11 March 2008

Roma 6:12-14: IMPLIKASI PERBEDAAN ESENSIAL-4: Hidup Bagi Allah

Seri Eksposisi Surat Roma :
Manusia Lama Vs Manusia Baru-6


Implikasi Perbedaan Esensial-4 :
Hidup Bagi Allah (bukan bagi dosa)


oleh: Denny Teguh Sutandio


Nats : Roma 6:12-14.

Setelah mempelajari tentang implikasi perbedaan manusia pertama dan kedua poin kedua yaitu kehidupan yang mati vs kematian yang hidup di pasal 6 ayat 1 s/d 11, mulai ayat 12 s/d 14, Paulus mulai mengimplikasikan secara praktis di dalam hidup yang melawan dosa.

Setelah kita dibaptiskan di dalam kematian-Nya dan memperoleh hidup baru di dalam kebangkitan-Nya, kita tidak boleh lagi hidup di dalam dosa. Apa artinya ? Ada dua arti.
Pertama, tidak lagi hidup di dalam dosa berarti hidup kita tidak ditundukkan di bawah dosa. Hal ini diajarkan Paulus di ayat 12, “Sebab itu hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya.” Kata “berkuasa” dalam KJV diterjemahkan reign yang dalam bahasa Yunani berkaitan dengan kerajaan. Dengan kata lain, Paulus memakai metafora ketika ia mengajar bahwa dosa di sini sebagai tuan manusia ketika manusia masih menjadi hamba dosa. Ketika manusia masih menjadi hamba dosa, manusia itu tetap manusia lama yang menjadikan dosa sebagai tuannya. Kok bisa ? Bukankah di abad postmodern ini kita banyak mendengar bahwa semua manusia yang beragama pasti masuk surga ? Bukankah mereka juga mengajarkan bahwa semua agama itu ber“Tuhan” ? Benarkah demikian ? Kalau semua agama menyembah Allah, di Roma 3:10-11, Allah tak perlu mengatakan bahwa semua manusia berdosa dan tak ada yang mencari Allah. Di sini, kita melihat bahwa meskipun agama mengandung sedikit unsur baik, Alkitab tetap mengajar prinsip penting bahwa manusia sebelum menerima Kristus tetap adalah manusia lama yang mentuankan dosa (meskipun di bibir, mereka menyembah “Allah”). Ini membuktikan kelicikan dosa yang terselubung. Dosa jangan dimengerti secara fenomena, tetapi harus dimengerti secara esensi, yaitu meleset dari sasaran Allah (Yunani : hamartia). Kata inilah yang dipakai di dalam ayat ini. Sebagai manusia baru, kita dituntut Allah melalui Paulus untuk tidak mentuankan dosa. Artinya, kita tidak lagi tunduk di bawah pemerintahan dosa, meskipun kita tetap hidup di dalam tubuh yang fana. Pernyataan “tubuhmu yang fana” dalam ayat ini sungguh menarik. Mengapa ? Karena tubuh yang fana menunjukkan adanya kelemahan di dalam tubuh jasmani manusia. Tetapi Paulus mengajar jemaat Roma (dan kita juga) untuk tidak menyerah kalah terhadap kedagingan kita, melainkan kita harus berani menolak dosa. Bagaimana caranya ? Paulus menjelaskan bahwa kita bisa menolak dosa dengan tidak menuruti keinginan dosa. Sungguh menarik, Paulus mengaitkan konsep dosa dengan keinginannya (KJV : lust) yang termasuk bagian dari dosa. Konsep ini sebenarnya diambil dari Tuhan Yesus yang mengajarkan bahwa ketika kita melihat seorang wanita dan mengingininya, itu sudah dianggap berzinah/dosa. (Matius 5:28, “Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya.”) Di sini, konsep kekudusan yang Tuhan Yesus ajarkan melampaui apa yang Taurat ajarkan (Matius 5:27). “Melampaui” di sini tidak berarti Taurat tidak mengajarkannya, tetapi Tuhan Yesus memberikan arti yang sebenarnya dari Taurat, karena selama itu, Taurat sudah diselewengkan oleh orang-orang Farisi. Kembali, dosa bukan sekedar membunuh, mencuri, dll, tetapi dosa lebih mengarah ke dalam hati. Ketika hati dan motivasi kita tidak beres, di saat itulah kita berdosa. Mengapa ? Karena Tuhan lebih menyelidiki hati kita, bukan penampilan kita. Tuhan tak pernah tertipu oleh penampilan luar kita yang mungkin sangat kelihatan alim/religius di mata orang lain ! Tuhan lebih melihat hati kita, karena di situlah terpancar segala sesuatu. Sehingga, Paulus mengajarkan bahwa kita bisa menolak dosa dengan tidak menuruti keinginannya. Kata “menuruti” dalam bahasa Yunani hupakouō bisa berarti listen attentively (mendengar dengan penuh perhatian). Dengan kata lain, kita tidak menuruti keinginan dosa identik dengan kita tidak mendengarnya atau memperhatikannya dengan seksama. Atau yang lebih sederhana lagi, sebagai manusia baru, kita tidak menjadikan dosa sebagai kesukaan/favorit kita. Bagaimana dengan kita ? Apakah dosa menjadi kegemaran/favorit kita sehari-hari sehingga tanpanya, kita seakan-akan tak bisa hidup ? Bagaimana cara mengujinya ? Ketika kita mulai gemar terhadap dosa, tandanya adalah kita diberhalakan oleh sesuatu. Misalnya, di dalam gereja, meskipun sudah diperingatkan berulang kali untuk menonaktifkan HP (bahkan sebelum khotbah dimulai), kita seringkali tidak menjalankannya, dengan beribu alasan, yaitu lupa, ada hal “penting” (lebih “penting” daripada mendengar dan merenungkan Firman Tuhan), dll. Padahal, secara tidak langsung, kita sedang memberhalakan HP, sehingga tanpanya kita seolah-olah tak dapat hidup. Di saat itu pula lah kita gemar terhadap dosa, karena kita lebih mementingkan HP kita ketimbang mendengar dan merenungkan Firman Tuhan di dalam gereja.

Kedua, tidak hidup di dalam dosa berarti kita tidak menyerahkan anggota tubuh kita sebagai alat dosa. Di ayat 13, Paulus mengajarkan hal ini, “Dan janganlah kamu menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai orang-orang, yang dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup. Dan serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata kebenaran.” Kata “menyerahkan” berarti ada unsur penyerahan aktif dari pribadi tertentu kepada pribadi lain. Demikian pula, ketika ayat ini mengajarkan bahwa kita jangan menyerahkan anggota-anggota tubuh kita kepada dosa berarti kita tidak boleh lagi secara aktif berperan serta di dalam dosa apalagi untuk sesuatu yang lalim. Kata “kelaliman” dalam ayat ini bahasa Yunaninya adikia berarti injustice (=ketidakadilan). Dengan kata lain, kita tidak boleh menyerahkan tubuh kita untuk dipakai iblis dalam mengerjakan apapun yang tidak adil atau jahat karena itu melawan Allah dan berdosa. Lalu, bagaimana selanjutnya ? Apakah kita pasif ? TIDAK. Alkitab melanjutkan bahwa kita bukan pasif, tetapi aktif yaitu menyerahkan diri kita kepada Allah sebagai orang-orang yang dahulu mati tetapi sekarang hidup. Dengan kata lain, kita mau menghambakan diri kita kepada Allah dan ketika kita menjadi hamba Allah, kita disebut hidup dari kematian (KJV : alive from the dead). Sungguh menarik, banyak orang dunia mengatakan bahwa menjadi orang Kristen itu sulit, karena mau apa saja dilarang, sembahyang di depan peti orang meninggal tidak boleh, dll. Benarkah demikian ? TIDAK. Alkitab justru mengatakan bahwa ketika kita tunduk di bawah Allah, kita benar-benar hidup, sedangkan ketika kita tidak tunduk kepada Allah, tetapi tunduk kepada dosa, kita mati (meskipun “hidup” secara fisik). Bagaimana dengan kita ? Sudahkah kita tunduk kepada Allah ? Ketika kita tunduk kepada Allah, ada berkat tersendiri yang disediakan-Nya bagi kita. Apakah itu berkat jasmani ? TIDAK SELALU. Yang terpenting bahwa kita tunduk kepada Allah, maka Allah akan memberkati dan memimpin langkah hidup kita ke jalan-Nya yang terindah. Bagaimana cara kita menyerahkan tubuh kita bagi Allah ? Caranya menyerahkannya untuk menjadi senjata-senjata kebenaran. Kata “kebenaran” di sini identik dengan keadilan (Yunani : dikaiosunē). Sehingga dengan demikian berarti kita secara aktif menyerahkan tubuh kita untuk menjadi senjata-senjata yang memperjuangkan dan berjuang bagi keadilan Allah. Sama seperti yang diajarkan Paulus nantinya di Roma 12:1, “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.”, kita dituntut untuk secara aktif mempersembahkan tubuh kita bagi Allah sebagai wujud dari ibadah yang sejati (KJV : reasonable = layak/pantas). Bagaimana dengan kita ? Sudahkah kita menjadi senjata-senjata keadilan Allah yang berperang bagi zaman untuk membawa zaman kita kembali kepada Kristus ? Dengan menjadi senjata-senjata keadilan Allah, kita sebenarnya beribadah kepada-Nya dengan layak/pantas. Banyak orang “Kristen” mengaku diri beribadah, tetapi cara berpikir, hati, perkataan dan sikapnya masih menyerupai manusia lama yaitu suka berdosa. Itukah beribadah ? Marilah kita belajar melalui ayat ini yaitu untuk menjadi senjata-senjata keadilan Allah dengan aktif mempersembahkan tubuh dan tentunya hidup kita bagi Allah demi kemuliaan-Nya. Kita bisa melakukan hal ini karena kita adalah hamba dan Allah sebagai Pemilik hidup kita. Itulah artinya men-Tuhan-kan Kristus dan menghambakan diri manusia.

Mengapa kita bisa melakukan semuanya itu ? Paulus memberikan jawabannya di ayat 14, “Sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia.” Yaitu, karena kita tidak dikuasai lagi oleh dosa, atau tidak memerintah hidup kita, maka kita tidak hidup di dalam dosa. Dengan kata lain, saya mengulanginya, yaitu, ketika kita hidup di dalam dosa, maka dosa itu memerintah/berkuasa di dalam hidup kita dan kita akan menjadi hamba dosa. Tetapi ketika tidak dikuasai lagi oleh dosa oleh karena Kristus telah menebus dan mengalahkan kuasa dosa dan maut, maka kita pun tidak boleh lagi hidup di dalam dosa. Mengapa kita tidak dikuasai oleh dosa ? Paulus menjelaskan selanjutnya bahwa karena kita tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia/anugerah (KJV : grace). Apakah hukum Taurat menyiksa dan membuat seseorang berdosa ? TIDAK. Melalui perenungan ayat-ayat sebelumnya, kita sudah banyak belajar bahwa Taurat menjadi perintah Tuhan bagi manusia yang sebenarnya memimpin hidup manusia sekaligus sebagai cermin bahwa manusia itu berdosa dan tak mampu melakukan semua tuntutan Taurat secara sempurna. Tetapi karena kebebalan manusia dan penyelewengan dari orang-orang Farisi, maka banyak orang Israel/Yahudi menjadi gila Taurat tetapi tak mengerti esensi penting dari Taurat yaitu kasih kepada Allah, sesama dan diri (Matius 22:37-40). Sehingga ketika orang-orang Yahudi menaati Taurat, mereka sebenarnya sedang berdosa karena mereka melupakan esensi Taurat. Ketika Tuhan Yesus datang, Ia membongkar total konsep mereka yang salah tentang Taurat dan mengartikan kembali Taurat yang sesungguhnya yang sudah lama diselewengkan. Bagaimana dengan orang Kristen ? Perlukah mereka menjalankan Taurat ? Banyak orang Kristen menganggapnya TIDAK PERLU, karena kita sudah ditebus dari kutuk hukum Taurat. Anggapan ini separuh benar, tetapi selebihnya salah, mengapa ? Karena meskipun kita telah ditebus dari kutuk hukum Taurat melalui penebusan Kristus, Taurat tetap berfungsi untuk memimpin langkah hidup kita, misalnya : jangan membunuh, jangan mencuri, jangan berdusta, jangan berzinah, hormati orang tua, dll. Tetapi bedanya ketika orang Kristen melakukan Taurat, Paulus berkata bahwa kita melakukannya di bawah kasih karunia yang tak membelenggu, tetapi sebagai respon ucapan syukur karena kita telah diselamatkan oleh Kristus. Sedangkan, orang-orang Yahudi yang tak mengerti (sampai sekarang) masih menjalankan Taurat secara ketat tanpa mengerti esensinya, sehingga mereka kelihatan beragama, tetapi sebenarnya mereka berdosa, karena mereka melupakan esensi Taurat, sehingga mereka menjalankannya dengan belenggu yang mengikat supaya mereka diselamatkan/masuk Surga/diperkenan Allah. Tidak seperti orang-orang Yahudi yang telah salah menafsirkan Taurat, maukah kita hari ini menjalankan perintah-perintah Allah di dalam Taurat dengan penuh kerelaan hati dan kebebasan karena Kristus telah mengerjakannya bagi kita ? Justru karena Kristus telah memenuhi dan membebaskan kita dari kutuk hukum Taurat, kita bisa dengan bebas yang bertanggungjawab melakukan Taurat tanpa adanya ikatan yang membelenggu sama seperti kita yang sudah diberi sesuatu oleh orang lain, kita akan berterimakasih dan mungkin akan memikirkan cara bagaimana membalas kebaikan orang lain itu.

Hari ini, setelah kita merenungkan ketiga ayat ini, adakah hati kita tergerak untuk tidak lagi hidup bermain-main di dalam dosa ? Adakah kita berkomitmen untuk menggemari dosa, tetapi sebaliknya menggemari Firman Allah dan Kebenarannya ? Itulah citra diri manusia baru yang telah ditebus Kristus dari hidup yang sia-sia. Soli Deo Gloria. Amin.

No comments: