26 March 2008

Matius 9:14-17: THE METAPHORE OF THE KINGDOM (Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.)

Ringkasan Khotbah : 19 Juni 2005

The Metaphore of the Kingdom
oleh: Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.
Nats: Mat. 9: 14-17


Adalah tugas setiap kita, anak Tuhan yang sejati untuk menyatakan kebenaran sejati di tengah dunia yang kacau; terang adalah terang dan gelap adalah gelap, terang dan gelap tidak dapat bersatu. Namun posisi ini menjadi paradoks sebab dunia tidak suka adanya perbedaan, dunia ingin mempersatukan segala hal yang bertentangan. Maka pada awal abad ke-20 muncul aliran filsafat yang menentang Kekristenan, yakni humanis materialis dimana manusia adalah pusat dari segala sesuatu dan mencari materi itu sebagai sasaran hidup. Dalam bukunya, Robert Tiyosaki menegaskan sekolah tidak terlalu penting sebab apalah artinya sekolah atau menuntut ilmu tinggi kalau orang tidak dapat mencari uang dan akhirnya hidup miskin. Inilah dunia berdosa dimana dunia lebih menghargai orang kaya tapi hidupnya tidak karuan daripada orang yang miskin tapi hidupnya benar. Ironis, bukan? Dunia materialis telah mencengkeram hidup manusia sedemikian hebatnya dan tanpa sadar intelektualitas kita dimatikan, makin lama manusia menjadi makin bodoh.
Semangat humanis materialis telah mencengkeram manusia sedemikian rupa sehingga manusia tidak menyadari bahwa ada hal yang lebih penting dan utama yang harus kita kerjakan yang menyangkut kekekalan, ada kebahagiaan sejati yang bisa kita dapatkan lebih daripada kebahagiaan yang ditawarkan oleh dunia, ada hal yang lebih bernilai daripada uang, yaitu kalau kita hidup bersama Kristus di dalam Kerajaan Sorga. Untuk hal itulah, Kristus datang menyatakan keagungan dan kualitas Kerajaan Sorga namun dunia tidak suka dengan hal ini maka dengan segala cara dunia mencoba menghancurkan iman Kristen, yakni dengan menggunakan dua macam pendekatan:
1. Humanis Materialis Rasional
Sejak jaman Tuhan Yesus, di kalangan orang Yahudi sendiri sudah ada perbedaan; ada orang yang menamakan diri sebagai pengikut Saulus, ada orang yang menamakan diri sebagai pengikut Paulus, dan masih banyak lagi. Pengikut Saulus berbeda dengan pengikut Paulus; pengikut Saulus akan dimusuhi ketika mereka berbalik menjadi pengikut Paulus. Pertanyaannya adalah kalau gereja itu bersatu bisakah gereja itu mempunyai kesamaan doktrin, mengutamakan Firman di atas semua kebenaran? Ternyata tidak, keesaan gereja yang dibangun hanya nampak secara fenomena saja, sebab di dalamnya Firman tidak menjadi yang utama. Kebenaran Firman merupakan kebenaran mutlak, namun dunia modern telah menyelewengkan kebenaran Firman. Karena itu, Kristus menegaskan kain yang belum susut tidak dapat ditambalkan pada baju yang tua karena akan mencabik baju yang tua itu sehingga makin besarlah koyaknya begitu juga dengan anggur baru tidak dapat diisikan pada kantong kulit atau kirbat tua karena kantong itu akan koyak sehingga anggur itu terbuang dan kantong itupun hancur (Mat. 9:16-17).
Konsep ini sangat penting untuk kita mengerti, menjadi “baru“ di sini artinya bukan reparasi tetapi dicipta ulang, new creation. Orang menjadi Kristen melalui pertobatan dan ada kelahiran baru sehingga ada perubahan esensi dalam diri kita, yakni merekonstruksi seluruh pola pikir kita. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan akal budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna (Rm. 12:2). Pembaharuan disini adalah pembaharuan total dalam seluruh pola berpikir kita. Jiwa inilah yang seharusnya ada dalam diri setiap anak Tuhan dan menjadi dasar kesatuan. Namun, faktanya tidaklah demikian hari ini gereja justru bersatu dengan dunia.
2. Humanis Materialis Emosional
Perbedaan teologi di kalangan Kekristenan sendiri masih ada dan sulit dihilangkan sebab masing-masing gereja mengklaim dirinya yang paling benar maka muncullah suatu pandangan bahwa kita adalah satu sehingga tidak perlu melihat orang berasal dari gereja manapun sebab kita merupakan satu kesatuan oikumene. Gereja memakai pendekatan emosional salah satunya melalui puji-pujian. Kebenaran sejati tetaplah kebenaran sejati yang harus diberitakan. Perbedaan seharusnya tidak membuat kita saling memusuhi antara saudara seiman tetapi perbedaan itu justru memotivasi kita untuk lebih memahami kebenaran sejati dan memacu kita untuk belajar Firman lebih dalam lagi. Hari ini orang tidak mau belajar Firman tetapi berani berkhotbah. Sebagai contoh, kata “kasih“ dalam bahasa aslinya, bahasa Yunani ada empat istilah dimana keempatnya mempunyai pengertian berbeda: 1) eros atau exclusive love, 2) storge atau posessive love, 3) filia atau brotherly love, 4) agape atau unconditional love. Itu baru satu kata, yaitu “kasih“ padahal di Alkitab akan kita jumpai kata-kata yang memerlukan penjabaran karena tidak sesuai dengan bahasa aslinya, misalnya kata “kebenaran“ mempunyai dua pengertian, yakni: truth dan righteousness. Teologi mempengaruhi keseluruhan konsep berpikirnya.
Tanpa disadari hal itu telah menjadikan orang telah menjadi bidat; orang ingin mencampur hitam – putih, terang – gelap, kebenaran sejati – kebenaran dunia. Ingat, pencampuran ini tidak akan menjadikan dunia menjadi lebih baik, tidak, sebab justru akan berakibat pada kehancuran. Kain baru tidak mungkin untuk menambal kain lama begitu juga dengan anggur baru tidak dapat ditaruh pada kirbat tua. Ironisnya, humanis materialis ini berkembang pesat dan menjadi mayoritas tapi meski mayoritas toh mereka menjadi takut melihat kebenaran yang minoritas. Melalui ilustrasi kain lama – kain baru, kirbat tua – anggur baru, Kristus ingin memaparkan suatu kebenaran, yaitu adalah mustahil mencampurkan segala hal yang harmoni atau serasi dengan semua hal yang sifatnya disharmoni atau tidak serasi. Gerakan ini muncul kembali di awal abad ke-20 yang disebut dengan gerakan postmodernisme, jiwa pemberontakan itulah yang menjadi ciri dari gerakan ini, segala sesuatu yang teratur rapi dan harmoni mulai diacak-acak. Salah satunya di bidang seni lukis, Picasso yang tadinya seorang pelukis aliran naturalis – impresionis maka pada tahun 1907 terjadi perubahan drastis, lukisan yang tadinya indah kini berubah bentuk menjadi acak-acakan, aliran ini dinamakan aliran cubisme. Dalam perkembangannya, cubisme membuat orang masuk dalam dunia abstrak. Orang-orang humanis mulai merasa tidak puas dengan semua yang mereka capai dan mereka mulai menuju pada dekonstruksi awal. Tak terkecuali dengan ajaran Kekristenan orang merasa hidupnya mulai diatur, orang tidak suka ketika hidup diatur untuk menjadi indah maka tidaklah heran kalau orang kemudian menentang kebenaran Firman. Kebenaran yang seharusnya bersifat obyektif kini berubah menjadi subyektif.

I. True Matching.
Konsep disharmoni telah menguasai manusia dan ini menjadi cita-cita manusia berdosa. Tuhan mencipta dari disharmoni menjadi dunia dengan indah dan harmoni namun iblis tidak suka dengan hal ini maka ia mulai menggoda manusia dan manusia melawan Tuhan. Disharmoni menyebabkan kehancuran maka sebagai anak Tuhan kita harus berani menyatakan kebenaran Kristus sebagai kebenaran mutlak yang tidak dapat dicampur dengan kebenaran dunia. Harmoni adalah true matching dalam esensi sehingga membentuk suatu keutuhan yang bersinambung. Hati-hati, iblis mencoba untuk menggoda kita supaya masuk dalam konsep disharmoni. Ketika orang Yahudi menanyakan pada Tuhan Yesus kenapa mereka puasa sedang murid-murid Yesus tidak puasa sesungguhnya mereka menuntut adanya suatu kesamaan konsep namun yang mereka lihat sebagai kesamaan sesungguhnya itu hanya bersifat fenomena belaka karena esensi sesungguhnya tidaklah sama. Sama-sama kain tetapi kain yang lama dan kain yang baru tidak sama karena justru akan merusak. Kalau sifat dasar dari dua atribut ini tidak sama maka itu akan menimbulkan perpecahan. Manusia lebih suka hal-hal yang secara fenomena sama karena hal itu mudah dicapai namun juga mudah hancur berbeda halnya kalau orang harus menyamakan esensi pastilah banyak terjadi benturan tetapi justru itu nantinya akan menjadi kuat. Harmoni mencapai suatu titik maximum ketika kita mencapai true matching.

II. True Container
Anggur baru tidak dapat ditaruh ke dalam kirbat tua, jadi, wadah itu sangat penting karena wadah menentukan isinya. Wadah yang tidak tepat akan menyebabkan pencemaran atau kerusakan pada isinya begitu pula kalau isi sudah busuk akan sayang, kalau ditaruh ke dalam wadah yang bagus. Seorang yang mempunyai pengertian doktrin teologi dengan baik dan benar namun lingkungan tempat ia berada rusak maka seperti kirbat tua yang itu akan sukar menyesuaikan dengan anggur baru. Orang yang mengerti kebenaran Firman haruslah berada di tempat yang benar dengan demikian terjadi matching position dengan mengharmoni-sasikan semuanya. Ajaran Yudaisme yang memegang prinsip Perjanjian Lama tidak akan dapat langsung berubah menjadi Kristen, yakni dengan menambah Perjanjian Baru sebab isinya memang beda. Tuhan Yesus sudah membukakan hal ini melalui ilustrasi yang ia kisahkan itulah sebabnya Kekristenan harus berdiri sendiri. Tuhan Yesus tetap berdoa, Ia tetap pergi ke synagoge tapi Ia tidak bergabung dalam kumpulan orang Yahudi dan orang Farisi karena ada separasi. Iman yang sejati membutuhkan wadah yang sejati. Di dalam gereja Tuhan hal ini perlu kita sadari. Ingat, gereja bukanlah tempat kita untuk mencari keuntungan tetapi gereja adalah tempat dimana iman kita dipertumbuhkan, gereja adalah tempat kita taat kepada Allah. Pertanyaannya adalah siapa yang berhak mendirikan wadah baru? Para bidat menyadari hal ini, mereka membentuk wadah yang baru dan semangat ini berkembang pesat namun ironis, anak Tuhan sejati tidak berani menegur mereka yang menyelewengkan kebenaran Firman. Ketika ada seorang bidat kembali pada kebenaran sejati maka terjadilah separasi. Ada disharmoni dalam harmoni dunia lalu harmonisasi dunia yang disharmoni mencoba melawan harmoni yang asli menjadi disharmoni yang baru.


Tuhan Yesus mempunyai keabsahan membentuk harmonisasi yang baru karena:
1. Etika Kerajaan Sorga lebih agung dari etika dunia. Kebenaran yang dinyatakan oleh Kristus mempunyai nilai yang tinggi dari dunia sebab semua yang bernilai rendah tidak berhak menegakkan sesuatu yang baru. Maka hari ini, dunia menciptakan sesuatu yang baru dengan kualitas yang lebih rendah dari yang sebelumnya dan hal ini sangat disukai oleh mayoritas pada umumnya. Orang demi untuk mendapatkan keuntungan yang besar dan menarik minat mayoritas maka degradasi kualitas diturunkan. Dunia modern telah rusak, orang hanya berpikir secara pragmatis, yaitu mementingkan diri sendiri dengan mendapatkan keuntungan. Anak Tuhan harusnya menjadi terang Kristus yang bercahaya di tengah dunia yang gelap ini dengan demikian dunia disadarkan dan kembali pada jalan kebenaran sejati. Kekristenan seharusnya mempunyai jiwa dan kualitas yang berbeda dari dunia. Seorang yang mengaku Kristen tetapi hidupnya serupa dengan dunia maka ia tidak layak disebut Kristen.

2. Sifat dinamis positif. Kekristenan memberikan dinamis positif yang berbeda dari semua terpaan negatif dunia. Kristus harus menegakkan Kekristenan karena iman Yahudi sudah menegasi seluruh prinsip kebenaran Firman. Orang Yahudi tidak taat pada Firman tetapi taat pada aturan yang mereka buat. Dunia bergerak dengan cepat namun bersifat negatif maka sebagai anak Tuhan, kita berbeda kita juga harus berproses tapi harus menuju ke arah yang positif. Celakanya, hari ini banyak anak Tuhan yang ikut ke dalam arus dunia yang negatif, orang lebih suka hal-hal yang berkualitas rendah, orang lebih suka mendengar cerita ilustrasi dan lelucon daripada kebenaran Firman yang agung, musik gerejawi yang agung mulai ditinggalkan dan orang lebih menyukai musik-musik yang berkualitas rendah. Tuhan menegaskan anak Tuhan haruslah hidup suci, jujur dan harus berbeda dengan dunia namun hari ini banyak orang yang mulai menyepelekan moralitas dan menurunkan sampai ke tingkat yang rendah dan akhirnya menjadi sama dengan dunia. Kristus ingin supaya kita bergerak secara dinamis menuju ke arah yang positif, menuju pada titik tertinggi, yakni menjadi serupa Kristus. Janganlah engkau merasa lelah untuk mau terus diproses dan dibentuk dan untuk mencapai pembentukan yang sempurna ini kita harus rela berkorban. Jangan pernah kalah oleh dunia sebab dunia tidak akan pernah merasa lelah untuk menggoda kita agar menjadi serupa dengan dirinya. Jangan kita membodohkan diri dengan menurunkan kualitas iman Kristen. Orang Kristen justru harus berkualitas tinggi beda dengan dunia dan harus dinamis bergerak menuju arah yang positif.
Kita telah memahami sekarang bahwa separasi yang Kristus ajarkan memang tidak dapat dicampur dengan dunia. Orang Kristen berbeda dengan dunia namun hal itu jangan menjadikan kita menjadi sombong dan membenci orang lain yang berbeda, tidak, justru tugas kita membawa mereka masuk ke dalam kebenaran iman sejati. Amin.

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)
Sumber:

No comments: