03 September 2008

Roma 10:9-11: "ISRAEL" SEJATI ATAU PALSU-10: Percaya Kepada Kristus-1

Seri Eksposisi Surat Roma :
Doktrin Predestinasi-9


“Israel” Sejati atau Palsu-10 :
Percaya Kepada Kristus-1

oleh: Denny Teguh Sutandio


Nats: Roma 10:9-11


Setelah mempelajari tentang sentralitas Kristus di dalam pembenaran oleh iman di ayat 5 s/d 8, maka kita akan merenungkan tiga ayat (9 s/d 11) berkenaan dengan pengajaran Paulus tentang percaya kepada Kristus pada bagian 1.

Setelah menjelaskan firman iman di ayat 8 yang menunjuk pada Kristus, maka Paulus menjelaskan respon selanjutnya di ayat 9 s/d 11 yaitu percaya kepada Kristus. Seringkali kita sudah banyak belajar theologia khususnya doktrin Kristus (Kristologi), tetapi apakah setelah kita mempelajari doktrin itu, kita sampai pada respon akhir yaitu menTuhankan Kristus dan menjadikan Dia sebagai Tuhan dan Raja dalam hidup kita? Itu adalah suatu komitmen dan keputusan hidup. Hal inilah yang diajarkan Paulus di ayat 9, “Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan.” Mayoritas Alkitab terjemahan Inggris menerjemahkan “mengaku” dengan kata confess (=mengakui), sedangkan beberapa terjemahan memakai kata say (=mengatakan), knowledge (=mengakui/mengetahui), declare (=menyatakan). Terjemahan yang lebih tepat adalah confess, dan kata ini menggunakan kata kerja aktif di dalam struktur bahasa Yunani. Kata confess ini berkaitan erat dengan confession (=pengakuan iman). Berarti kita bukan sekadar mengetahui banyak tentang Kristus, tetapi mengaku dengan mulut sebagai suatu pengakuan iman. Kredo itu sangat penting di dalam Kekristenan, tanpa kredo, iman Kristen pasti kacau. Albert Barnes dalam Albert Barnes’ Notes on the Bible menafsirkan kredo/pengakuan ini sebagai public declaration (pernyataan {kepada} publik), berarti iman kita harus berani dinyatakan secara publik. Jamieson, Fausset and Brown Commentary mengaitkan “mengaku dengan mulutmu” dengan perintah Tuhan Yesus di dalam Matius 10:32, “Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan Bapa-Ku yang di sorga.” dan perkataan Yohanes di dalam 1 Yohanes 4:15, “Barangsiapa mengaku, bahwa Yesus adalah Anak Allah, Allah tetap berada di dalam dia dan dia di dalam Allah.” Tetapi sayangnya, banyak gereja Protestan mainline yang mempertahankan kredo hanya sebagai ucapan mantra yang kosong dan tak berarti, karena berita mimbar di gereja mereka mengajarkan hal-hal yang justru bertentangan dengan kredo yang mereka ucapkan setiap Minggu, seperti mengajarkan tentang “theologia” religionum yang sangat bertentangan dengan Pengakuan Iman Rasuli. Sebaliknya, di banyak gereja Karismatik/Pentakosta, kredo sudah dihilangkan, mengapa? Alasannya sangat pragmatis, “tidak ada ‘roh kudus’”, “terlalu kaku”, “membatasi ‘roh kudus’”, dan alasan-alasan klise lainnya yang tidak berdasar apapun! Sudah saatnya, Kekristenan harus bertobat! Kredo atau pengakuan iman sangat dibutuhkan di segala zaman. Kalau kita mempelajari sejarah penyusunan pengakuan iman, kita memperhatikan bahwa kredo ini disusun untuk melawan bidat-bidat yang menyerang gereja. Pengakuan Iman Nicea disusun untuk melawan bidat Arianisme yang mengajarkan bahwa Allah itu hanya satu Pribadi (melawan Trinitas). Lalu, apa makna kredo di zaman postmodern yang semakin menggila ini ?
Pertama, kredo sebagai fondasi dasar iman Kristen yang harus dipegang. Di zaman postmodern, ilahnya bukan lagi rasio, tetapi relativisme dan perasaan. Tidak heran, filsuf F. Schleiermacher mengajarkan bahwa agama itu adalah feeling absolute dependency (perasaan kebergantungan mutlak). Filsafat ini diterapkan di dalam banyak Kekristenan kontemporer sekarang dengan dukungan psikologi modern yang atheis. Ketika Kekristenan dan agama hanya sebagai suatu perasaan, maka dengan mudahnya, Kekristenan diruntuhkan dan diserang dengan berbagai bidat. Di zaman postmodern, bidat itu adalah Unitarianisme (bentuk modern dari Arianisme), selain itu ada Sabellianisme dalam bentuk modernnya yang mengajarkan bahwa Allah Trinitas itu bukan keberapaan Allah tetapi kebagaimanaan Allah. Di tengah maraknya bidat yang mengancam Kekristenan, sudah saatnya Kekristenan menegakkan kredo atau pengakuan iman yang melawan semua bidat dan menegakkan iman Kristen kembali di atas dasar Alkitab. Hal ini diimplikasikan di dalam 2 kalimat pertama dalam Pengakuan Iman Rasuli, “Aku percaya...” Ketika 2 kalimat pertama ini diucapkan, berarti itulah iman kita, iman yang eksklusif di tengah zaman postmodern yang mengilahkan segala sesuatu adalah sama, dan iman itu bukan iman yang kosong, tetapi iman yang berdasar dan bertanggungjawab, mengapa ? Karena di dalam Alkitab, kita belajar bahwa iman di dalam Allah Trinitas adalah anugerah Allah, bukan jasa baik manusia yang pura-pura kelihatan “baik”.
Kedua, kredo sebagai dasar pembentukan paradigma Kristen. Kredo bukan hanya sebagai dasar iman Kristen yang harus dipegang di tengah maraknya bidat dan relativisme di abad postmodern ini, kredo juga berfungsi sebagai dasar pembentukan paradigma Kristen yang Alkitabiah. Dengan kata lain, kredo sangat berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari, baik dalam pendidikan, ekonomi, sosial, politik, hukum, dll. Dengan demikian, adalah anggapan yang sangat tidak bertanggungjawab jika ada orang (dosen/guru) “Kristen” yang mengajarkan bahwa agama/iman dan ilmu tidak ada hubungannya. Anggapan ini jelas sangat tidak Alkitabiah dan jelas melawan Allah (melawan inkarnasi Allahà Allah menjadi manusia, dan juga melawan dwi natur Kristus à Kristus bernatur Ilahi dan manusia) secara tidak langsung. Kredo sebagai dasar pembentukan paradigma Kristen berarti kredo mempengaruhi, mengawasi, mengkritik, menghakimi dan membentuk seluruh kehidupan Kristen. Misalnya, pada kalimat awal Pengakuan Iman Rasuli dikatakan, “Aku percaya kepada Allah, Bapa yang Mahakuasa, Khalik langit dan bumi”, berarti kita percaya bahwa Allah menciptakan langit dan bumi. Dengan dasar kredo ini, kita membentuk ilmu biologi dan menolak segala bentuk evolusi maupun evolusi theistik yang ditegaskan oleh salah seorang pakar fisika terkemuka di Indonesia dengan ide “mestakung”. Kemudian, dikatakan “dan kepada Yesus Kristus, Anak-Nya yang Tunggal, Tuhan kita, ...” Kredo ini juga mengajar bahwa Kristus adalah Tuhan dan juga Allah, sehingga barangsiapa yang menolak keTuhanan Kristus dan menganggap-Nya hanya sebagai salah satu jalan keselamatan, guru sosial, pendiri agama, dll, ajaran itu harus dinyatakan bidat, karena melawan Pengakuan Iman Rasuli !

Iman bukan sekadar pengetahuan doktrinal atau pengucapan kredo saja, tetapi iman juga menyangkut percaya di dalam hati. Itulah yang diajarkan Paulus di ayat 9b, “percaya dalam hatimu” Kata “percaya” dalam bahasa Yunaninya bisa berarti mempercayakan diri (believe in/entrust) dan kata kerja ini menggunakan bentuk aktif di dalam struktur bahasa Yunani. Sungguh menarik, kedua kata kerja baik “mengaku dengan mulutmu” dan “percaya dalam hatimu” sama-sama menggunakan bentuk kata kerja aktif di dalam struktur bahasa Yunani. Hal ini menunjukkan bahwa kedua kata kerja ini bukan tindakan pasif, tetapi tindakan aktif yang meresponi anugerah Allah dan respon ini pun dapat dilakukan karena anugerah Allah yang mendahului respon manusia. Hal ini akan dibahas pada ayat-ayat selanjutnya di bagian setelah ini. Kembali, di ayat 9b, kita belajar bahwa iman bukan sekadar untuk diucapkan, tetapi keluar dari hati yang beriman. Iman adalah masalah hati, bukan sekadar masalah perkataan, penglihatan, pendengaran, dll. Percuma saja, seorang yang mengaku diri Kristen, melayani “tuhan”, ikut sekolah theologia, belajar banyak buku theologia, tetapi dia sebenarnya tidak pernah memiliki iman yang sejati yang keluar dari hati. Paulus sengaja memasukkan unsur hati, karena unsur inilah yang hilang di dalam orang-orang Yahudi. Seperti kita ketahui, orang-orang Yahudi baik Farisi maupun Saduki adalah orang-orang yang belajar Taurat sejak kecil, menghafal Taurat bahkan berani mengajar Taurat. Tetapi sayangnya mereka tidak memiliki hati yang beriman dan mengasihi Tuhan dan firman-Nya. Mereka hanya menghafal dan mengajar Taurat secara rasio, tidak secara hati, akibatnya, Tuhan Yesus menegur mereka sebagai orang munafik (Matius 23). Mereka pintar mengajar orang untuk mematuhi Sabat dan menghukum mereka yang tidak menjalankan Sabat, tetapi di sisi lain, mereka justru berlaku munafik di hari Sabat. Oleh karena itulah, Paulus mengungkit masalah hati yang paling utama, karena dari hati, keluar segala sesuatu, baik perkataan, tindakan, sifat, dll. Hal ini diajarkan oleh Tuhan Yesus sendiri di dalam Matius 15:18-20a, “Tetapi apa yang keluar dari mulut berasal dari hati dan itulah yang menajiskan orang. Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat. Itulah yang menajiskan orang.” Berbicara mengenai masalah hati yang tidak dimiliki oleh orang Yahudi (Farisi dan ahli Taurat), Tuhan Yesus juga berbicara di pasal yang sama di ayat 7-9, “Hai orang-orang munafik! Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu: Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia."” Ketika hati seseorang beres dan murni di hadapan Tuhan, maka seluruh perkataan, tindakan, dll beres dan memuliakan Allah, sebaliknya jika hati seseorang busuk, maka perkataan, tindakan, dll pasti busuk dan menghina Allah. Jangan pernah terkecok dengan slogan-slogan dunia yang lebih memperhatikan hal-hal eksternal ketimbang internal. Tuhan mengajar kita untuk memperhatikan hati, bukan penampilan! Mengapa? Karena Tuhan sudah muak dengan penampilan bahkan penampilan orang-orang yang berjubah agama, tetapi hatinya jauh dari-Nya. Marilah kita periksa hatilah. Sudahkah kita beriman dari dalam hati kita? Ataukah iman kita hanya ditunjukkan di dalam perkataan tanpa disertai hati yang tulus? Mari kita belajar dari pendiri theologia Reformed yaitu Dr. John Calvin yang mengatakan bahwa hatinya dipersembahkan kepada Tuhan dengan tulus dan murni. Itulah iman sejati.

Lalu, kita percaya dan mengaku apa? Di ayat 9c, Paulus mengatakan tentang inti iman, “Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan.” Inilah inti iman Kristen yang mutlak TIDAK bisa dijumpai di dalam agama-agama dan filsafat-filsafat lain ! Pertanyaannya, mengapa tiba-tiba Paulus langsung mengajarkan inti iman Kristen yaitu kebangkitan Kristus ? Mengapa ia tidak mengajar tentang inkarnasi, kematian, dll ? Di sini, saya menafsirkan dua alasan penting,
Pertama¸ kebangkitan Kristus adalah peristiwa historis. Ketika kita kembali memperhatikan konteks dan latar belakang penulisan Surat Roma, kita akan belajar bahwa surat ini ditulis kepada orang-orang Yahudi, meskipun juga kepada orang-orang Yunani (dan kepada kita secara tidak langsung). Di dalam kepercayaan Yahudi sejak zaman Tuhan Yesus sampai sekarang, Yesus bukan Mesias, dan mereka menganggap Yesus hanya manusia biasa, sehingga sampai sekarang, orang-orang Yahudi masih menunggu kedatangan Mesias. Mengapa demikian ? Karena mereka melihat Kristus tidak datang seperti (tidak memenuhi) impian mereka, sebagai raja dunia, lengkap dengan senjata dan tentara, dll yang mampu mengusir Romawi yang menjajah Israel. Mereka mengetahui keluarga Tuhan Yesus, mereka juga mengakui kematian-Nya di Golgota, tetapi yang tidak mereka akui adalah kebangkitan-Nya. Tidak heran, ketika Kristus dikabarkan bangkit dari kematian, para imam kepala berunding, menyogok para serdadu dengan mengatakan bahwa Kristus tidak bangkit, murid-murid-Nya yang mencuri mayat-Nya di malam hati ketika para serdadu tidur (Matius 28:11-15). Yang lebih menarik, Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) memberikan judul perikop dalam ayat 11-15 ini adalah “Dusta Mahkamah Agama”. Ketiga kata dalam judul perikop ini sangat unik dan hendak menyatakan bahwa seorang yang berjubah agama pun berani berdusta supaya fitnahannya tentang Kristus terbukti (bahwa Kristus memang mati akibat dosa dan tidak pernah hidup lagi), padahal mereka lah yang mengajarkan agar orang Yahudi melakukan Taurat. Suatu kekonyolan dan kontradiksi paradigma yang aneh. Oleh karena itulah, Paulus mengatakan bahwa inti iman Kristen sejati adalah kebangkitan Kristus. Lalu, mengapa Paulus mengatakan bahwa Allah membangkitkan Yesus ? Apakah berarti Kristus tidak memiliki kuasa sehingga Allah Bapa perlu membangkitkan-Nya ? Itulah tuduhan para penganut Unitarian yang masih menamakan diri mereka “Kristen”. Benarkah demikian ? TIDAK. Di dalam Perjanjian Baru, kita mendapati beberapa ayat Alkitab yang jelas-jelas menunjukkan bahwa Kristus bangkit, yaitu Roma 15:12, “Dan selanjutnya kata Yesaya: "Taruk dari pangkal Isai akan terbit, dan Ia akan bangkit untuk memerintah bangsa-bangsa, dan kepada-Nyalah bangsa-bangsa akan menaruh harapan."” (KJV, “And again, Isaiah saith, There shall be a root of Jesse, and he that shall rise to reign over the Gentiles; in him shall the Gentiles trust.”) dan 1 Tesalonika 4:14, “Karena jikalau kita percaya, bahwa Yesus telah mati dan telah bangkit, maka kita percaya juga bahwa mereka yang telah meninggal dalam Yesus akan dikumpulkan Allah bersama-sama dengan Dia.” (KJV, “For if we believe that Jesus died and rose again, even so them also which sleep in Jesus will God bring with him.”) Dengan kata lain, Yesus dibangkitkan dan Yesus bangkit tidak memiliki signifikansi apapun, karena kedua pernyataan ini dipakai secara bergantian. Memisahkan dua pernyataan ini dengan sengaja membuktikan bahwa kaum Unitarian TIDAK percaya bahwa Alkitab itu satu kesatuan dan tidak mungkin ada kontradiksi di dalamnya.

Kedua, kebangkitan Kristus adalah pusat kehidupan iman Kristen. Iman Kristen tanpa kebangkitan Kristus adalah sia-sia, sebagaimana dikatakan Paulus di dalam 1 Korintus 15:14, “Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu.” Dengan mengajar bahwa Kristus tidak bangkit, berarti iman Kristen akan rontok. Itulah agenda “penting” yang sedang diluncurkan oleh negara Indonesia dengan dukungan dari agama mayoritas, kaum “theologia” liberal (istilah kerennya “theologia” religionum), dan kroni-kroninya yang sengaja tidak mempercayai kebangkitan Kristus dan menghapus momen Paskah di dalam kalender di seluruh Indonesia, agar iman Kristen direndahkan sebagaimana Kristus direndahkan (mati tanpa bangkit). Kristus yang mati tanpa bangkit BUKANlah berita Injil! Jangan sekali-kali percaya kepada “injil” sosial (social “gospel”) yang telah, sedang dan akan meracuni Kekristenan di abad postmodern! Itu “injil” palsu dan barangsiapa yang memberitakan “injil” palsu selain dari Injil yang diberitakan Paulus tentang kematian dan kebangkitan Kristus, maka orang itu harus dikutuk (baca: Galatia 1:6-8). Jangan mempercayai novel isapan jempol dari si Dan Brown gila Da Vinci Code atau film Jesus Tomb, dll. Mereka semua adalah antikris dan “nabi-nabi” palsu yang kelak akan dihakimi oleh Tuhan jika mereka tidak segera bertobat!

Ayat 9 dijelaskan kembali dan dirangkumkan oleh Paulus dengan ayat 10, “Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan.” Ayat ini berbicara tentang dua hal.
Pertama, iman berkaitan dan bersumber dari hati. Dari hati, umat pilihan-Nya beriman dan orang yang beriman itu pasti dibenarkan. Kata “dibenarkan” ditafsirkan oleh Pdt. Hasan Sutanto, D.Th. di dalam Perjanjian Baru Interlinear (2003) sebagai “menghasilkan status yang dibenarkan.” (hlm 854) Berarti, ketika kita beriman, di saat itupula kita (sudah) dibenarkan dan sudah mendapatkan status yang baru yaitu sebagai manusia baru (ingat, pertobatan dan iman terjadi sebagai respon terhadap kelahiran baru yang dikerjakan Roh Kudus), karena iman kita BUKAN berasal dari kebaikan kita yang memilih Tuhan, tetapi karena anugerah Allah yang telah memilih kita sebelum dunia dijadikan. Dengan kata lain, keselamatan di dalam Alkitab adalah keselamatan BUKAN karena perbuatan baik, tetapi HANYA melalui iman di dalam Kristus saja yang merupakan anugerah Allah. Menolak doktrin pembenaran melalui iman berarti menolak anugerah Allah, dan juga menolak seluruh inti berita Alkitab, serta menjunjung tinggi otoritas manusia yang “baik” di atas Allah. Masih layakkah orang yang menolak doktrin pembenaran melalui iman saja disebut “Kristen” yang berarti pengikut Kristus??!! Tuhan menyelidiki hati kita, apakah masih dijumpai-Nya hati yang beriman ataukah hati kita masih men“tuhan”kan pasangan, harta, kedudukan, dll kita yang lebih “berharga”?

Kedua, iman juga keluar dari hati dan diucapkan di mulut. Pernyataan kedua dalam ayat 10 ini berkata bahwa dengan mulut, orang mengaku dan diselamatkan. King James Version menerjemahkan, “with the mouth confession is made unto salvation.” (=dengan mulut, pengakuan/konfesi dibuat menuju/menghasilkan keselamatan). Terjemahan KJV ini agak lebih baik, karena mengatakan bahwa dengan mulut, keluarlah pengakuan iman menuju (menghasilkan) keselamatan. Ayat 10 ini nanti diulang di ayat 13. Oleh karena itu, mengerti ayat 13 TIDAK boleh dipisahkan dari mengerti ayat 10. Banyak pemimpin gereja yang beraliran Injili dan kontemporer mengkhotbahkan bahwa barangsiapa yang mengaku Yesus Tuhan, dia akan diselamatkan. Ajaran ini sekilas tampak baik, tetapi esensinya tidak bertanggungjawab. Apa arti mengaku Yesus sebagai Tuhan, lalu diselamatkan? Di dalam ayat 10, Paulus menjelaskan bahwa dengan mulut, orang mengaku dan pada saat yang sama, ia diselamatkan, tetapi jangan lupa, pernyataan ini didahului dengan pernyataan bahwa dengan hati, orang percaya dan dibenarkan. Dengan demikian, mulut bukanlah hal yang penting, tetapi hati. Ketika hati sudah benar-benar beriman, maka mulut pasti beres dan memuliakan Tuhan dengan cara memberitakan Injil, menyaksikan Kristus, dll. Berarti, ada korelasi penting antara hati dan mulut. Kedua, mengutip perkataan Pdt. Dr. Stephen Tong, mengaku Yesus sebagai Tuhan lalu diselamatkan harus dimengerti di dalam latar belakang penulisan Surat Roma, di mana surat ini ditulis oleh Paulus dan ditujukan bagi orang-orang Kristen yang mengalami penderitaan di Roma yang pada waktu itu ditetapkan suatu perintah bahwa penduduk Roma tidak boleh menyembah siapapun kecuali Kaisar Roma sebagai wujud “allah”. Pada saat itulah, Paulus menguatkan iman orang Kristen bahwa meskipun mereka harus mati karena mengaku Yesus sebagai Tuhan, mereka pasti diselamatkan. Di sini, ada korelasi antara pengakuan secara mulut tentang Kristus sebagai Tuhan dan harga yang harus dibayar (mati). Sayangnya, iman yang banyak dimiliki oleh orang “Kristen” sangat dangkal, tidak keluar dari hati, apalagi dinyatakan keluar melalui mulut kita dengan memberitakan Injil. Bukan hanya malu mengatakan Injil, kita malas dan enggan melakukannya, mengapa? Karena didasari oleh suatu paradigma atheis, “agama dan ilmu tidak ada hubungannya”, maka hampir semua pendidikan di sebuah lembaga pendidikan yang mengaku diri “Kristen” sudah membuang unsur Tuhan di dalamnya dan bahkan sengaja membuang unsur Tuhan, bahkan SENGAJA melarang anak-anak didik atau mahasiswa untuk membahas tentang Tuhan di dalam perkuliahan/pelajaran. Itukah citra diri orang yang mengaku diri “pendidik Kristen” ??!! Maukah kita bertobat dari hal-hal demikian?


Hati yang beriman dan mulut yang mengaku benar-benar bahwa Kristus adalah Tuhan itulah yang layak disebut Percaya di dalam Dia dan di ayat 11, Paulus mengatakan, “Karena Kitab Suci berkata: "Barangsiapa yang percaya kepada Dia, tidak akan dipermalukan."” Kalimat “tidak akan dipermalukan” ditafsirkan oleh Pdt. Hasan Sutanto, D.Th. di dalam Perjanjian Baru Interlinear (2003) sebagai “tidak akan dipermalukan dan dikecewakan.” (hlm 854) Atau dengan kata lain, barangsiapa yang mempercayakan diri kepada Kristus, ia tidak akan dipermalukan dan dikecewakan. Ayat ini dikutip dari Yesaya 28:16 (bandingkan Roma 9:33), “sebab itu beginilah firman Tuhan ALLAH: "Sesungguhnya, Aku meletakkan sebagai dasar di Sion sebuah batu, batu yang teruji, sebuah batu penjuru yang mahal, suatu dasar yang teguh: Siapa yang percaya, tidak akan gelisah!” Kata “gelisah” dalam KJV diterjemahkan haste (=tergesa-gesa), dan di dalam Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS) diterjemahkan “menyerah kalah”. Ketika kita memperhatikan konteks Yesaya 28:16, kita mempelajari bahwa janji TUHAN ini diberikan kepada pemimpin-pemimpin Yerusalem ketika penderitaan datang. Ada perbedaan kata antara Yesaya 28:16 dan Roma 10:11, di mana di dalam Yesaya 28:16 memakai kata “gelisah” dan di Roma 10:11 memakai kata “dipermalukan”. Apakah ini kesalahan pengutipan yang dilakukan Paulus ? TIDAK. Meskipun ada perbedaan kata, tetapi hampir tidak ada perbedaan yang terlalu signifikan, karena kata “gelisah” dan “tidak dipermalukan” hampir mirip dalam konteks yang sama juga. Di dalam Yesaya, para pemimpin Yerusalem sedang ketakutan dan kebingungan menghadapi penderitaan dan serangan dari bangsa lain, oleh karena itu janji TUHAN menguatkan mereka bahwa dengan percaya (mempercayakan diri) kepada TUHAN, mereka tidak akan gelisah dan bersama-Nya, mereka pasti menang. Di dalam Roma 10:11, ketika umat-Nya sedang menghadapi marabahaya di kota Roma, janji Tuhan tetap berlaku, barangsiapa yang percaya kepada-Nya (Kristus), ia tidak akan dipermalukan dan dikecewakan, artinya mereka tidak perlu gelisah menghadapinya, karena ada Tuhan bersama dan menyertai mereka senantiasa. Dengan kata lain, orang yang mempercayakan dirinya kepada Tuhan Yesus tidak akan gelisah, kuatir, dipermalukan dan dikecewakan. Apakah berarti mereka hidup sukses, kaya, berkelimpahan harta, dll? TIDAK! Itu bukan ajaran Alkitab. Maksud dari ayat ini adalah ketika kita dengan segenap hati mempercayakan diri dan iman kita hanya kepada-Nya, di saat itu pula, Tuhan akan menjamin hidup kita : meskipun harus menderita, Ia akan menguatkan kita, meskipun penyakit datang, Ia akan menyembuhkan kita menurut kehendak-Nya atau memberi kekuatan kepada kita untuk menghadapinya. Hal ini dikatakan baik di dalam Perjanjian Lama maupun di Perjanjian Baru.

Di PL, pemazmur menulis di dalam Mazmur 1:1-3, “Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil.” Di dalam Amsal 3:5-6, firman Tuhan berkata, “Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu.” Dan di dalam Yeremia 17:5,7, nabi Yeremia berkata, “Beginilah firman TUHAN: "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN! … Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!”

Di dalam Perjanjian Baru, Tuhan Yesus mengajar, “Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu."” (Matius 5:10-12) Berbicara tentang penderitaan yang akan diterima oleh para rasul-Nya (dan juga kita), Tuhan Yesus mengingatkan dan menghibur kita di dalam Matius 10:16-20, “"Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati. Tetapi waspadalah terhadap semua orang; karena ada yang akan menyerahkan kamu kepada majelis agama dan mereka akan menyesah kamu di rumah ibadatnya. Dan karena Aku, kamu akan digiring ke muka penguasa-penguasa dan raja-raja sebagai suatu kesaksian bagi mereka dan bagi orang-orang yang tidak mengenal Allah. Apabila mereka menyerahkan kamu, janganlah kamu kuatir akan bagaimana dan akan apa yang harus kamu katakan, karena semuanya itu akan dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga. Karena bukan kamu yang berkata-kata, melainkan Roh Bapamu; Dia yang akan berkata-kata di dalam kamu.” Lalu, di dalam pengutusan misi, Tuhan Yesus juga menguatkan para rasul (dan kita juga), “Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” (Matius 28:20) Rasul Paulus di dalam 2 Timotius 1:12 menguatkan Timotius, “Itulah sebabnya aku menderita semuanya ini, tetapi aku tidak malu; karena aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin bahwa Dia berkuasa memeliharakan apa yang telah dipercayakan-Nya kepadaku hingga pada hari Tuhan.” Selain itu, di dalam Ibrani 2:18, penulis Ibrani juga mengingatkan kita, “Sebab oleh karena Ia sendiri telah menderita karena pencobaan, maka Ia dapat menolong mereka yang dicobai.” Kekuatan inilah yang menolong dan menguatkan kita di dalam pencobaan dan penderitaan. Meskipun Tuhan tidak pernah menarik penderitaan yang harus dilalui oleh umat pilihan-Nya, Ia tetap memberkati, memimpin dan menguatkan umat-Nya ketika menghadapi penderitaan.

Orang yang mempercayakan diri dan imannya kepada Kristus, ia tidak akan takut lagi, kuatir, cemas, gelisah, malu, kecewa, dll, karena di dalam Kristus, ada pengharapan dan kehidupan sejati yang tidak akan bisa ditemukan di dalam agama, filsafat, kebudayaan apapun.


Hari ini, izinkan saya menantang Anda, jika Anda belum menerima Kristus, saya bertanya, ke manakah arah hidup Anda? Akankah Anda menemui pengharapan dan kehidupan sejati atau justru Anda menemukan jalan buntu yang tak berpengharapan? Sudah saatnya, melalui anugerah Allah, bertobatlah dan terimalah Kristus sebagai satu-satunya Tuhan dan Juruselamat pribadi dalam hidup Anda, maka Anda akan diterima menjadi anak-anak-Nya dan mengalami hidup yang berkelimpahan meskipun harus menghadapi penderitaan dan ancaman. Maukah Anda bertobat dan menerima Kristus ? Amin. Soli Deo Gloria.

No comments: