19 February 2008

Roma 5:20-21: IMPLIKASI PERBEDAAN ESENSIAL-1: Taurat dan Anugerah Allah

Seri Eksposisi Surat Roma :
Manusia Lama Vs Manusia Baru-3


Implikasi Perbedaan Esensial-1 : Taurat dan Anugerah Allah

oleh : Denny Teguh Sutandio


Nats : Roma 5:20-21.

Setelah kita mempelajari perbedaan manusia pertama dengan kedua secara khusus pada ayat 18 s/d 19, maka Paulus mulai membahas tentang implikasinya yang pertama yaitu di dalam Taurat dan anugerah Allah di ayat 20 s/d 21. Untuk itu, mari kita mempelajarinya satu per satu.

Setelah membahas aspek ketidaktaatan manusia pertama vs ketaatan manusia kedua, yaitu Kristus, di ayat 20, Paulus menjelaskan tentang konsep ketaatan versi lain, “Tetapi hukum Taurat ditambahkan, supaya pelanggaran menjadi semakin banyak; dan di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah,” Kalau kita melihat sejarah Perjanjian Lama, kita akan mempelajari bahwa setelah manusia jatuh ke dalam dosa, Allah mewahyukan Taurat kepada umat-Nya Israel melalui perantaraan Nabi Musa. Di dalam Keluaran 20 disebutkan tentang sepuluh titah atau Dasa Titah dari Allah bagi umat-Nya, Israel. Belajar dari John Calvin, semua hukum Allah diwahyukan oleh-Nya sebagai pedoman tingkah laku umat pilihan-Nya sekaligus sebagai cermin keberdosaan manusia. Artinya, hukum Taurat berfungsi sebagai pedoman agar umat pilihan-Nya berjalan di dalam jalan dan kehendak Allah, sekaligus sebagai “cermin” yang menyadarkan manusia akan realita dosa dan ketidakmampuan mereka. Hal kedua inilah yang dijelaskan oleh Paulus di ayat ini, yaitu Taurat sebagai cermin agar manusia menyadari keberdosaannya. Mengapa Paulus menuliskan ayat ini ? Kalau kita kembali memperhatikan konteks surat Roma, maka ia menuliskan surat ini kepada orang-orang Yunani dan Yahudi. Khususnya orang-orang Yahudi yang mempercayai Taurat, mereka berpikir bahwa dengan menjalankan Taurat, mereka pasti diampuni dosanya, hidup benar dan diperkenan oleh Allah. Tidak ada bedanya dengan orang-orang di luar Kristus sekarang yang terus mengejar perbuatan baik agar diperkenan oleh Allah. Terhadap hal ini, Paulus justru membukakan dua realita penting di dalam ayat ini, yaitu,
Pertama, semakin Taurat ditambahkan, pelanggaran semakin banyak. Kata “supaya” menunjukkan bahwa ketika Taurat semakin ditambahkan maka pelanggaran/dosa manusia semakin banyak. Hal ini tidak berarti bahwa Allah mewahyukan Taurat agar manusia semakin berdosa. Jika demikian, Allah tidak ada bedanya dengan setan yang bermotivasi menjatuhkan manusia. Tetapi hal ini berarti bahwa Allah mewahyukan Taurat sebagai sarana-Nya menyingkapkan seluruh kebobrokan manusia yang selalu menganggap diri benar, pintar, bijaksana dan hebat. Dengan kata lain, semakin manusia membaca Taurat dan terus ingin melakukan Taurat, mereka harus sadar bahwa mereka tak mungkin sempurna melakukan Taurat tanpa cacat sedikitpun. Mengapa demikian ? Karena justru bagi Allah, semakin orang berbuat baik dan berusaha untuk sesuatu yang bukan miliknya (seperti keselamatan dan dibenarkan oleh Allah), semakin sia-sia dan bahkan semakin berdosa. Tuhan Yesus membukakan realita ini kepada seorang pemuda yang mengaku diri telah menjalankan semua Taurat, “Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.” (Matius 19:21) Lalu, Alkitab mencatat di ayat 22 bahwa pemuda yang mengaku diri telah menjalankan Taurat akhirnya meninggalkan Tuhan Yesus dengan sedih. Di sini, kita melihat fakta bahwa bagi Tuhan Yesus, orang yang telah menjalankan Taurat pun masih kurang sempurna, mengapa ? Karena ia tidak mengerti esensi Taurat yaitu mengasihi Allah dan sesama. Bagian ini bukan sedang mengajarkan bahwa kita harus membantu orang miskin, seperti yang diajarkan oleh para pemuja “theologia” religionum/social “gospel”, tetapi bagian ini mengajarkan bahwa esensi Taurat dan hukum Allah adalah mengasihi Allah dan sesama (Matius 22:36-40). Esensi utamanya adalah tetap mengasihi Allah lebih dari siapa dan apapun. Nah, masalah yang terjadi pada diri orang muda ini adalah ia lebih mengasihi hartanya ketimbang Allah, tetapi berani mengaku telah menjalankan Taurat. Rasul Yakobus pernah memperingatkan bahwa ketika seseorang tidak melakukan (mengabaikan) satu hukum di dalam Taurat, itu berarti ia tidak menjalankan seluruh hukum Taurat (Yakobus 2:10). Ini berarti ada tuntutan kesempurnaan yang mustahil bisa dicapai oleh manusia hebat siapapun. Tetapi herannya, pada zaman postmodern ini, para penganut agama di luar Kristen pun melakukan hal yang aneh dan sama dengan banyak orang Yahudi. Mereka semakin berlomba-lomba beramal/berbuat baik untuk sesuatu yang bukan miliknya, yaitu diselamatkan dari dosa. Sungguh ironis memang. Untuk meraih sesuatu yang bukan miliknya, tetapi milik Allah, mereka rela berusaha keras tanpa bertanya apa yang Allah kehendaki. Sama seperti banyak orang yang mengaku diri “Kristen” bahkan “melayani ‘tuhan’”, tidak ada bedanya dengan orang-orang dunia yang atheis yang selalu melakukan apapun berdasarkan selera masing-masing bukan menurut kehendak Allah (bahkan berani mengajarkan sesuatu yang tidak bertanggungjawab, “agama dengan science tidak ada hubungannya.”), padahal sebenarnya hidup mereka adalah milik Allah. Bagaimana dengan kita? Apakah kita mirip seperti orang-orang postmodern yang selalu menganggap diri hebat, pintar, bijaksana, dll, tetapi sebenarnya bodoh, sok tahu, tolol, dll ? Ataukah kita mau taat kepada Firman dan berani mempersembahkan seluruh tubuh kita kepada Allah (Roma 12:1-2) ? Ingatlah, hidup, kebenaran, keselamatan, dll adalah milik Allah, sehingga kita sebagai anak-anak-Nya di dalam Kristus harus mempersembahkan kembali seluruh hidup kita baik tubuh dan jiwa kita kepada Allah yang telah menebus dan menyelamatkan kita dari kuasa dosa, iblis dan maut. Orang “Kristen” yang menganut paham dualisme dengan mengatakan bahwa agama dan science tidak ada hubungannya sebenarnya adalah orang “Kristen” yang tidak pernah mengalami anugerah penebusan Kristus dan tentunya orang ini menyangkal kedaulatan Allah serta inkarnasi Kristus (Allah yang memakai tubuh manusia tanpa meninggalkan natur Ilahinya).
Kedua, semakin dosa bertambah, maka anugerah Allah semakin berlimpah-limpah. Di sini, kita baru mendapatkan solusi satu-satunya yang sejati dari Allah, yaitu anugerah Allah. Pernyataan ini memang terkesan “aneh” bagi orang-orang di luar Kristen, karena bagi mereka, anugerah itu berlaku bagi orang yang dosanya kecil atau bahkan tidak berdosa. Tidak heran, agama mayoritas di Indonesia selalu menekankan rahmat Tuhan berlaku bagi mereka yang beramal/berbuat baik (menurut mereka, dengan cara ini, dosa mereka diperkecil). Kalau ajaran ini benar, sebenarnya agama ini sedang merendahkan otoritas Allah, mengapa ? Karena Allah tidak ada bedanya dengan banyak hakim di Indonesia yang gemar menerima uang suap/suapan. Berbeda total dari konsep dunia, Allah melalui Paulus membukakan realita dan mengajar kita bahwa justru semakin dosa itu bertambah, dua hal terjadi : pertama, manusia semakin tidak mampu berbuat baik untuk menutupi/menghapus dosanya, dan kedua, karena manusia tak mampu berbuat baik, maka Allah dari Surga menganugerahkan keselamatan dan pembebasan dari dosa di dalam Pribadi Tuhan Yesus dan anugerah keselamatan ini diefektifkan oleh Roh Kudus di dalam hati umat pilihan-Nya. Geneva Bible Translation Notes memaparkan bahwa justru pada saat hukum Taurat masuk membawa dan menyadarkan mereka bahwa mereka sebenarnya memerlukan Tuhan Yesus sebagai Juru Selamat mereka dan kemuliaan hanya bagi nama-Nya. Apapun yang Ia lakukan bagi manusia itu baik menurut kehendak-Nya dan hanya bagi kemuliaan-Nya (Roma 11:36). Ketika Ia merencanakan, menggenapi dan menyempurnakan keselamatan, Ia melakukannya dari Dia sendiri, oleh Dia dan bagi kemuliaan-Nya. Apakah Dia gila hormat ? TIDAK ! Allah tidak gila hormat, tetapi Allah memang harus dan pantas dihormati, disembah dan dipuji selama-lamanya, karena begitu besar kasih, anugerah, kuasa, keadilan dan kebenaran-Nya yang tidak tertandingi ! Kembali, setelah anugerah-Nya dinyatakan, kita yang termasuk umat pilihan-Nya akan memiliki kuasa Allah untuk terus-menerus mematikan dosa yang ada di dalam diri kita sambil terus berpegang pada Allah sebagai Sumber. Semakin orang Kristen telah mengalami anugerah penebusan Kristus, mereka semakin merasa diri tidak layak di hadapan-Nya dan semakin bergantung dan berserah kepada Allah sebagai Sumber Hidupnya. Sebaliknya jika ada orang “Kristen” yang terus membanggakan diri karena dia telah berbuat sesuatu yang “hebat”, orang itu sebenarnya belum atau bahkan tidak pernah mengalami anugerah penebusan Kristus, karena orang itu bukan semakin rendah hati, tetapi sombong. Kerendahan hati timbul setelah umat pilihan-Nya menerima anugerah penebusan Kristus dan mengalaminya di dalam kehidupannya sehari-hari dengan terus-menerus meneladani Pribadi Kristus yang merendahkan diri-Nya (Filipi 2:1-11). Jadi, di dalam ayat ini, ada step-by-step understanding (pemahaman yang perlahan-lahan semakin jelas) yang berkaitan, yaitu : Allah sebagai Pengwahyu Taurat (sekaligus sebagai sumber perencana tunggal keselamatan bagi manusia pilihan-Nya) ® Taurat ditambahkan/masuk ® dosa semakin banyak ® kesadaran akan ketidakmampuan manusia ® anugerah Allah di dalam Kristus semakin berlimpah ® kerendahan hati anak-anak Allah untuk terus-menerus bergantung pada Allah.

Bukan hanya berbicara tentang perbedaan antara anugerah Allah dan Taurat di dalam lingkup dosa, Paulus juga mengajar tentang perbedaan ini dalam lingkup kebenaran di ayat 21, “supaya, sama seperti dosa berkuasa dalam alam maut, demikian kasih karunia akan berkuasa oleh kebenaran untuk hidup yang kekal, oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.” Kata “berkuasa” di dalam King James Version diterjemahkan reigned dan bahasa Yunaninya basileuō berarti to rule (memerintah). Kata Yunani ini mengingatkan kita pada kata basilea yaitu kerajaan, sehingga di dalam ayat ini Paulus hendak mengatakan bahwa dosa itu memerintah kita dan terus membawa kita ke dalam kematian. Dengan kata lain, orang yang hidup di dalam dosa (Adam pertama dan keturunannya) adalah orang yang diperbudak oleh dosa atau hamba dosa (Yohanes 8:34 ; Roma 6:17,20). Artinya, orang ini hanya mau menaati dosa dan bukan kebenaran atau tidak taat kepada kebenaran Allah (Roma 6:20). Itulah yang dikerjakan oleh orang-orang di luar Kristus yang terus menganggap diri baik, padahal sebenarnya jijik di hadapan Allah. Sebaliknya, kasih karunia atau anugerah Allah akan memerintah dan menguasai anak-anak Tuhan (umat pilihan Allah) melalui kebenaran ke dalam hidup yang kekal oleh Tuhan Yesus Kristus. Di sini, Paulus menjabarkan empat hal yang anak-anak Tuhan peroleh ketika menerima anugerah Allah, yaitu :
Pertama, umat pilihan-Nya dikuasai oleh anugerah Allah. Artinya, seluruh hidup umat pilihan-Nya adalah anugerah Allah dan mereka harus mempergunakannya dengan semaksimal mungkin untuk kemuliaan-Nya. Kalau orang Kristen sadar bahwa hidupnya adalah anugerah Allah, maka tidak seharusnya mereka membenci Allah, tetapi justru semakin bersyukur atas anugerah-Nya. Bukan hanya hidup, keselamatan pun adalah anugerah Allah, dan ini seharusnya membangkitkan rasa syukur di dalam diri orang Kristen kepada Allah. Hidup yang dikuasai oleh anugerah Allah adalah hidup yang bersyukur dan rendah hati. Artinya, orang Kristen yang hidupnya dikuasai oleh anugerah Allah adalah orang Kristen yang terus-menerus bersyukur dan sadar bahwa tanpa Allah, ia tak mampu berbuat apapun, sehingga ia terus-menerus bergantung dan berserah total kepada Allah.
Kedua, umat pilihan-Nya dikuasai oleh anugerah Allah melalui kebenaran. Ketika orang berbuat dosa, maka orang itu menjadi hamba dosa, tetapi ketika orang itu dikuasai oleh kebenaran anugerah Allah, maka orang itu menjadi hamba kebenaran (Roma 6:18). Artinya, bukan hanya bersyukur dan rendah hati, umat pilihan-Nya pun harus diproses dalam kebenaran (righteousness ; Yunani : dikaiosunē) oleh Roh Kudus sehingga mereka dapat serupa dengan Kristus, Kakak Sulung mereka. Orang Kristen yang tidak mau diproses, tetapi selalu menuntut orang lain “sempurna” seperti dirinya sebenarnya bukan anak-anak Tuhan sejati, karena ia tak mau diproses, tetapi mau memaksa orang lain supaya menuruti kemauannya, bukan kemauan Allah. Bagaimana kita diproses melalui kebenaran ? Kita dapat diproses dalam/melalui kebenaran dengan cara kita men-Tuhan-kan Kristus di dalam hidup kita. Artinya, kita hanya taat mutlak kepada perintah Kristus di dalam Alkitab dan bukan perintah-perintah manusia yang melawan Allah dan bertentangan dengan Alkitab. Lalu, kita pun harus rela menyangkal diri bagi Kristus. Artinya, keinginan kita harus berani dimatikan kalau keinginan kita itu bertentangan dengan keinginan Kristus. Orang yang selalu menuntut orang lain memuaskan keinginan kita dan bukan keinginan Kristus itu bukan orang Kristen, tetapi orang-orang dunia yang mengklaim diri “Kristen”.
Ketiga, umat pilihan-Nya dikuasai oleh anugerah Allah melalui kebenaran ke dalam/kepada kehidupan yang kekal. Kalau Adam pertama dan para keturunannya di luar Kristus (umat yang tertolak/reprobate) dipersiapkan untuk masuk neraka, maka sebaliknya umat pilihan-Nya yang bersyukur, rendah hati dan rela diproses dalam kebenaran sebenarnya dipersiapkan oleh Allah untuk masuk ke dalam kehidupan yang kekal. Pengudusan terus-menerus (progressive sanctification) dari Roh Kudus mengakibatkan kita terus-menerus maju, kudus, dan semakin serupa dengan Kristus, sehingga “di dalam” kekekalan nanti, kita bisa berjumpa muka dengan muka dengan Kristus, Tuhan kita dan Allah Bapa di Surga. Ini adalah anugerah yang terindah setelah kita menerima anugerah penebusan Kristus. Berjumpa dengan Kristus bukan hal sepele, tetapi hal yang teragung, sedangkan ketika kita hanya berjumpa dengan orang-orang suci itu bukan hal yang agung, tetapi hal yang sepele. Apalagi bila kita hanya berjumpa dengan orang yang selalu menganggap diri/dianggap “suci” tetapi ternyata beristri banyak, kita justru malah menghina mereka dan tidak ingin bertemu dengannya. Mari kita belajar memiliki konsep nilai yang beres dan bertanggungjawab. Maukah kita diproses oleh Roh Kudus untuk mempersiapkan kita ke dalam kehidupan kekal ?
Keempat, umat pilihan-Nya dikuasai oleh anugerah Allah melalui kebenaran ke dalam/kepada kehidupan yang kekal oleh Tuhan Yesus Kristus. Titik utama kita dapat mengalami ketiga hal tentang anugerah Allah di atas adalah di dalam Tuhan Yesus Kristus. Artinya, kita bisa bersyukur, rendah hati, mau diproses oleh Roh Kudus di dalam kebenaran dan memperoleh hidup kekal, itu semua karena Tuhan Yesus Kristus. Tanpa Kristus, mustahil kita bisa melakukan hal-hal tersebut. Dunia postmodern (keturunan Adam pertama) selalu mengajarkan bahwa manusia itu hebat, pintar, bijaksana, dll, tetapi anak-anak Allah sejati yang belajar dari Alkitab selalu rendah hati dan hanya bergantung dan berserah kepada Allah sebagai Sumber segala sesuatu. Itulah implikasi pertama perbedaan Adam pertama dan Adam kedua.

Maukah kita hari ini belajar bersyukur, rendah hati, diproses oleh Roh Kudus di dalam kebenaran ? Tuhan mau kita dibentuk agar serupa dengan Kristus. Oleh karena itu, siapkanlah hatimu dan bukalah hatimu untuk dibentuk oleh Roh Kudus. Bagi Anda yang belum menerima Tuhan Yesus, biarlah Roh Kudus membuka hati dan pikiranmu sehingga Anda dapat menerima Kristus sebagai Tuhan dan satu-satunya Juruselamat karena kunci keselamatan hanya ada di dalam Dia. Amin. Soli Deo Gloria.

No comments: