01 March 2008

Bab 2: TENTANG ALLAH TRITUNGGAL

II. Tentang Allah Tritunggal
A. Sabelianisme
Ajaran Tritunggal yang diajarkan oleh penulis berbau ajaran sesat yang disebut Modalistic Monarchianism, atau juga disebut Patripassianism, dan mungkin sebutan yang paling lazim adalah Sabelianism.

Ajaran ini mengatakan bahwa Allah hanya mempunyai 1 pribadi, tetapi mempunyai 3 perwujudan / manifestasi. Jadi Allah yang esa itu bisa menjadi Bapa, atau Anak/Yesus, atau Roh Kudus (ke 3 perwujudan itu tak bisa keluar pada saat yang sama, harus bergantian). Jadi yang berinkarnasi menjadi Yesus, adalah Allah Bapa sendiri. Pada waktu Ia menjadi Yesus, Ia berhenti menjadi Bapa. Dan yang turun pada hari Pentakosta sebagai Roh Kudus juga adalah pribadi yang sama ini.

Kalau Allah Tritunggal memang seperti ini, maka Allah Tritunggal bisa dillustrasikan secara tepat / sempurna dengan es - air - uap air yang merupakan 3 perwujudan dari 1 zat yaitu H2O.
Bahwa penulis buku TAA mengajarkan doktrin ini terlihat dari:
* hal 110: "... dalam Yesus Kristus yang adalah 'Anak Allah', Allah menyatakan ke-Bapa-anNya. Sehingga setiap orang yang memandang Yesus Kristus dengan iman, dia telah melihat bagaimana Allah sebagai Bapa. ... Dengan kata lain: pada saat seseorang melihat Yesus, ketika itu dia melihat Bapa"
Sekalipun pada bagian ini penulis memberikan dukungan ayat, yaitu dari Yoh 14:9, jelas sekali bahwa ia sudah menafsirkan secara salah!
* hal 110: "Yesus Kristus itu Tuhan; Roh Allah yang menjelma menjadi manusia"
* hal 117: "Sebab SUBYEK dari Roh Kudus adalah TUHAN ALLAH sendiri di dalam Yesus Kristus"
* hal 128: "Tidak ada Allah Bapa disamping Allah Anak"
* hal 133: "... Israel tidak pernah berpikir-pikir mengenai Roh Allah sebagai suatu pribadi atau bukan. Bagi mereka, Tuhan Allah sendiri yang menjadi subyek atau person ilahi. Seandainya disebut bahwa Israel mendukakan Roh KudusNya (Yesaya 63:10), maka sebenarnya yang didukakan Israel adalah Tuhan Allah sendiri"
* hal 133: "Kalau kita meneliti teologi rasul Paulus, ternyata dia tidak pernah menempatkan Roh Kudus sebagai suatu person. Sebenarnya penggunaan kata 'person' atau pribadi dalam arti modern menunjuk kepada suatu subyek yang berdiri sendiri (berdaulat), memiliki kebebasan sendiri, cara berpikir sendiri dan keunikan sendiri. Sehingga bila dikenakan kepada Allah, Yesus Kristus dan Roh Kudus justru akan menunjukkan pemisahan yang radikal"
* hal 134: "Subyek dari Roh Kudus adalah Tuhan Allah sendiri. Jadi Roh Kudus bukan suatu subyek di samping subyek Allah"
* hal 136: "Berarti Roh Kudus disini adalah Yesus Kristus yang telah dimuliakan dalam kemuliaan Allah, sehingga kehadiranNya yang penuh kuasa itu dapat dialami oleh jemaatNya"
Ajaran Sabelianisme ini salah/sesat, karena Kitab Suci memang menunjukkan adanya lebih dari satu pribadi dalam diri Allah.
* Allah sering menggunakan kata ganti orang bentuk jamak untuk menyebut diriNya sendiri. Misalnya: dalam Kej 1:26 Allah menyebut diriNya sendiri dengan sebutan 'Kita'. Kata 'Kita' ini hanya menunjuk kepada Allah, dan tak mungkin menunjuk kepada 'Allah dan malaikat-malaikat' karena kalau demikian, akan menyatakan malaikat juga sebagai Pencipta (co-creator).
* Yoh 1:1 mengatakan 'Firman itu bersama-sama dengan Allah, dan Firman itu adalah Allah'. Ini tak mungkin menunjukkan bahwa Firman dan Allah itu adalah pribadi yang sama, karena kalau demikian, tak mungkin dikatakan 'Firman itu bersama-sama dengan Allah'!
w Kitab Suci sering menggambarkan Bapa, Anak, dan Roh Kudus itu berbicara satu kepada yang lain, saling mengasihi, saling mengutus dsb (Markus 1:11 Yoh 17:1-dst Yoh 17:3 Yoh 17:23-24 Yoh 14:26 Yoh 15:26)


B. Penulis menolak ajaran Tertullian
Penulis menolak ajaran Tertulian (Tertulianus) yang mengatakan bahwa Allah adalah 1 zat tetapi 3 pribadi
* hal 127: "Dari Yohanes 10:25 ini Yesus menempatkan kesatuanNya dengan Allah sebagai kesatuan dalam pekerjaan". Dan hal 128: "Jelas menurut Injil Yohanes, makna kesatuan Allah dan Yesus bukan kesatuan di dalam zat Allah sebagaimana yang dikatakan oleh Tertullian. Alkitab tidak mau berspekulasi tentang ZAT ILAHI. ... Jadi menurut Perjanjian Baru, kesatuan Allah dan Yesus adalah kesatuan di dalam pekerjaan-pekerjaan penyelamatan".
Pertanyaan saya adalah: kalau memang kesatuan Allah dan Yesus itu hanya dalam hal pekerjaan, mengapa dalam Yoh 1:1, yang jelas menunjuk pada kekekalan, sebelum Allah melakukan penciptaan atau pekerjaan apapun juga, dikatakan bahwa Firman (Yesus) itu bersama-sama dengan Allah, dan bahwa Firman (Yesus) itu adalah Allah?
Juga perlu kita perhatikan bahwa pada waktu Yesus berkata 'Aku dan Bapa adalah satu' (Yoh 10:30), maka orang-orang Yahudi lalu mau merajam Yesus, dengan alasan 'karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan diriMu (perhatikan: bukan 'pekerjaanMu') dengan Allah' (Yoh 10:33b).
* hal 131: "Jadi karena hakikat Alkitab berfungsi sebagai pewartaan iman maka dalam kesaksiannya tidak pernah berspekulasi juga mengenai masalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Tertullianus. Alkitab tidak pernah membuat hipotesa tentang Allah Bapa, Allah Anak dan Roh Kudus dengan kategori-kategori 'UNA SUBSTANTIA, TRES PERSONAE' (satu zat yang memiliki tiga pribadi). Cara berpikir Tertullianus adalah cara berpikir yang filsafati ketimbang cara berpikir teologis-alkitabiah. Bila demikian, identitas Roh Kudus bukan dalam pengertian ZAT ILAHI yang memiliki kepribadian sendiri. Alkitab tidak pernah mengenal atau mempergunakan istilah dan pengertian ZAT ILAHI"

Jadi, penulis menolak ajaran Tertullian ini dengan alasan bahwa istilah 'zat ilahi' itu tidak ada dalam Kitab Suci. Tetapi anehnya:
* dalam hal 109 penulis berkata: "Secara matematis memang berjumlah tiga. Tetapi dari penghayatan iman dan materi Allah: ketigaNya adalah YANG TUNGGAL"
* dalam hal 110 penulis berkata: "Jadi Allah dan Yesus adalah satu, tapi bukan satu dalam arti matematis, juga bukan dalam arti satu zat. Allah dan Yesus adalah satu dalam ciri hakiki ilahi dan karya (pekerjaan)Nya"
* dalam hal 135 penulis berkata: "... sehingga dalam diri Yesus Kristus nampak seluruh ciri hakiki Allah sendiri"
Yang ingin saya tanyakan adalah: dari mana penulis mendapatkan istilah 'ciri hakiki Allah/ilahi' dan 'materi' itu? Apakah istilah itu ada dalam Kitab Suci? Kalau tidak ada mengapa penulis mau menggunakannya tetapi pada saat yang sama menolak penggunaan istilah 'zat ilahi', karena tidak ada dalam Kitab Suci? Bukankah semua ini menunjukkan ketidak-konsekwenan penulis?

Juga pada hal 42 penulis berkata: "Walaupun dalam Kejadian 1:1-31 dan 2:1-5 tidak kita jumpai kata syaloom, namun gambaran keadaan yang penuh syaloom (keadaan penuh selamat, damai sejahtera dan utuh) dilukiskan dengan sangat hidup. Sebab Allah menciptakan langit dan bumi serta manusia adalah agar dalam kehidupan itu tercipta suatu keadaan syaloom. Paling tidak ada 3 dimensi keadaan syaloom, yaitu dimensi vertical, dimensi sosial, dimensi kosmis".

Pertanyaan saya adalah: kalau penulis bisa mengatakan bahwa sekalipun kata syaloom itu tidak ada tetapi gambaran syaloom itu ada, mengapa penulis tidak bisa berpikir seperti itu dalam hal doktrin Allah Tritunggal? Istilah 'zat ilahi' memang tidak ada, tetapi penggambaran Alkitab tentang diri Allah menunjukkan bahwa hal itu ada!

Kalau saudara ingin tahu mengapa harus digunakan istilah 'zat ilahi' dan 'pribadi ilahi' yang sebetulnya tidak ada dalam Kitab Suci, maka perhatikan kata-kata John Calvin dalam komentarnya tentang Yoh 1:1 sebagai berikut:
"And yet the ancient writers of the Church were excusable, when, finding that they could not in any other way maintain sound and pure doctrine in opposition to the perplexed and ambiguous phraseology of the heretics, they were compelled to invent some words, which after all had no other meaning than what is taught in the Scriptures. They said that there are three Hypostases, or Subsistences, or Persons, in the one and simple essence of God" (= dan penulis-penulis kuno dari gereja bisa dimaafkan / dibenarkan, karena pada waktu mereka melihat bahwa tidak ada jalan lain untuk mempertahankan doktrin yang sehat dan murni untuk menentang penyusunan kata yang membingungkan dan berarti dua dari orang-orang sesat, maka mereka terpaksa menciptakan beberapa kata-kata, yang sebetulnya tidak mempunyai arti yang lain dari pada apa yang diajarkan dalam Kitab Suci. Mereka berkata bahwa ada tiga pribadi dalam hakekat Allah yang satu dan sederhana).

Doktrin yang sesat tentang Allah Tritunggal dalam buku TAA ini membuat kita harus merenungkan satu hal: dalam baptisan, nama Allah Tritunggal dipergunakan sebagai formula baptisan. Kalau GKI membaptis dengan kepercayaan terhadap Allah Tritunggal yang sesat seperti yang diajarkan oleh buku TAA, maka baptisan tsb tidak berlaku/tidak sah (sama halnya dengan baptisan yang dilakukan oleh Saksi Yehovah)!

2 comments:

odes said...

Sdr. Budi Asali dan Deny,
Tampaknya anda berdua sangat bersemangat untuk mengupas buku TAA. Saya telah berulangkali membaca buku TAA. Tetapi sudut pandang kita ternyata sangat berbeda. Sudut pandang anda berdua lebih dipenuhi oleh perasaan benci, antipati dan negatif. Hasilnya jelas ulasan dan tulisan anda yang sangat provokatif, mendiskreditkan penulis dan pemikirannya. Padahal saya tidak memiliki kesan dan kesimpulan seperti anda. Sebaliknya saya makin menghormati penulis buku TAA, yaitu Pdt. Yohanes Bambang Mulyono. Beliau memiliki pemikiran teologis yang cukup terbuka, kritis dan tidak doktrinal seperti anda berdua.

Justru saya punya kesan yang semakin simpatik dengan pak Yohanes Bambang di tengah-tengah sikap anda yang sangat tidak simpatik, cenderung menghakimi orang dan merasa diri paling benar. Seharusnya anda berdua perlu dipertanyakan kelayakan anda menjadi seorang pendeta dan orang Kristen. Maaf pak Budi, pendeta macam apa anda itu? Sama sekali anda tidak mencerminkan pola pikir dan pola sikap seorang pengikut Kristus. Ujung-ujungnya hanya satu, yaitu anda merasa diri paling benar dan paling segalanya. Padahal anda dengan sikap anda telah membongkar jati-diri yang asli, yaitu pribadi yang perlu dipertanyakan integritasnya.

Salam
Odes

odes said...

Budi Asali,
Saya kira anda yang perlu bercermin lebih dalam dan obyektif sehingga anda dapat memahami masalah-masalah psikologis anda. Sesungguhnya ungkapan-ungkapan anda menunjukkan hati yang penuh kepahitan dan kebencian. Sikap anda bukan hanya mempertontonkan kepada banyak orang tentang ketidaklayakan anda untuk menjadi seorang pendeta, tetapi juga ketidaklayakan anda sebagai seorang Kristen. Dari tanya jawab anda dengan sdr. Melki, terlihat anda hanya mampu membela diri dan tidak tanggap terhadap maksud sdr. Melki yang ternyata tidak memandang bapak Pdt. Yohanes Bambang secara negatif dengan pemahaman teologis yang telah diutarakan dalam bukunya "Tuhan, Ajarlah Aku". Karena berminat dengan pernyataan-pernyataan provokatif anda, saya telah membaca 4 kali buku TAA, tetapi saya merasa pemikiran dalam buku tersebut biasa saja. Saya anggap itu adalah hak seorang penulis.

Selain itu saya juga sempat menanyakan kepada sinode GKI, ternyata dalam keputusan persidangan sinode GKI buku TAA justru telah ditetapkan sebagai buku yang diakui resmi oleh GKI. Jadi makin bertambah aneh, anda orang luar tetapi merasa memiliki hak campur tangan dengan kehidupan jemaat GKI. Kalau buku TAA sudah menjadi keputusan sinode GKI, perlu dipahami bahwa buku TAA tersebut telah dibahas dalam berbagai lingkup yaitu klasis, sinode wilayah-sinode wilayah dan kemudian pada tingkat sinodal yang lebih luas.

Saya juga menjumpai sikap yang sama dengan anda dalam diri saudara Denny Teguh. Selain itu saya jumpai beberapa orang yang ternyata setipe dengan anda. Jadi memang benar kesimpulan bung Melki, bahwa mereka yang dididik oleh Stephen Tong dan konco-konconya relatif tidak mampu membuat suatu ulasan teologis yang matang dan bijaksana, tetapi hanya mampu menyebarkan doktrin yang gemar menyesatkan pihak lain yang tidak sepaham. Tepatnya Stephen Tong dan konco-konconya memang juga bermasalah secara mental dan spiritualitas. Waktu KKR saya menjumpai ungkapan-ungkapan Stephen Tong yang sangat arogan. Tidak heran, kalau orang-orang Muslim yang mendengar perkataan Stephen Tong menjadi marah dengan mengatakan: "Darahmu menjai halal bagiku". Sayangnya kalau itu terjadi justru dianggap Stephen Tong jadi martir, padahal penyebab utamanya adalah kesombongan rohani yang berlebihan dan bukan karena kesediaan membayar harga sebagai martir karena konsisten dalam kasih dan keadilan.

Jadi saya justru bersyukur, bahwa pernyataan provokatif anda membuat saya membaca buku TAA dan kini saya juga menjumpai tulilsan-tulisan teologis dari bapak Pdt. Yohanes Bambang di: http://www.yohanesbm.com

Salam ya.