04 November 2008

Matius 11:28-30: MARILAH KEPADA-KU-2

Ringkasan Khotbah: 20 Agustus 2006

Marilah Kepada-Ku (2)
oleh: Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.

Nats: Mat. 11:28-30


Kita telah memahami sebelumnya bahwa selama orang hidup di bawah kuasa penaklukkan dosa, orang akan mengalami kelelahan atau fatigue. Hanya kembali pada Tuhan barulah orang dapat terlepas dari kondisi fatigue; Tuhan akan memberi kelegaan. Ketika orang berjalan keluar dari rencana Tuhan, sesaat ia merasa nikmat dan nyaman sampailah orang sampai pada kegagalan, orang sudah fatigue barulah orang sadar kalau selama ini ia telah jauh melangkah, ia telah melakukan hal yang sia-sia. Marilah kepada-Ku yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu (Mat. 11:28). Hari ini kita merenungkan arti dari berbeban berat atau over burden. Kata berbeban berat berasal dari kata fortizo artinya beban lebih yang dikenakan pada sesuatu benda atau makhluk hidup. Dalam bahasa Indonesia, kata “fortizo“ ini sangat mirip dengan kata “forsir.“ Seperti seekor keledai yang membawa beban berat yang melebihi kekuatannya karena begitu beratnya sampai akhirnya ia terjatuh dan mati.
Setelah kejatuhan, dunia mulai mengeluarkan semak duri, onak dan permusuhan, manusia harus berpeluh dan bekerja untuk mencari nafkah, itulah sebabnya orang tidak pernah lepas dari burden. Namun orang tidak mau bersusah payah, manusia yang licik mengembangkan prinsip passive income, orang lain yang disuruh bekerja untuk mendatangkan keuntungan baginya, ia harus menanggung beban, yaitu menafkahi dua orang sekaligus. Alkitab menegaskan barangsiapa yang tidak mau bekerja maka ia tidak boleh makan. Ada dua macam burden yang ditanggung manusia: 1) burden yang harus ditanggung oleh setiap orang Kristen karena ia menjalankan rencana dan kehendak Tuhan. Kuk yang kita tanggung tersebut adalah kuk yang Tuhan pasang akan tetapi kuk itu enak dan beban pun menjadi ringan, 2) burden milik kita sendiri dan celakanya, terkadang tanpa kita sadari, kita menanggung beban orang lain. Dan yang lebih celaka lagi, kita telah bersusah payah dan berjerih lelah mengerjakan dan menanggung beban itu tapi ternyata, tidak mendapatkan pahala yang ada justru kecelakaan dan kebinasaan. Beda halnya, kalau kuk yang kita pikul itu kuk Tuhan, selain terasa ringan, kita akan mendapatkan pahala. Hati-hati, secara pelan namun pasti dunia global berproses masuk dalam kondisi over burden dan kalau kita tidak kembali pada Tuhan, kita akan hancur.
Beberapa aspek yang menjadikan kita sangat berbeban berat, over burden antara lain:
1. Iri hati
Jiwa iri muncul karena orang tidak sadar, tidak dapat mengukur sampai batas mana kemampuannya tapi ia ingin menjadi seperti orang lain. Maka dapatlah dibayangkan akibatnya, ia pasti akan sangat berbeban berat. Ketika kita melihat kemampuan orang lain dan kita dapat melakukannya itu berarti kita memang mempunyai talenta di bidang itu tapi kalau kita sudah berusaha sekuat tenaga tetapi ternyata kita tidak dapat melakukannya maka kita tidak perlu iri hati, itu berarti Tuhan tidak memberikan talenta di bidang itu. Celakanya, kita tidak sadar diri tapi malah menjadi marah dan memandang orang lain sebagai ancaman. Kuk orang lain kita pasangkan ke diri kita, kita menanggung burden orang lain dan setelah berlelah-lelah ternyata, kita tidak mendapatkan pahala karena apa yang kita kerjakan itu semata-mata hanya dorongan ambisi dan iri hati.
Pada setiap orang, Tuhan memberikan talenta, ada orang yang mendapat 1 talenta, 2 talenta, ada yang 5 talenta. Tugas kita adalah mengembangkan talenta yang Tuhan berikan itu secara maksimum, kita kerjakan untuk Tuhan pasti kita tidak akan merasa terbeban dan yang lebih indah kita mendapat pahala. Menjadi murid Kristus, bukan berarti kita tidak ada beban. Tidak! Beban itu tetap ada hanya bedanya, beban yang Tuhan berikan itu pas dan sesuai dengan kekuatan kita dengan demikian kita tidak merasa berbeban berat. Dunia modern sengaja memacu kita dengan semangat kompetisi, kita dipacu untuk menjadi seperti orang lain; jiwa manipulatif juga selalu diajarkan oleh dunia maka tidaklah heran kalau hidup kita selalu over burden. Biarlah kita mengevaluasi diri, apakah jiwa iri hati itu ada dalam diri kita? Buanglah rasa iri hati itu secepatnya, jangan biarkan kita menjadi over burden.
2. Sombong
Adalah natur manusia berdosa yang tidak mau hidupnya diatur oleh Tuhan. Manusia lebih suka jalan menurut aturannya sendiri padahal aturan manusia itu sifatnya uji coba atau trial and error. Kalau orang mau taat, berjalan menurut apa yang menjadi jalan Tuhan maka semua akan berjalan indah, kita tidak perlu buang tenaga, waktu dan pikiran untuk hal-hal yang tidak perlu. Inilah sikap manusia berdosa yang tak ubahnya seperti anak kecil yang sok tahu dan sok pintar ingin mencoba segala sesuatunya sendiri, tidak mau menuruti perkataan orang tua sampai suatu titik dimana ia mengalami kesulitan barulah ia sadar kalau dirinya bukanlah siapa-siapa. Jangan biarkan hidupmu menjadi trial and error, jangan biarkan keluarga kita menjadi trial and error. Mengerjakan segala sesuatu dengan uji coba akan membuat kita menanggung beban yang seharusnya tidak perlu kita tanggung, over burden; banyak hal yang harus kita korbankan padahal seharusnya kita tidak perlu berkorban untuk hal itu. Setelah hancur lebur barulah orang sadar dan mau kembali pada Tuhan. Sungguh sangatlah indah hidup manusia kalau berada dalam pimpinan Tuhan. Kalau kita mau berandai-andai, seandainya hari itu, Hawa taat pada Tuhan maka hari ini kita tidak akan mengalami penderitaan. Hawa mencoba melakukan trial and error dan ternyata Hawa salah.
Hidup taat dan membiarkan diri dipasang kuk oleh Tuhan akan menjadikan hidup kita terasa nyaman dan indah karena Tuhan tahu sampai dimana batas kemampuan kita mengangkat beban; Allah yang berdaulat tidak menjadikan kita sebagai ajang uji coba. Biarlah dengan rendah hati kita datang kepada Kristus sebab hanya dengan mengenal Anaklah kita dapat mengenal Bapa di Sorga. Sayangnya, manusia tidak mau mengenal Anak dan Bapa, manusia ingin berjalan sendiri. Dalam kesombongan dan keegoisan manusia berusaha dan berjuang sendiri, manusia ingin menunjukkan bahwa ia bisa melakukan segala sesuatunya sendiri. Sadarlah kita mempunyai keahlian tertentu, kita pandai maka semua itu adalah karunia dari Tuhan dan ingat, di atas kita masih ada orang lain yang lebih hebat dari kita, jadi janganlah engkau sombong. Kita hanyalah manusia terbatas, kita tidak tahu apa yang terjadi di depan kita maka hal inilah seringkali menjadikan kita salah. Memikul kuk Tuhan tidak akan menjadikan kita over burden. Hendaklah kita senantiasa mau belajar dan diajar oleh Tuhan.
3. Hidup Tidak Seimbang
Keseimbangan dapatlah digambarkan seperti orang yang memikul beban dengan menggunakan sebatang kayu maka supaya beban itu terasa ringan, ia harus tahu titik seimbang yang tepat. Dapatlah dibayangkan apa jadinya kalau kita memikul beban tapi tidak pada titik yang tepat tentunya beban yang kita bawa akan terasa berat. Demikian juga halnya dengan hidup manusia kalau kita overloaded di satu bidang maka kita akan kehilangan yang lain, itu justru menjadikan keseimbangan hidup kita pincang. Itulah mulainya muncul masalah. Perhatikan, pengertian seimbang disini bukan sama rata atau membagi sama antara jam di pekerjaan, keluarga maupun gereja. Tidak! Tapi tergantung beban yang ada, waktu harus diatur sedemikian rupa untuk mencapai titik keseimbangan. Tiga aspek yang perlu kita perhatikan supaya mencapai suatu titik keseimbangan dalam hidup, yakni: 1) spiritualitas, kehidupan pelayanan, 2) keluarga, 3) dunia profesi. Jika salah satu bagian lebih berat dari yang lain maka hal itu akan menimbulkan masalah dan akhirnya kita menjadi over burden.
Manusia sangat terbatas; manusia tidak tahu dimana titik keseimbangannya. Hanya Tuhan tahu sampai dimana titik keseimbangan kita karena itu, hendaklah kita menyerahkan hidup kita sepenuhnya untuk diatur Tuhan. Namun manusia tidak mau taat, manusia merasa diri bijak untuk mengatur hidupnya sendiri akibatnya terjadi over burden. Janganlah kita merasa puas diri ketika segala sesuatu berjalan baik justru itu waktunya bagi kita untuk mengevaluasi diri, benarkah semua itu sudah berjalan seimbang atau jangan-jangan itu hanya kita sendiri yang menganggapnya demikian. Orang baru tersadar ketika beban itu sudah mencapai titik kulminasi dan meledak, ternyata titik keseimbangan itu tidak tercapai. Apalah artinya kita sukses di dunia profesi kalau keluarga kita hancur. Pertanyaannya adalah bagaimana kita mencapai keseimbangan hidup? Hanya dengan berserah pada pimpinan Tuhan yang berdaulatlah barulah tercapai titik keseimbangan itu, hidup menjadi indah. Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat , Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang... dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak (Mat. 11:28-30).
4. Hidup Tidak Harmoni
Hidup yang harmonis ini sangatlah indah, bagaikan sebuah simfoni yang merdu. Menata sebuah orkestra untuk membentuk sebuah simfoni ini tidaklah mudah. Bayangkan, kalau dalam suatu orkestra hanya ada sebuah alat musik saja tentulah alunan musik yang terdengar kurang indah demikian juga halnya kalau banyak alat musik tetapi semua memainkan nada-nada yang berlainan, yang terdengar justru suara disharmoni yang kacau balau. Kalau disuruh memilih antara satu alat musik atau banyak alat musik tapi disharmoni pastilah orang lebih memilih mendengarkan sebuah alat musik. Ironisnya, hari ini manusia suka sesuatu yang disharmoni, chaos karena chaos merupakan ekspresi jiwa manusia berdosa. Sebagai contoh, orang lebih suka mendengarkan musik aliran keras daripada musik klasik, orang lebih suka membaca buku-buku filsafat Nietzsche daripada membaca Alkitab. Hal ini menunjukkan betapa rusaknya dunia ini. Kristen sejati seharusnya memancarkan keindahan, hidup menjadi suatu pujian, salmos di hadapan Tuhan.
Hidup di dunia penuh dengan warna dan kompleksitas dan Tuhan menginginkan supaya masalah yang kompleks ini menjadi suatu harmoni yang indah dengan demikian kita tidak menjadi over burden. Keharmonisan hidup akan kita dapatkan kalau kita mau kembali pada Firman Tuhan. Namun sangatlah disayangkan, dunia tidak menyadari hal ini dan orang tidak mau kembali pada Firman karena menganggap diri lebih pandai dan bijak dari Tuhan. Orang tidak sadar bahwa apa yang mereka teorikan tidak dapat dijalankan dalam kehidupan sehari-hari atau dengan kata lain telah terjadi disharmoni. Biarlah kita kembali pada Firman, kita mau dibentuk oleh Firman maka hidup kita akan bahagia. Merupakan suatu kesalahan paling fatal kalau kita menjadikan kebahagiaan sebagai tujuan hidup.Kekristenan bukan melihat kebahagiaan di titik akhir tetapi bahagia itu sekarang. Hidup Kekristenan bukan mengejar bahagia, tujuan hidup bukanlah kebahagiaan sebab ketika kita mengejar bahagia justru pada saat itu kita merasa tidak bahagia. Tujuan hidup kita adalah memuliakan Tuhan disana barulah kita merasakan kebahagiaan. Jadikanlah seluruh aspek hidup kita terarah kepada Tuhan, hidup akan sangat bahagia; bagaikan sebuah orkestra yang dipimpin seorang konduktor maka akan menghasilkan simfoni indah. Satu-satunya konduktor yang terbaik adalah Tuhan Allah sendiri.
5. Serakah
Manusia cenderung ingin sesuatu yang lebih tapi tidak mau mengukur diri. Orang tidak sadar bahwa segala sesuatu yang berlebihan itu justru mendatangkan celaka. Satu hal yang perlu kita ingat, janganlah kekurangan yang ada itu menjadikan kita ingin memiliki sesuatu yang bukan seharusnya menjadi milik kita sebab itu malah menjadikan kita over burden. Kalau Tuhan memberikan pada kita 2 talenta maka kita harus mengembangkannya menjadi 2 talenta lagi tapi manusia serakah, tidak puas dengan 2 talenta. Inilah sifat manusia berdosa yang selalu tidak pernah puas. Keserakahan disini bukan hanya secara materi saja tetapi serakah disegala bidang seperti: jabatan, emosi termasuk dalam spiritualitas. Pertanyaannya kenapa manusia serakah? Kenapa manusia ingin mendapatkan segala sesuatu yang lebih dan lebih? Di tengah dunia tidak ada satu pun manusia yang dapat menentukan sampai sebatas mana porsi setiap manusia. Cobalah mulai hari ini kita belajar menyangkal diri dengan menekan segala keinginan kita sekaligus belajar untuk tidak menjadi serakah. Manusia tidak pernah puas dengan apa yang ada pada dirinya hari ini.
Biarlah kita meneladani Paulus yang mencukupkan diri dalam segala keadaan dengan demikian kita tidak akan mudah digoyahkan oleh situasi dunia yang semain kacau. Tuhan ingin supaya kita mengerjakan segala sesuatu yang menjadi kehendak Tuhan bukan menurut keinginan kita dengan demikian kita tidak akan over burden. Keserakahan akan terbatas kalau seluruh standar dikembalikan pada Tuhan. Tuhanlah yang tahu sampai batas mana standar kita, sampai batas mana kita merasa cukup dan sampai batas mana kita merasa kurang. Biarlah kita mengevaluasi diri kita apakah saat ini kita merasa berbeban berat, over burden? Biarlah seluruh hidup kita hanya untuk menggenapkan rencana Tuhan maka kita akan mencapai titik maksimum dan kita tidak merasa berbeban berat. Kembalilah pada Tuhan, Tuhan telah menyediakan kuk yang pas untuk setiap kita. Amin

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)
Sumber:

No comments: