29 March 2009

Roma 14:7-9: KONSEP MENGHAKIMI-3: Alasan Jangan Menghakimi-2

Seri Eksposisi Surat Roma:
Aplikasi Doktrin-16


Konsep Menghakimi-3: Alasan Jangan Menghakimi-2

oleh: Denny Teguh Sutandio



Nats: Roma 14:7-9.



Setelah mengatakan bahwa perbedaan hal-hal sekunder di dalam Kekristenan itu tidak perlu diributkan dengan alasan masing-masing orang mempertanggungjawabkan dan melakukannya di hadapan dan untuk Tuhan, maka Paulus menjelaskan alasan di balik alasan tersebut yaitu kita hidup untuk Tuhan karena Tuhan sudah berkorban bagi kita. Alasan di balik alasan ini dijelaskan Paulus di ayat 7 s/d 9.


Orang yang makan segala jenis makanan atau yang tidak makan semuanya tetap melakukannya demi Tuhan karena mengucap syukur kepada-Nya, mengapa? Paulus menjelaskannya di ayat 7, “Sebab tidak ada seorangpun di antara kita yang hidup untuk dirinya sendiri, dan tidak ada seorangpun yang mati untuk dirinya sendiri.” Jelas sekali, kita melakukan segala sesuatu untuk Tuhan, karena kita tidak hidup dan tidak mati bagi diri kita sendiri. Orang yang hidup dan mati hanya bagi diri sendiri adalah orang yang menghambur-hamburkan uang demi kenikmatannya sendiri. Dia akan cuek dengan hidup dan matinya termasuk hidup dan matinya orang lain. Baginya, hidup adalah kenikmatan, sehingga perlu dinikmati. Itulah kesia-siaan hidup manusia di luar Tuhan. Manusia dunia sering kali merasa bahwa hidup bersama Tuhan itu tersiksa, karena banyak larangannya, tetapi mereka tidak sadar bahwa larangan-larangan itulah yang menyelamatkan kita dari kebinasaan hidup. Dan lagi, bukan hanya larangan, justru di dalam pemeliharaan Allah, hidup kita terjamin dan aman (meskipun tidak tentu berarti lancar dan sukses). Oleh karena itu, di ayat ini, Paulus mengingatkan kita sekali lagi untuk melakukan apa pun sambil bersyukur kepada Allah, karena kita sebagai anak-anak-Nya tidak lagi hidup untuk diri kita sendiri dan mati untuk diri sendiri. Orang Kristen yang mengaku diri “Kristen,” tetapi masih hidup untuk diri sendiri, segeralah bertobat. Apa tanda orang “Kristen” yang masih hidup untuk diri sendiri? Orang “Kristen” tersebut secara fenomena mungkin aktif melayani di gereja, tetapi realitasnya adalah mereka masih hidup berpusat pada kenikmatan diri, bekerja untuk diri/uang, menuntut orang lain untuk melayani dan memperhatikan dirinya yang “hebat dan pandai”, suka mengkompromikan dosa jika berada di luar gereja, dll. Semua hal ini membuktikan dia belum pernah sungguh-sungguh mengikut Kristus. Orang Kristen yang masih suka memikirkan untung ruginya jika mengerjakan segala sesuatu, berhati-hatilah, mungkin dia adalah anak setan yang masih indekos di gereja yang masih hidup untuk diri sendiri. Jika kita masih demikian, hari ini, segeralah bertobat, bukalah hatimu dikoreksi dan dipimpin Roh Kudus agar hidup kita makin serupa Kristus, Kakak Sulung kita.


Bukan hanya kita tidak lagi hidup dan mati untuk diri kita sendiri, Paulus mengingatkan di ayat 8, “Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan.” Di ayat ini, Paulus lebih tajam melihat fokus hidup anak Tuhan dan alasan di balik alasan agar kita tidak menghakimi saudara kita dalam hal-hal SEKUNDER, yaitu hidup dan mati kita adalah untuk Tuhan, karena kita adalah milik-Nya. Di sini, Paulus memaparkan dua hal yang bisa kita pelajari, yaitu:
Pertama, kita adalah milik Tuhan. King James Version (KJV), New King James Version (NKJV), Modern King James Version (MKJV), Literal Translation of the Holy Bible (LITV), Revised Version (RV), 1833 Webster Bible, 1898 Young’s Literal Translation (YLT), Analytical-Literal Translation (ALT), 1901 American Standard Version (ASV), 1965 Bible in Basic English (BBE), dan English Standard Version (ESV) menerjemahkannya, “we are the Lord’s.” (kita adalah milik Tuhan) International Standard Version (ISV) dan New International Version (NIV) menerjemahkannya, “we belong to the Lord.” (kita milik Tuhan) James Murdock New Testament menerjemahkannya, “we are our Lord’s.” (kita adalah milik Tuhan kita) Kata “Tuhan” dalam ayat ini dalam bahasa Yunaninya kurios merujuk kepada God, Lord, master, etc (Allah, Tuhan, tuan, dll) yang menunjukkan suatu supremasi di dalam otoritas. Ketika dipergunakan di dalam ayat ini, jelas berarti Tuhan itu berotoritas dan berkuasa dalam alam semesta ini bahkan manusia yang diciptakan-Nya. Realitas yang terjadi adalah beberapa manusia yang telah Ia pilih dan tebus di dalam Kristus sekarang menjadi milik-Nya. Menjadi milik Tuhan adalah suatu hak istimewa (privilege). Mengapa? Karena menjadi milik Tuhan berarti identik dengan menjadi anak-anak-Nya yang memiliki hubungan intim dengan Bapa. Bayangkan jika Anda adalah anak raja, Anda akan mendapat hak istimewa, meskipun tentu juga berarti Anda harus menjalankan apa yang ayah Anda kerjakan dan teruskan kepada Anda. Begitu juga dengan kita sebagai milik-Nya dan tentu juga anak-Nya. Kita adalah ahli waris perjanjian-Nya (Rm. 8:17). Sebagai ahli waris perjanjian-Nya, kita tidak hidup enak-enakan, tetapi kita hidup menjadi saksi terang Kristus, supaya orang di sekitar kita melihat kita dan memuliakan Allah Bapa (Mat. 5:16). Ketika kita dituntut oleh Allah untuk menjadi terang Kristus, masa kita meributkan hal-hal SEKUNDER? Jika sesama Kristen saling ribut untuk hal-hal SEKUNDER yang tidak berguna (seperti: cara baptisan, dll), lalu bagaimana reaksi orang non-Kristen melihat hal ini? Bukankah mereka malah takut untuk menjadi Kristen dan nama Tuhan dihina? Hal ini TIDAK berarti kita tidak usah belajar doktrin. Doktrin itu penting, karena itu memimpin kita belajar dan mengerti firman-Nya, dan tentunya melindungi kita dari serangan ajaran sesat. Tetapi yang perlu kita perhatikan adalah sampai di mana doktrin itu “mendarat” di dalam hidup kita sehari-hari, bukan sebagai ajang debat theologi. Doktrin yang tidak disertai dengan spiritualitas yang dewasa dan pengalaman rohani bersama Tuhan yang nyata adalah doktrin yang sia-sia dan kering. Biarlah doktrin Kristen yang sehat dan bertanggungjawab diimplikasi di dalam kehidupan kita sehari-hari, khususnya di dalam spiritualitas dan pengalaman rohani kita bersama Tuhan.

Kedua, hidup dan mati untuk Tuhan. Kita sering kali terlena dengan status kita sebagai milik/anak Tuhan. Kita pikir sebagai “anak Tuhan,” kita mengalami banyak mujizat, kesuksesan, kelancaran, kesembuhan, dll. Itu yang didengungkan di banyak gereja kontemporer. Mereka pikir bahwa menjadi anak Tuhan berarti bebas dari masalah. TIDAK! Paulus mengingatkan kita agar kita TIDAK terlena dengan status kita caranya dengan mengajarkan tanggung jawab kita sebagai milik-Nya yaitu hidup dan mati untuk Tuhan. Apa artinya? Paulus di dalam suratnya kepada jemaat di Filipi menyatakan hal ini, “Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.” (Flp. 1:21) Kepada jemaat di Galatia, ia mengajarkan hal ini, “namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku.” (Gal. 2:20) Hidup dan mati untuk Tuhan berarti:
Pertama, hidup kita difokuskan hanya kepada Kristus (Solus Christus). Hidup yang berfokus kepada Kristus adalah hidup yang menjadikan Kristus sebagai Tuhan dan Raja di dalam hidup kita. Hanya Kristus yang bertakhta di hati kita. Mungkin ini sulit bagi kita khususnya yang sedang jatuh cinta atau berpacaran. Bagi kita (pria atau wanita) yang sedang jatuh cinta, bukan Kristus yang ada di hati kita, tetapi wanita atau pria yang kita cintailah yang ada di hati kita. Bahkan kita sampai mengatakan bahwa tanpanya, kita tidak bisa hidup. Perkataan ini sangat berbahaya karena sudah menggantikan posisi Kristus di hati dan hidup kita. Biarlah kita waspada akan hal ini. Jangan pernah menggeser Kristus dari takhta-Nya di hati kita. Biarlah kita belajar dari syair lagu rohani kontemporer dari judul “Tempat Pertama”, “Nama-Mu selalu ada di tempat pertama di hatiku dan selalu menjadi yang utama di hidupku. Di mana pun ku berada, tak pernah berubah. Nama-Mu selalu berada di tempat pertama.” Lalu, bagaimana kita bisa menjadikan Kristus sebagai Tuhan dan Raja dalam hati dan hidup kita? Caranya adalah menyesuaikan kehendak kita dengan kehendak-Nya. Bagaimana caranya menyesuaikan kehendak kita dengan kehendak-Nya yang pasti bertolak belakang? Seorang hamba Tuhan dari gereja Karismatik bernama Indri Gautama pernah mengatakan bahwa kita harus mematikan kehendak/keinginan hati kita. Ya, kita bisa menyesuaikan kehendak kita dengan kehendak-Nya dengan cara mematikan kehendak kita. Mematikan kehendak kita bukan berarti kita tidak lagi memiliki kehendak sama sekali, tetapi mematikan kehendak berarti mengatakan TIDAK kepada setiap kehendak kita yang terbatas dan sebaliknya, selalu mengatakan YA kepada kehendak Tuhan yang kekal dan berotoritas. Jika kita terus mengutamakan kehendak Tuhan, apakah kita masih memiliki waktu untuk meributkan hal-hal SEKUNDER? Yang sering terjadi adalah kebalikan. Kita masih bisa meributkan hal-hal SEKUNDER, karena kita mengatakan TIDAK kepada kehendak Tuhan, dan YA kepada kehendak diri, sehingga apa pun yang tidak sesuai dengan kehendak kita, kita bisa marah-marah, bahkan tidak sedikit “hamba Tuhan” yang melakukan hal ini. Biarlah kita baik sebagai jemaat Tuhan dan hamba-Nya diingatkan agar tidak terlalu mengurusi hal-hal yang tidak perlu (SEKUNDER) dan utamakan kehendak Tuhan di atas kehendak (baca: nafsu) pribadi. Bertobatlah selama Tuhan masih memberi kita kesempatan.
Kedua, hidup menjalankan kehendak Tuhan. Hidup Kristen bukan hanya berfokus kepada Kristus, tetapi hidup menjalankan kehendak Tuhan. Kita bukan hanya mengenal kehendak-Nya, tetapi juga menjalankan apa yang Tuhan kehendaki. Ibu Indri Gautama kembali mengutip pernyataan seorang hamba Tuhan luar negeri yang mengatakan, “To know the will of God is the greatest knowledge and to do the will of God is the greatest achievement.” (Mengenal/mengetahui kehendak Allah adalah pengetahuan terbesar dan melakukan kehendak Allah adalah pencapaian terbesar.) Di sini, kita belajar bahwa pengetahuan tentang kehendak Allah bukan hanya di wilayah rasio saja, tetapi harus kita aplikasikan. Sayang, banyak orang yang mengaku diri “Kristen” suka mendengarkan khotbah-khotbah yang bagus, tetapi isi khotbah itu tidak pernah mereka aplikasikan. Mereka bisa menyetujui isi khotbah tersebut yang mengatakan bahwa kita harus menjalankan kehendak Tuhan, tetapi kenyataannya kita TIDAK pernah bahkan TIDAK akan pernah mau menjalankan kehendak Tuhan. Mungkin sekali secara theologi, orang itu Reformed (berpusat pada kedaulatan Allah), tetapi secara kehidupan sehari-hari, orang itu Arminian (berpusat pada kehendak bebas manusia) bahkan atheis praktis yang menganggap bahwa Tuhan hanya ada di gereja, dan tidak berkuasa apa pun di luar gereja (termasuk ilmu pengetahuan). Itu adalah dualisme di dalam pribadi seorang yang mengaku diri “Kristen.” Jika kita masih berlaku demikian, hari ini, izinkanlah saya menegur Anda, bertobatlah, buka hatimu, terimalah Roh Kudus menegur dan memimpin Anda untuk hidup hanya menjalankan kehendak Allah.
Bagaimana menjalankan kehendak Tuhan? Tidak ada langkah-langkah praktis agar kita bisa menjalankan kehendak Allah. Hanya satu hal yang bisa kita lakukan, yaitu: TAAT. Ketika Tuhan memerintahkan kita untuk melakukan sesuatu, kita hanya taat. Lalu, bagaimana kita bisa mengetahui bahwa Tuhan memerintahkan kita? Tidak ada jalan lain, kecuali kita harus terlebih dahulu membina hubungan yang intim dengan Tuhan sehari-hari. Saya melihat ada orang Kristen yang tidak pernah bergumul dengan Tuhan, lalu tiba-tiba ketika ada masalah baik dalam pekerjaan ataupun pasangan hidup, tiba-tiba, ia bergumul, berdoa puasa, dll selama seminggu bahkan sebulan. Ini tidak benar. Kalau kita sehari-hari tidak pernah berelasi dengan Tuhan baik dalam saat teduh, berdoa, dll, kita tidak mungkin bisa mengetahui kehendak Tuhan, apalagi menjalankan kehendak Tuhan itu. Baiklah kita berelasi dengan-Nya setiap hari, supaya kita mengerti apa yang Tuhan mau dan kita menjalankannya. Di dalam menjalankan kehendak Tuhan, kita harus siap menerima risiko apa pun bahkan yang pahit sekalipun. Ingat, dunia tidak akan pernah bersahabat dengan orang-orang yang hatinya untuk Tuhan apalagi menjalankan kehendak Tuhan. Ketika kita sudah berkomitmen menyerahkan hati kita untuk Tuhan dan menjalankan kehendak-Nya, bersiap-siaplah menghadapi serangan dunia yang kejam. Kita bisa menerima perlakuan tidak adil, seperti: difitnah, dibunuh secara psikologis (dihina), dll. Itu adalah perlakuan yang wajar yang harus kita terima, karena dunia kita sudah dikuasai setan dan kroni-kroninya. Masalahnya adalah di dalam penderitaan itu, masihkah kita berkomitmen menjalankan kehendak Tuhan? Atau kita rela mengkompromikan kehendak Tuhan agar kita lebih diterima orang dunia? Biarlah kita mengintrospeksi diri kita masing-masing. Ketika kita mau menjalankan kehendak Tuhan, di saat itulah, kita tidak lagi meributkan hal-hal SEKUNDER, karena kita berfokus hanya taat menjalankan apa yang Tuhan percayakan kepada kita (bukan kepada orang lain). Ini tidak berarti kita cuek dengan orang lain. Kita boleh memperhatikan orang lain, terutama dalam hal ajaran yang tidak benar, tetapi satu hal yang harus kita ingat, kita tidak boleh menghakiminya tanpa dasar dan memusuhinya.


Mengapa kita bisa memiliki komitmen untuk hidup dan mati hanya untuk Tuhan? Apakah pendeta yang menyogok kita? TIDAK. Alasannya dipaparkan Paulus di ayat 9, “Sebab untuk itulah Kristus telah mati dan hidup kembali, supaya Ia menjadi Tuhan, baik atas orang-orang mati, maupun atas orang-orang hidup.” Kita bisa hidup dan mati untuk Tuhan karena Tuhan telah mati dan hidup bagi umat-Nya. Ayat ini unik karena membalik urutan “hidup dan mati” dari ayat 8. Di ayat 8, Paulus menyebutkan “hidup dan mati”, sedangkan di ayat 9, Paulus menyebutkan bahwa Kristus telah mati dan hidup. Dengan kata lain, Kristus yang telah mati dan hidup kembali telah menghidupkan kita yang mati, sehingga kita yang dahulu mati bisa hidup dan mati demi Dia. Kematian dan kebangkitan Kristus memberikan jaminan kepada umat-Nya bahwa kita bisa hidup kekal bersama-Nya. Bukan hanya hidup kekal di sorga, kita pun akan menikmati indahnya hidup bersama Tuhan ketika kita hidup di dunia yang rusak dan gelap ini. Ini adalah sukacita terbesar umat Tuhan. Sukacita ini yang mengakibatkan umat-Nya memiliki kepastian iman menjalani hidup hari demi hari, mengapa? Karena, seperti syair refrein lagu rohani yang berjudul “S’bab Dia Hidup”, “S’bab Dia hidup, ada hari esok. S’bab Dia hidup, ku tak gentar, karna ku tahu Dia pegang hari esok. Hidup jadi berarti s’bab Yesus hidup.” Sudahkah kita mengalami kemenangan Kristus tersebut di tengah penderitaan yang harus kita hadapi? Biarlah ini menguatkan kita ketika kita mengalami penderitaan hidup.

Bukan hanya kematian dan kematian Kristus saja yang membuat kita bisa hidup dan mati hanya untuk Tuhan, Paulus mengatakan bahwa Kristuslah yang menjadi Tuhan atas umat-Nya yang mati dan hidup itulah yang lebih menguatkan kita. Ketika Kristus menjadi Tuhan bagi umat-Nya, di situ ada pemeliharaan yang luar biasa dahsyat. Ia yang memilih kita sebelum dunia dijadikan, Ia pula yang menebus kita melalui karya Kristus di salib. Ia yang menebus kita, Ia pulalah yang memimpin hidup kita hari lepas hari sampai hari kedatangan Kristus yang kedua kalinya untuk menjemput kita. Inilah providensi (pemeliharaan) Allah bagi umat-Nya dan inilah yang sesungguhnya menguatkan kita. Ia adalah Tuhan sekaligus Sahabat kita yang terdekat. Setiap kita menghadapi penderitaan, Kristus menjadi pendamping hidup kita menguatkan iman kita. Alamilah setiap jamahan Tuhan tersebut di dalam hati kita.


Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita berkomitmen benar-benar menyerahkan hati dan hidup kita hanya untuk Tuhan saja? Jangan sekali-kali menomerduakan Tuhan. Utamakan dan akuilah Dia di dalam segala kehidupan kita, itulah arti percaya di dalam Dia (Ams. 3:5-7). Amin. Soli Deo Gloria.

No comments: