03 January 2008

Matius 8:5-13 : THE LORDSHIP IN ROMANS GOVERNANCE

Ringkasan Khotbah : 19 Desember 2004

The Lordship in Romans Governance

oleh : Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.
Nats: Mat. 8:5-13


Kita telah memahami bahwa tema Injil Matius adalah Kristus sebagai Raja dan Dia menghadirkan Kerajaan Sorga di tengah-tengah dunia. Layaknya, sebuah negara maka dalam Kerajaan Sorga pun ada hukum yang harus ditaati oleh setiap orang yang menjadi warga Kerajaan Sorga (Mat. 5-7). Kristus Sang Raja itu sendiri telah memberikan teladan yang indah pada setiap kita bagaimana mengimplikasikan hukum Kerajaan Sorga tersebut (Mat. 8-9) dengan demikian orang tahu dan merasakan indahnya hukum Kerajaan Sorga kalau kita menjalankan dan melakukannya. Namun orang Yahudi tidak suka ketika Yesus sedang mengimplikasikan hukum Kerajaan Sorga sebab Yesus menyembuhkan orang-orang yang mereka benci, yaitu: 1) orang kusta – orang yang dikutuk Tuhan, 2) hamba seorang perwira Romawi – bangsa Romawi membuat hidup bangsa Israel menderita sebab mereka menjajah bangsa Israel, 3) ibu mertua Petrus – seorang wanita dianggap sebagai warga kelas dua yang tidak dihargai.
Ketika Tuhan Yesus masuk ke Kapernaum, datang seorang perwira Romawi, memohon supaya Tuhan Yesus menyembuhkan hambanya yang lumpuh dan sangat menderita. Hal tersebut tidak lazim, sebab kedatangan perwira Romawi itu biasanya untuk urusan kriminal seperti menginterograsi, menangkap, dan lain-lain. Banyak orang yang mengkaitkan bagian ini dengan iman akan tetapi kalau kita perhatikan tatanan Injil Matius maka bagian ini merupakan bagian implikasi Kerajaan Sorga. Jadi, inti permasalahannya bukan soal kesembuhannya karena kesembuhan hanyalah masalah sekunder karena intinya adalah bagaimana kesembuhan itu dijalankan dan bagaimana relasinya sehingga dapat mendatangkan kesembuhan tersebut. Dunia melihat kesembuhan dari kacamata egoisme manusia maka tidaklah heran kalau kemudian orang berpikir bagaimana caranya beriman supaya disembuhkan.
Memang kisah ini berkaitan dengan kesembuhan tetapi tidak berurusan dengan iman dan hal ini sekaligus mematahkan konsep bahwa kesembuhan seseorang sangat terkait dengan imannya, yaitu orang yang tidak disembuhkan berarti ia kurang beriman. Salah! Apakah hamba perwira Romawi yang tergeletak sakit lumpuh itu seorang yang beriman pada Kristus? Tidak! Yang beriman adalah tuannya, yaitu si perwira Romawi dan kemungkinan si hamba ini tidak mengenal Kristus sebab di Alkitab dicatat hamba tersebut tergeletak di rumah tuannya. Hamba ini tidak mempunyai kesempatan untuk bertemu Tuhan Yesus namun toh ia mendapat kesembuhan. Ingat, tidak ada hubungan sama sekali antara si tuan yang beriman dengan hamba yang disembuhkan karena kalau memang benar demikian: Bukankah Pendeta yang menyembuhkan itu beriman lalu kenapa saya tidak sembuh? Ironisnya, justru kitalah yang disalahkan kalau kita tidak sembuh karena dianggap kurang beriman. Memang betul, ada unsur iman di dalamnya namun titik pointnya bukan disana. Melalui perwira Romawi ini, Matius ingin memaparkan tentang the Lordship of Christ yang berkenan memberikan kesembuhan.
Perwira Romawi ini berbeda dengan orang Romawi pada umumnya, ia sangat peduli dan perhatian pada hambanya, ia rela berjalan jauh demi untuk mengupayakan kesembuhan hambanya. Perwira ini tahu kepada siapa ia harus datang dan bagaimana ia harus bersikap. Melalui kisah hamba perwira Romawi yang disembuhkan, Matius telah membukakan suatu dimensi baru dengan format yang berbeda, yakni untuk mengerti siapa Tuan yang adalah Tuhan bukan hanya melalui kepapahan/kehidupan yang menderita, bukan juga ketika orang berada dalam kondisi sakit dan tidak ada harapan seperti seorang sakit kusta. Hal pertama dan utama yang paling penting ketika kita datang pada Tuhan adalah menyadari bahwa kita manusia berdosa dengan demikian kita dapat meresponi anugerah dengan tepat. Orang sombong yang merasa diri tahu banyak hal sangat sulit bertemu Ketuhanan Kristus sejati. Yang menjadi pertanyaan, kalau kita tidak sakit dan tidak menderita dan kita seorang yang mempunyai kedudukan apakah itu akan membuat kita sulit memahami Ketuhanan Kritus? Tidak! Kalau pada bagian pertama digambarkan ada seorang yang dirinya sendiri sedang sakit kusta lalu ia datang kepada Kristus dan ia disembuhkan maka penyakit kusta ini merupakan gambaran dari manusia berdosa. Itulah sebabnya, Matius mengambil contoh yang kedua, yakni seorang perwira, seorang yang mempunyai kedudukan dan tidak sakit dengan demikian kita dapat memahami Ketuhanan Kristus, Lordship of Christ dari dimensi yang berbeda.
Tuhan ingin mengajarkan pada kita bagaimana seharusnya memahami konsep urutan/ordo dengan benar, siapa yang seharusnya menjadi Tuan di dalam hidup kita. Perwira Romawi ini sangat mengerti ordo, dia tahu kalau ia hanyalah seorang bawahan. Perwira Romawi ini mengontraskan dirinya, seorang atasan sekaligus bawahan (Luk. 8:9). Inilah suatu gambaran seorang yang menyadari betul akan ordo, siapa dirinya di hadapan Tuannya; ia tahu apa arti sebuah perintah maka ketika perintah itu datang, ia harus menjalankannya, tidak ada diskusi apalagi pertanyaan, “Mengapa, Tuan?“ Bayangkan, kalau dalam medan peperangan terjadi diskusi antara jenderal dengan prajuritnya. Bagaimana dengan kita? Sudahkah anda menyadari bahwa kita hanyalah seorang hamba, seorang bawahan di hadapan Tuhan meskipun di dunia, kita adalah seorang atasan? Sebagai seorang atasan, tentunya kita ingin supaya bawahan kita itu taat pada kita namun apakah kita sudah taat pada Tuhan yang menjadi Tuan atas hidup kita? Sebagai anak Tuhan sejati, kita harus men-Tuhan-kan Kristus dalam hidup kita dan untuk itu kita harus menyadari tiga hal penting, yaitu:
I. Kerendahan Hati
Di hadapan Kristus, Sang Raja pemilik seluruh alam semesta ini, kita hanyalah seorang hamba meskipun di dunia, kita bisa memerintahkan apa saja dan orang bawahan kita akan menuruti semua yang kita perintahkan. Perwira Romawi ini sangat dihormati sekaligus ditakuti oleh rakyat termasuk bangsa Israel namun demikian demi kesembuhan hambanya, ia mau datang dan memohon kepada Tuhan Yesus. Inilah jiwa seorang yang rendah hati. Biarlah kita seperti perwira Romawi ini yang menyadari bahwa dirinya bukanlah siapa-siapa, dia tidak layak menerima Tuhan di dalam rumahnya karena itu: “Katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh....“ Hari ini, kesombongan membuat orang sulit menerima Kristus dalam hidupnya karena orang telah terbiasa dengan memerintah segala sesuatu. Tuhan Yesus heran melihat kerendahan hati perwira Romawi ini dan Ia memuji iman perwira Romawi ini sebaliknya kepada orang banyak yang mengikuti-Nya, Tuhan Yesus menegur dengan keras: “Banyak orang akan datang dari Timur dan Barat dan duduk makan bersama-sama dengan Abraham, Ishak dan Yakub di dalam Kerajaan Sorga sedangkan anak-anak Kerajaan itu akan dicampakkan ke dalam kegelapan yang paling gelap, disanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi“ (Luk. 8:10-12).
Sebagai orang Kristen, kita sudah cukup puas karena telah mendapatkan anugerah, kita telah dipilih menjadi bagian warga Kerajaan Sorga. Kita tidak tahu kalau sesungguhnya kita telah kehilangan inti yang paling penting, yaitu ketaatan. Memang benar, Tuhan telah memberikan kuasa pada setiap anak-anak-Nya tapi ingat, hal itu janganlah menjadikan kita sombong. Ingat, kita hanyalah seorang hamba, seorang bawahan yang harus taat pada semua perintah Kristus yang menjadi Tuan atas hidup kita. Dan hanya seorang yang berjiwa rendah hatilah yang dapat memandang dan menjadikan Kristus sebagai Tuan atas segala tuan. Bukan hal yang mudah, mempunyai jiwa yang rendah hati karena dunia telah melatih kita sedemikian rupa supaya kita menjadi seorang yang egois dan menjadi tuan atas segala sesuatu maka tidaklah heran kalau kita menjumpai seorang Kristen yang sombong dan tidak berjiwa rendah hati. Hari ini, banyak orang tak terkecuali orang Kristen yang hanya mau berkat saja tapi mereka tidak mau taat pada perintah Kristus. Biarlah di dalam hidup kita menjadikan Kristus sebagai Tuan yang bertahta dan memimpin hidup kita.

II. Ketaatan Mutlak
Konsep otoritas yang Alkitab ajarkan selalu bertentangan dengan dunia ajarkan. Dunia modern menentang keras sistem perbudakan. Dunia modern anti dengan segala bentuk otoritas dan jajaran pemerintahan, dunia anti dengan segala macam legalitas. Ironisnya, orang paling suka memerintah. Kontradiktif! Kalau kita tidak suka dengan otorisasi maka seharusnya kita pun tidak berhak memerintah siapapun. Orang yang tidak suka dengan segala bentuk otorisasi seharusnya dia belajar taat. Orang yang tidak suka diatur mestinya menjadikan dirinya lebih rela untuk diatur. Namun kenyataannya tidaklah demikian. Karena sesungguhnya orang yang benci dengan otorisasi itu menginginkan dirinyalah sebagai the final authority, yaitu otoritas terakhir ada di tangannya. Orang demikian adalah orang yang egois, ia hanya mau menjadi tuan yang mengatur segala sesuatu tapi tidak mau diatur. Bayangkan, kalau di dunia banyak orang-orang egois, dunia akan menjadi kacau, chaos karena semua manusia menjadi manusia independen yang tidak mau tunduk pada otoritas. Memahami konsep otoritas tidaklah mudah karenanya kita harus kembali pada konsep otoritas sesuai dengan kebenaran Alkitab. Alkitab tidak pernah melarang dan anti pada sistim perbudakan karena perbudakan adalah prinsip yang sangat baik dalam hidup. Bukan perbudakan yang Tuhan tentang tapi Tuhan menentang tuan yang jahat. Janganlah menentang sistim yang Tuhan sudah tetapkan karena hal itu malah akan membuat relasi kita dengan Tuhan menjadi rusak.
Struktur militer merupakan adaptasi dari struktur perbudakan dimana seorang bawahan harus taat pada atasan. Struktur perbudakan merupakan struktur yang terbaik tapi struktur perbudakan harus dalam kesucian, kebenaran, kebajikan dan keadilan. Sayang, dunia modern tidak mau menerima konsep perbudakan sebab manusia yang sombong ini tidak suka kalau diperintah oleh orang lain apalagi kalau disuruh taat mutlak pada Tuhan. Hendaklah kita menyadari bahwa kita hanyalah seorang hamba yang harus taat mutlak pada perintah Tuannya. Gambaran otorisasi yang ditunjukkan oleh perwira Romawi sangatlah indah: “Tuan, katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh.“ Betapa indahnya hidup kita kalau hidup kita ada dalam pimpinan tangan Tuhan.

III. Penyerahan Mutlak
Perwira Romawi ini telah dididik sedemikian rupa untuk taat pada ordo kemiliteran. Perwira Romawi ini menyadari bahwa nasib seorang bawahan ada di tangan sang pemimpin maka berbahagialah mereka yang mempunyai seorang pemimpin yang baik karena hidupnya akan terjamin. Beriman berarti berserah sepenuhnya pada sesuatu yang menjadi obyek iman kita. Sayangnya, seringkali orang tidak sadar siapa yang layak menjadi obyek iman kita. Beriman pada Kristus merupakan jalan yang terbaik. Kalau perwira Romawi ini dapat beriman pada Kristus, pastilah sebelumnya ia telah mensurvei tentang siapa Kristus dan pastilah juga ia telah membandingkan dengan semua atasannya, yaitu jenderal-jenderal yang lain dan akhirnya sampailah ia pada kesimpulan bahwa Kristus Yesus adalah Tuan atas segala tuan. Perwira Romawi ini sangat menyadari bahwa semua atasannya tersebut hanyalah manusia biasa yang sangat terbatas dan hanya berserah kepada Kristus saja maka hidup kita akan terjamin. Sayang, banyak orang tidak mau percaya akan hal ini akibatnya orang beriman dan percaya pada dirinya sendiri, self faith. Maka janganlah kaget kalau kita menjumpai orang yang mempunyai rasa percaya diri yang berlebihan. Orang tidak menyadari akibat kalau beriman pada diri sendiri adalah kehancuran. Siapakah kita manusia ini? Apakah diri yang terbatas ini layak dipercaya? Dapatkah anda menjamin hidup anda sendiri sedang nasib kita sendiri saja kita tidak tahu. Kita tidak cukup bijak mengambil keputusan karena keputusan yang kita ambil terkadang salah. Manusia sangat terbatas.
Alkitab mencatat perwira ini mempunyai iman yang besar. Iman sejati adalah ketaatan mutlak pada obyek iman maka pada saat itu juga berkatalah Yesus: “Pulanglah dan jadilah kepadamu seperti yang engkau percaya“ maka pada waktu yang bersamaan Tuhan Yesus berbicara, hambanya yang berada jauh di rumah menjadi sembuh. Hidup beriman pada Kristus itu melampaui semua tatanan di seluruh alam semesta. Yang menjadi pertanyaan: kepada siapa anda akan pertaruhkan hidup anda? Betulkah kita percaya pada Kristus? Betulkah kita telah menjadikan Kristus sebagai Tuan atas hidup kita? Sudahkah kita bersandar mutlak pada pimpinan Kristus? Serahkanlah hidupmu hanya ke dalam tangan pimpinan Tuhan maka kita akan merasakan keindahan dipimpin Tuhan. Gambaran perwira Romawi ini menjadi teladan sempurna dari seorang yang memiliki kesadaran akan kerendahan hati, kesadaran akan arti sebuah perintah yang menuntut ketaatan mutlak dan kesadaran hidup dalam anugerah. Kiranya, teladan sempurna dari perwira Romawi ini terefleksi dalam hidup kita dan menjadi berkat bagi orang lain. Amin.

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)
Sumber :

No comments: