08 March 2009

Matius 13:44-46: THE VALUE OF THE KINGDOM (Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.)

Ringkasan Khotbah: 22 April 2007

The Value of the Kingdom
oleh: Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.

Nats: Mat. 13:44-46

Perumpamaan-perumpamaan yang diungkapkan Tuhan Yesus dalam Injil Matius sesungguhnya hanya membicarakan satu hal, yakni Kerajaan Sorga dimana Kristus sebagai Rajanya. Kerajaan Sorga itu seumpama biji sesawi yang dimulai dari kecil dan bertumbuh menjadi besar. Injil Mat. 13:44-52 mau menekankan satu hal, yakni tentang kualitas Kerajaan Sorga namun dalam terjemahan Indonesia dipisahkan menjadi dua bagian karena ada dua hal yang menjadi penekanan. Perumpamaan tentang harta terpendam dan perumpamaan tentang mutiara menekankan kualitas dari Kerajaan Sorga itu sendiri, seberapa mahalnya dan berharganya Kerajaan Sorga itu; perumpamaan tentang pukat menekankan kualitas dari orang-orang yang masuk ke dalam Kerajaan Sorga; hanya ikan yang bagus saja yang boleh masuk ke dalam pukat.
Hari ini kita akan merenungkan perumpamaan tentang harta terpendam dan mutiara yang berharga yang membukakan akan kualitas dari kerajaan sorga. Perumpamaan ini sekaligus mematahkan konsep yang salah yang menyatakan bahwa segala sesuatu yang kecil itu sifatnya meaningless; sesuatu yang kecil itu hanyalah minoritas sehingga tidak ada orang yang memerhatikan. Orang berpendapat ragi itu hanya dapat dirasakan dan dilihat pengaruhnya tetapi ia sendiri tidak kelihatan demikian pula dengan Kerajaan Sorga hanya sementara ada di dunia setelah itu hilang di tengah jaman. Karena itu, untuk menghindari kesalahan penafsiran maka Tuhan Yesus mengkaitkan seluruh perumpamaan sehingga orang tidak mempunyai pikiran yang terpecah-pecah; perumpamaan haruslah dikunci secara totalitas dari kesuluruhan pembahasan. Perumpamaan tentang harta terpendam dan mutiara yang terpendam itu menganulir kemungkinan kesalahan konsep tersebut.
Perhatikan, Kerajaan Sorga yang kelihatan murah itu bukan berarti barang murah. Tidak! Perumpamaan biji sesawi dan ragi ini bukan berbicara tentang barang yang murah tetapi lebih menekankan tentang sesuatu yang kecil namun mempunyai potensi besar. Perumpamaan kali ini hendak menegaskan tentang konsep nilai dari kerajaan sorga dan komitmen. Kalau kita bicara tentang harga maka kita bicara tentang nilai. Banyak orang yang mengabaikan aspek nilai akibatnya orang tidak mengerti nilai dengan tepat. Hal ini disebabkan orang menjadikan diri sendiri sebagai standar nilai akibatnya orang mengalami kesulitan dalam menilai sesuatu. Kekristenan mempunyai standar nilai yang berbeda dengan dunia karena nilai itu tidak didasarkan pada dunia atau diri tetapi segala sesuatu itu didasarkan pada Kristus yang sebagai standar nilai.
Sejarah membuktikan, agama itu muncul sebagai suatu upaya dari manusia mencari kekuatan yang lebih dibanding dirinya dan ketika manusia telah menemukan kekuatan itu barulah orang menyadari kelemahan yang ada pada dirinya dan ia tidak dapat meniadakan kekuatan itu. Orang atheis berusaha sedemikian rupa meniadakan kekuatan itu karena sesungguhnya, ia ingin dirinyalah yang menjadi Tuhan, yang menentukan segala sesuatu sendiri dan berkuasa penuh. Inilah jiwa manusia berdosa. Manusia hanya butuh Tuhan ketika ia merasa lemah. Dunia makin modern makin berusaha membuang Tuhan dan orang merasa ia sudah berhasil membuang Tuhan seperti yang dilakukan oleh Nietzsche dan kawan-kawan. Betapa bodohnya manusia, ia tidak sadar pada saat mereka membuang Tuhan saat itu hidupnya menjadi sengsara, orang merasa segala sesuatu yang ia kerjakan tidak ada artinya. Kekecewaan itu sampai pad puncaknya dan berakibat pada bunuh diri. Inilah puncak dari the lostness of value. Konsep yang salah menyebabkan hidupnya menjadi hancur. Kalau kita mau telusuri lebih dalam lagi, sesungguhnya yang membuat manusia itu mempunyai semangat juang untuk hidup ada dua aspek, yaitu: 1) aspek epistemologi – what is true; 2) aspek aksiologi – what is valuable.
1. Seeking
Di dunia ini, tidak ada seorangpun yang mau berjuang bahkan berkorban nyawa untuk sesuatu yang ia anggap tidak bernilai dan tidak benar, bukan? Ketika orang menganggap uang itu sebagai sesuatu yang berharga maka ia akan berjuang mati-matian untuk uang. Demilkian pula halnya dengan mereka yang tidak percaya akan kebangkitan Kristus – tidak akan mau berjuang apalagi berkorban demi Kristus. Ironisnya, orang tidak mau kembali pada kebenaran sejati, mereka malah membuat teori baru dan berjuang untuk teori yang baru itu dan untuk kesekian kalinya orang mengulang kesalahan yang sama. Pada jaman renaissance filsafat humanisme berkembang sedemikian rupa, orang mulai meninggalkan Alkitab maka itulah masa dimana Kekristenan semakin menurun. Philosophia berarti orang-orang yang mencintai hikmat tetapi faktanya, philosophia lebih mencintai diri sendiri dan membuang Tuhan Yesus yang adalah sumber hikmat sejati. Adalah tidak mungkin seorang itu menjadi bijaksana kalau ia membuang Kristus di titik pertama. Hingga pada abad 20, pecah perang dunia I dan II dimana orang saling membunuh barulah orang menyadari bahwa apa yang selama ini mereka anggap sebagai bijaksana ternyata sia-sia. Hal ini juga tidak menyadarkan mereka untuk kembali pada kebenaran sejati. Tidak! Orang malah jatuh pada ekstrim yang lain, orang menjadi skeptik, orang tidak peduli dengan sesuatu yang ia anggap sebagai kebenaran dan berharga. Pertengahan abad 20 membawa orang pada skeptisisme posmodern maka hari ini kalau orang ditanya mana yang berharga? Dengan skeptis akan menjawab bahwa apa itu kebenaran? Orang sudah tidak ada lagi upaya atau perjuangan untuk mengejar sesuatu yang benar dan bernilai.
Bagaimana dengan orang Kristen? Apakah kita masih sadar perlunya kita memperjuangkan apa yang benar dan apa yang bernilai? Celakalah, kalau kita salah menilai bahwa apa yang selama ini kita anggap sebagai kebenaran dan bernilai ternyata tidak lebih hanyalah sebuah sampah yang tidak berharga dan justru yang kita anggap tidak bernilai itu ternyata sebuah barang berharga. Betapa bodohnya kita kalau kita lebih memilih sepiring makanan daripada sekilo emas, bukan? Tanpa kita sadari, sesungguhnya itulah yang sering kita lakukan, ketika Tuhan membukakan bahwa ada sesuatu yang lebih bernilai, kita justru mengabaikannya – kita menjadikan diri sebagai standar nilai. Hendaklah kita mengevaluasi diri, hal apakah yang kita anggap paling bernilai dalam hidup kita? Perumpamaan tentang harta terpendam dan mutiara yang berharga mau membukakan betapa berharganya Kerajaan Sorga itu dibandingkan dengan harta dunia. Tuhan Yesus tahu apa yang ada dalam pikiran orang Yahudi yang materialis bahkan tak jarang pula, mereka memakai cara licik untuk mendapatkan harta. Perhatikan, ketika orang Yahudi menemukan harta yang terpendam di ladang maka ia tidak mengambilnya tetapi langsung menguburnya kembali dan ia pun pergi menjual seluruh miliknya untuk membeli ladang itu. Cara ini adalah cara yang licik tetapi sekaligus cara yang paling strategis dan sah untuk menghindari hukum dan perselisihan antara pemilik tanah dan penemu harta. Dengan kata lain, Tuhan Yesus mau menyatakan kalau demi mendapatkan harta, orang mencari cara sedemikian rupa untuk mendapatkan harta lalu bagaimana dan upaya apa yang kita lakukan demi untuk mendapatkan Kerajaan Sorga yang lebih bernilai? Sangatlah disayangkan, hari ini, jangankan untuk tahu dimanakah kebenaran, upaya untuk mengejar kebenaran dan nilai tertinggi itu saja tidak ada. Sebagian besar orang Kristen tidak mau memikirkan tentang kebenaran apalagi berupaya mendapatkan kebenaran; dengan skeptik, orang akan berkata, “Capek, ah....“ Perkataan itu harusnya menyadarkannya akan hidup, apa yang membuat ia merasa letih?
Tuhan Yesus membukakan betapa bernilainya Kerajaan Sorga itu dan untuk mendapatkan barang yang bernilai itu perlu satu upaya dan pergumulan untuk mendapatkannya. Hal ini yang disebut sebagai extrinsic value – upaya seseorang untuk mengejar atau menyamakan persepsi dengan instrinsic value. Pengertian mahal mempunyai banyak konsep; suatu barang dikatakan mahal kalau nilai instrinsiknya seribu rupiah tapi kita beli dengan harga satu juta rupiah – dikatakan mahal karena tidak cocok dengan harga aslinya. Barang murah tetap akan terasa mahal karena kita tidak mampu membelinya – diri menjadi standar nilai. Hari inilah yang banyak terjadi hari ini tak terkecuali orang Kristen; orang memakai diri sebagai standar untuk menilai sesuatu nilai di dalam dirinya. Cara ini adalah cara yang salah. Untuk menyamakan persepsi dan menyamakan nilai dari ekstrinsik menuju instrinsik diperlukan suatu perjuangan dan hal ini yang seringkali tidak disukai oleh manusia. Orang lebih suka kalau diri sendiri sebagai penentu kebenaran.
Biarlah pola pikir kita diubahkan, ingat kita bukanlah penentu kebenaran. Sekali kita salah menilai maka sia-sialah seluruh perjuangan hidup kita. Karena itu, kita harus kembali pada nilai tertinggi, yakni the true value itself sehingga hidup itu menjadi indah karena kita tahu, kita berjuang untuk sesuatu yang bernilai kekal. Kerajaan Sorga itu adalah orang yang sadar akan nilai tertinggi. Pertanyaannya seberapa jauhkah perjuangan kita untuk mendapatkan nilai tertinggi?
2. Understanding
Bagaimana kita memilah antara harta asli dan harta palsu? Sistem nilai ini menuntut adanya understanding. Suatu barang yang sangat mahal dan berharga itu biasanya jumlahnya sangat terbatas bahkan mungkin hanya ada satu di dunia. Kalau hanya ada satu berarti sukar untuk ditemukan maka dibutuhkan suatu pengertian yang tepat dan untuk mendapatkan pengertian yang tepat itu bukanlah hal yang mudah tetapi dibutuhkan suatu usaha dan perjuangan untuk kita mau belajar. Belajar itu melelahkan karena butuh banyak tenaga dan waktu. Hari ini banyak orang yang merasa lelah dan tidak mau belajar karena orang merasa apa yang ia pelajari selama ini hanyalah kesia-siaan. Orang merasa sia-sia karena ia belajar tetapi tidak pernah menjadi pandai dan bijaksana, hal ini disebabkan karena orang tidak mengerti esensi dan konsep belajar. Maka tidaklah heran kalau orang sampai pada kesimpulan: semua yang dikerjakan tidak lebih hanyalah kesia-siaan belaka dan tidak bernilai akibatnya orang tidak mau belajar. Betapa sangatlah menyedihkan kalau seluruh perjuangan kita ternyata sia-sia. Berbeda halnya kalau kita tahu bahwa seluruh hidup kita mempunyai sasaran dan tujuan yang jelas, yaitu hidup untuk Kristus karena Kristus itu sangat berharga. Belajarlah untuk mengejar nilai sejati karena kita sedang attach dari kerelatifitasan menuju kepada kemutlakan tertinggi. Perjuangan ini sangat layak untuk kita kerjakan. Hari ini banyak orang yang merasa semua yang ia pelajari hanyalah kesia-siaan belaka. Wajarlah kalau orang merasa demikian karena arah hidupnya tidak tertuju pada apa yang menjadi kehendak Tuhan. Orang tidak pernah berpikir ketika ia hendak memutuskan sesuatu apakah keputusan yang ia buat tersebut sesuai dengan kehendak Tuhan atau tidak? Berbeda halnya, kalau sejak pertama kita sudah tahu apa yang menjadi kehendak Tuhan maka seluruh hidup kita penuh dengan makna. Betapa indah hidup kita kalau seluruh yang kita kerjakan itu meaningfull.
Kerajaan Sorga bukanlah barang murah sehingga mudah didapat. Tidak! Kerajaan sorga merupakan sebuah harta yang terpendam yang sangat bernilai dan hanya ada satu di dunia yang semua orang mau mencapainya. Pertanyaannya bagaimana kita mendapatkannya? Caranya adalah dengan mencari dan untuk itu dibutuhkan suatu perjuangan, yakni berjuang untuk belajar untuk mendapatkan suatu pengertian dengan benar. Kalau kita tidak pernah belajar tentang mutiara, kita tidak akan pernah mengerti dan tidak dapat membedakan manakah mutiara yang asli dan mana yang palsu. Dibutuhkan seorang ahli untuk dapat membedakannya dan untuk menjadi seorang ahli dibutuhkan suatu studi yang baik. Pertanyaannya seberapa jauhkah perjuangan orang Kristen untuk mengerti nilai tertinggi yang menyangkut kekekalan? Untuk mengerti hal ini perlu suatu disiplin diri untuk kita mau belajar dengan demikian kita tidak menjadi salah. Kita tahu mana yang paling bernilai dan mana yang tidak dengan demikian kita dapat memberikan pertanggungjawaban. Mengerti bahwa kerajaan sorga adalah sesuatu yang bernilai, itu bukanlah suatu fanatisme yang kosong.
3. Commitment
Kalau kita menyatakan bahwa A itulah yang paling bernilai tetapi tidak ada upaya atau perjuangan untuk mencapainya maka dapatlah disimpulkan bahwa semua pernyataan kita itu tidak lebih hanya pernyataan kosong belaka. Melalui perumpamaan ini, Tuhan Yesus menegaskan bahwa sesuatu itu berharga, valuable ditentukan dari seberapa jauhkah kita berjuang untuk mendapatkannya? Orang yang tahu kalau di dalam tanah itu terkandung harta yang sangat mahal, masakan ia akan berdiam diri? Tentu tidak, bukan? Ia pasti akan membelinya tanah itu berapa pun harganya karena ia tahu ia akan mendapatkan lebih. Inilah yang dinamakan sebagai perjuangan. Jadi, kalau orang menyatakan bahwa Kerajaan Sorga itu berharga tetapi seluruh hidup kita tidak menunjukkan suatu perjuangan maka itu membuktikan ia bukanlah Kristen sejati yang tahu betapa berharganya Kerajaan Sorga itu. Hendaklah kita mengevaluasi diri, sebagai anak Tuhan sejati, seberapa jauhkah kita telah berkorban untuk mendapatkan Kerajaan Sorga itu? Sejauh manakah Kristus itu bernilai bagi kita? Seberapa mahalnya Kristus itu berharga bagi kita? Dan sampai seberapa jauhkah kita menyadari mahalnya nilai instrinsik itu sehingga kita mengarahkan seluruh nilai ekstrinsik kita mengejar nilai instrinsik itu?
Para murid dan para martir itu sangat menyadari betapa bernilainya Kerajaan Sorga sehingga mereka rela mati untuk mendapatkan the highest value. Ingat, sikap hidup kita itu menentukan iman Kristen kita. Hari ini banyak orang Kristen yang mengaku bahwa “Yesus itu adalah segala-galanya“ tetapi kalimat itu masih ada kelanjutannya, yaitu “Yesus itu segala-galanya hanya bagiku“ artinya orang hanya perlu Yesus selama Dia menguntungkan bagi kita, jadi bukan karena Dia mahal. Inilah dunia berdosa yang humanis – Kristus Yesus tidak lebih seperti “pelayan“ dan kita yang menjadi tuannya. Inilah konsep yang diajarkan oleh dunia. Tanpa sadar, manusia kembali pada pemikiran humanis materialis; apa yang kita perjuangkan mati-matian hanya untuk uang. Bertobatlah! Kalau kita mengaku Kristen tetapi uang, materi, kepentingan diri yang menjadi nilai tertinggi dalam hidup kita maka itu membuktikan kalau sesungguhnya kita bukan anak Tuhan sejati. Seberapa jauhkah kita telah berkorban untuk Kristus? Seberapa jauhkah hati kita berpaut pada Kerajaan Sorga? Siapakah yang menjadi nilai tertinggi dalam hidup kita?
Kerajaan Sorga itu seperti halnya harta terpendam dan mutiara yang sangat bernilai kalau kita mendapatkannya betapa sukacita hidup kita. Pertanyaannya sudahkah kita berjuang untuk mendapatkannya? Kiranya hal ini menjadi evaluasi bagi kita, kalau selama ini kita telah bertahun-tahun menjadi Kristen, sudahkah pola pikir kita diubahkan sehingga kita mempunyai pola pikir seperti Kristus? Sudahkah kita menyadari betapa mahalnya darah Kristus yang telah menebus kita sehingga kita mau berkorban demi mendapatkan mutiara yang berharga itu? Amin.

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)
Sumber:

No comments: