08 February 2009

Roma 13:6-7: ALLAH DAN PEMERINTAHAN-2: Otoritas, Integritas, dan Hak

Seri Eksposisi Surat Roma:
Aplikasi Doktrin-10


Allah dan Pemerintahan-2:
Otoritas, Integritas, dan Hak


oleh: Denny Teguh Sutandio



Nats: Roma 13:6-7.



Setelah merenungkan prinsip tentang siapakah pemerintah di ayat 1-5, maka kita akan melanjutkan membahas tentang hak pemerintah sebagai otoritas turunan dari Allah di ayat 6-7.

Di ayat 6, Paulus mengatakan, “Itulah juga sebabnya maka kamu membayar pajak. Karena mereka yang mengurus hal itu adalah pelayan-pelayan Allah.” Sebagai wujud menaklukkan diri kepada pemerintah, Paulus memerintahkan kita sebagai warga negara membayar pajak. Kata “membayar” dalam teks Yunani menggunakan bentuk aktif. Sehingga, dari perkataan ini, kita mendapatkan penjelasan dari Paulus bahwa kita aktif membayar pajak, bukan karena kita disuruh (pasif). Apakah pajak itu? Albert Barnes dalam tafsirannya Albert Barnes’ Notes on the Bible mamaparkan bahwa pajak adalah, “annual compensation, which was paid by one province or nation to a superior, as the price of protection, or as an acknowledgment of subjection… In a larger sense, the word “tribute” means any tax paid on land or personal estate for the support of the government.” (=kompensasi/ganti rugi tahunan, yang dibayar oleh satu propinsi atau bangsa kepada atasan, sebagai harga/biaya perlindungan, atau sebagai pengakuan penundukan/penguasaan... Dalam pengertian yang lebih luas, kata “upeti” berarti pajak apa saja yang dibayar untuk kepemilikan tanah atau pribadi demi dukungan kepada pemerintah.) Jadi, kita membayar pajak sebagai suatu bentuk kita mendukung pemerintah.

Lalu, mengapa kita harus membayar pajak? Tuhan Yesus pernah ditanyai tentang pertanyaan serupa oleh para murid orang Farisi bersama orang-orang Herodian (baca: Mat. 22:17, “Katakanlah kepada kami pendapat-Mu: Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak?"”). Lalu, apa jawab Tuhan Yesus? Di dalam ayat 19-21, Ia menjawab dengan bijaksana, “Tunjukkanlah kepada-Ku mata uang untuk pajak itu." Mereka membawa suatu dinar kepada-Nya. Maka Ia bertanya kepada mereka: "Gambar dan tulisan siapakah ini?" Jawab mereka: "Gambar dan tulisan Kaisar." Lalu kata Yesus kepada mereka: "Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah."” Ia tidak menjawab “ya” atau “tidak”, tetapi Ia memberikan prinsip siapa yang patut menerima. Kaisar patut menerima pajak dari rakyatnya, karena ia adalah para pelayan umum Allah yang bertugas mengelola negara dan Allah sebagai Sumber Otoritas berhak menerima apa yang menjadi hak-Nya yaitu menerima persembahan baik dalam bentuk materi maupun rohani/hidup dari umat-Nya. Di sini, Tuhan Yesus ingin menggabungkan bahwa otoritas berkenaan dengan integritas dan hak. Inilah jawaban Tuhan Yesus tentang alasan membayar pajak. Hal yang sama dijelaskan Paulus di dalam ayat 6 ini yaitu karena mereka yang mengurus hal-hal itu adalah pelayan-pelayan Allah. Dari sini, kita belajar dua prinsip:

Pertama, otoritas pemerintah dikaitkan dengan pajak. Kata “pelayan” di sini dalam bahasa Yunaninya bukan memakai kata diakonos (ay. 4), tetapi memakai kata leitourgos yang artinya pelayan umum (public servant). Dengan kata lain, otoritas pemerintah adalah para pelayan umum Allah. Sebagai para pelayan umum Allah yang mengurus masalah negara, otomatis dia membutuhkan dana keuangan. Pemerintah membutuhkan dana keuangan misalnya untuk memelihara kelangsungan hidup dan kerja para pejabat, listrik negara (PLN), air (PDAM), dll. Oleh karena itu, orang Kristen sebagai warga negara yang baik harus membayar pajak.


Kedua, hak (upah) otoritas pemerintah dikaitkan dengan pajak. Di dalam ayat ini, Paulus bukan hanya membahas bahwa otoritas pemerintah adalah para pelayan umum Allah yang mengelola negara dengan bantuan pajak, tetapi ia juga membahas tentang hak si pemerintah itu untuk menerima pajak. Di ayat ini, Paulus mengatakan bahwa karena pemerintah mengurus masalah negara/pemerintahan, maka pemerintah berhak mendapat pajak. Paulus mengatakan bahwa pemerintah harus pertama-tama menyadari kewajibannya, yaitu mengurus masalah negara/pemerintahan. Terjemahan LAI kurang jelas menerjemahkannya, “Karena mereka yang mengurus hal itu...” New International Version (NIV) menerjemahkannya, “for the authorities are God’s servants, who give their full time to governing.” (= karena otoritas pemerintah adalah para hamba Allah, yang memberikan waktu seluruhnya untuk memerintah.) Analytical-Literal Translation (ALT) menerjemahkannya, “for they are public servants of God attending continually [or, devoting themselves] to this very thing.” (= karena mereka adalah para pelayan umum Allah yang hadir terus-menerus [atau mengabdikan diri mereka] bagi sesuatu yang sebenarnya) Setelah mereka mengurus masalah negara, maka mereka baru mendapat hak/upah yaitu pajak. Jadi, tidaklah benar jika di Indonesia kita menemukan kasus di mana pemerintah mengorupsi pajak, karena pajak bukan untuk dimanipulasi pemerintah, tetapi pajak adalah upah yang diberikan kepada pemerintah yang TELAH menjalankan tugasnya dengan bertanggung jawab. Pemerintah yang tidak bertanggung jawab tidak patut diberi upah! Bahkan penulis Amsal mengatakan, “Dengan keadilan seorang raja menegakkan negerinya, tetapi orang yang memungut banyak pajak meruntuhkannya.” (Ams. 29:4) King James Version (KJV) menerjemahkannya, “The king by judgment establisheth the land: but he that receiveth gifts overthroweth it.” (=Raja oleh keadilannya menegakkan negeri; tetapi dia yang menerima upah menjatuhkan/menggulingkannya–menjatuhkan/menggulingkan negeri.) Di sini, penulis Amsal jeli melihat bahwa raja/pemerintah yang tamak harta/upah dengan mempermainkan pajak akan berakibat fatal, yaitu membuat suatu negara runtuh/jatuh/terguling.


Lalu, di ayat 7, Paulus mengajarkan kesimpulan tentang kewajiban kita sebagai warga negara, “Bayarlah kepada semua orang apa yang harus kamu bayar: pajak kepada orang yang berhak menerima pajak, cukai kepada orang yang berhak menerima cukai; rasa takut kepada orang yang berhak menerima rasa takut dan hormat kepada orang yang berhak menerima hormat.” Di sini, Paulus membagi 4 macam kewajiban kita sebagai warga negara dengan satu prinsip: membayar kepada semua orang apa yang harus kita bayar. Terjemahan Yunani dalam bagian ini yang tepat adalah “Penuhilah kepada semua (orang) apa yang diwajibkan.” (Hasan Sutanto, 2003, hlm. 867) NIV menerjemahkannya, “Give everyone what you owe him:...” (=Berikan kepada semua orang apa yang kamu utangi dari dia:...) Berarti di sini, Paulus ingin kita melunasi semua utang kita baik utang materi maupun utang kebaikan/dll. Paulus membagi dua macam utang dalam ayat ini yaitu utang materi dan utang kebaikan. Dua macam utang ini dibagi lagi menjadi dua contoh. Mari kita simak.
Pertama, utang materi. Paulus mengatakan bahwa kita harus melunasi siapa yang kita utangi dalam bentuk pajak dan cukai (dua contoh). Kepada orang yang berhak menerima pajak (kita utang pajak), maka kita harus melunasi/membayar pajak. Kepada orang yang berhak menerima cukai, maka kita harus melunasi/membayarnya. Jadi, di sini, Paulus ingin kita membayar/melunasi pajak dan cukai hanya kepada orang yang BERHAK menerima apa yang kita bayar/lunasi. Kepada mereka yang tidak BERHAK, kita seharusnya tidak memberikan/melunasi. Bagaimana dengan kita sebagai orang Kristen? Sudahkah kita membayar pajak dan cukai kepada pemerintah?

Kedua, utang kebaikan. Paulus mengatakan bahwa kita harus melunasi atau memberikan kebaikan kita dalam bentuk rasa takut dan hormat (2 contoh) kepada mereka yang berhak menerimanya. Kepada orang yang berhak menerima rasa takut (fear), maka kita harus takut. Kepada orang yang berhak menerima hormat, kita harus menghormati. Di sini, Paulus ingin mengajar kita bagaimana bersikap bukan hanya dalam konteks pemerintahan, tetapi juga dalam masyarakat/sehari-hari. Kadang kala orang Kristen membalik posisi ini, yaitu takut dan hormat kepada orang yang tidak patut ditakuti dan dihormati, sebaliknya mereka tidak takut dan hormat kepada yang patut ditakuti dan dihormati. Kepada Tuhan Allah yang patut ditakuti dan dihormati, banyak orang Kristen tidak memiliki rasa takut dan hormat tersebut, bahkan mereka sengaja mengabaikan kehadiran Allah di dalam gereja atau persekutuan, misalnya dengan sengaja (“tidak sengaja”) menerima SMS atau telepon dari HP atau mengobrol atau bersenda gurau ketika khotbah disampaikan. Tetapi anehnya, kalau kepada polisi atau pejabat, mereka langsung takut dan hormat. Ini membuktikan orang Kristen belum mengerti otoritas dan integritas, sehingga mereka salah posisi. Alkitab pada bagian ini menegur kita untuk memiliki pengertian tentang apa arti rasa takut dan hormat kepada otoritas yang memang patut ditakuti dan dihormati. Tuhan Yesus pernah mengajar, “Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka.” (Mat. 10:28) Jadi, seharusnya kita lebih takut dan hormat kepada Allah sebagai Sumber Otoritas, ketimbang kita takut dan hormat kepada siapa pun, karena otoritas apa pun di dunia bersumber dari otoritas Allah. Begitu juga dengan sikap hormat kita. Hormatilah Allah lebih dari kita menghormati siapa pun, meskipun begitu, tidak berarti kita tidak menghormati orangtua, pemerintah, dll. Artinya, kita tetap menghormati otoritas di dunia ini, tetapi ingatlah, hormati Allah sebagai Sumber Otoritas tertinggi yang memberikan otoritas kepada manusia tertentu di dunia ini. Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita berkomitmen hari ini menundukkan diri kita untuk takut dan hormat lebih kepada Allah ketimbang kepada manusia?


Dua ayat ini mencerahkan kita bagaimana kita harus bertindak terhadap pemerintah, apa yang menjadi kewajiban kita dan apa yang menjadi hak pemerintah. Sudahkah kita siap menjalankan apa yang kita pelajari ini? Amin. Soli Deo Gloria.

No comments: