01 December 2008

Roma 12:1: IBADAH SEJATI-1: Mempersembahkan Hidup Bagi Tuhan-1

Seri Eksposisi Surat Roma :
Aplikasi Doktrin-1


Ibadah Sejati-1: Mempersembahkan Hidup Bagi Tuhan-1

oleh: Denny Teguh Sutandio


Nats: Roma 12:1.


Selain kagum dan bersyukur, respon yang tepat terhadap predestinasi adalah bagaimana kita beribadah kepada Tuhan. Apa itu ibadah? Apakah ibadah identik dengan pergi ke gereja? Tidak. Ibadah sejati bukan ibadah fenomenal, tetapi ibadah esensial. Ibadah inilah yang diajarkan Paulus mulai pasal 12 s/d 16 sebagai aplikasi atau respon secara praktis dari doktrin predestinasi.

Dua ayat pertama pada pasal 12 diawali dengan pengajaran penting Paulus tentang konsep ibadah sejati. Di ayat 1, Paulus memaparkan, “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.” Dalam ayat ini, Paulus mendesak jemaat Roma untuk melakukan ibadah sejati. Terjemahan New American Standard Bible (NASB) untuk kata “menasihatkan” adalah kata urge (mendesak). Sedangkan banyak terjemahan Inggris menggunakan kata yang berarti memohon (beseech, plead, dll) Dari struktur bahasa Yunani, kata ini menggunakan bentuk orang pertama, tunggal, waktu sekarang (present), aktif, dan indikatif. Lalu apa signifikansinya dari struktur bahasa Yunani ini? Dari struktur bahasa Yunani ini, kita bisa belajar sebegitu pentingnya dorongan/desakan Paulus ini di dalam beberapa hal:
Pertama, permohonan/desakan Paulus bersifat langsung (bentuk kata ganti orang pertama). Kata “menasihatkan” di sini menggunakan bentuk kata ganti orang pertama. Di dalam bahasa Inggris, kita mengerti contohnya, yaitu penggunaan subjek I, you, dll sebagai bentuk kata ganti orang pertama. Nasihat yang menggunakan bentuk seperti ini adalah nasihat yang langsung ditujukan kepada jemaat Roma agar mereka menunaikan ibadah sejati.
Kedua, permohonan Paulus ini bersifat tunggal. Artinya, nasihat ini berlaku untuk masing-masing individu jemaat Roma, bukan borongan. Dengan kata lain, Tuhan melalui Paulus mengajar masing-masing pribadi jemaat Roma agar mereka masing-masing beribadah dengan konsep yang benar kepada Tuhan. Ibadah sejati bukanlah ibadah borongan, tetapi ibadah pribadi kepada Tuhan (meskipun tentu tetap memerhatikan konsep persekutuan di dalam ibadah).
Ketiga, permohonan ini penting dan berlaku sekarang. Artinya, nasihat ini tidak berlaku untuk waktu mendatang, tetapi sekarang. Dengan kata lain, nasihat ini memiliki tingkat urgensi tinggi. Tuhan melalui Paulus mengingatkan agar jemaat Roma setelah mendapatkan banyak doktrin iman Kristen, mereka langsung mengaplikasikannya ke dalam kehidupan mereka sehari-hari di dalam ibadah. Bagaimana dengan hidup kita? Apakah kita yang sudah banyak belajar theologi, kita makin dingin, kering, statis, dan tidak ada perubahan? Biarlah kita mengoreksi spiritualitas dan praktik hidup kita?
Keempat, permohonan ini bersifat aktif. Aplikasi doktrin bukanlah pasif, tetapi aktif. Aktif di sini harus diartikan bahwa kita bisa melakukan perbuatan/ibadah yang memuliakan Tuhan hanya karena anugerah Allah melalui Roh Kudus. Tetapi jangan salah mengerti dan dibalik bahwa kita tidak berbuat apa-apa dengan alasan menunggu Roh Kudus bekerja di dalam kita. Di sini, uniknya, Paulus menggunakan bentuk aktif di dalam kata “menasihatkan,” berarti nasihat ini harus dilakukan secara aktif, bukan menunggu pimpinan Roh Kudus atau yang lain.

Nasihat ini bukan nasihat saja, tetapi Paulus mengatakan bahwa nasihat ini diberikan demi kemurahan Allah. Kemurahan Allah bisa diterjemahkan belas kasihan Allah (Hasan Sutanto, 2003, hlm. 862). Apa signifikansinya? Nasihat ini yang dikaitkan dengan belas kasihan Allah berarti Paulus ingin menasihati jemaat Roma agar mereka beribadah secara benar kepada Allah dengan mengingat belas kasihan-Nya yang telah memilih dan menetapkan mereka sebagai anak-anak-Nya. Seringkali para pemimpin gereja menasihati jemaatnya untuk memuliakan Tuhan, mereka menasihati sekaligus menakuti mereka dengan murka Allah. Hal ini tidak salah, tetapi itu adalah separuh kebenaran. Paulus mendorong umat Tuhan untuk beribadah secara benar bukan dengan menakuti mereka, tetapi mengingatkan mereka akan belas kasihan-Nya kepada mereka. Hal ini juga berlaku bagi kita saat ini. Ingatlah, Tuhan telah menyelamatkan kita dari jurang kegelapan dan maut dengan mengangkat kita untuk bertemu dengan terang-Nya yang ajaib di dalam Kristus, oleh karena itu, biarlah kasih setia dan belas kasihan-Nya ini mendorong dan memimpin langkah hidup kita untuk makin memuliakan Tuhan selama-lamanya.

Lalu, nasihat apakah yang Paulus berikan sehingga nasihat ini begitu penting? Dari ayat 1, kita belajar beberapa konsep penting tentang makna ibadah sejati:
Pertama, ibadah sejati adalah ibadah totalitas. Seperti yang telah saya kemukakan di atas, ibadah sejati bukanlah ibadah fenomenal, kelihatan aktif di berbagai kegiatan gereja. Ibadah sejati adalah ibadah totalitas, artinya menyeluruh di dalam seluruh aspek hidup kita. Hal ini diajarkan Paulus di dalam ayat ini dengan mengatakan bahwa kita harus mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan/kurban yang hidup. Kata “mempersembahkan” dalam bahasa Yunani bisa diterjemahkan “menyembahkan” (ibid., hlm. 862). Kembali, kata yang dipergunakan di sini menggunakan bentuk aktif. Berarti, ibadah sejati adalah ibadah yang terjadi ketika kita secara aktif mempersembahkan/menyembahkan seluruh hidup kita kepada Tuhan. Itulah arti berserah total. Berserah adalah kita berani menyerahkan seluruh hidup kita dikuasai oleh Kristus sebagai Tuhan, Raja, dan Pemerintah hidup kita. Ketika kita menyerahkan hidup kita, dengan kata lain, kita juga harus berani menyesuaikan hidup kita dengan kehendak Tuhan. Di sini, saya menggabungkan konsep berserah dengan menyangkal diri. Ketika kita berserah, di saat yang sama kita menyangkal diri untuk mengatakan “tidak” kepada kehendak kita dan mengatakan “ya” kepada kehendak-Nya. Hal ini diteladani sendiri oleh penulis surat Roma, yaitu Paulus. Paulus adalah salah satu rasul Kristus yang sudah menyerahkan totalitas hidupnya kepada Kristus (Flp. 1:21), dan di saat yang sama, ia bisa mematikan kehendaknya yang berlawanan dengan kehendak Allah. Kapan Paulus berani mematikan kehendak dirinya sendiri? Ketika Paulus mendapatkan suatu hambatan (baca: 2Kor. 12:7-9). Para penafsir tidak sepakat ketika menafsirkan arti “duri dalam daging” di dalam 2Kor. 12:7 ini. Ada yang menafsirkan penyakit, ada juga yang menafsirkan hambatan/halangan dalam pelayanan Paulus. Intinya hanya satu: tantangan/hambatan dalam pelayanan Paulus (bisa berupa penyakit, dll). Ketika Tuhan menguji Paulus dengan “duri dalam daging”, Paulus pernah berdoa 3x memohon agar Tuhan mencabut duri itu, tetapi Tuhan menolaknya, dan Paulus taat (baca ayat 9-10). Bahkan di dalam penderitaan, Paulus pun dengan berani tetap percaya kepada-Nya (2Tim. 1:12). Biarlah kita meneladani Paulus sebagai rasul Kristus yang telah menjalankan apa yang diajarkannya sendiri di bagain ini. Adalah suatu ketidakmasukakalan jika orang yang menyanyikan “Aku Berserah”, tetapi masih percaya kepada kehendak diri yang lebih baik daripada kehendak Tuhan.

Kedua, ibadah sejati adalah ibadah yang kudus. Bukan saja sebagai kurban/persembahan yang hidup, Paulus juga menasihatkan jemaat Roma agar mereka juga mempersembahkan tubuh mereka sebagai kurban yang kudus. Kudus berarti dipisahkan (separated). Dengan kata lain, dengan mempersembahkan tubuh kita sebagai kurban yang kudus, berarti kita memiliki keunikan yang lain dari dunia ini. Paulus bukan hanya mempersembahkan tubuh/hidupnya sebagai kurban yang hidup, tetapi ia juga mempersembahkan hidupnya sebagai kurban yang kudus. Dari manakah ia mempersembahkan kurban yang kudus itu? Dari Roh Kudus. Roh Kudus yang telah menguduskan hidup Paulus dan umat Tuhan, Ia menuntut kita untuk mempersembahkan tubuh yang telah dikuduskan-Nya itu untuk dipakai memuliakan Tuhan. Kepada jemaat Korintus, Paulus mengajarkan konsep ini di dalam 1Kor. 6:19-20, “Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, --dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!” Melalui dua ayat ini, kita mendapatkan gambaran yang lebih jelas bahwa tubuh kita adalah bait Roh Kudus atau dikuduskan Roh Kudus di dalam penebusan Kristus, sehingga kita harus memuliakan Tuhan melalui tubuh kita. Kata “tubuh” baik di dalam Roma 12:1 maupun 1Kor. 6:19-20 sama-sama menggunakan kata Yunani soma. Karena Roh Kudus yang telah menguduskan tubuh/hidup kita, maka kita harus mempersembahkan tubuh kita sebagai kurban yang kudus bagi-Nya yang berbeda dari dunia.

Ketiga, ibadah sejati adalah ibadah yang menyenangkan Allah. Bukan hanya hidup dan kudus, ibadah sejati adalah ibadah yang berkenan kepada Allah. Kata “berkenan kepada Allah” diterjemahkan oleh Pdt. Hasan Sutanto, D.Th. dalam Perjanjian Baru Interlinear (2003) sebagai “menyenangkan Allah” (hlm. 862). NASB, English Standard Version (ESV), Analytical-Literal Translation (ALT), Geneva Bible, Young’s Literal Translation (YLT), dll menerjemahkannya acceptable to God (dapat diterima/memuaskan bagi Allah). International Standard Version (ISV) menerjemahkannya pleasing to God (menyenangkan Allah). Dengan kata lain, ibadah yang berkenan kepada Allah adalah ibadah yang menyenangkan atau memuaskan Allah. Bagaimana ibadah bisa dikatakan menyenangkan Allah? Ibadah bisa menyenangkan Allah ketika ibadah dilakukan (baik di gereja ataupun kehidupan sehari-hari) bukan memuliakan diri, tetapi memuliakan Tuhan (God-centered worship). Ibadah yang memuliakan diri adalah ibadah yang menggunakan segala cara untuk menyenangkan diri sebagai objek dan subjek ibadah. Ini dilakukan oleh orang-orang kafir di dalam Alkitab. Mereka beribadah untuk mencari keuntungan. Tetapi ibadah yang berpusat pada Allah yang menyenangkan-Nya adalah ibadah yang memuliakan Dia saja (Soli Deo Gloria). Bukan hanya ibadah, pelayanan kita kepada Tuhan pun juga demikian. Di dalam pelayanan, pelayanan yang menyenangkan Allah adalah pelayanan yang berpusat dari Allah, oleh Allah, dan bagi Allah saja (Rm. 11:36). Sehingga pelayanan yang berpusat pada Allah adalah pelayanan yang tidak mencari keuntungan sendiri. Di dalam 2Kor. 2:17, Paulus menyatarkan konsep pelayanan palsu vs sejati, “Sebab kami tidak sama dengan banyak orang lain yang mencari keuntungan dari firman Allah. Sebaliknya dalam Kristus kami berbicara sebagaimana mestinya dengan maksud-maksud murni atas perintah Allah dan di hadapan-Nya.” Di dalam ayat ini, Paulus memaparkan pelayanan yang palsu adalah pelayanan yang mau cari untung sendiri, sedangkan pelayanan yang menyenangkan Allah adalah pelayanan yang memuliakan-Nya dengan memberitakan firman Tuhan dengan murni dan jujur sesuai apa yang difirmankan-Nya. Di dalam pelayanan firman, jangan pernah mengkompromikan kebenaran firman Tuhan. Ketika firman Tuhan berbicara keras kepada jemaat, sebagai hamba-Nya yang memberitakan firman-Nya, kita harus tegas dan keras berbicara dengan murni sesuai apa yang difirmankan-Nya di dalam Alkitab. Jangan pernah membuatnya lunak atau bahkan menghapuskannya. Teladanilah Paulus yang tidak segan-segan menuding kemunafikan Petrus (Gal. 2:11-14). Semua itu dilakukan Paulus karena ia mau melayani dengan kemurnian hati dan ia tidak suka melihat kemunafikan. Ingatlah, kalau Paulus membenci kemunafikan, apalagi Tuhan, Ia lebih membenci hamba-Nya yang munafik yang memperhalus berita firman Tuhan yang keras, tetapi Ia memuji hamba-Nya yang setia, taat dan jujur menyampaikan berita firman Tuhan yang keras. Itu yang Tuhan melalui Paulus ajarkan di dalam 2Kor. 2:17 ini. Ingatlah, jangan pernah mengukur konsep pelayanan dari kuantitas, tetapi kualitas apakah pelayanan itu God-centered atau man-centered. Biarlah kita menyelidiki motivasi sedalam-dalamnya hati kita tentang konsep pelayanan kita yang kita jalani.
Lalu, bagaimana kita menjalankan ibadah dan pelayanan yang memuliakan Tuhan? Sebuah slogan terkenal dari Rev. Dr. John S. Piper adalah, “God is most glorified in us when we are most satisfied in Him.” (=Allah paling dimuliakan di dalam kita ketika kita dipuaskan di dalam-Nya). Seolah-olah, slogan ini antroposentris, tetapi jika diselidiki kita menemukan kelimpahan maknanya. Dr. Piper menegaskan bahwa Allah itu paling dimuliakan di dalam kita BUKAN ketika kita (merasa) dipuaskan saja, tetapi dipuaskan DI DALAM Dia. Artinya, Allah itu sebagai sumber kepuasan ultimat yang di dalam-Nya kita menemukan anugerah, belas kasihan, kebenaran, keadilan, kejujuran, dll, dan di dalam Dia saja kita semakin memuliakan-Nya. Ini mirip dengan jawaban pertanyaan di dalam Katekismus Singkat Westminster Pasal 1 yang mengajar bahwa tujuan hidup manusia adalah untuk memuliakan Allah dan menikmati-Nya selama-lamanya. Jadi, ibadah dan pelayanan yang memuliakan Allah adalah ibadah dan pelayanan yang menikmati Allah. Bagaimana menikmati Allah? Apakah suatu pengalaman ekstase yang tidak sadarkan diri? TIDAK! Menikmati Allah adalah menikmati Pribadi Allah dan firman-Nya. Menikmati Pribadi Allah berarti ada suatu pengenalan yang mendalam tentang Pribadi Allah. Paulus menikmati Pribadi Allah, sehingga ia berani mengatakan bahwa hidup baginya adalah Kristus dan mati adalah keuntungan (Flp. 1:21). Seorang yang tidak pernah menikmati Allah tak akan pernah mungkin mengatakan hal seagung itu. Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita berani mengatakan seperti Paulus bahwa hidup kita adalah Kristus di mana Kristus bertahta dan bertitah mutlak dalam hidup kita? Kedua, menikmati Pribadi Allah tidak bisa dilepaskan dari menikmati firman-Nya. Kita baru bisa mengenal Allah dengan benar melalui firman-Nya, Alkitab. Ibadah dan pelayanan kita tidak pernah menyenangkan Allah ketika ibadah dan pelayanan kita tidak didasari oleh konsep firman Tuhan yang beres. Berapa banyak kita melihat kekacauan konsep pelayanan? Saya sendiri memperhatikan bahwa banyak orang yang mengklaim diri “melayani Tuhan,” tetapi sayangnya, ia aktif melayani Tuhan tanpa mengenal Pribadi yang dilayaninya. Mereka sibuk melayani sebagai panitia retret, kebaktian, KKR, seminar rohani, dll, tetapi ketika firman diberitakan pada saat acara-acara tersebut, dijamin kebanyakan mereka langsung mengambil posisi “saat teduh” (alias tidur). Mengapa? Karena mereka mau melayani “Tuhan”, tetapi tidak mau belajar firman Tuhan untuk lebih mengenal Pribadi yang mereka layani. Mari kita merombak konsep pelayanan kita. Ingatlah, ketika kita melayani Tuhan, perhatikanlah siapa yang kita layani dan kenalilah Pribadi yang kita layani itu melalui firman Tuhan. Pelayanan tidak bisa dilepaskan dari firman Tuhan. Pelayanan yang mengabaikan konsep kebenaran firman Tuhan adalah pelayanan yang sia-sia dan antroposentris (berpusat kepada manusia), dan tentu saja, Tuhan muak dengan pelayanan tersebut, karena kita sebenarnya sedang melayani diri kita sendiri, bukan Tuhan (meskipun kita menggunakan topeng “Tuhan”). Bertobatlah dan introspeksilah diri kita masing-masing.


Dari ayat 1 ini saja kita banyak memperoleh berkat dari firman Tuhan tentang apa arti ibadah dan pelayanan sejati. Biarlah kita dikoreksi oleh kebenaran firman Tuhan ini sehingga konsep ibadah dan pelayanan kita makin menyenangkan dan memuliakan-Nya selama-lamanya. Amin. Solus Christus. Soli Deo Gloria.

No comments: