20 August 2008

Bagian 1 dan 2

Mengerti Kehendak dan Pimpinan Allah
(Pergumulan Hidup Orang Percaya Mengerti Makna dan Tujuan Hidup Manusia)


oleh: Denny Teguh Sutandio




“Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!”
(Roma 11:36)

“Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.”
(Efesus 2:10)



I. Pendahuluan dan Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang diciptakan segambar dan serupa dengan Allah. Sebagai pribadi yang diciptakan, Prof. Anthony A. Hoekema, Th.D. memaparkan konsep yang menarik, yaitu manusia adalah makhluk yang memiliki “kehendak bebas” (manusia sebagai pribadi) sekaligus manusia yang harus bergantung dan taat mutlak pada Pencipta (manusia sebagai pribadi yang diciptakan).1 Selain itu, manusia diciptakan Allah bukan tanpa tujuan, melainkan dengan tujuan dan tujuan itu adalah hanya untuk memuliakan Dia saja. Karena alasan inilah, sudah seharusnya sebagai manusia, kita harus kembali kepada makna dan tujuan hidup kita kepada Sang Pemberi Hidup itu, yaitu Allah. Ketika kita kembali kepada Allah, kita mengerti makna dan tujuan hidup kita sesuai dengan maksud penciptaan Allah itu.


II. Dosa: Hambatan Utama dalam Mengerti Makna dan Tujuan Hidup Manusia
Tetapi, benarkah semua manusia ingin kembali kepada Allah untuk menemukan makna dan tujuan hidupnya? Tidak. Manusia lebih memilih untuk menetapkan diri sendiri atau orang lain (orangtua, teman, dll) sebagai pusat dan sumber (“tuhan”) yang menuntun hidupnya. Itulah yang disebut dosa. Dosa bukan hanya sekadar membunuh, mencuri, berzinah, dll. Itu hanya akibat dosa. Dosa berarti pemberontakan terhadap Allah. Ketika manusia mulai memberontak kepada Allah dan mencari “sumber” lain di luar Allah, pada saat itulah, manusia mulai berdosa, meskipun orang ini tidak pernah membunuh, mencuri, dll. Rev. Prof. Cornelius Van Til, Ph.D. di dalam bukunya The Defense of The Faith mendefinisikan dosa sebagai berikut,
“When man fell it was therefore his attempt to do without God in every respect ... God had interpreted the universe for him, or we may say man had interpreted the universe under the direction of God, but now he sought to interpret the universe without reference to God... The result for man was that he made for himself a false ideal of knowledge.” (=Ketika manusia berbuat dosa, itu karena usahanya untuk berbuat tanpa Allah dalam setiap hal... Allah telah menginterpretasikan alam semesta bagi manusia atau kita dapat mengatakan manusia telah menginterpretasikan alam semesta di bawah perintah Allah, tetapi sekarang manusia berusaha untuk menginterpretasikan alam semesta tanpa petunjuk Allah... Hasil bagi manusia adalah bahwa dia menghasilkan bagi dirinya sebuah ideal pengetahuan yang salah.)2

Dari definisi Dr. Van Til ini, kita mendapatkan pengertian bahwa dosa berarti manusia berusaha mengambil alih posisi Allah sebagai pusat dan sumber untuk menginterpretasikan alam, manusia, dan segala sesuatu. Akibatnya, bukan pengetahuan yang benar, manusia semakin mendapatkan pengetahuan yang salah (tetapi “seolah-olah” benar). Gambaran pengertian inilah pertama kali dimulai oleh iblis, sebagai bapa/sumber dosa. Iblis berarti penantang Allah. Artinya, ia menyamar sebagai malaikat terang untuk menipu manusia. Bagaimana cara iblis menipu? Iblis menipu manusia dengan menggoda manusia meninggalkan Allah dan menetapkan standar diri atau orang lain sebagai pusat yang menggantikan Allah. Itulah cara kerja iblis yang dialami Adam dan Hawa. Mari kita cermati cara kerja iblis dan dosa di dalam kasus Adam dan Hawa ini.

Pertama, iblis pertama-tama mencobai Hawa bukan dengan perkataan yang jelas-jelas salah, tetapi dengan perkataan yang “seolah-olah” benar. Baca Kejadian 3:1, “Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?” (bdk. perkataan Allah sendiri di dalam Kej. 2:16-17, “Lalu TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia: “Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.””) Perhatikan apa yang telah saya katakan tadi. Iblis menipu manusia dengan pertama-tama memakai “standar” (atau perkataan) Allah bukan untuk menyadarkan manusia, tetapi untuk memelintirnya. Iblis memelintir perkataan Allah ini dengan pertama-tama meragukan perkataan-Nya. Bukan hanya meragukan perkataan-Nya, iblis juga datang mencobai Hawa ini dengan membalikkan sebagian perkataan-Nya. Kemudian, si Hawa dengan bangganya mengulang perkataan-Nya dan menambahinya. Hawa mengatakan bahwa Allah melarangnya makan buah pohon pengetahuan baik dan jahat bahkan Ia melarang untuk merabanya (Kej. 3:2-3). Padahal, Allah tidak pernah melarang Hawa untuk meraba buah itu (bdk. Kej. 2:17). Di sini, iblis sudah berhasil memancing psikologi Hawa dengan meragukan dan membalikkan firman Allah, lalu Hawa (dengan agak jengkel dan sedikit tidak puas) menjawab pernyataan iblis itu dengan mencoba menambahi perkataan yang tidak difirmankan-Nya. Apa yang Hawa lakukan juga mungkin bisa terjadi pada kita. Ketika iblis mencobai kita, kita kadang kala menjawab cobaan itu dengan mengutip Firman Allah yang diekstrimkan (ditambahkan), sehingga mungkin seolah-olah kita “Alkitabiah”, padahal sebenarnya kita sedang menambahi sesuatu yang tidak difirmankan Allah. Melalui cobaan iblis yang pertama ini, kita disadarkan untuk berhati-hati terhadap godaan iblis.

Kedua, iblis kemudian mencobai Hawa langsung dengan mengatakan apa yang benar-benar bertolak belakang dengan perkataan-Nya. Jika di poin pertama tadi, kita telah melihat cara kerja iblis yang halus yaitu menyamarkan sebagian firman Allah, maka di poin kedua ini, kita melihat lebih tajam lagi bahwa iblis benar-benar menyamarkan dan membelokkan semua firman Allah. Allah telah berfirman kepada manusia agar tidak makan buah pohon pengetahuan yang baik dan jahat, karena jika mereka memakannya, mereka mati, tetapi iblis memutarbalikkan perkataan-Nya dengan mengatakan bahwa jika mereka makan, mereka tidak mati, melainkan akan menjadi seperti Allah, tahu yang baik dan jahat (Kej. 3:4-5). Di saat inilah, motivasi dan semua cara iblis benar-benar terbongkar, tetapi Hawa bukannya sadar malahan tergoda oleh kedok iblis itu. Akhirnya, Hawa melihat buah pohon pengetahuan yang baik dan jahat itu baik untuk dimakan, sedap kelihatannya, dan menarik hati karena memberikan pengertian, kemudian setelah itu, ia memakannya (Kej. 3:6). Lalu, Hawa memberikan buah itu kepada suaminya, Adam, dan Adam memakannya. Akibatnya, setelah makan buah pohon itu, mereka berdua telanjang (Kej. 3:7).

Ketiga, dosa mengakibatkan mereka tidak mau mengaku apa yang telah mereka perbuat (baca: Kej. 3:9-19). Setelah mereka memakannya, Allah datang ke Taman Eden mencari mereka (Kej. 3:9). Pdt. Dr. Stephen Tong menafsirkan pernyataan “Di manakah engkau?” di dalam Kej. 3:9 ini sebagai pencarian Allah akan posisi Adam dan Hawa secara rohani, bukan secara jasmani. Ketika Allah mencari mereka, mereka bersembunyi. Lalu, akhirnya, mereka berani keluar dan mengaku bahwa mereka bersembunyi. Ketika Allah bertanya mengapa mereka bersembunyi, mereka menjawab bahwa mereka telanjang. Lalu, Allah bertanya, siapa yang memberi tahu bahwa mereka telanjang dan apakah mereka makan buah pohon itu. Pada saat itulah, terjadilah saling tuding-menuding. Ketika Allah bertanya kepada Adam, Adam menyalahkan Hawa. Ketika Allah bertanya kepada Hawa, Hawa menyalahkan ular. Lalu, mengapa Allah tidak bertanya juga kepada ular? Karena Allah tahu ular itu dipakai setan yang pekerjaan sehari-harinya adalah mencobai manusia. Sehingga, Ia tidak menyalahkan ular itu, tetapi menyalahkan manusia yang mau diperdaya iblis.

Di sini, kita mendapatkan satu rangkaian jelas mengenai cara kerja iblis dan dosa:
Iblis mencobai Hawa (bukan Adam) dengan meragukan dan membalikkan SEBAGIAN perkataan Allah -> Hawa menjawab pertanyaan iblis itu dengan mengulang perkataan-Nya dan menambahinya -> iblis melancarkan serangannya yang kedua yaitu benar-benar memutarbalikkan SELURUH perkataan perkataan-Nya -> Hawa mulai tergoda, mencoba melihat buah pohon pengetahuan yang baik dan jahat itu, akhirnya ia jatuh ke dalam pencobaan itu -> Hawa tidak mau menikmati dosanya sendiri, ia memberikannya kepada Adam untuk bersama-sama menikmatinya -> Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa -> mereka telanjang -> mereka tidak mau mengaku (bahkan saling menuding) ketika Allah menanyai mereka -> Allah menghukum mereka -> mereka diusir Allah dari Taman Eden.

Dari skema rangkaian di atas, kita mendapatkan satu pelajaran berharga, yaitu iblis mengakibatkan manusia meninggalkan Allah secara perlahan-lahan dengan mencoba meragukan (dan memutarbalikkan) SEBAGIAN firman-Nya, lalu akhirnya benar-benar memutarbalikkan SEMUA firman-Nya, sehingga manusia benar-benar terlepas dari Allah. Akibat tragisnya, manusia hidup sia-sia dan tak mengerti arah hidup yang jelas, karena mereka mencoba mencari makna dan tujuan hidup di luar Allah.

No comments: