03 May 2009

CORAT-CORET SEPUTAR FACEBOOK (Pdt. Billy Kristanto, Dipl.Mus., M.C.S.)

CORAT-CORET SEPUTAR FACEBOOK

oleh: Pdt. Billy Kristanto, Dipl.Mus., M.C.S., Ph.D. (Cand.)




Meminjam istilah dari Saudara Wie Khiong, saya tidak berpura-pura untuk mengetahui seluruh seluk beluk Facebook melalui tulisan ini. Lagipula orang yg ndak punya Facebook apa boleh melakukan corat-coretan tentang Facebook? Hmmm, setelah bergumul beberapa saat saya mengambil keputusan ... Boleh! Lho, ini seperti orang Arminianist tulis tentang theologi Calvin dong? Ya, tapi siapa yang bilang orang anti-Calvinism ndak boleh tulis tentang Calvin? Boleh saja, bahkan dari situ kita bisa belajar theological concern yang mereka teriakkan di dalam ketidak-setujuan tsb, dan mungkin, bisa menjadi kritik yang membantu (terlepas dari gambarannya karikatural atau tidak) untuk terus melakukan koreksi internal terhadap ketidak-sempurnaan theologi kita sendiri. Seperti sering dikatakan oleh seorang hamba Tuhan yang diurapi: kritik mungkin adalah bocoran penghakiman Tuhan yang diberikan kepada kita sebelum hari kiamat. Berbahagialah mereka yang tidak autis, karena merekalah yang empunya progresi terus-menerus dalam hidup ini. Hei Mr. K, tadi katanya mau tulis tentang Facebook, kok malah puter-puter di Arminianism - Calvinism lagi sih! Sabar dong Mr. B, ini kan baru introduksi dulu, prolegomena!
K : hmm, saya juga suka tuh mainan lego. Saya juga seorang pro lego, dan kalau saya lagi main, saya belajar untuk tidak semena-mena. Saya adalah seorang penganut prolegomena!
B : Ndak lucu Mr. K L OK, sekarang mari kita melakukan corat-coretan seputar Facebook. Boleh kan?
K : Ya, boleh saja, itu hak asasi Anda, asal ... tolong saya juga diajak ikut main ya. Jangan corat-coret sendiri. Nanti Anda bikin gambaran karikatur lagi.
B : Lho, emangnya kenapa kalau saya mau bikin gambaran karikatur? Boleh juga kan?
K : Ya, kalau Anda mempunyai bakat karikatur sih boleh saja, tapi kalau Anda tidak diberikan Tuhan bakat itu, maka ...
B : Maka apa?
K : Anda yang akan jadi karikaturnya, Mr. B!
B : Tapi kalau saya tidak keberatan dijadikan karikatur?
K : Hmmm, that's interesting. Ya, boleh juga J
B : Sekarang tentang Facebook. Facebook.
K : Ya, terusin aja, jangan bertele-tele!
B : Begini lho, setiap orang itu pada dasarnya narcis! Dia mau mukanya dilihat oleh orang lain.
K : That is a daring thesis, Mr. B!
B : Sudah gitu, dia berpura-pura jadi celebrity di situ, padahal tampang aja juga kagak kesampaian.
K : Mr. B?
B : Lalu dia menikmati ke-‘terkenalan’nya itu, secara autisme tentunya, dengan hyper GR-nya, bahwa semua orang pasti tertarik dengan foto-foto yang dipajangnya, termasuk juga cerita-cerita pribadinya yang dibuat seolah-olah adalah berita halaman utama di koran internasional.
K : Mr. B, Anda mulai keterlaluan di sini.
B : SEBENTAR TOH! BIARKAN SAYA SELESAI GAMBAR KARIKATUR INI DULU, nanti Anda boleh kasih komentar, OK?
K : Astaga, saya baru tahu ternyata Anda juga bisa teriak-teriak gitu ya.
B : Coba bayangkan kenapa namanya Facebook. Adakah DENGKULbook, atau JEMPOLKAKIbook?
K : Oh, Mr. B, I think you forget to drink your medicine today. O ... o ...
B : Mana ada orang yang mau join di DENGKULbook yg persyaratannya adalah tidak boleh mempertontonkan apa pun kecuali dengkul. Anda bisa bayangkan foto dengkul-dengkul dimasukkan ke dalam berbagai macam Album perdengkulan. Dengkul pada pagi hari, pada siang hari, dengkul sebelum tidur, dengkul setelah baru kecentok meja marmer, dengkul lagi diperban, dsb. Coba, siapa yang mau lihat hayo?
K : Wah, Anda benar-benar ngaco ngomongnya, sama sekali tidak aristokratis.
B : Seunik-uniknya dengkul manusia, dan meskipun tidak ada satu dengkulpun yang sama di dunia ini, saya jamin tetap nggak ada yang mau lihat, ya kan?
K : (silence)
B : Ya kan?
K : (repeated silence)
B : Mr. K. Hallloooo ..... Anybody there? OK, kalau begitu, nah sekarang kita berpindah kepada JEMPOLKAKIbook.
K : SUDAH, SUDAH! Tentang jempol kaki ndak usah dibahas lagi, saya kira-kira sudah tahu Anda mau bergerak ke mana. Bisakah kita ngomong sesuatu yang theologis, karena saya ini adalah seorang ‘ahli Taurat.’
B : Semua yang kita bicarakan tadi mempunyai makna theologis Mr. K, sesungguhnya kita ndak bisa membicarakan apa-apa secara benar tanpa perspektif theologis. OK. Sampai mana tadi? Oh ya, tentang jempol kaki.
K : Sudah saya bilang URUSAN JEMPOL KAKI SUDAH SELESAI!
B : OK, OK, OK. Kita juga bisa ngomongin yang lain kalau Anda ndak senang. Seperti tadi saya bilang, dengan Facebook, orang sebenarnya sedang memelihara narcistic spiritnya! Coba Anda juga lihat blog-blog itu, termasuk yang ditulis oleh orang-orang Kristen. Ah, mereka cerita apa saja, sampai kucingnya kesandung pun ditulis di blog coba! Totally autistic and narcistic! Who cares coba? Siapa yang peduli dengan kucingnya? Siapa hayo, siapa?
K : Orang-orang green peace?
B : Hah? Ada ya? Hmm. Gimana kalau saya panggil mereka ke rumah saya?
K : Ada apa ya?
B : Saya bisa memodali mereka untuk membuka peternakan kecoa. Di tempat saya banyak soalnya. Hmm, mudah-mudahan mereka mau ya.
K : Balik ke persoalan Facebook, Mr. B., apa Anda yakin bahwa semua pengguna Facebook adalah seperti yang Anda gambarkan tadi?
B : Tergantung pada kata “semua” itu, maksudnya di sini adalah semua dalam pengertian semua universal atau semua orang pilihan.
K : Hei, kita ndak sedang bahas itu sekarang! So incontext-sensible! OK, sekali lagi ya: Anda yakin tidak bahwa semua pengguna Facebook adalah seperti itu?
B : Saya boleh balik bertanya: Anda yakin tidak bahwa semua pengguna Facebook tidak ada yang punya kecenderungan seperti itu?
K : hmm, ndak tahu, saya belum melakukan perhitungan statistik. Lagipula, saya bukan penganut empirisisme.
B : Kalau begitu, biarlah kalimat itu berbicara. Kalau pun tidak ada yang begitu, ya itu adalah khotbah untuk you Mr. K!
K : gleg (menelan ludah) Tapi, masa Facebook hanya sekadar dimengerti sebagai pameran muka. Gambaran karikatur Anda agaknya terlalu reduktif. Bisakah bahas yang rada berpengharapan?
B : Hmm. Yang rada berpengharapan ya. Sebentar ya, saya natur orangnya pesimis sih. Hmm. Sebentar .... (tiba-tiba keluar lampu seperti pada Mr. Akal) Nah, ini nih! Kata seorang filsuf pertemuan dengan wajah itu membawa kita pada perjumpamaan dengan orang lain. Di situ kita keluar dari kurungan autisme diri sendiri, pecah dari kecenderungan egologi.
K : Egologi? Ekologi maksud Anda?
B : Bukan, egologi.
K : EKologi!!
B : Saya bilang: e g o l o g i.
K : Bukan! E K O L O G I.
B : Nah, ya ini yang namanya autis. Ya persis gini ini! Gak mau mendengarkan orang lain. Ngotot sendiri. Anda kesepian lho kalau hidup begini terus.
K : Kesepian, mengapa?
B : Karena Anda akan mengalami apa yang disebut “alienasi modern.”
K : Alien vs. Monster?
B : Ah, sudahlah! Saya mulai curiga, Anda ini autis atau malah sebenarnya budhek! Kita lanjutkan lagi: perjumpaan dengan wajah sesama itu menuntut suatu tanggung-jawab.
K : Wow, sounds so serious. Apa ini ajaran Kristen ya?
B : Pemikiran itu sebenarnya banyak mengambil dari Perjanjian Lama. Kalau kita baca dari terang Perjanjian Baru di situ kita membaca bahwa kemuliaan Allah terpancar sempurna pada wajah Kristus (2Kor. 4:6). Perjumpamaan dengan wajah Kristus itu juga menuntut suatu tanggung-jawab yang besar: suatu keputusan yang harus diambil.
K : Keputusan apa itu?
B : Keputusan untuk menerima Dia sebagai Pribadi yang merefleksikan kemuliaan Allah secara sempurna atau autis dan tetap tidak mau mendengar apa yang dikatakan oleh-Nya.
K : Apa yang dikatakan oleh-Nya?
B : “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.” (Mat. 11:28)
K : Kelegaan ... Saya letih dalam hidup ini, letih untuk membuktikan diri bahwa saya hebat dan patut dikagumi oleh banyak orang. Saya selalu berusaha untuk tampil sempurna, dengan harapan orang lain boleh menerima saya. Saya pajang foto-foto yang terbaik di Facebook supaya orang memberikan komentar-komentar yang menyanjung saya. Eh, saya malah dikritik kanan kiri, katanya fotonya kurang simetris lah, itu cahayanya datang dari arah yang salah, kenapa ada kucing di situ, dsb dsb. Oh .... mama! (sambil menangis)
B : Hei sudah-sudah. Kita belum selesai pembicaraan kita. Nah, Facebook itu bisa menjadi spiritual exercise.
K : SPIRITUAL EXERCISE? Anda ini memang orang ekstrem, tadi bilang narcis, sekarang spiritual exercise? Itu kontradiksi kan? Atau Anda mau bilang lagi-lagi PARADOX?
B : Bukan, itu bukan paradoks tapi kontradiksi memang. Artinya Anda harus memilih salah satu dan meninggalkan yg lainnya.
K : Saya akan memilih bagian yang baik kalau begitu dan meninggalkan pilihan yang jelek.
B : Kita bisa menggunakan Facebook itu bukan untuk memamerkan our own face, but to see other's face. Perhatikanlah wajah manusia itu, tidakkah itu memancarkan kemuliaan Allah juga?
K : Tergantung, kalau muka orang yang saya suka dan suka saya ya iya, tapi kalau orang yang saya gak suka, ya .... sulit ya membayangkan kemuliaan Allah di situ.
B : Kalau Anda belajar mengasihi orang lain sebagaimana apa adanya, Anda akan semakin melihat pancaran kemuliaan Allah dalam wajah sesama Anda.
K : Really?
B : Ya, bahkan ketika Anda belajar tidak hanya melihat wajah Anda di depan cermin yang sudah bosan melihat wajah Anda.
K : Hei ...
B : Dan mulai belajar untuk memperhatikan wajah sesama Anda beserta dengan segala pergumulan mereka, wajah Anda sendiri juga akan semakin memancarkan kemuliaan Allah.
K : Wow, aesthetically promising ...
B : Keindahan wajah seseorang tidak dinilai dari berapa hebat seseorang merias dirinya sendiri dan mempertontonkannya pada orang lain, melainkan dari berapa dalam dia menatap wajah sesamanya di dalam kasih Kristus. Orang yang mengasihi Allah dengan kasih yang tulus bahkan tidak memperhatikan wajahnya sendiri, dia tidak jaim, dia tidak ada waktu untuk itu karena dia lebih tertarik untuk memperhatikan wajah sesamanya. Dan pada akhirnya, dia sendiri akan diberi pahala untuk melihat kemuliaan Allah muka dengan muka (1Kor. 13:12). Itulah puncak dan akhir dari semua perjalanan rohani kita di dunia ini.
K : Mr. B, kemarin Anda bilang katanya harus ada kaitan antara limited atonement dan Facebook. Gimana itu?
B : Mr. K, limited atonement lain kali aja ya, sekarang sudah larut malam, kemarin I only had some limited sleep, so hari ini I should get some universal sl... I mean ... enough sleep. Lagipula besok adalah saat datang beribadah kepada Tuhan, kita semua akan mencicipi pemandangan wajah Tuhan melalui mata iman kita, let us prepare to enjoy God's special presence tomorrow. Solus Christus, Sola Gloria Dei.



Sumber:
http://groups.yahoo.com/group/METAMORPHE (Sabtu, 25 April 2009; Pkl. 21.25 WIB)




Profil Pdt. Billy Kristanto :
Pdt. Billy Kristanto, Dipl.Mus., M.C.S., Ph.D. (Cand.) lahir pada tahun 1970 di Surabaya. Sejak di sekolah minggu mengambil bagian dalam pelayanan musik gerejawi. Setelah lulus SMA melanjutkan studi musik di Hochschule der Künste di Berlin majoring in harpsichord (Cembalo) di bawah Prof. Mitzi Meyerson (1990-96).
Setelah menamatkan studi musik di Hochschule der Künste di Berlin pada tahun 1996 Pdt. Billy Kristanto melanjutkan post-graduate study di Koninklijk Conservatorium (Royal Conservatory). Beliau melayani sebagai Penginjil Musik di Gereja Reformed Injili Indonesia (GRII) Jakarta sejak Februari 1999 and pada tahun yang sama memulai studi theologi di Institut Reformed. Setelah lulus pada tahun 2002 dengan mendapatkan gelar Master of Christian Studies (M.C.S.) beliau menjabat sebagai Dekan School of Church Music di Institut Reformed Jakarta. Ditahbiskan menjadi pendeta sinode GRII di tahun 2005 beliau saat ini menggembalakan jemaat MRII Berlin, MRII Hamburg, PRII Munich, dan Persekutuan Reformed Stockholm. Saat ini beliau sedang menyelesaikan studi doktoral (Ph.D.–Cand.) di bidang musikologi di Universitas Heidelberg, Jerman. Beliau menikah dengan Suzianty Herawati dan dikaruniai dua orang anak, Pristine Gottlob Kristanto dan Fidelle Gottlieb Kristanto.




Editor dan Pengoreksi: Denny Teguh Sutandio.



Sedikit catatan dari Denny Teguh Sutandio:
Artikel ini harus dicermati dengan bertanggungjawab oleh para pengguna Facebook. Lebih tajam lagi, para pengguna Facebook sebenarnya TIDAK berdosa jika memiliki account Facebook asalkan mereka benar-benar bertanggungjawab secara motivasi, bukan hanya asal nampang.

No comments: