28 July 2008

Matius 10:28-33: CHRISTIANITY AND PERSECUTION: The Providence

Ringkasan Khotbah: 19 Maret 2006

Christianity & Persecution: The Providence
oleh: Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.
Nats: Mat. 10:28-33


Alkitab memberikan gambaran yang sangat tepat bagi anak Tuhan, yaitu seperti domba di tengah-tengah serigala. Domba adalah binatang yang sangat lemah, helpless maka ancaman dan bahaya itu selalu mengintai dirinya. Di tengah-tengah ancaman bahaya itu, Tuhan ingin kita mempunyai bijaksana sorgawi dengan tidak menantang bahaya tetapi Tuhan mengajarkan supaya kita lari ke kota lain namun ingat, kalau memang waktu Tuhan itu tiba, kita tidak boleh lari. Kita telah memahami sebelumnya, orang mengalami aniaya bisa disebabkan dua hal, yaitu: 1) sebagai hukuman atas dosa – implikasi keadilah Allah yang ditegakkan atas alam semesta, 2) karena orang hidup dalam kebenaran dan kesucian, hidup takut akan Allah, dunia tidak suka ada orang yang hidup benar itulah sebabnya dunia akan menganiaya orang Kristen.
Dunia bahkan orang Kristen sulit menerima pernyataan Firman Tuhan yang menyatakan bahwa orang yang hidup benar justru akan dianiaya. Bukanlah hal yang mengherankan kalau orang bisa berasumsi salah sebab orang mendasarkan asumsinya pada religiusitas/keagamawian dunia. Petrus juga pernah berasumsi salah terhadap Tuhan Yesus, ketika Tuhan Yesus memberitakan tentang penderitaan yang harus ia alami di Yerusalem, Petrus beranggapan kalau Tuhan Yesus tidak akan mengalami penganiayaan karena Allah akan menjauhkannya (Mat. 16:21-28). Bahkan sampai detik ini, kita masih menjumpai banyak orang Kristen yang masih berpandangan salah, orang disesatkan dengan berbagai-bagai ajaran sesat yang menyimpang dari ajaran Firman Tuhan. Firman Tuhan adalah kebenaran sejati karena datang dari Allah berbeda halnya dengan ajaran dunia yang datang dari iblis – kuasa keduniawian dimana kedagingan manusia berdosa itulah mendominasi cara berpikir seseorang.
Adalah panggilan setiap anak Tuhan untuk memproklamasikan kebenaran sejati, menjadi terang di tengah dunia yang gelap. Celakanya, hari ini banyak orang Kristen yang takut memproklamasikan kebenaran sejati. Adalah wajar kalau kita merasa takut, Tuhan Yesus pun tahu akan ketakutan yang dihadapi oleh anak-anak-Nya. Domba mana yang tidak akan merasa takut ketika ia hidup di tengah-tengah serigala. Perasaan takut merupakan salah satu emosi yang harus ada dalam diri manusia. Tuhan menanamkan perasaan takut yang positif dalam diri setiap manusia, hal ini seharusnya menyadarkan manusia akan keterbatasan dirinya namun orang tidak mau mengakuinya. Ingatlah, di dalam penganiayaan, Tuhan tidak akan meninggalkan kita – providensia Allah selalu beserta kita.

Perasaan takut yang positif seharusnya menyadarkan kita akan beberapa aspek, yaitu:
I. Mereferensikan hidup hanya pada Tuhan saja karena Dia adalah Maha segalanya – Maha Tahu, Maha Bijaksana, Maha Kuasa, seluruh Maha ada dalam diri-Nya.
Orang seharusnya merasa takut dan gentar ketika Dia berhadapan dengan Tuhan atas alam semesta yang Maha Besar. Bangsa Israel sadar akan hal ini itulah sebabnya mereka langsung tunduk menyembah hingga ke tanah, to bow down ketika mereka datang ke hadirat Tuhan. Takut yang benar adalah takut yang diarahkan kepada Tuhan. Celakanya, hari ini orang tidak takut kepada Tuhan tetapi orang justru lebih takut pada iblis maka tidak salah kalau orang menyebutnya sebagai anak iblis karena seluruh hidup dan pemikirannya telah dikuasai oleh iblis. Sungguh ironis, orang malah lebih takut pada serigala daripada takut pada Gembala Agung yang senantiasa menjagai domba-domba-Nya. Biarlah kita mengevaluasi diri kita sampai seberapa jauhkah kita takut pada Tuhan?
Ada tiga aspek sehingga orang tidak mempunyai rasa takut dan gentar pada Tuhan, yaitu:
1) hilangnya penekanan keadilan dan murka Allah. Alkitab memperkenalkan Allah Tritunggal sebagai Allah yang murka, Allah yang menegakkan keadilan, Allah yang tidak berkompromi dengan dosa. Allah sangat mengasihi manusia namun Allah yang mengasihi adalah Allah yang juga menyediakan neraka bagi manusia yang dikasihinya. Namun sayang, berita ini mulai dihilangkan, Kekristenan tidak lagi mengajarkan tentang takut akan Tuhan dan sebagai gantinya dan sekaligus sebagai alasan kedua, orang tidak takut Tuhan yaitu karena:

2) masuknya semangat humanis materialis dalam Kekristenan. Berita kebenaran didegradasi/diturunkan sedemikian rupa hingga inti kedaulatan Allah menjadi hilang. Gereja tidak berani memberitakan kebenaran sejati, gereja hanya memilih dan memberitakan Firman yang menyenangkan jemaat saja karena alasan untuk membuat jemaat senang dan tidak kehilangan anggota atau lebih tepat kalau dikatakan tidak kehilangan sumber mata uang. Allah yang diberitakan tidak lebih hanya Allah humanisme, Kekristenan mulai berkompromi dengan dosa. Hari ini, tidak banyak orang yang mau memberitakan ayat-ayat Firman Tuhan yang sifatnya eksplisit seperti dalam 1Tim. 6:10 maka tidaklah heran kalau kemudian orang mulai mengeliminasi ayat-ayat yang menyatakan kebenaran secara eksplisit. Kekristenan menjadi sinkretis/bercampur dengan konsep humanisme;

3) agama: “allah“ proyeksi. Agama seharusnya membawa manusia kembali kepada Allah tetapi setelah kejatuhan manusia dalam dosa, agama hanyalah alat untuk melarikan diri dari Allah. Agama yang ada di dunia tidak memberikan kemungkinan bagi manusia untuk bereferensi pada Allah yang sejati, karena “allah“ hanya alat untuk memproyeksikan pikiran manusia, projection of idea. Manusia mempunyai ambisi dan keinginan diri namun manusia tidak mau mengakui hal tersebut sehingga seluruh ambisi dan keinginan dirinya tersebut diproyeksikan ke “allah“ kalau “allah“ itu mulai tidak cocok dengan pikiranku, orang akan mencari “allah“ lain yang cocok dengan pikiran manusia. Allah bukan lagi “siapa“ tetapi allah adalah “apa“ karena allah tidak lebih hanyalah sebuah ide yang harus cocok dengan pikiran kita; “allah“ telah menjadi budak manusia. Orang memperlakukan “allah“ tidak lebih hanya sebagai rekanan bisnis belaka; “allah“ harus memberikan lebih besar dari apa yang diberikan oleh manusia. Pertanyaannya sekarang adalah apakah “allah“ yang demikian itu layak untuk kita hormati yang kepada-nya kita mereferensikan seluruh hidup kita? Tidak!

4) agama: “allah“ proteksi. “allah“ yang dibuat manusia hanyalah “allah“ yang lemah. Hari ini, kita menjumpai banyak orang yang membela “allah“ secara mati-matian. Pertanyaannya adalah siapakah yang harusnya membela dan dibela? Allah membela manusia atau manusia membela Allah? Kalau manusia yang membela “allah“ berarti “allah“ itu lebih kecil dari manusia maka tidaklah heran kalau manusia mulai mempermainkan “allah“ dan “allah“ demikian ini tidak layak untuk menjadi referensi kita. Semangat anarkis – humanisme telah membuat manusia tidak mempunyai rasa takut pada Tuhan maka di tengah dunia ini kalau kita mau hidup takut akan Tuhan, kita sulit mencari teladan. Kekristenan satu-satunya yang mengajarkan kepada kita untuk takut akan Tuhan.

5) Pendidikan atheistik. Takut akan Tuhan merupakan kunci utama bagi manusia untuk dapat mempunyai pengetahuan (Ams. 1:7) namun pengembangan pengetahuan menjadikan manusia bias, manusia tidak dapat membedakan antara true knowledge, pengetahuan sejati dengan pengetahuan dunia. Alkitab menegaskan janganlah kamu takut pada mereka yang dapat membunuh tubuh tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka (Mat. 10:28). Seharusnya hal ini menyadarkan manusia akan satu hal: siapa yang seharusnya menjadi referensi hidup kita? Kepada siapakah seharusnya kita takut dan gentar? Orang yang mempunyai rasa takut pada Tuhan maka ia tidak akan mempunyai rasa takut pada apapun dan siapapun karena ia tahu, Tuhan yang ia sembah dan kepada-Nya ia takut itu adalah Tuhan yang hidup, Tuhan yang Immanuel, Tuhan yang selalu beserta kita. Hanya kepada Tuhan yang hidup inilah kita patut mereferensikan hidup kita. Allah yang hidup itu akan menopang hidup kita.

Kita seringkali mendengar tentang Allah yang beserta namun yang menjadi pertanyaan sekarang adalah kapan kita merasakan Allah beserta? Apakah kita merasakan Allah beserta ketika kita merasa nyaman saja? Tidaklah heran ketika orang mengalami kesulitan dan aniaya orang mulai bertanya dimanakah Allah? “Allah beserta“ hanya sekedar ungkapan di mulut saja, tidak teraplikasi dalam kehidupan kita sehar-hari. Ingat, ajaran Tuhan Yesus bukanlah sekedar teori. Tidak! Tuhan Yesus mengajarkan tentang kehidupan. Tuhan Yesus menegaskan ketika kita mengalami aniaya maka janganlah takut kepada mereka yang hanya dapat membunuh tubuh tetapi takutlah pada Tuhan yang dapat membunuh tubuh dan jiwa. Biarlah kita senantiasa menyandarkan dan mereferensikan hidup kita hanya pada Sang Gembala Agung.

II. Hidup dalam kebenaran, takut untuk berbuat dosa sehingga dalam segala aspek, akan melakukan segala sesuatu yang berkenan kepada Allah.
Dalam dunia modern ini kita akan menjumpai banyak sekali pilihan dan tawaran, tentu saja dengan berbagai resikonya. Puji Tuhan, Tuhan memberikan perasaan takut pada manusia, perasaan takut ini menjadi peringatan bagi kita. Seorang yang berbuat dosa atau melakukan kesalahan dalam dirinya pasti akan muncul rasa takut. Perasaan takut yang demikian ini adalah ketakutan yang positif. Ironisnya, orang tidak takut memberitakan kebenaran sejati seharusnya kita tidak perlu takut karena kita mempunyai Gembala Agung, Dia tidak pernah meninggalkan kita. Hari ini kalau kita menjumpai ada seekor domba yang takut menunjukkan ia telah kehilangan identitas dirinya. Manusia takut dimusuhi maka cara teraman adalah domba itu menjadi mirip seperti serigala.

Kita harus berani mengaku bahwa kita adalah Kristen sejati. Namun, kita juga perlu berhati-hati dan peka karena hari ini banyak orang yang mengaku diri Kristen tetapi ternyata, ia tidak lebih hanyalah seorang bidat, orang tidak mau mengakui kedaulatan Allah, orang masih mempunyai konsep humanis materialis. Manusia tidak mau menjadi domba akibatnya, orang memilih menjadi serupa dengan dunia. Domba adalah gambaran binatang yang suci dan bersih, semua sifat positif ada dalam diri domba namun sayang, orang tidak mengerti akibatnya manusia tidak menghargai sifat positif yang diberikan Tuhan dalam diri kita. Sungguh ironis, orang justru menjadi takut dan tidak percaya diri kalau ia disebut sebagai orang suci. Salah! Sebutan sebagai orang suci harusnya membuat diri kita bangga karena secara tidak langsung, orang mengakui bahwa kita mempunyai kualitas lebih tinggi dibanding dengan dirinya.

Tuhan memanggil kita untuk menjadi terang bagi dunia yang gelap maka janganlah takut dengan semua sifat positif yang ada dalam diri kita. Dunia akan terus berusaha membuat kita semakin terjepit sehingga akhirnya orang tidak berani mengaku sebagai Kristen sejati. Hidup akan menjadi indah ketika seluruh hidup kita didasarkan pada takut akan Tuhan, kita mempunyai sandaran kuat, tidak mudah digoyahkan oleh berbagai-bagai godaan dunia. Dalam kesaksiannya, Pdt. Stephen Tong mengungkapkan bahwa ibunya tidak takut lagi melepaskan dia pergi mengelilingi duni karena ibunya tahu, takut akan Tuhan yang selama ini ia ajarkan itu telah tertanam dalam hidupnya. Sebaliknya, kalau kita takut pada dunia maka dunia akan membuat kita melakukan dosa, menjauhkan kita dari Tuhan maka saat itu menjadi titik kehancuran kita karena membawa kita hidup dalam kebinasaan.

Sadarlah, pada saat kita hidup takut akan Tuhan maka itulah waktunya Tuhan memproses hidup kita semakin hari semakin sempurna. Hidup di tengah dunia ini banyak tantangan dan cobaan karena itu, mohonlah pada-Nya supaya Dia memberikan kepekaan pada kita, dengan demikian kita mempunyai alert system yang senantiasa memperingatkan kita dan menjadikan kita lebih waspada. Tuhan telah membukakan kebenaran, anak Tuhan akan mengalami aniaya tetapi janganlah kita menjadi takut pada dunia yang hanya dapat membunuh tubuh tetapi tidak dapat membunuh jiwa tetapi takutlah kepada Dia yang dapat membunuh tubuh sekaligus jiwa. Tuhan tidak membiarkan kita sendiri; kalau burung pipit saja Tuhan perhatikan apalagi manusia yang sangat berharga masakan Tuhan tidak memperhatikan? Allah sangat mengasihi manusia bahkan Ia tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita, bagaimana mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia? (Rm. 8:32).

Kasih Allah yang begitu besar ini telah melampaui pikiran manusia. Inilah konsep providensia Allah yang diberikan pada anak-Nya. Perhatikan, dunia tidak mau berkorban untuk kita, dunia selalu mengharapkan imbalan dari apa yang ia berikan dan ingat, imbalan itu haruslah lebih besar dari pemberiannya. Sebaliknya, Allah memberikan anak-Nya yang tunggal untuk kita maka pertanyaannya sekarang adalah apa yang dapat kita berikan pada-Nya? Masihkah kita berani berdialog dengan prinsip untung dan rugi pada Tuhan? Sadarlah, Tuhan telah begitu mengasihi kita dengan memberikan anak-Nya bagi kita dan tidak hanya sampai disitu saja, providensia Allah diberikan juga kepada kita bahkan ketika kita berada dalam penganiayaan dan penderitaan yang paling berat sekalipun, Dia tidak pernah meninggalkan kita. Biarlah kita mengevaluasi diri kita, siapakah yang lebih kita takuti, Tuhankah atau duniakah? Sudahkah kita mereferensikan hidup kita hanya kepada Allah yang hidup? Amin.

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)
Sumber:

1 comment:

Anonymous said...

blognya bagus sekali....