28 July 2008

Roma 9:22-29: "ISRAEL" SEJATI ATAU PALSU-5: Problematika Predestinasi dan Kedaulatan Allah

Seri Eksposisi Surat Roma:
Doktrin Predestinasi-5


“Israel” Sejati atau Palsu-5:
Problematika Predestinasi dan Kedaulatan Allah-2


oleh: Denny Teguh Sutandio


Nats: Roma 9:22-29

Setelah mempelajari tentang problematika predestinasi bagian pertama di ayat 19 s/d 21, kita akan melanjutkan problematika ini di bagian kedua di ayat 22 s/d 29.

Setelah memaparkan bahwa sebagai umat yang telah dipilih-Nya kita tidak berhak memprotes Allah, maka Paulus menyimpulkan bahwa Allah itu berdaulat, berhak memilih siapapun dan menolak sisanya. Kesimpulan ini diuraikan lagi di ayat 22 dan 23 s/d 26 (dengan penjelasan di ayat 27 s/d 29). Allah yang berhak dan berdaulat memilih beberapa dari antara manusia dan menolak sisanya adalah Allah yang juga berdaulat untuk memberikan kemuliaan kepada umat pilihan-Nya dan membiarkan mereka yang sudah ditetapkan untuk dibinasakan. Prinsip ini yang dijelaskan Paulus pada ayat 22 dan 23 dengan prinsip perbedaan kontras. Di ayat 22, Paulus mengatakan, “Jadi, kalau untuk menunjukkan murka-Nya dan menyatakan kuasa-Nya, Allah menaruh kesabaran yang besar terhadap benda-benda kemurkaan-Nya, yang telah disiapkan untuk kebinasaan--” Kepada orang-orang sisa yang telah ditetapkan-Nya untuk dibinasakan, Allah TIDAK menuntun mereka untuk berbuat dosa, tetapi Ia MEMBIARKAN mereka dengan cara Ia bertahan dalam kesabaran yang besar terhadap mereka dengan tidak menghukum untuk menyatakan kuasa-Nya. Mengapa Ia membiarkan mereka ? Karena Ia menunggu waktu di mana segala sesuatu harus dipertanggungjawabkan, yaitu umat yang tertolak (reprobat) pasti masuk neraka. Di sini, kita belajar beberapa hal:
Pertama, adanya keadilan Allah pada manusia. Manusia postmodern sedang diracuni oleh filsafat relativisme dan pluralisme serta subjektivitas kebenaran, sehingga banyak manusia postmodern menyerukan bahwa semua agama itu sama/baik, dan semua orang “pasti” masuk “surga” karena mereka telah menjalankan agama mereka. Tidak jarang juga seorang “Kristen” postmodern mengungkapkan hal serupa dengan dalih yang lebih mengerikan (“rohani”) yaitu Allah itu Kasih. Benarkah anggapan demikian ? TIDAK ! Allah Alkitab memang adalah Allah yang Mahakasih tetapi Ia juga Allah yang Mahaadil dan Mahakudus yang berdaulat. Ia berdaulat untuk memilih beberapa dari semua manusia berdosa untuk menjadi anak-anak-Nya dan melewatkan sisanya untuk dibinasakan. Mengerti Allah tetapi dengan sengaja memisahkan atribut Allah yang Mahaadil dan Mahakudus dari Allah yang Mahakasih sama dengan menghina dan menggeser Allah dari tahta-Nya dan menggantikan “superioritas” rasio manusia yang sanggup “menasehati” Allah. Bukan hanya memilih dan menolak manusia, keadilan Allah yang berdaulat berhak menghukum dan membinasakan mereka yang menolak-Nya. Dengan kata lain, keadilan dan kasih Allah menyediakan Surga bagi umat pilihan-Nya di dalam Kristus sebaliknya neraka bagi sisa dari umat pilihan-Nya yang dengan sengaja menolak dan bahkan menghina-Nya. Di dalam kebinasaan itulah, mereka yang tidak dipilih-Nya harus menjalani siksaan yang lebih berat dan lebih kejam, karena mereka besama-sama dengan bapa mereka, yaitu iblis. Bukankah itu menjadi dambaan bagi mereka yang tidak dipilih-Nya ??!!

Kedua, waktu Allah dan pemeliharaan-Nya yang berdaulat. Ketika di dalam ayat ini, Paulus mengatakan bahwa untuk mereka yang telah ditetapkan-Nya untuk dibinasakan, Allah tetap menahan hukuman dan menyatakan kuasa-Nya, maka ini berarti ada waktu Allah. Waktu Allah (Yunani: kairos) menunjuk kepada waktu Allah yang hanya satu kali terjadi (tak terulang). Di saat inilah, kita melihat kuasa-Nya dinyatakan, yaitu Ia akan memberkati umat pilihan-Nya yang taat dan setia, dan sebaliknya Ia akan menghukum dan membinasakan umat tertolak yang sengaja tidak mau beriman di dalam-Nya. Oleh karena itu, sebagai umat pilihan-Nya, kita tidak perlu kuatir dan takut akan bahaya penindasan, penganiayaan, dll yang menimpa kita di dalam mengikut Kristus. Kita tidak perlu seperti Asaf yang hampir cemburu melihat kemujuran orang fasik (Mazmur 73:1-11), tetapi puji Tuhan, Ia menyadarkannya untuk tidak cemburu dan melihat Allah sebagai Allah yang baik serta kemujuran orang fasik itu hanya sementara sifatnya (Mzm. 73:12-28). Ketika bahaya dan penderitaan mengancam hidup kita, kita tidak perlu kuatir. Mengapa ? Karena waktu Allah lah yang terbaik bagi kita. Kita tidak perlu mendendam kepada mereka yang membunuh dan membakar gereja, dll dengan dalih “rohani/agama”. Itu memang sudah menjadi life style dan kegemaran orang fasik (ungodliness). Semua pembalasan bukanlah hak kita, tetapi hak Allah. Perjanjian Baru mengulangi dua kali pengajaran bahwa pembalasan itu adalah hak Allah, yaitu di dalam Roma 12:19, “Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan.” dan Ibrani 10:30, “Sebab kita mengenal Dia yang berkata: "Pembalasan adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan." Dan lagi: "Tuhan akan menghakimi umat-Nya."” Dengan adanya dua bagian Perjanjian Baru yang mengajarkan adanya pembalasan adalah hak Allah, maka kita harus tetap beriman kepada providensia (pemeliharaan)-Nya di dalam waktu-Nya yang berdaulat. Di dalam waktu Allah yang berdaulat, kita pasti akan melihat barangsiapa yang melawan umat pilihan-Nya (=Antikris), mereka akan dihakimi lebih berat dan dibinasakan ketika Kristus datang. Haleluya ! Itulah yang dimaksudkan Daniel di dalam penglihatan tentang Yang Lanjut Usianya yang akan membinasakan keeempat binatang dan anak manusia (Daniel 7:1-28). Yang Lanjut Usianya menunjuk kepada Kristus. Dari mana saya bisa menyimpulkan hal ini ? Karena Wahyu 1:14 menjelaskan hal yang sama/dikutip dari Daniel 7:9 dan di Wahyu 1 ayat 17-18, Rasul Yohanes melalui ilham Roh menggambarkan bahwa Yang Lanjut Usianya itu tidak lain adalah Anak Manusia yang adalah Yang Awal dan Yang Akhir dan Yang Hidup, Ia telah mati, namun Ia hidup sampai selama-lamanya, dan Ia memegang segala kunci maut dan kerajaan maut. Dari penjelasan ini, kita mendapatkan gambaran bahwa Yang Lanjut Usianya adalah Tuhan Yesus Kristus, Pribadi Kedua dari Allah Trinitas. Pada saat Kristus datang kedua kalinya setelah berlalunya masa Kerajaan Seribu Tahun (periode antara kedatangan Kristus pertama dan kedua), Ia akan membinasakan semua antikristus, yaitu semua yang melawan Kristus dan para pengikut-Nya. Haleluya ! Semua umat pilihan-Nya adalah lebih dari pemenang, karena Kristus telah mengalahkan kuasa dosa, iblis dan maut, serta memberikan jaminan kemenangan-Nya di dalam penderitaan dunia ini.

Sebaliknya, bagi kita sebagai umat pilihan-Nya di dalam Kristus, Paulus mengungkapkan, “justru untuk menyatakan kekayaan kemuliaan-Nya atas benda-benda belas kasihan-Nya yang telah dipersiapkan-Nya untuk kemuliaan,” (ayat 23) Kalau mereka yang telah dipersiapkan-Nya untuk dibinasakan akan mendapatkan hukuman Allah kelak ketika Kristus datang, sedangkan mereka yang telah ditetapkan dan dipersiapkan-Nya untuk kemuliaan, mereka pasti menerima kekayaan kemuliaan-Nya. “Kekayaan kemuliaan-Nya” bisa diterjemahkan kepenuhan kemuliaan-Nya atau kemuliaan-Nya yang besar. Ini berarti ada kemuliaan-Nya yang lebih besar yang akan disingkapkan oleh Allah bagi kita sebagai umat pilihan-Nya di dalam Kristus. Pada zaman akhir ini, kita telah dan sedang melihat begitu dahsyatnya kemuliaan Allah, yaitu melihat tangan kasih dan anugerah-Nya yang melalui Roh Kudus memimpin sekelompok orang yang fanatik dengan “agama lain” untuk beriman di dalam Kristus. Dengan kata lain, penginjilan adalah penyingkapan kemuliaan Allah di dalam Kristus. Tetapi itu tidak cukup, mengapa ? Karena penginjilan dan pemuridan adalah proses menuju kepada kesempurnaan anak-anak-Nya untuk melihat kemuliaan-Nya di dalam Kristus. Lalu bagaimana ? Kemuliaan Allah sejati kelak akan dilihat oleh umat pilihan-Nya di dalam kekekalan ketika Kristus datang yang kedua kalinya. Kedatangan Kristus yang kedua kalinya menyatakan sungguh-sungguh kemuliaan Allah yang tak terkirakan. Kedatangan Kristus yang pertama kalinya membawa misi menebus umat pilihan-Nya yang berdosa dan pada saat itu kemuliaan Allah tidak nampak secara fenomena, tetapi kedatangan Kristus kedua benar-benar menampakkan kemuliaan Allah. Dan pada saat kedatangan Kristus yang kedua kali inilah, semua umat pilihan-Nya mendapatkan hak menikmati kemuliaan-Nya itu. Sekali lagi, puji Tuhan!

Lalu, siapakah mereka yang telah dipersiapkan-Nya untuk kemuliaan? Di ayat 24, Paulus menjelaskan, “yaitu kita, yang telah dipanggil-Nya bukan hanya dari antara orang Yahudi, tetapi juga dari antara bangsa-bangsa lain,” Orang yang telah dipersiapkan-Nya untuk kemuliaan adalah semua umat pilihan-Nya yang tidak terbatas pada suatu suku atau bangsa tertentu. Di sini, Paulus mengungkapkan bahwa yang dipanggil-Nya bukan hanya dari orang Yahudi, tetapi juga dari bangsa-bangsa lain (dalam konteks ini adalah bangsa Yunani/Romawi; Alkitab terjemahan Inggris menerjemahkannya Gentiles/kafir/non-Yahudi). Pada saat Paulus menyingkapkan hal ini, mungkin orang-orang Israel menjadi marah, karena di dalam benak mereka, umat pilihan Allah hanya orang-orang Israel saja, dan orang-orang non-Yahudi adalah orang yang tidak dipilih dan diselamatkan Allah. Paulus mendobrak konsep orang Yahudi yang salah ini dengan mengatakan bahwa umat pilihan-Nya yang telah dipanggil-Nya bukan hanya dari orang-orang Yahudi saja, tetapi juga dari bangsa-bangsa lain. Berarti panggilan Allah bersifat universal. Ini juga menunjukkan adanya kedaulatan dan keMahakuasaan Allah yang memanggil mereka yang bukan dari Yahudi/Israel untuk menjadi umat-Nya. Bagaimana dengan kita saat ini ? Panggilan Allah juga berlaku bagi kita sebagai orang Indonesia (non-Yahudi/Israel) untuk beriman di dalam Kristus. Ini membuktikan bahwa Allah mengasihi manusia pilihan-Nya dari berbagai suku dan bangsa yang berdosa. Sudahkah kita memberitakan Injil kepada orang-orang sekeliling kita ?

Orang-orang Israel akan marah ketika membaca pengajaran Paulus di ayat 24 tadi, maka Paulus menyiapkan sanggahannya bahwa pengajarannya ini sebenarnya sudah diajarkan di dalam Perjanjian Lama. Di dalam ayat 25 dan 26, Paulus menuturkan, “seperti yang difirmankan-Nya juga dalam kitab nabi Hosea: "Yang bukan umat-Ku akan Kusebut: umat-Ku dan yang bukan kekasih: kekasih." Dan di tempat, di mana akan dikatakan kepada mereka: "Kamu ini bukanlah umat-Ku," di sana akan dikatakan kepada mereka: "Anak-anak Allah yang hidup."” Paulus mengutip perkataan Hosea, oleh karena itu ada baiknya kita sedikit membaca kitab Hosea untuk mendapatkan gambaran tentang hal ini. Di dalam Hosea 1:2-9, Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) memberikan judul perikopnya: “Keluarga Hosea sebagai gambaran Israel yang tidak setia.” Di dalam perikop ini diceritakan bahwa Hosea diperintahkan oleh Tuhan di zaman Raja Israel, Yerobeam bin Yoas (1:1) untuk mengawini perempuan sundal dan memperanakkan anak-anak sundal (1:2), karena Israel sudah bersundal hebat dengan membelakangi/melawan Tuhan. Lalu, Hosea mengawini Gomer binti Diblaim (1:3) lalu melahirkan tiga orang anak, yaitu: Yizreel (1:4) sebagai simbol bahwa Allah akan mengakhiri pemerintahan Israel dan mematahkan busur panah Israel di lembah Yizreel (1:4b-5), Lo-Ruhama (ayat 6) sebagai tanda bahwa Allah tidak akan menyayangi lagi kaum Israel dan sama sekali tidak akan mengampuni mereka tetapi Ia akan menyayangi kaum Yehuda dan menyelamatkan, dan anak terakhir, Lo-Ami (1:9) sebagai tanda bahwa Israel bukanlah umat Allah lagi dan Allah bukanlah Allahnya Israel. Di Hosea 2, Allah menghukum Israel dan memulihkan Israel bukan secara bangsa, tetapi secara individu, melalui Lo-Ruhama dan Lo-Ami, anak-anak dari perempuan sundal yang dikawini oleh Hosea. Oleh karena itulah, Paulus menyebut keturunan dua orang ini disebut sebagai umat-Nya (baca: Hosea 2:22) dan yang bukan kekasih/istri-Nya (baca: Hosea 2:1-22) akan disebut kekasih-Nya. Dari kisah ini, kita mendapatkan pengertian bahwa Allah berkuasa mutlak untuk membuang mereka yang dengan sombong merasa umat pilihan Allah (padahal bukan umat pilihan Allah yang sejati), dan Ia memilih mereka yang dianggap bukan umat pilihan untuk menjadi umat pilihan-Nya. Jangan bermain-main dengan anugerah Allah. Tetapi puji Tuhan, Ia yang menghukum Israel, tetap menyisakan mereka yang taat dan setia kepada-Nya (umat pilihan-Nya sejati), sehingga kepada mereka, Allah tetap menganggap mereka sebagai umat-Nya (Hosea 1:10 ; band. Roma 9:26).

Hal ini diperjelas oleh Paulus di ayat 27 dan 28, “Dan Yesaya berseru tentang Israel: "Sekalipun jumlah anak Israel seperti pasir di laut, namun hanya sisanya akan diselamatkan. Sebab apa yang telah difirmankan-Nya, akan dilakukan Tuhan di atas bumi, sempurna dan segera."” Di antara bangsa Israel yang dipilih-Nya dari antara bangsa-bangsa lain, Ia tetap memilih individu-individu sebagai obyek cinta kasih-Nya di dalam umat pilihan-Nya. Umat pilihan-Nya secara individu inilah yang menandakan umat pilihan Allah sejati. Hal ini dijelaskan di dalam ayat 27 bahwa meskipun anak Israel itu banyak seperti pasir di laut, namun hanya sisanya akan diselamatkan/kembali (Yesaya 10:22a). Berarti, barangsiapa yang Tuhan telah pilih secara individu, Dia akan menjamin keselamatannya dan akan menarik mereka kembali ketika mereka pada suatu waktu berada di dalam kesesatan. Sedangkan, sisa dari umat pilihan-Nya itu akan Dia buang karena sebenarnya mereka bukan lah umat pilihan-Nya secara individu meskipun mengaku sebagai “umat pilihan-Nya” secara bangsa. Kebinasaan bagi umat yang tertolak ini sudah pasti dan itu akan dilaksanakan oleh Tuhan di atas bumi degnan sempurna dan segera. Pdt. Hasan Sutanto, D.Th. di dalam Perjanjian Baru Interlinear menerjemahkan ayat 28 dari struktur bahasa asli (Yunani), “Karena melalui sabda-Nya (dengan) melaksanakan dan mengurangi jumlah orang Israel, Tuhan akan bertindak di antara manusia di bumi.” (hlm 851) Terjemahan Indonesia/LAI di ayat 28 tidak menjelaskan apapun tentang tindakan Tuhan, tetapi dari terjemahan Yunani, kita mendapatkan penjelasan bahwa bagi mereka yang tertolak (meskipun mengklaim sebagai “umat pilihan-Nya” secara bangsa), Allah melalui Firman-Nya akan melaksanakan dan mengurangi jumlah orang Israel. King James Version juga sama memberikan penjelasan, “For he will finish the work, and cut it short in righteousness: because a short work will the Lord make upon the earth.” American Standard Version (ASV) menerjemahkan penjelasan serupa, “for the Lord will execute his word upon the earth, finishing it and cutting it short.” Tuhan bukan hanya memisahkan sungguh-sungguh kaum pilihan-Nya di antara bangsa pilihan-Nya, tetapi Ia juga benar-benar membuang mereka yang sebenarnya bukan kaum pilihan-Nya ke dalam neraka meskipun Ia harus mengurangi jumlah bangsa pilihan-Nya. Hal serupa juga terjadi di dalam keKristenan. TIDAK semua orang yang mengaku “Kristen” sungguh-sungguh beriman Kristen dan termasuk kaum pilihan-Nya. Kedua ayat ini mengingatkan kita bahwa ada banyak orang yang mengaku diri “Kristen” (=“bangsa Israel”) tetapi mereka beriman di dalam diri mereka sendiri (humanisme), materi (materialisme), kesenangan duniawi (hedonisme), dll. Secara label dan KTP, mereka “Kristen”, rajin ke gereja, tidak lupa berdoa dan berpuasa (=persis seperti yang dilakukan oleh para ahli Taurat di zaman Tuhan Yesus), tetapi sayangnya Kristus membukakan kedok kemunafikan mereka bahwa mereka bukan sedang melayani Tuhan, tetapi melayani iblis sebagai bapa mereka. Itulah citra diri orang yang mengaku diri “Kristen” padahal mereka adalah orang-orang atheis yang mau hidup dualisme. Terhadap orang-orang “Kristen” palsu ini (tentu BUKAN termasuk kaum pilihan-Nya dan anak-anak-Nya), Ia tidak segan-segan membuang mereka untuk dibinasakan, meskipun dengan cara itu, Ia mengurangi jumlah orang Kristen. Bagi Allah, lebih baik mengurangi jumlah orang “Kristen” palsu daripada memelihara mereka bersatu dengan orang Kristen sejati yang adalah umat pilihan Allah. Itulah maksudnya ketika Allah melalui Paulus (dan juga Yesaya) mengatakan bahwa tidak semua Israel sungguh-sungguh Israel, dan Allah akan membinasakan para “Israel” palsu meskipun dengan cara demikian, Ia akan mengurangi jumlah orang Israel. Marilah kita mengintrospeksi diri kita masing-masing sebagai orang Kristen, apakah kita sudah menTuhankan Kristus di dalam hidup dan hati kita?

Setelah itu, bagaimana respon kita? Pada ayat 29, Paulus mengatakan, “Dan seperti yang dikatakan Yesaya sebelumnya: "Seandainya Tuhan semesta alam tidak meninggalkan pada kita keturunan, kita sudah menjadi seperti Sodom dan sama seperti Gomora."” Ayat ini mengutip Yesaya 1:9 (“Seandainya TUHAN semesta alam tidak meninggalkan pada kita sedikit orang yang terlepas, kita sudah menjadi seperti Sodom, dan sama seperti Gomora.”) yang di dalam konteksnya sedang menceritakan kemunafikan dan ketidaksetiaan orang Israel kepada Allah. Meskipun ada orang-orang Israel yang tidak setia, Allah tetap memelihara mereka secara individu. Allah yang memelihara disebut sebagai TUHAN semesta alam (KJV: the LORD of hosts; Ibrani: yehôvâh tsebâ'âh). Dalam Perjanjian Baru, Tuhan semesta alam diterjemahkan oleh King James Version (KJV): the Lord of Sabaoth (Yunani: kurios sabaōth) Sabaoth bisa diartikan armies (=tentara). New International Version (NIV) menerjemahkannya: the Lord Almighty, Pdt. Hasan Sutanto, D.Th. di dalam Perjanjian Baru Interlinear (2003) menerjemahkankannya: Allah yang Mahakuasa (hlm 851). Allah yang memelihara mereka adalah Allah yang telah memilih mereka dan akan menyelamatkan mereka dari antara orang-orang berdosa. Kesimpulan dari pergumulan predestinasi Allah ini ada pada ayat 29 di mana kita sebagai umat pilihan-Nya di dalam Kristus harus bersyukur atas kasih, anugerah dan keadilan-Nya yang berdaulat. Mengapa ? Karena Allah yang Mahakuasa yang berdaulat itu meninggalkan bagi kita benih (keturunan) yang taat dan setia seperti Lot dan kedua anaknya (kecuali istri Lot) di tengah-tengah bangsa kafir, yaitu Sodom dan Gomora (baca: Kejadian 19:14-30). Lot dan kedua anaknya adalah gambaran dari sisa (remnant) manusia yang termasuk kaum pilihan Allah yang akan diselamatkan-Nya. Itulah gambaran kita yang sungguh-sungguh beriman di dalam Kristus. Adalah suatu anugerah-Nya yang begitu dahsyat ketika Ia meninggalkan suatu benih/keturunan yaitu suatu sisa yang taat dan setia kepada-Nya, jika tidak, kita sudah dibinasakan seperti orang-orang di Sodom dan Gomora. Oleh karena itu, kita harus bersyukur atas anugerah-Nya yang bersedia memilih kita dari antara manusia berdosa untuk menjadi anak-anak-Nya yang terkasih. Puji Tuhan ! Kita yang dahulu adalah hamba dosa yang patut dimurkai-Nya, sekarang dikasihi-Nya dan dijadikan-Nya kekasih-kekasih-Nya dan anak-anak Allah yang hidup yang siap ditempa dan dipimpin-Nya untuk makin menyerupai Kristus, Kakak Sulung kita. Sudahkah kita siap untuk ditempa dan dipimpin-Nya?

Biarlah melalui perenungan kedelapan ayat ini, kita didorong oleh Firman Tuhan untuk semakin taat dan setia di dalam mengikut-Nya, mengapa ? Itu semua kita lakukan sebagai respon ucapan syukur kita karena kita telah diselamatkan oleh-Nya di dalam darah Anak Domba Allah, Tuhan Yesus Kristus. Puji Tuhan. Amin. Soli Deo Gloria.

No comments: