07 July 2010

Ujilah Segala Sesuatu!-2: WAHYU KHUSUS ALLAH SEBAGAI STANDAR PENGUJI (Denny Teguh Sutandio)

UJILAH SEGALA SESUATU!-2:
WAHYU KHUSUS ALLAH SEBAGAI STANDAR PENGUJI


oleh: Denny Teguh Sutandio



“Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik.”
(1Tes. 5:21)

“Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah; sebab banyak nabi-nabi palsu yang telah muncul dan pergi ke seluruh dunia. Demikianlah kita mengenal Roh Allah: setiap roh yang mengaku, bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia, berasal dari Allah, dan setiap roh, yang tidak mengaku Yesus, tidak berasal dari Allah. Roh itu adalah roh antikristus dan tentang dia telah kamu dengar, bahwa ia akan datang dan sekarang ini ia sudah ada di dalam dunia. Kamu berasal dari Allah, anak-anakku, dan kamu telah mengalahkan nabi-nabi palsu itu; sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia. Mereka berasal dari dunia; sebab itu mereka berbicara tentang hal-hal duniawi dan dunia mendengarkan mereka. Kami berasal dari Allah: barangsiapa mengenal Allah, ia mendengarkan kami; barangsiapa tidak berasal dari Allah, ia tidak mendengarkan kami. Itulah tandanya Roh kebenaran dan roh yang menyesatkan.”
(1Yoh. 4:1-6)



Pada bagian kedua tema menguji, saya akan membahas pentingnya menjadikan wahyu khusus Allah (Kristus dan Alkitab) sebagai dasar penguji. Pada bagian ini, kita akan mengerti secara bertahap beberapa prinsip: obyek yang akan kita uji, alasan menjadikan wahyu khusus Allah sebagai dasar penguji dan kriteria-kriteria wahyu khusus Allah sebagai dasar penguji.


Pertanyaan dasar yang perlu kita ajukan adalah apa yang perlu kita uji? Ketika menguji segala sesuatu, kita sebenarnya hendak menguji kebenaran dari segala sesuatu yang kita uji. Apakah agama, doktrin/ajaran, filsafat, tradisi, kebudayaan, sains, dll yang diajarkan itu benar-benar benar atau separuh benar atau benar-benar tidak benar? Seperti yang telah saya uraikan di bagian 1 yang saya kutip dari Pdt. Sutjipto Subeno, kebenaran mencakup: universal, kekal, integral, dan moral, maka kebenaran sejati adalah kebenaran yang menyeluruh/holistik yang pasti mencakup keindahan/estetika, etika, keagungan/dignitas, konsistensi, dll, sehingga kebenaran baik dalam agama, ajaran, filsafat, kebudayaan, tradisi, dll yang tidak memenuhi salah satu dari kriteria tersebut, maka tidak layak disebut kebenaran, meskipun para pengikut dari ketidakbenaran itu mungkin banyak sekali (bdk. Mat. 7:22-23).


Jika yang hendak kita uji adalah kebenaran dari sesuatu: apakah sesuatu (agama, ajaran, filsafat, tradisi, kebudayaan, sains, dll) itu benar atau separuh benar atau sama sekali salah, maka tentunya kita memerlukan satu-satunya standar kebenaran yang mutlak yang bisa kita jadikan patokan untuk mengujinya. Tetapi, apakah ada kebenaran mutlak? Di zaman yang ngaco seperti zaman sekarang ini, banyak manusia berseru dengan “mutlak” bahwa tidak ada yang mutlak di dunia ini. Sambil mengatakan bahwa tidak ada yang mutlak, dia meneriakkan perkataan ini dengan semangat “kemutlakan”. Pdt. Dr. Stephen Tong menyebutnya sebagai self-defeating factor (faktor yang melawan dirinya sendiri). Jika tidak ada kebenaran mutlak, maka logikanya, perkataan ini pun seharusnya TIDAK perlu dihiraukan, karena perkataan orang ini pun sendiri TIDAK MUTLAK (pendengarnya boleh percaya dan boleh tidak percaya). Namun anehnya, sambil meneriakkan bahwa TIDAK ada yang mutlak, orang ini akan marah jika perkataannya ini tidak didengarkan dan diterima oleh para pengikutnya. Logika yang benar-benar aneh! Kembali, apakah ada kebenaran mutlak? Saya menjawab YA dan TIDAK. TIDAK, karena kebenaran mutlak memang TIDAK pernah akan dijumpai di dalam diri manusia, karena semua manusia telah berdosa dan merusak kemuliaan Allah (Rm. 3:23). YA, karena kebenaran mutlak hanya milik Sang Mutlak itu sendiri, yaitu Allah sendiri. Hanya Allah sajalah yang adalah Mutlak yang wajib sebagai standar kebenaran mutlak. Namun, Allah mana yang adalah Mutlak? Bukankah semua agama mengklaim menyembah Allah? Mari kita analisa. Kebenaran mutlak berasal dari Yang Mutlak (The Absolute One) dan tentunya Yang Mutlak itu haruslah berpribadi, karena jika tak berpribadi, bagaimana bisa dideskripsikan sebagai Yang Mutlak? Misalnya, penganut Pantheisme (yang nantinya memengaruhi Gerakan Zaman Baru) mengajar bahwa segala sesuatu adalah ilah, maka: air, batu, tumbuhan, hewan, manusia dll adalah ilah (atau lebih tepatnya: bersifat/mengandung unsur ilahi atau mikro kosmos). Jika segala sesuatu adalah ilah, maka tentunya tidak ada standar kemutlakan, karena ilah yang dipercayainya juga adalah yang tidak mutlak. Jika ilah yang tidak berpribadi tidak bisa disebut Yang Mutlak dan tentunya tidak mungkin menghasilkan kebenaran mutlak, maka satu-satunya Yang Mutlak adalah Allah yang berpribadi. Berkenaan dengan kepercayaan tentang Allah yang berpribadi, ada agama lain yang mengklaim bahwa mereka juga menyembah “Allah” yang berpribadi, yang tunggal, yang katanya diturunkan dari Abraham, namun telah “diselewengkan” oleh Musa dan Yesus. Benarkah “Allah” seperti itu adalah Allah yang Mutlak? Sungguh suatu ironis yang lucu, “Allah” yang diklaim “berpribadi” oleh agama ini ternyata hanya mampu menguasai satu bahasa saja (untuk “kitab suci”nya), namun “Allah” yang “berpribadi” tersebut mengklaim bahwa bahasa tersebut adalah bahasa “suci” yang haram untuk diterjemahkan.


Lalu, di manakah Kebenaran Mutlak dari Yang Mutlak itu? Tidak ada jalan lain kita mengerti Yang Mutlak dan Kebenaran Mutlak tersebut kecuali dari Allah sejati yang menyatakan diri-Nya. Banyak agama dan filsafat hanya menuntun manusia kepada sosok Allah secara umum, namun Allah sejati menyatakan diri-Nya secara khusus hanya kepada sekelompok orang yang telah dipilih-Nya. Allah sejati tersebut adalah Allah Tritunggal yang merupakan 3 pribadi Allah secara terpisah (yang memiliki kesamaan natur Allah) di dalam 1 esensi Allah (Dr. Cornelius Van Til mempertanyakan penggunaan “esensi” dan menggantinya dengan “pribadi). Allah sejati tersebut menyatakan diri-Nya kepada umat-Nya melalui wahyu khusus yaitu Tuhan Yesus Kristus (wahyu tak tertulis) dan Alkitab (wahyu tertulis). Melalui wahyu khusus-Nya yang tak mungkin berubah, kita dituntun dan dituntut untuk menguji kebenaran dari segala sesuatu baik agama, ajaran, filsafat, tradisi, kebudayaan, sains, dll yang bersifat sementara dan bisa berubah-ubah.


Jika wahyu khusus Allah menjadi standar penguji, maka prinsip-prinsip apa saja yang harus kita pelajari dari wahyu khusus Allah untuk menguji kebenaran dari segala sesuatu? Prinsip dasarnya diambil dari Roma 11:36 yaitu dari Allah, oleh Allah, dan untuk Allah. Prinsip ini akan dibagi menjadi tiga poin:
Pertama, dari Allah. Segala sesuatu yang benar harus bersumber dari Allah. Hati, akal budi, perkataan, tindakan, dll semuanya berasal dari Allah. Keberadaan ciptaan juga berasal dari Allah. Keselamatan yang diperoleh umat-Nya di dalam Kristus pun juga berasal dari Allah saja (hanya melalui anugerah Allah—Sola Gratia). Makin seseorang menyadari bahwa segala sesuatu adalah dari Allah, makin ia menyadari dan mensyukuri atas anugerah-Nya dalam hidup dan keselamatannya.

Kedua, oleh Allah. Artinya, segala sesuatu yang benar adalah sesuatu yang mengakui keterlibatan Allah di dalam setiap inci kehidupan manusia. Ajaran ini menekankan bahwa Allah memelihara manusia khususnya umat-Nya di dalam setiap inci kehidupan manusia bahkan keselamatan umat-Nya di dalam Kristus, sehingga umat-Nya tidak akan mungkin bisa binasa (kehilangan keselamatan).

Ketiga, untuk Allah. Apa yang Allah telah ciptakan dan peliharakan, Ia tentu akan menyelesaikannya sampai akhir dan seluruh tindakan-Nya hanya membawa kemuliaan bagi nama-Nya saja (Soli Deo Gloria). Makin seseorang menyadari bahwa kemuliaan hanya bagi-Nya, makin ia menyadari bahwa tidak ada satu inci pun jasa baik manusia yang layak diagungkan, karena segala sesuatu dikerjakan dengan begitu sempurna oleh Allah saja, khususnya di dalam keselamatan di dalam Kristus.


Setelah memperhatikan tiga poin di atas, maka bagaimana reaksi kita? Kebenaran macam apakah yang selama ini kita pegang? Jika kebenaran itu bukan kebenaran sejati, maukah Anda dengan pimpinan Roh Kudus menghancurkan kebenaran Anda selama ini yang salah dan kembali kepada kebenaran di dalam Kristus dan Alkitab? Biarlah Roh Kudus mencerahkan hati dan pikiran kita. Amin. Soli Deo Gloria.

No comments: