08 February 2009

Matius 12:46-50: IBU-KU, SAUDARA-KU

Ringkasan Khotbah : 04 Maret 2007

Ibu-Ku, Saudara-Ku
oleh: Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.

Nats: Mat. 12:46-50


Hari ini kita masuk dalam bagian akhir yang sangat signifikan dari keseluruhan tema The Lordship of Christ. Namun orang seringkali menganggap bagian akhir sekedar tambahan yang tidak penting. The Lordship of Christ bukan sekedar teori atau doktrin tetapi Ketuhanan Kristus haruslah terimplikasi dalam kehidupan kita. Tuhan Yesus menyatakan siapapun yang melakukan kehendak Bapa-Ku di sorga, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku (Mat. 12:50). Perhatikan, ayat ini janganlah disalah mengerti berarti orang Kristen boleh membenci atau mengabaikan orang tua, saudara dan segala hal yang menjadi milik kepunyaannya. Tidak! Memang di Alkitab ada beberapa ayat yang “seolah-olah“ mendukung, seperti ada tertulis: “ia yang tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, ... ia tidak dapat menjadi murid-Ku“ (Luk. 14:26). Alkitab tidak mengajar kita menjadi penentang keluarga atau sesama sebab dalam hukum Taurat ada tertulis: hormatilah ayahmu dan ibumu dan tentang hal ini diulang kembali dalam Perjanjian Baru. Jadi, untuk menafsirkan suatu ayat harus dilihat konteksnya secara keseluruhan.
Sadarkah kita kalau kitapun seringkali berpikir dan melakukan kesalahan yang sama seperti yang dilakukan oleh golongan Farisi dan para ahli Taurat, yakni menafsirkan satu kejadian dan melepaskannya dari konteks keseluruhan. Sebagai contoh, suatu hari ketika Pdt. Dr. Stephen Tong sedang menegakkan kebenaran Firman, tiba-tiba seorang bapak berdiri dari kursi dan bermaksud hendak meninggalkan ruangan, dengan sangat keras Pdt. Dr. Stephen Tong menegur dia. Orang tidak menyadari kalau ini merupakan cara iblis merusak pekerjaan Tuhan. Orang yang tidak peka langsung berpikir negatif terhadap tindakan Pdt. Dr. Stephen Tong. Hati-hati, iblis sengaja memakai kita menjadi alatnya.
Keseluruhan tema Injil Matius 12 adalah the Lordship of Christ maka bagian akhir inipun tidak boleh dilepaskan dari tema. Allah sebagai pemegang otoritas tertinggi dan Kristus adalah Tuhan dan hanya kepada Dia sajalah kita harus menyembah. Sebab segala sesuatu dari Dia, dan oleh Dia dan kepada Dia, bagi Dia kemuliaan sampai selama-lamanya. Hal ini yang diajarkan dan ditekankan Kristus sepanjang pasal 12. Iblis tidak ingin semua orang kembali pada Bapa dan men-Tuhankan Kristus dalam hidupnya, iblis pakai orang yang paling dekat, yaitu ibu dan saudara untuk menghancurkan seluruh konsep pengajaran-Nya. Tuhan Yesus dihadapkan pada budaya timur dimana orang tua berotoritas pada anak.
Kebenaran Allah harus melampaui semua kebudayaan. Allah adalah Tuhan atas budaya. Sesungguhnya, orang tua Tuhan Yesus telah memahami bahwa Allah adalah Tuhan atas budaya, yaitu ketika ibu-Nya mendapati Tuhan Yesus berada di Bait Allah saat berumur 12 tahun, “Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?“ (Luk. 4:49). Dalam konsep budaya, ordo duniawi lebih dominan apalagi dalam budaya timur dimana orang yang mempunyai jabatan, orang yang berusia lebih tua, di atas segala-galanya. Prinsip kebenaran tentang Ketuhanan Kristus ini seringkali berbenturan dengan konsep budaya. Akibatnya Kekristenan mulai berkompromi dengan konsep the Lordship of Christ. Alkitab membukakan kebenaran bahwa Kedaulatan Allah itu melampaui segala sesuatu yang ada di dunia ini, the sovereignty of God beyond all things. Kedaulatan Allah haruslah menjadi titik pusat utama. Ada tiga hal besar yang harus kita perhatikan:
1. Connectivity

Orang berpendapat bahwa orang tua atau saudara khususnya yang mempunyai hubungan darah itu lebih mempunyai hak dibandingkan dengan orang lain yang dekat dengan kita. Akibatnya kalau kita lebih mementingkan orang lain daripada orang tua atau saudara kandung maka mereka akan menjadi sangat marah sebab ikatan darah ini secara budaya menjadi ikatan laten. Connectivity bukan didasarkan pada hubungan darah tetapi terletak pada kebenaran dan cinta kasih seperti yang tertulis dalam Amsal 18:24b. Jadi, bukan karena ia mempunyai hubungan darah dengan kita sehingga ia harus lebih dekat dengan kita. Tidak! Hubungan seperti itu adalah hubungan sebatas material karena tidak dibangun diatas konsep yang benar. Perhatikan, kalau saudara kandung atau orang yang mempunyai hubungan darah dengan kita tidak hidup dalam kebenaran sejati dan hidup dalam cinta kasih seperti yang Kristus teladankan maka ia bukanlah saudara. Jadi, relasi disini bukan karena hubungan darah tetapi relasi karena kebenaran dan cinta kasih.Hubungan darah bukanlah jaminan hubungan terjalin baik sebab hari ini banyak orang tua membunuh anak kandung, begitu juga sebaliknya. Realita membuktikan orang yang mempunyai hubungan darah itu justru mencelakakan kita dan orang yang tidak mempunyai hubungan darah itu justru lebih hidup dalam kebenaran bersama bahkan ia lebih mengasihi kita; ia lebih dari sekedar sahabat.
Konektivitas dibangun atas dasar yang seperti apa itu sangat menentukan hidup kita. Kalau konektivitas tidak dibangun di atas kebenaran dan cinta kasih sejati maka relasi yang terjadi sangatlah buruk. Alkitab mau menyatakan konektivitas dengan darah seharusnya menjadikan kita lebih waspada dan lebih peka. Apakah relasi yang sedang kita bangun ini dibangun atas dasar kebenaran dan cinta kasih?
Alkitab sangat menekankan family altar; ibadah bersama di dalam keluarga; ibadah disini bukan sekedar rutinitas seolah-olah sedang membangun spiritualitas. Tidak! Keluarga adalah tempat dimana kebenaran dan cinta kasih yang murni itu dibangun. Dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku di sorga, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibuku. Jelaslah bahwa konektivitas yang benar tidak dibangun di atas hubungan darah. Bangunlah konektivitas dengan cara berpikir yang tepat kalau tidak, Lordship of Christ menjadi hancur. Dalam situasi sedemikian sangat besar kemungkinan kita dipakai menjadi alat iblis sehingga hubungan darah itu menjadi rusak karena kita tidak berdiri dalam kebenaran dan cinta kasih. Hendaklah kita waspada dengan akal licik si iblis yang sengaja memakai saudara-saudara atau kerabat dekat kita untuk menjadi pencelaka kita. Janganlah kita berkompromi dengan budaya; kita lebih takut kalau orang tua atau saudara kita tersinggung atau sakit hati dengan perkataan kita menjadikan kita tidak taat pada Allah.
Ingat, kita tidak bisa menaruh satu kaki kita di sorga dan satu kaki di neraka. Men-Tuhankan Kristus berarti menetapkan konektivitas kita. Orang yang mau menyenangkan semua orang maka dia bukan akan menyenangkan semua orang tetapi ia justru akan menjadi terbuang karena ia akan menjadi musuh: 1) musuh Tuhan karena ia tidak setia pada kebenaran, 2) musuh kebenaran, karena semua kebenaran dikompromikan, 3) musuh orang-orang benar, karena orang benar tidak suka pada pengkhianat kebenaran, 4) musuh orang-orang yang tidak benar, karena ia juga merasa dikhianati. Sebagai anak Tuhan, kita harus men-Tuhankan Kristus dalam setiap aspek hidup kita bahkan atas orang tua atau saudara yang mempunyai hubungan darah dengan kita. Hati-hati, jangan masuk dalam permainan iblis yang sengaja menaruh kita diposisi kontroversial, yakni antara budaya dan hidup men-Tuhankan Kristus.
2. Priority
Prioritas merupakan bukti dari konektivitas. Semua akan kelihatan baik dan lancar selama tidak terjadi tabrakan atau selama kita tidak dihadapkan pada dua hal yang mengharuskan kita mengambil pilihan dan menetapkan suatu prioritas. Mana yang menjadi prioritas dalam kehidupan kita, Tuhan atau diri, Tuhan atau uang, Tuhan atau kekuasaan. Adalah mustahil kita menginginkan semua hal menjadi keinginan kita. Kita akan selalu dihadapkan pada suatu pilihan diantara banyaknya pilihan itu yang menuntut kita untuk mengambil keputusan pada waktu dan tempat yang sama. Sejauh manakah Lordship of Christ menguasai hidup kita? Men-Tuhankan Kristus akan sangat mudah diimplikasikan kalau kita tidak mengalami suatu benturan apalagi kalau kita dihadapkan pada suatu situasi yang paling pelik. Celakanya, banyak orang Kristen mengakui Tuhan sebagai yang utama namun fakta menyatakan kalau kita seringkali tidak rela kalau Tuhan diutamakan ketika kita berelasi dengan orang lain.
Tuhan Yesus memberikan teladan indah pada kita, Dia menunjukkan pada kita siapa yang seharusnya menjadi prioritas, yakni Allah. Dalam bagian ini hendaklah kita bijaksana dan peka sehingga kita tidak salah memilih mana yang utama dan mana yang sekunder. Tuhan menuntut keutamaan Tuhan di posisi yang paling utama. Ketuhanan Kristus bukan sekedar teori doktrinal atau sekedar pengetahuan yang mengisi otak kita. Tidak! Lordship of Christ haruslah terimplikasi dalam kehidupan kita. Biarlah kita mengevaluasi diri, sudahkah kita men-Tuhankan Kristus? Apakah dalam setiap keputusan yang kita ambil maupun relasi kita dengan sesama, Kristus menjadi prioritas? Kita telah memahami segala akal licik iblis maka hendaklah kita peka, janganlah kita dipakai iblis sebagai alat untuk menjepit anak kita diantara dua pilihan, yakni antara Tuhan atau orang tua.
Puji Tuhan, di dunia ini ada teologi Reformed yang ketat dengan pengajarannya untuk kembali pada Firman. Dunia sangat pragmatis, tindakan atau perbuatan yang mereka lakukan tidak didasarkan pada sesuatu yang jelas dan pasti sehingga dunia mudah sekali berkelit dan tidak bertanggung jawab atas perbuatan mereka. Sebagai Kristen yang sejati, kita harus taat mutlak Allah dan Ia ingin supaya kita men-Tuhankan Kristus dalam hidup kita. Bukanlah hal yang mudah bagi kita untuk men-Tuhankan Kristus sebab iblis akan mencari segala cara supaya kita jauh dari Tuhan namun janganlah hal itu membuat kita hidup secara dualistik. Hidup kita akan terombang-ambing kalau kita tidak berpijak di dua tempat secara bersamaan. Hanya kembali pada kebenaran sejati dan men-Tuhankan Kristus sajalah hidup menjadi nikmat. Sampai sejauh manakah kita mengimpikasikan Firman? Seorang anak Tuhan sejati pasti mempunyai kerinduan dan bertekad melakukan kebenaran karena baginya yang terpenting adalah Tuhan. Hati nurani itu akan berbicara dan menegur ketika berbuat dosa. Biarlah kita mengevaluasi diri masihkah hati nurani itu berbicara?
Tentu kita dapat merasakan bagaimana perasaan ibu dan saudara-saudara Tuhan Yesus mendengar kalimat tajam yang dilontarkan oleh Tuhan Yesus bahkan Tuhan Yesus tidak menggubris kedatangan mereka. Dalam hal ini Tuhan Yesus dihadapkan pada dua pilihan yang mengharuskan ia memilih suatu prioritas antara Allah atau ibu dan saudara-saudara-Nya. Orang seringkali menuntut Tuhan yang harus mengerti kita. Tidak! Justru manusialah yang harus tunduk pada kebenaraan sejati. Allah yang terutama atau mereka yang justru dibuang dari kebenaran. Prioritas membawa kita kembali pada suatu kebenaran – siapa yang menjadi titik utama. Prioritas berarti meletakkan siapa yang utama di posisi pertama. Alkitab mengajarkan carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya maka semuanya akan ditambah pada-Mu (Mat. 6:33).
3. Authority
Ibu Tuhan Yesus mempunyai keinginan, yaitu bertemu dengan anaknya tetapi di sisi lain, Bapa ingin kebenaran sejati diberitakan. Pertanyaannya otoritas siapakah yang harus diikuti? Hari ini banyak gereja tidak berani menyatakan kebenaran – otoritas Allah yang utama apalagi di dunia timur yang lebih mementingkan otoritas orang tua. Perhatikan, otoritas orang tua hanyalah otoritas turunan; otoritas orang tua ini harus berada satu garis dengan garis otoritas Allah dimana otoritas Allah sebagai otoritas mutlak. Seorang anak hanya boleh taat pada orang tua yang takut akan Allah dan orang tua yang taat pada Allah. Karena ini berarti anak juga taat pada pada Allah. Celakanya, kalau ada otoritas lain yang tidak segaris maka muncullah konflik. Pada saat Kristus sedang menegakkan suatu prinsip kebenaran, yakni Allah sebagai pemegang otoritas mutlak dan Kristus adalah Tuhan, tiba-tiba iblis muncul menawarkan otoritas lain. Tuhan Yesus yang peka akan cara iblis yang licik dengan tegas Ia mengembalikan ke posisi yang asli – satu garis otoritas, yakni Bapa sebagai otoritas tertinggi, Kristus adalah Tuhan maka orang yang melakukan kehendak Bapa, ia saudara-Ku laki-laki, saudara-Ku perempuan, ialah ibu-Ku.
Dunia Timur salah kaprah mengartikan istilah hormat dan taat. Menghormati berarti kita tidak boleh berbuat kurang ajar pada orang tua dan mentaati harus kita lakukan sejauh orang tua itu tunduk dan taat pada perintah Allah sebagai otoritas tertinggi. Kalau orang tua mulai menyeleweng dari Allah maka anak tidak boleh taat padanya. Kalau orang tua memerintahkan sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran, seperti melarang kita untuk tidak menjadi Kristen maka perhatikan, perintah itu tidak boleh ditaati; kita hanya boleh taat otoritas Allah. Inilah implikasi Kekristenan. Allahlah yang terutama dari apapun juga yang ada di dunia bahkan dari orang tua kita. Taat pada orang tua yang menyeleweng dari Tuhan sama artinya dengan kita berkhianat pada Allah. Jadi, hai para orang tua hendaklah kita sadar, kita tidak berhak menuntut anak untuk taat pada kita kecuali engkau takut kepada Tuhan dan setia menjalankan kehendak Tuhan. Sangatlah disayangkan berita kebenaran ini tidak lagi diberitakan di tengah dunia berdosa ini karena sesungguhnya mereka bukanlah seorang anak Tuhan sejati; orang ingin mendapatkan otorisasi pribadi dan tidak mau men-Tuhankan Kristus dalam hidupnya. Orang lebih memilih tidak menjadi pengikut Kristus daripada otorisasi pribadinya terganggu. Tuhan Yesus menuntut kita untuk taat mutlak pada otoritas tertinggi dengan mengimplikasikan Lordship of Christ dalam kehidupan kita.
Seorang penafsir menyatakan seorang yang menjadi juru bicara yang datang kepada Kristus yang menyampaikan kabar tentang kedatangan ibu dan saudara Tuhan Yesus itu telah dipakai menjadi alat iblis untuk membawa berita lain, membawa injil palsu untuk menghancurkan seluruh kebenaran Firman yang sedang dibangun oleh Kristus. Di tengah-tengah orang mendengar pengajaran kristus maka saat itu juga terjadi kontroversial, yakni orang-orang langsung berpandangan negatif dan menganggap Yesus sebagai anak yang tidak hormat pada orang tua. Setan berhasil mempengaruhi manusia untuk tidak taat pada Kristus khususnya para orang tua yang tidak ingin anak-anaknya menjadi pelawan-pelawan orang tua. Setan memakai momen itu menghancurkan seluruh pengajaran Kristus yang ketat yang telah dibukakan sepanjang satu pasal sebelumnnya, hanya dengan bagian kecil di terakhir. Inilah cara iblis. Hati-hati, jangan remehkan seorang penyambung lidah, mungkin kita menganggap peranannya sangat kecil tetapi ia telah berhasil merusak seluruh konsep kebenaran. Orang banyak yang tadinya memandang kepada Allah kini orang dihadapkan pada suatu masalah keduniawian, orang langsung melihat hubungan darah, orang melihat relasi yang ada dalam kesementaraan. Relasi vertikal yang dibangun menjadi hancur. Perhatikan dalam setiap momen dimana kebenaran Firman ditegakkan maka disana iblis juga makin giat bekerja, segala cara dipakai supaya manusia tidak mengikut pada Tuhan. Iblis menyadari musuh yang ia hadapi sekarang, yaitu Kristus Tuhan sangat berat.
Biarlah kita makin tajam, kita mengerti kebenaran, kita peka dengan segala akal licik iblis sehingga kita tidak dipakai menjadi alat sebagai pemberita injil palsu, the devil's advocate di tengah-tengah berita suara Tuhan. Biarlah di tengah jaman yang semakin sulit ini kita dipakai menjadi alat untuk memberitakan Kebenaran Firman dan kita dipakai menjadi saksi-Nya. Amin.

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)
Sumber:

No comments: