29 March 2009

KREDO REFORMED-2: Pengakuan Iman Belgia (1559) oleh Ev. Yakub Tri Handoko, Th.M.

KREDO REFORMED-2:
Pengakuan Iman Belgia (1559)


oleh: Ev. Yakub Tri Handoko, Th.M.




Pendahuluan
Pengakuan Iman Belgia (Belgic Confession) merupakan pengakuan iman Reformed tertua setelah Pengakuan Iman Prancis (Gallic Confession). Sebutan “Belgic Confession” diambil dari istilah Latin pada abad ke-17, yaitu “Confessio Belgica”. Pada masa itu kata “Belgica” tidak hanya merujuk pada negara Belgia seperti sekarang, tetapi juga seluruh Negara-negara Bawah (Low Countries), baik utara maupun selatan. Pada masa modern Low Countries mencakup daerah-daerah yang dikuasai oleh Belgia dan Belanda. Jadi, sekalipun nama yang dipakai adalah “Pengakuan Iman Belgia”, namun pengakuan ini merupakan kesatuan theologi dari orang-orang Reformed di Belgia dan Belanda. Sebagian orang bahkan lebih senang menyebut pengakuan iman ini sebagai “Pengakuan Iman Belanda” (Netherlands Confession). Sebagian lagi memakai istilah “Pengakuan Iman Wallon” (Wallon Confession).


Latar Belakang
Sama seperti Pengakuan Iman Prancis, perumusan Pengakuan Iman Belgia juga sangat berkaitan dengan penganiayaan yang dialami oleh orang-orang Reformed. Gerakan reformasi sendiri sebelumnya sudah menyebar ke daerah Belgia dan Belanda melalui para tentara, pedagang dan buku-buku. Keadaan ini menimbulkan keresahan bagi penguasa sipil yang sangat mendukung Gereja Katolik Roma. Sejak 1521 Charles V sudah mengeluarkan perintah untuk menekan bidat (baca: ajaran reformasi) di daerahnya. Penganiayaan ini menjadi semakin intensif pada zaman Philip II dari Spanyol. Semangatnya untuk membinasakan setiap penganut reformasi direalisasikan oleh Duke of Alva. Begitu hebatnya penganiayaan ini sampai-sampai sebagian ahli sejarah berani menyatakan bahwa jumlah korban penganiayaan pada periode itu dan pada satu provinsi telah melampaui jumlah keseluruhan martyr pada abad ke-16. Sebagian bahkan meyakini jumlah ini melampaui jumlah martyr pada tiga abad pertama penganiayaan di bawah pemerintahan Romawi. Jumlah kurban penganiayaan di Belgia dan Belanda waktu itu diperkirakan mencapai 100 ribu orang.

Sebagai respons terhadap penganiayaan yang sedemikian hebat di atas, pengikut reformasi merumuskan pengakuan iman sebagai sebuah apologi (pembelaan) bahwa mereka bukanlah pemberontak. Mereka adalah para pengikut ajaran Alkitab dan warga negara yang taat. Penjelasan ini sangat diperlukan dalam konteks waktu itu karena pemerintah sipil selalu menganggap pengikut reformasi sebagai pengikut bidat (sesuai dengan perspektif Gereja Katolik Roma). Pengikut reformasi juga sering dituduh sebagai para pemebrontak yang tidak mau menunjukkan loyalitas kepada pemerintah. Tuduhan ini didasarkan pada ketidakmampuan pemerintah untuk membedakan antara aliran Anabaptis dan aliran-aliran lain dalam gerakan reformasi.

Perumusan Pengakuan Iman Belgia tidak dapat dipisahkan dari seorang figur yang bernama Guido de Bres (1522-1567). Ia dibesarkan dalam tradisi Katolik. Melalui penyelidikan Alkitab yang teliti ia akhirnya berpuat pada doktrin injili. Setelah diusir dari daerah asalnya di Mons (Hennegeu), ia melakukan perjalanan keliling untuk belajar maupun berkotbah. Ia ada di Inggris pada masa Edward IV, belajar di Lausanne, kemudian menjadi pengkhotbah keliling di daerah Belgia dan Prancis. Selama pelayanannya ia menyempatkan diri merumuskan sebuah pengakuan iman. Ia dibantu oleh Adrien de Saravia (profesor theologi di Leyden dan Cambridge), Modetus (sempat menjadi pendeta William of Orange) dan G. Wingen (yang menerjemahkan ke bahasa Prancis sekaligus membuktikan iman Reformed dari perspektif Alkitab). Pengakuan iman yang sudah disiapkan selanjutnya direvisi oleh Francis Junius, salah seorang murid Calvin dan pendeta di Antwerp. Junius mempersingkat pernyataan ke-16 dan membuat beberapa salinan untuk dikirim ke Genewa dan daerah-daerah lain supaya dipelajari dan disetujui. Akhirnya pada tahun 1561 pengakuan iman ini dicetak untuk kalangan lebih luas.

Sekitar setahun setelah dicetak, salah satu cetakan dikirimkan ke Raja Philip II dengan cara dilemparkan ke dalam benteng yang telah dibangun di Tournai (Doornik). Pengiriman ini disertai dengan sebuah pernyataan yang luar biasa indah dan berani. Mereka siap untuk mematuhi pemerintah sipil dalam segala sesuatu yang benar, tetapi akan “menyerahkan punggung mereka dicabik-cabik, lidah mereka untuk dipotong, mulut mereka disumpal dan seluruh tubuh mereka dibakar dengan api, dengan sungguh-sungguh menyadari bahwa mereka yang mengikut Yesus harus memikul salib-Nya dan menyangkali diri mereka” daripada menyangkali kebenaran yang dinyatakan dalam pengakuan iman.

Tidak ada bukti bahwa orang-orang Katolik secara serius pernah membaca atau terpengaruh oleh pengakuan iman ini. Penganiayaan pun juga tidak kunjung mereda. Bagaimanapun, apa yang tertulis berhasil menyatukan dan menguatkan orang-orang Reformed. Pada tahun 1562 pengakuan iman yang awalnya ditulis dalam bahasa Prancis ini akhirnya diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda dan dengan cepat mendapat penerimaan resmi. Tahun 1566 konsili di Antwerp menerima rumusan iman tersebut secara resmi dengan sedikit revisi. Berturut-turut pengakuan iman diteguhkan kembali di Wesel (1568), Emden (1571) Dort (1574), Middelburg (1581) dan Dort (1619).

Pada tahun 1567 de Bres ditangkap dan dipenjara. Penangkapan ini terkait dengan semakin meningkatnya upaya penganiayaan sehubungan dengan kontroversi gambar (oconoclastic controversy). Penghancuran dan perusakan gambar maupun patung dalam gereja-gereja Katolik telah memancing amarah pemerintah sipil. Masalah lain berhubungan dengan pelanggaran terhadap keputusan pengadilan Brussels, terutama berkaitan dengan penyelenggaraan perjamuan kudus di jemaat-jemaat Reformed. Selama di dalam penjara de Bres rajin menulis surat kepada keluarganya dan menggambarkan kematian yang akan ia jalani sebagai sebuah perjamuan kawin. Bersama ribuan orang Reformed lain, de Bres akhirnya mati demi kebenaran yang ia yakini. Salah satu kalimatnya yang terkenal adalah “Saudara-saudaraku, hari ini akau dihukum mati karena doktrin Anak Allah. Biarlah Dia dipuji karena hal ini. Aku bersukacita atas hal ini. Aku tidak pernah berpikir bahwa Allah akan menunjukkan kepadaku penghormatan seperti itu. Aku merasa htiku dipenuhi dengan anugerah yang Allah turunkan ke atasku lebih dan lebih lagi dan aku dari waktu ke waktu terus dikuatkan. Hatiku memancar dengan sukacita dalam diriku”. Kematian ini tidak pernah sia-sia, karena ajaran dan semangatnya tetap dinyatakan dalam Pengakuan Iman Belgia.

Salah satu konsili yang paling penting adalah konsili agung di Dort (1619). Pada waktu itu ada desakan dari penganut Armenian untuk mengubah sebagian isi Pengakuan Iman Belgia. Di sisi lain, pengakuan iman ini juga telah mengalami beberapa proses terjemahan dan sedikit revisi. Berdasarkan dua hal ini, konsili di Dort memutuskan untuk menyelidiki ulang semua edisi yang ada (Prancis, Belanda, Latin) supaya dirumuskan yang baku. Edisi revisi terakhir inilah yang selanjutnya –bersama dengan Katekismus Heidelberg-- ditetapkan sebagai patokan iman gereja-gereja Reformed di Belgia maupun Belanda. Mereka berkomitmen untuk mengajarkan pengakuan iman ini dalam kotbah dan pengajaran mereka. Mereka berjanji tidak akan mengajarkan sesuatu yang berbeda dari yang sudah ditetapkan. Apabila ada suatu pemikiran yang muncul di kemudian hari yang terkesan tidak sesuai dengan pengakuan iman ini, mereka berjanji tidak akan mengajarkan pemikiran tersebut kepada orang lain sampai hal itu dibawa ke jenjang yang lebih tinggi (konsistori, klasis, sinode) untuk diputuskan. Sampai kini pengakuan iman tersebut sudah melampaui batasan Low Countries. Gereja-gereja Reformed di Amerika dan belahan dunia lain dengan mantap menerima rumusan iman ini sebagai ciri khas theologi mereka.


Garis Besar, Isi, dan Karakteristik
Secara umum garis besar maupun isi Pengakuan Iman Belgia didasarkan pada Pengakuan Iman Prancis (Gallic Confession) yang juga sangat dipengaruhi oleh karya monumental Calvin, Institutio. Pengaturan topik yang ada juga serupa dengan urutan theologi sistematika modern.
Pernyataan 1-11 tentang Allah
Pernyataan 12-15 tentang manusia
Pernyataan 16-21 tentang Kristus
Pernyataan 22-26 tentang keselamatan
Pernyataan 27-35 tentang gereja
Pernyataan 36 tentang pemerintah sipil
Pernyataan 37 tentang akhir zaman

Berdasarkan keunikan theologi dan tujuan penulisan, isi Pengakuan Iman Belgia dapat dibedakan menjadi beberapa bagian. Pertama, bagian yang menyerang konsep Anabaptis. Bagian ini mencakup topik seputar kemanusiaan Yesus yang sempurna (18), hakekat gereja yang umum/am, bukan sektarian (28-29), baptisan anak-anak (34) dan pemerintah sipil sebagai wakil Allah (36). Kedua, bagian yang sama dengan keyakinan Katolik Roma. Pemaparan topik-topik dalam bagian ini berguna sebagai pijakan yang sama dengan para musuh mereka. Bagian ini mencakup topik seputar Tritunggal (1, 8, 9), inkarnasi (10, 18, 19) dan gereja yang am (27-29). Ketiga, bagian yang menentang Gereja Katolik Roma. Bagian ini mencakup topik tentang otoritas mutlak dari Kitab Suci sekaligus penolakan terhadap Apokrifa (3-7), kecukupan dari karya penebusan Kristus, terlepas dari partisipasi gereja (21-23, 26), perbuatan baik (24), dua sakramen yang diajarkan Alkitab (34-35). Keempat, bagian yang mengajarkan ciri khas theologi Reformed. Bagian ini mencakup topik seputar providensia (13), kerusakan natur manusia sebagai akibat dari dosa asal (14-15), predestinasi (16), tanda gereja yang sejati (29), pemerintahan gereja (30-32) dan perjamuan kudus (35).

Dari sisi karakteristik, kita dapat menemukan beberapa hal: (1) pemakaian kata “kami” untuk memberi kesan personal pada pengakuan iman ini sekaligus membedakan penerimanya dengan komunitas Kristen yang lain; (2) pengutipan ayat-ayat Alkitab yang sedikit bebas; dalam arti tidak selalu lengkap dan secara hurufiah sesuai dengan bahasa aslinya; (3) tidak terlalu polemis seperti Pengakuan Iman Prancis; (4) penjelasan yang agak detil – terutama seputar Tritunggal, inkarnasi, gereja dan sakramen – sehingga menjadikannya sebagai simbol pernyataan iman Reformed yang terbaik setelah Pengakuan Iman Westminster.


Teks
Seperti sudah disinggung sebelumnya, Pengakuan Iman Belgia mengalami beberapa kali revisi. Perubahan ini hanya berkaitan dengan pemilihan kata dan peredaksian, bukan dari sisi doktrin. Kita tidak bisa mengetahui secara persis bagaimana edisi awal dalam bahasa Prancis. Tidak ada salinan yang berhasil dipelihara. Pada tahun 1580 Sinode Antwerp memerintahkan untuk membuat salinan yang sama persis dengan revisi yang dibuat oleh Junius sebagai arsip mereka. Salinan ini selanjutnya ditandatangi oleh setiap rohaniwan Reformed. Gereja-gereja Reformed di Belgia biasanya menganggap salinan ini sebagai yang otentik. Konsili agung di Dort (1619) memerintahkan untuk membuat edisi revisi yang resmi dengan cara membandingkan semua edisi yang ada dengan salinan dari manuskrip tahun 1580. Edisi Leyden (1669) memaparkan dalam dua kolom: yang satu sesuai salinan asli dan yang satu sesuai keputusan Dort. Edisi Rotterdam, Psalter tahun 1787 memaparkan edisi asli dengan meletakkan versi Dort sebagai catatan.


Sumber:
Pendalaman Alkitab GKRI Exodus, 10 Februari 2009
(http://www.gkri-exodus.org/page.php?HIS-Kredo_Reformed-02)




Profil Ev. Yakub Tri Handoko, Th.M.:
Ev. Yakub Tri Handoko, M.A., Th.M., yang lahir di Semarang, 23 November 1974, adalah gembala sidang Gereja Kristus Rahmani Indonesia (GKRI) Exodus, Surabaya (www.gkri-exodus.org) dan dosen di Institut Theologi Abdiel Indonesia (ITHASIA) Pacet serta dosen tetap di Sekolah Theologi Awam Reformed (STAR) dari GKRI Exodus, Surabaya. Beliau menyelesaikan studi Sarjana Theologi (S.Th.) di Sekolah Tinggi Alkitab Surabaya (STAS); Master of Arts (M.A.) in Theological Studies di International Center for Theological Studies (ICTS), Pacet–Mojokerto; dan Master of Theology (Th.M.) di International Theological Seminary, U.S.A. Mulai tahun 2007, beliau sedang mengambil program gelar Doctor of Philosophy (Ph.D.) part time di Evangelische Theologische Faculteit (ETF), Leuven–Belgia.




Editor dan Pengoreksi: Denny Teguh Sutandio.

No comments: