01 March 2008

Bab 7: KESALAHAN YANG LAIN

VII. Kesalahan yang Lain
1. Maria mengandung secara tiba-tiba di luar kemauannya
Dalam hal 17-18 dikatakan: "Diperkirakan waktu itu Maria masih begitu belia, ketika tiba-tiba diluar kemauannya dia mengandung (padahal dia belum pernah melakukan hubungan suami istri)".
Terhadap pernyataan ini ingin saya katakan bahwa Maria bukan mengandung dengan tiba-tiba, karena ia sudah diberitahu oleh malaikat Gabriel (Luk 1:26-33). Dan Maria bukan mengandung diluar kemauannya, karena dalam Luk 1:38 ia berkata: 'Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu'

2. Kuasa gelap di dalam Kejadian 1
Dalam hal 32 dikatakan "Kedua kata ini, yaitu tohu wabohu dan tehoom dimaksudkan sebagai simbol-simbol dari kuasa-kuasa gelap. ... Menurut penulis Kitab Kejadian, segala kuasa gelap tersebut hanya ciptaan Allah".
Hal yang serupa ia katakan dalam hal 39 dimana ia menafsirkan Kej 1:2 sebagai: "Bumi masih dikuasai oleh kuasa-kuasa khaotis (khaos = kekacauan), yaitu daya-daya perusak sehingga tidak memungkinkan kehidupan dapat berlangsung"
Menafsirkan kedua kata itu sebagai kuasa gelap jelas adalah sesuatu yang salah, terlebih lagi kalau menafsirkan bahwa Allahlah yang menciptakan kuasa gelap!

3. Penafsiran Gambar & Rupa
Dalam hal 40 penulis menafsirkan Kej 1:27 dengan berkata bahwa kata tselem (gambar) menunjuk pada manusia laki-laki dan kata demut (rupa) menunjuk kepada manusia perempuan.
Ini penafiran yang tidak berdasar! Baik laki-laki maupun perempuan adalah gambar dan rupa Allah, tidak bisa dipisah-pisahkan seperti itu!

4. Penafsiran Nama Allah di dalam Kel 3:14
Dalam hal 63-64 penulis memberikan penafsiran tentang Kel 3:14 dimana Allah memperkenalkan namaNya kepada Musa dengan istilah EHYEH ASYER EHYEH, yang dalam Kitab Suci Indonesia diterjemahkan 'Aku adalah Aku'. Penulis lalu berkata: "Kata EHYEH ini berasal dari bentukan kata hyh. Pada kata hyh ini menurut pengertiannya, mengandung 3 gagasan. Gagasan kaya hyh tersebut adalah:
- Berada (to be)
- Menjadi (to become)
- Bekerja (to work)" (hal 64)
Dari sini penulis lalu berkesimpulan bahwa istilah EHYEH ASYER EHYEH dapat diterjemahkan dengan "AKU AKAN HADIR DAN BERBUAT" atau "Aku akan hadir dengan berbuat" (hal 64). Dalam hal 77-78 dan hal 121 penulis mengulang hal / penjelasan yang sama.
Ini adalah penafsiran yang ngawur! Saya mengecek dalam beberapa kamus bahasa Ibrani, dan saya tidak menjumpai bahwa kata hyh bisa diartikan 'to work/bekerja'!
Istilah EHYEH ASYER EHYEH artinya memang adalah I am who I am (Aku adalah Aku), atau I will be what I will be. Istilah / Nama ini menunjukkan:
* sifat self-existent (ada dengan sendirinya atau ada dari diriNya sendiri) dari Allah.
* kekekalan Allah.
* ketidakberubahan Allah dalam hubunganNya dengan umatNya (Israel). Jadi yang ditekankan adalah kesetiaan Allah dalam hubunganNya dengan umatNya.

5. Tentang Euthanasia
Dalam hal 83 penulis membahas tentang euthanasia, dimana ia jelas berpendapat bahwa euthanasia aktif (misalnya dengan memberikan suntikan mematikan) dilarang, dan termasuk dalam pembunuhan. Tetapi ia berpendapat bahwa euthanasia pasif (misalnya dengan menghentikan bantuan peralatan medis) diijinkan!
Saya berpendapat bahwa euthanasia, baik aktif maupun pasif, adalah pembunuhan, dan itu adalah dosa. Kitab Suci bukan hanya melarang dosa aktif, tetapi juga dosa pasif! Bandingkan dengan Yak 4:17 Mat 25:45 yang jelas menunjukkan bahwa Kitab Suci mengecam dosa pasif!

6. Kelahiran Baru terjadi setelah/bersamaan dengan iman
Dalam hal 129 penulis berkata "Oleh pekerjaan Roh Kudus, orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus dapat memperoleh kelahiran baru". Ini menunjukkan bahwa penulis beranggapan bahwa kelahiran baru terjadi setelah / bersamaan dengan iman.
Padahal Kitab Suci menyatakan bahwa manusia mati secara rohani (Yoh 10:10 Ef 2:1), sehingga tak akan bisa / mau memahami / menghargai hal-hal rohani (1Kor 2:14), dan tak akan bisa datang kepada Yesus tanpa pekerjaan Allah di dalam dia (Yoh 6:44,65). Jadi jelas bahwa kelahiran baru harus dikerjakan lebih dulu oleh Roh Kudus, barulah orang itu bisa percaya kepada Yesus (bdk Kis 16:14-15).

7. Penulis Kitab Kejadian dan Kitab Yesaya
Dalam hal 205 penulis berkata: "Misalnya Kitab Kejadian menurut penelitian para ahli, sedikitnya memiliki 3 sumber yang berbeda. Kemudian 3 sumber itu dicampur (diredaksikan) oleh orang lain sehingga bentuknya seperti sekarang ini. Contoh yang lain adalah Kitab nabi Yesaya. Ternyata Kitab nabi Yesaya ini terdiri dari 3 kumpulan. Kumpulan pertama ditulis oleh nabi Yesaya sendiri (pasal 1-39), kumpulan kedua disebut deutro-yesaya (pasal 40-55) dan kumpulan ketiga disebut trito-yesaya (pasal 56-66) yang penulisnya tidak dapat dikenal namanya".
Perlu diketahui bahwa sampai abad 18, Musa tidak diragukan sebagai penulis Pentateuch (Kejadian - Ulangan), dan Yesaya tidak diragukan sebagai penulis kitab Yesaya. Baru mulai abad 18 muncul pengkritik-pengkritik modern (golongan liberal) yang mulai menyerang hal itu. Pandangan penulis disini merupakan ciri khas orang liberal!

8. Penggolongan Kitab-kitab
Dalam hal 205 Penulis menggolong-golongkan kitab-kitab dalam Perjanjian Lama. Ia beranggapan bahwa Yosua - Ester merupakan kitab-kitab sejarah. Tetapi Kejadian - Ulangan disebut sebagai Pentateuch, dan tidak disebutkan sebagai kitab sejarah. Apakah ia beranggapan bahwa Kejadian - Ulangan itu bukan sejarah?
Mirip dengan itu, dalam hal 206 penulis menggolong-golongkan kitab-kitab dalam Perjanjian Baru. Ia beranggapan bahwa Kisah Rasul merupakan kitab sejarah, tetapi Matius - Yohanes ia sebut sebagai 'Kisah Yesus Kristus'. Apakah ia menganggap Matius - Yohanes bukan sejarah?
Lalu kitab Wahyu ia golongkan sebagai 'Kitab Kenabian'. Betul-betul suatu nama yang aneh yang tidak pernah saya dengar tentang kitab Wahyu.

9. Penafsiran Banjir Nuh
Dalam hal 212 penulis berkata "Contoh yang lain di Kejadian 7:11, disebutkan: '... pada hari itulah terbelah segala mata air samudera raya yang dahsyat dan terbukalah tingkap-tingkap di langit'. Jadi pandangan manusia pada jaman itu beranggapan bahwa di atas langit terdapat samudera raya. Dan bila hujan turun berarti pintu-pintu langit di buka oleh Allah".
Ini juga merupakan penafsiran yang salah. Kalau dikatakan bahwa pada jaman Nuh itu mata air samudera raya dibuka, dan tingkap-tingkap langit terbuka, saya berpendapat itu adalah sesuatu yang mempunyai arti hurufiah.
Alasannya:
a. Perlu diingat bahwa hujan pada jaman Nuh itu hanya berlangsung 40 hari (Kej 7:12). Kalau itu hanya merupakan hujan biasa, bagaimanapun lebatnya hujan itu, tidak mungkin dalam 40 hari bisa menenggelamkan gunung-gunung (kalau curah hujan adalah 1 meter / jam - ini jelas sudah menunjukkan hujan yang luar biasa hebatnya, yang tidak pernah terjadi - maka dalam 40 hari hanya akan ada air bah setinggi 960 meter, dan itu jelas belum menenggelamkan gunung!). Jadi hujan pada jaman Nuh itu pasti hujan yang lain dari pada yang lain!
b. Dalam Kej 1:6-8 dikatakan "Berfirmanlah Allah: 'Jadilah cakrawala di tengah segala air untuk memisahkan air dari air'. Maka Allah menjadikan cakrawala dan Ia memisahkan air yang ada di bawah cakrawala itu dari air yang ada di atasnya. Lalu Allah menamai cakrawala itu langit". Dari sini terlihat jelas bahwa memang di atas cakrawala / langit, ada air. Hal ini didukung oleh Maz 29:10 yang berbunyi "Tuhan bersemayam di atas air bah"
Jadi memang ada air di atas cakrawala / langit, dan pada jaman Nuh, Tuhan menurunkan air itu untuk menenggelamkan dunia. Itu bukan perkiraan bodoh dari orang jaman itu, tetapi kata-kata Kitab Suci.

2 comments:

odes said...

Sdr. Budi Asali dan Deny,
Tampaknya anda berdua sangat bersemangat untuk mengupas buku TAA. Saya telah berulangkali membaca buku TAA. Tetapi sudut pandang kita ternyata sangat berbeda. Sudut pandang anda berdua lebih dipenuhi oleh perasaan benci, antipati dan negatif. Hasilnya jelas ulasan dan tulisan anda yang sangat provokatif, mendiskreditkan penulis dan pemikirannya. Padahal saya tidak memiliki kesan dan kesimpulan seperti anda. Sebaliknya saya makin menghormati penulis buku TAA, yaitu Pdt. Yohanes Bambang Mulyono. Beliau memiliki pemikiran teologis yang cukup terbuka, kritis dan tidak doktrinal seperti anda berdua.

Justru saya punya kesan yang semakin simpatik dengan pak Yohanes Bambang di tengah-tengah sikap anda yang sangat tidak simpatik, cenderung menghakimi orang dan merasa diri paling benar. Seharusnya anda berdua perlu dipertanyakan kelayakan anda menjadi seorang pendeta dan orang Kristen. Maaf pak Budi, pendeta macam apa anda itu? Sama sekali anda tidak mencerminkan pola pikir dan pola sikap seorang pengikut Kristus. Ujung-ujungnya hanya satu, yaitu anda merasa diri paling benar dan paling segalanya. Padahal anda dengan sikap anda telah membongkar jati-diri yang asli, yaitu pribadi yang perlu dipertanyakan integritasnya.

Salam
Odes

odes said...

Budi Asali,
Saya kira anda yang perlu bercermin lebih dalam dan obyektif sehingga anda dapat memahami masalah-masalah psikologis anda. Sesungguhnya ungkapan-ungkapan anda menunjukkan hati yang penuh kepahitan dan kebencian. Sikap anda bukan hanya mempertontonkan kepada banyak orang tentang ketidaklayakan anda untuk menjadi seorang pendeta, tetapi juga ketidaklayakan anda sebagai seorang Kristen. Dari tanya jawab anda dengan sdr. Melki, terlihat anda hanya mampu membela diri dan tidak tanggap terhadap maksud sdr. Melki yang ternyata tidak memandang bapak Pdt. Yohanes Bambang secara negatif dengan pemahaman teologis yang telah diutarakan dalam bukunya "Tuhan, Ajarlah Aku". Karena berminat dengan pernyataan-pernyataan provokatif anda, saya telah membaca 4 kali buku TAA, tetapi saya merasa pemikiran dalam buku tersebut biasa saja. Saya anggap itu adalah hak seorang penulis.

Selain itu saya juga sempat menanyakan kepada sinode GKI, ternyata dalam keputusan persidangan sinode GKI buku TAA justru telah ditetapkan sebagai buku yang diakui resmi oleh GKI. Jadi makin bertambah aneh, anda orang luar tetapi merasa memiliki hak campur tangan dengan kehidupan jemaat GKI. Kalau buku TAA sudah menjadi keputusan sinode GKI, perlu dipahami bahwa buku TAA tersebut telah dibahas dalam berbagai lingkup yaitu klasis, sinode wilayah-sinode wilayah dan kemudian pada tingkat sinodal yang lebih luas.

Saya juga menjumpai sikap yang sama dengan anda dalam diri saudara Denny Teguh. Selain itu saya jumpai beberapa orang yang ternyata setipe dengan anda. Jadi memang benar kesimpulan bung Melki, bahwa mereka yang dididik oleh Stephen Tong dan konco-konconya relatif tidak mampu membuat suatu ulasan teologis yang matang dan bijaksana, tetapi hanya mampu menyebarkan doktrin yang gemar menyesatkan pihak lain yang tidak sepaham. Tepatnya Stephen Tong dan konco-konconya memang juga bermasalah secara mental dan spiritualitas. Waktu KKR saya menjumpai ungkapan-ungkapan Stephen Tong yang sangat arogan. Tidak heran, kalau orang-orang Muslim yang mendengar perkataan Stephen Tong menjadi marah dengan mengatakan: "Darahmu menjai halal bagiku". Sayangnya kalau itu terjadi justru dianggap Stephen Tong jadi martir, padahal penyebab utamanya adalah kesombongan rohani yang berlebihan dan bukan karena kesediaan membayar harga sebagai martir karena konsisten dalam kasih dan keadilan.

Jadi saya justru bersyukur, bahwa pernyataan provokatif anda membuat saya membaca buku TAA dan kini saya juga menjumpai tulilsan-tulisan teologis dari bapak Pdt. Yohanes Bambang di: http://www.yohanesbm.com

Salam ya.