31 July 2007

Matius 4:1-11: START WITH THE WILDERNESS

Ringkasan Khotbah : 13 Juni 2004

Start with The Wilderness
oleh : Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.

Nats: Mat. 4:1-11


Kita telah memahami bahwa Tuhan Yesus dibaptis karena Ia taat menjalankan kehendak Bapa-Nya. Manusia akan merasakan sukacita sejati kalau mau kembali pada tujuan awal Allah mencipta manusia, yaitu menggenapkan seluruh kehendak-Nya. Pada saat Yesus dibaptis, Allah Tritunggal menyatakan diri secara bersama-sama dan peristiwa ini merupakan satu-satunya di sepanjang sejarah Alkitab. Yesus telah mendapat perkenanan dari Allah Bapa dan pimpinan Roh Kudus; Yesus sudah siap memulai pelayanan-Nya di dunia namun Roh Tuhan malah membawa-Nya ke padang gurun untuk dicobai Iblis. Pola ini sulit dimengerti logika manusia bahkan tidak pernah terlintas sedikit pun dalam pikiran manusia karena bertentangan dengan konsep manusia. Bukanlah hal yang mudah untuk mengubah paradigma atau cara berpikir manusia yang telah terpola dan mengakar kuat dalam diri. Hanya Roh Kudus saja yang dapat mengubahkan konsep berpikir kita yang salah. Padang gurun merupakan kunci kesuksesan sejati hidup manusia.
Dunia modern mengajarkan konsep knowing, being, and doing, yakni suatu konsep yang mengajarkan bahwa manusia harus tahu terlebih dahulu supaya ia dapat menjadi seperti yang diinginkan setelah itu barulah ditentukan langkah-langkah selanjutnya demi untuk mencapai tujuan tersebut. Alkitab justru mengajarkan being yang pertama barulah kemudian knowing and doing; bagaimana kita akan menjadi itulah yang menentukan seluruh pengetahuan apa yang hendak kita dapatkan barulah kemudian kita menentukan langkah selanjutnya. Ketika seseorang menetapkan untuk menjadi seorang atheis maka ia pasti akan memilah-milah pengetahuan yang masuk dalam dirinya; ia akan menolak seluruh pengetahuan yang berkaitan dengan Tuhan begitu pula kalau orang telah menetapkan diri untuk mau menjadi seorang materialis maka ia pasti akan mencari pengetahuan yang mendukung langkah berikutnya sebagai seorang materialis.
Berhati-hatilah kalau sejak dari awal kita salah menentukan being maka hidup kita akan berakhir dengan kehancuran. Hanya iman kepada Tuhan Yesus sajalah yang dapat membuat manusia dapat menetapkan being dengan tepat. Tapi sayang, dunia telah berhasil membentuk pola berpikir manusia sedemikian rupa dan menjadikan manusia humanis materialis. Manusia di dunia umumnya dibagi dalam dua wilayah besar, yaitu: 1) orang yang taat Allah dan Firman, 2) orang yang humanis-materialis. Adalah salah kalau ada pendapat yang mengatakan bahwa ambisi mendorong orang untuk mempunyai semangat hidup. Ingat, semangat hidup itu bukan karena ambisi diri. Alkitab mengajarkan semangat hidup akan kita miliki kalau tujuan hidup kita untuk memuliakan Tuhan dan mau menjadi serupa Kristus. Celakanya, manusia mulai mencampur iman dengan ambisi pribadinya, akibatnya manusia akan kecewa asa bahkan ia tidak segan mengakhiri hidupnya kalau ambisinya tidak dapat terpenuhi. Betapa tragisnya hidup manusia kalau hanya berakhir dengan kebinasaan yang sia-sia.
I. The Guidance of The Holy Spirit
Hidup berada dibawah pimpinan Tuhan, tidak akan membuat kita kecewa pada-Nya, hal ini diungkapkan oleh Pdt. Stephen Tong di salah satu khotbahnya namun, ada orang yang tidak setuju dan berargumen: bukankah perasaan marah dan kecewa ada pada setiap manusia maka wajarlah kalau manusia juga menjadi marah dan kecewa pada Tuhan? Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah apakah manusia berhak kecewa dan marah pada Tuhan yang memberikan hidup pada manusia? Keinginan/ambisi yang tidak terpenuhilah yang menyebabkan orang menjadi kecewa dan marah. Lalu kenapa Tuhan yang dipersalahkan? Seharusnya ambisi pribadi yang ada pada diri kita itulah yang patut dipersalahkan. Namun, orang lainlah yang justru dipersalahkan sedang diri sendiri tidak mau disalahkan dan ironisnya, setelah tidak ada orang lagi yang dapat disalahkan maka Tuhanlah yang disalahkan. Inilah sifat manusia berdosa. Kalau manusia tidak mau kembali pada Tuhan dan taat pimpinan Tuhan maka itulah dimulainya titik kehancuran. Tuhan ingin menunjukkan pada kita bagaimana Roh Kudus memimpin hidup seseorang yang dipanggil untuk melakukan pekerjaan baik yang telah dipersiapkan Allah sebelumnya, yaitu untuk menggenapkan rencana-Nya. Roh Kudus ingin menata hidup kita terlebih dahulu sebelum kita pergi mengerjakan tugas panggilan-Nya; kita harus taat mutlak untuk dibentuk sesuai kehendak Bapa. Hendaklah kita mencontoh teladan Abraham yang taat pada Bapa ketika Tuhan memerintahkan dia untuk keluar menuju tanah Perjanjian begitu juga ketika Tuhan meminta ia untuk mempersembahkan Ishak, anak Perjanjian; iman Abraham bukanlah iman yang fanatik oleh karena itu ia layak disebut sebagai Bapa orang beriman. Bagaimana dengan hidup beriman kita? Dasar iman Kristen adalah Alkitab, Firman Allah yang benar.
Jangan terjebak dengan konsep positive thinking, you believe it and you get it yang diajarkan dunia. Cara Tuhan memimpin setiap orang sangatlah unik. Tuhan memanggil Saulus untuk memberitakan Injil kepada bangsa-bangsa lain serta raja-raja dan orang-orang Israel dan Tuhan sendiri akan menunjukkan kepadanya banyaknya penderitaan yang harus ditanggung (Kis. 9:15-16). Namun, Tuhan tidak langsung membawa Saulus untuk melakukan tugas panggilan-Nya; Tuhan mendidik dengan cara “mendiamkan“ Paulus selama 12 tahun supaya Paulus menaklukkan ambisi pribadinya terlebih dahulu. Hari ini, banyak orang yang setelah bertobat dan masih dengan semangat yang menggebu langsung ingin melayani. Celakanya, mereka tidak belajar teologi dengan benar tapi langsung mengabarkan Injil. Setelah bertobat jangan terburu untuk melayani, Tuhan ingin agar berdiam diri sejenak, menaklukkan semua ambisi pribadi kita dan belajar taat pada kehendak-Nya. Kesuksesan Paulus justru setelah Tuhan mendiamkannya selama 12 tahun, setiap pekerjaan yang dilakukan Paulus dicatat di sepanjang sejarah; hidup Paulus menjadi bermakna. Cara Tuhan memimpin terkadang sulit kita mengerti namun percayalah rencana-Nya adalah yang terbaik dalam hidup kita.

II. The Test from The Holy Spirit
Allah memimpin Yesus masuk ke padang gurun untuk berpuasa, masuk ke dalam titik pengujian yang paling berat. Allah ingin menguji kualitas Yesus sebelum Ia memulai pekerjaan-Nya di dunia sebagai Penebus umat manusia. Setiap orang pasti ingin mengerjakan pekerjaan besar dan sukses dalam hidupnya namun satu hal yang manusia sulit untuk menerima adalah proses panjang dan penuh tantangan yang harus dilalui. Ingat, setiap tantangan dan penderitaan yang Tuhan ijinkan untuk kita alami adalah demi untuk kebaikan kita, yaitu supaya kita semakin bertumbuh dalam iman dan kita tahu berjalan dalam pimpinan Tuhan kita merasakan sukacita sejati. Hati-hati dengan konsep Yin Yang yang mengajarkan bahwa penderitaan wajar dialami oleh setiap orang demi untuk kebaikan mereka sendiri, yaitu orang jadi mengerti akan arti kebahagiaan, orang harus merasakan berat terlebih dahulu supaya dapat mengerti apa itu ringan; hidup seperti roda yang berputar, terkadang manusia di atas dan terkadang di bawah.
Sepintas konsep Yin Yang ini baik karena menghibur dan memberikan pengharapan bagi orang yang sedang menderita. Namun, kelemahan konsep ini, yaitu: pertama, orang selalu berharap akan datang kebahagiaan suatu hari kelak tapi ketika kebahagiaan itu tak kunjung datang, akhirnya orang menjadi marah dan mempersalahkan Tuhan karena sepertinya Dia tidak menepati janji. Dan bagi mereka yang hidupnya sudah bahagia berarti kini hanya menunggu waktu giliran untuk hidup menderita, sesuai dengan konsep Yin Yang yang mengajarkan hidup manusia selalu berputar, hari ini kaya maka besok hidup miskin; kedua, konsep perbandingan Yin Yang ini membuat gap semakin dalam, manusia menjadi rusak karena orang tidak lagi membandingkan dirinya dengan yang lebih tingggi tapi mereka selalu membandingkan dengan sesuatu yang lebih rendah. Manusia terlarut dalam konsep passive negative, akibatnya orang hanya mau bergaul dengan mereka yang tingkatannya lebih rendah maka tidaklah heran kalau orang tidak menjadi semakin baik tapi justru semakin rusak karena orang merasa rendah diri kalau harus bergaul dengan mereka yang berkualitas.
Alkitab dengan tegas menyatakan kejahatan dengan kebaikan adalah dua hal yang berbeda dan saling bertentangan. Penderitaan yang kita alami seharusnya menjadi waktu bagi kita untuk mengevaluasi diri: pertama, apakah kita telah berbuat dosa sehingga Tuhan yang adil memberikan hukuman atas kita? Jikalau kita telah berbuat dosa maka sudah sewajarnya kalau kita menerima hukuman, punishment of God sebagai konsekuensi dari dosa yang kita lakukan. Manusia pasti akan berusaha dengan segala cara melepaskan diri dari penghukuman dunia namun ingat, manusia tidak bisa lepas dari keadilan Allah. Satu-satunya jalan supaya manusia dapat diampuni dosanya, yaitu manusia harus kembali pada Tuhan dan bertobat. Kedua, Tuhan ingin menguji sampai dimanakah ketahanan iman kita dengan penderitaan. Tuhan menguji iman Ayub, seorang yang hidup benar. Puji Tuhan, Ayub menang sehingga di sepanjang sejarah diingat dan menjadi kesaksian yang harum. Setiap orang Kristen, memang Tuhan perkenankan untuk melewati ujian supaya kita semakin bertumbuh dalam iman. Dari tanah liat, kita tidak hanya sekedar membuat kendi tapi dari bahan yang sama setelah dipanaskan dapat dihasilkan sebuah porselen yang indah. Kalau kita mau dipakai Tuhan menjadi perabot yang indah dan mulia maka kita harus melewati ujian terlebih dahulu. Cara Tuhan menguji setiap manusia berbeda, buah anggur yang tidak diperas tidak akan menjadi arak, buah zaitun yang tak ditekan takkan menjadi minyak. Tuhan mau mengembleng kita agar kita menjadi lebih murni.
Tuhan akan mempersiapkan setiap orang yang Tuhan panggil untuk menjadi hamba-Nya dengan cara yang unik. Seperti halnya, Pdt. Dr. Stephen Tong yang Tuhan persiapkan sedemikian rupa sejak masa mudanya sehingga dengan pengetahuan teologi yang benar dan kekuatan fisik sehingga detik ini, beliau sudah berkhotbah pada puluhan ribu orang di dunia. Manusia seringkali hanya menginginkan jalan pintas saja; manusia mau sukses tapi tidak mau melalui proses yang panjang berliku dan penuh tantangan. Kesuksesan tidak dapat dicapai dengan cara instant, manusia harus berproses untuk membuktikan kualitas hidup seseorang. Orang yang hidupnya tidak pernah diuji dan tidak teruji maka hidup itu tidak layak dihidupi seperti kata Socrates, unexcement live unworth living. Bukan tanpa maksud kalau Tuhan memimpin kita masuk ke dalam padang gurun. Tidak! Semua itu Tuhan maksudkan demi untuk kebaikan kita, Tuhan ingin menguji kualitas hidup kita. Jalan yang dipimpin Tuhan akan membawa kita pada pimpinan yang paling indah.

III. The Suffer of The Holy Spirit
Setelah Tuhan Yesus berpuasa selama empat puluh hari empat puluh malam maka laparlah Yesus. Pemikiran modern langsung menyimpulkan bahwa “lapar“ merupakan kebutuhan primer manusia yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Hal ini juga diungkapkan oleh Abraham Maslow yang menggambarkan kebutuhan manusia seperti sebuah piramid dimana yang paling mendasar adalah: 1) kebutuhan jasmani, yakni kebutuhan akan makanan dan minuman, 2) kebutuhan akan cinta kasih, 3) kebutuhan estetika/keindahan, dan 4) kebutuhan aktualisasi diri. Kalau kebutuhan yang paling mendasar tidak terpenuhi maka manusia bisa menjadi gila. Inilah sifat humanis yang dikembangkan manusia. Orang yang hanya memikirkan lapar, tidak beda dengan binatang yang hanya punya keinginan naluriah. Celakalah hidup kita kalau kita memutlakkan apa yang seharusnya bukan kebutuhan menjadi suatu kebutuhan yang harus dipenuhi.
Di tengah dunia ada banyak kebutuhan yang bukan kebutuhan mutlak karena itu dibutuhkan bijaksana supaya kita dapat memilih dengan tepat kebutuhan yang mana dan yang bagaimana yang seharusnya dimutlakkan atau tidak. Orang yang dapat memahami apa yang menjadi kebutuhan utama dan mana yang bukan maka ia akan menjadi orang yang berbahagia. Ketika Tuhan Yesus lapar maka Iblis berpikir hal itu adalah kesempatan emas bagi dia untuk mencobai Kristus. Yesus tahu apa yang seharusnya menjadi kebutuhan utama, manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah. Kunci utama adalah menyangkali diri, menyangkali semua yang hanya menjadi keinginan ambisi diri. Adalah hal yang wajar kalau setiap manusia mempunyai keinginan pribadi akan tetapi bisakah kita mengatakan “tidak“ pada setiap keinginan kita? Orang yang bisa mengatakan “tidak“ pada dirinya sendiri adalah orang yang peka akan pimpinan Tuhan. Banyak orang yang ingin mengerti pimpinan Tuhan tapi banyak orang yang tidak mau menyangkal diri. Biarlah kita mau hidup taat dipimpin oleh Roh Kudus maka kita akan merasakan sukacita; Tuhan akan membukakan cakrawala hidup kita. Tuhan tidak akan pernah mengecewakan kita kalau kita mau taat pimpinan-Nya. Amin.

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)
Sumber :

No comments: