sengaja membawa mereka masuk dalam berbagai-bagai ujian – Tuhan sedang membentuk dia dan menjadikan lebih indah.
Hati-hati dengan akal licik iblis yang memutarbalikkan kebenaran – orang dikatakan baik ketika ia memenuhi dan memuaskan keinginan atau ego kita. Sebaliknya, ketika ego kita ditegur maka kita langsung mengatai dia sebagai orang jahat. Egois itu sendiri merupakan kejahatan dan ironisnya, ketika kejahatan memenuhi kejahatan maka ia dikatakan baik, sebaliknya orang yang menegur egois diri dikatakan jahat. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah ada kebaikan sejati di dunia ini? Adakah kebaikan yang tidak tergantung pada obyek atau subyek? Aristotle, seorang yang bukan Kristen menyadari akah hal ini maka ia pun mulai memikirkan akan arti kebaikan sejati dan ia pun menyimpulkan bahwa kebaikan sejati haruslah baik yang secara esensi baik, berasal dalam dirinya sendiri dan perbuatan baik itu yang dilakukan untuk kebaikan dan motivasinya kembali untuk kebaikan itu sendiri.
Hendaklah kita sadar setiap saat dalam hidup kita, Tuhan membuat mujizat; setiap detik yang kita lewati merupakan mujizat. Kalau pekerjaan Allah dapat dikerjakan dan digenapkan di tengah dunia ini maka itu merupakan mujizat namun orang tidak merasakan hal ini sebagai mujizat karena mujizat itu tidak memenuhi egois diri. Ingat, Tuhan sudah melakukan mujizat besar dalam hidup kita, yaitu keselamatan jiwa kita. Kalau kita bisa mengaku dosa dan bertobat, kembali pada Tuhan maka itu merupakan mujizat terbesar dalam hidup kita. Cara kerja dan cara berpikir Kerajaan Sorga itu berbeda dengan kerajaan dunia.
Puji Tuhan, hari ini kita telah merenungkan secara keseluruhan dan utuh tentang misi Kerajaan Sorga, the mission of the Kingdom mulai dari Kerajaan itu dibangun, berdirinya, meluasnya sampai seluruh kekayaan nilai yang terkandung di dalamnya hingga bagaimana kita harus berespon maka kiranya hal ini mengubahkan konsep berpikir kita dengan demikian kita dapat dipakai menjadi saksi bagi-Nya. Amin.

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)



Sumber:
http://www.grii-andhika.org/ringkasan_kotbah/2007/20070520.htm

No comments: