23 September 2008

Roma 10:18-21: "ISRAEL" SEJATI ATAU PALSU-13: Percaya atau "Percaya"-2

Seri Eksposisi Surat Roma:
Doktrin Predestinasi-12


“Israel” Sejati atau Palsu-13:
Percaya atau “Percaya”-2


oleh: Denny Teguh Sutandio


Nats: Roma 10:18-21


Setelah mempelajari pengajaran Paulus tentang realita percaya sejati vs “percaya” di ayat 16 dan 17, sekarang kita akan mempelajari bersama di bagian kedua tentang hal ini yang dikaitkan dengan kedaulatan Allah dan predestinasi-Nya di ayat 18 s/d 21.

Ayat 16 dan 17, Paulus memaparkan bahwa tidak semua orang yang mengaku diri percaya sungguh-sungguh adalah orang percaya, karena yang dinamakan orang percaya adalah orang yang percaya melalui pendengaran Firman Kristus (ayat 17). Pertanyaan selanjutnya, kalau ada yang tidak percaya kepada Kristus, apakah berarti mereka tidak pernah mendengar tentang Dia? TIDAK. Hal ini dipaparkan Paulus di ayat 18 (dan ayat-ayat selanjutnya—19 s/d 21).
Di ayat 18, Paulus mengatakan, “Tetapi aku bertanya: Adakah mereka tidak mendengarnya? Memang mereka telah mendengarnya: "Suara mereka sampai ke seluruh dunia, dan perkataan mereka sampai ke ujung bumi."” Inilah yang sering kali dilontarkan oleh banyak orang (mungkin juga orang “Kristen), yaitu, orang yang tidak percaya kepada Kristus berarti orang itu tidak pernah mendengar Firman atau tentang Dia, sehingga tidak boleh disalahkan. Anggapan ini jelas ditolak Paulus. Di ayat ini, ia mengutip Mazmur 19:5, “tetapi gema mereka terpencar ke seluruh dunia, dan perkataan mereka sampai ke ujung bumi.” King James Version menerjemahkan ayat ini di ayat 4 (Psalm 19:4), “Their line is gone out through all the earth, and their words to the end of the world.” Konteks Mazmur 19 sedang membicarakan tentang kemuliaan Tuhan dalam pekerjaan tangan-Nya dan Taurat-Nya (baca Judul Perikop Mazmur 19 di Alkitab LAI). Diawali dengan ayat 2 yang menyatakan bahwa langit dan cakrawala memberitakan kemuliaan Allah dan pekerjaan tangan-Nya. Berarti, ciptaan Allah secara tidak langsung menyatakan bahwa Allah itu ada dan mulia serta menciptakan (bdk. Roma 1:20). Di dalam theologi Reformed, hal ini dikenal dengan wahyu umum Allah yang diberikan kepada semua manusia. Dan respon terhadap wahyu umum Allah ini berupa agama dan kebudayaan. Tetapi apakah cukup dengan wahyu umum Allah saja? TIDAK. Mulai Mazmur 19:8, Daud menyatakan bahwa Allah menyatakan diri-Nya secara khusus dalam bentuk Taurat kepada orang Israel, sehingga mereka lebih mengerti Pribadi-Nya ketimbang agama-agama lain yang hanya mampu meresponi penyataan umum Allah berupa alam. Dari konteks ini, kita belajar bahwa bangsa Israel bukan tidak mendengar Firman Allah, karena mereka telah mendengar dan belajar firman-Nya. Tetapi apakah mereka yang mendengar dan belajar firman-Nya membuktikan bahwa mereka umat pilihan-Nya? Di dalam Geneva Bible Translation Notes, hal ini dipertanyakan, “if calling is a testimony of election, were not the Jews called?” (=jika panggilan adalah suatu kesaksian pemilihan, mengapa orang-orang Yahudi tidak dipanggil?) lalu diakhiri dengan konklusi bahwa orang Yahudi memang tidak pernah dipanggil. Sungguh unik apa yang Paulus ajarkan di bagian ini. Perhatikan. Bangsa Israel mendapat penyataan Allah secara khusus (meskipun belum sempurna, karena perlu Perjanjian Baru), tetapi uniknya, di Roma 9-11, Paulus menyatakan bahwa mereka sebenarnya tidak semua dipilih dan dipanggil, mengapa? Apakah karena mereka tidak pernah mendengar Firman? TIDAK! Itu tergantung pada kedaulatan Allah yang memilih siapa pun menjadi umat-Nya, bukan karena seberapa dalam kita mendengar, belajar dan mengerti Firman Allah. Dengan kata lain, bangsa Israel telah menyia-nyiakan anugerah Allah yang telah menyatakan diri-Nya secara khusus kepada bangsa Israel. Bagaimana dengan kita? Kita sering kali menganggap bahwa semua orang Kristen adalah anak Allah, yang lebih bahaya lagi, jika kita menemukan ada orang Kristen yang aktif, rajin, giat beribadah dan melayani Tuhan, kita langsung mengatakannya sebagai anak Tuhan. Benarkah? Ingatlah bagian ini, tidak semua orang yang mengaku mendengar Firman/Injil, bahkan belajar dan mengerti Firman benar-benar umat pilihan-Nya. Jangan pernah terkecoh oleh penampilan luar seseorang, perhatikanlah esensinya. Biarlah pelajaran bangsa Israel yang tidak semuanya dipilih ini menjadi pelajaran bagi kita, untuk semakin jeli dan teliti membedakan manakah orang Kristen yang sungguh-sungguh percaya dan yang tidak meskipun mengklaim diri sudah mendengar Firman berkali-kali. Selain itu, kita diajar juga untuk mengintrospeksi diri masing-masing. Mungkin kita telah sering mendengar Firman/Injil, belajar Firman Allah, dll, apakah itu benar-benar mengubah hidup kita atau kah kita hanya menjadikan studi tersebut ssebagai bahan untuk menambah pengetahuan theologi yang tanpa implikasi di dalam kehidupan kita sehari-hari? Reformed theology harus berkaitan dengan Reformed spirituality.


Apakah bangsa Israel yang telah mendengar Firman benar-benar membuktikan mereka semua adalah umat pilihan-Nya? TIDAK. Hal ini dipaparkan Paulus dengan tajam dan jelas di dalam 3 ayat, 19 s/d 21.
Di ayat 19, Paulus menyatakan, “Tetapi aku bertanya: Adakah Israel menanggapnya? Pertama-tama Musa berkata: "Aku menjadikan kamu cemburu terhadap orang-orang yang bukan umat dan membangkitkan amarahmu terhadap bangsa yang bebal."” Di sini, Paulus langsung menyatakan bahwa meskipun bangsa Israel sudah sering mendengar dan bahkan belajar Taurat, tetapi realitanya mereka banyak yang membangkang dan tidak pernah menaati Taurat. Hal ini dilihat dari kekejian mereka di hadapan Allah dengan menyembah patung-patung sebagai “allah”. Paulus mengungkapkan bagian ini dengan mengutip Ulangan 32:21, “Mereka membangkitkan cemburu-Ku dengan yang bukan Allah, mereka menimbulkan sakit hati-Ku dengan berhala mereka. Sebab itu Aku akan membangkitkan cemburu mereka dengan yang bukan umat, dan akan menyakiti hati mereka dengan bangsa yang bebal.” Konteks Ulangan 32 ini adalah sebuah nyanyian Musa ketika ia mau mati (baca: Ulangan 31:14, 30). Nyanyian ini sekaligus menjadi sebuah pengajaran yang mengajak umat Israel bertobat sungguh-sungguh dan tidak lagi menyembah ilah lain, karena Allah adalah Allah yang cemburu yang tidak ingin diri-Nya dinomerduakan (bdk. Keluaran 20:3-6). Atas kebebalan Israel, maka Allah membalas Israel dengan membuat Israel cemburu melalui tindakan-Nya yang tidak mengasihi Israel, malahan mengasihi orang-orang non-Israel. Tuhan mau menunjukkan bahwa kasih dan kedaulatan-Nya ditunjukkan bukan hanya bagi orang-orang Israel, tetapi untuk semua orang yang telah dipilih-Nya. Ini juga menjadi pelajaran berharga bagi kita. Ada dua pelajaran berharga,
Pertama, kesetiaan. Kita sering kali menjadi orang Kristen sudah lama bahkan sudah melayani di gereja, tetapi anehnya bukan Allah yang kita sembah dan layani, tetapi diri kita, uang, dll. Motivasi di balik setiap pelayanan banyak orang yang mengaku diri “Kristen” bahkan “pemimpin gereja” adalah untuk menonjolkan diri sebagai orang yang paling hebat, seolah-olah tanpa mereka, gereja dan Injil tidak bisa berkembang. Dengan kata lain, kita telah menjadikan diri kita dan sesuatu yang lain sebagai “allah” dan menggeser posisi otoritas Allah. Melalui ayat ini, kita diingatkan Paulus tentang makna kesetiaan. Tuhan menuntut kesetiaan kita, bukan seberapa aktif kita melayani atau berkhotbah. Amsal 20:6 berkata, “Banyak orang mengaku dirinya adalah kawan, tetapi yang betul-betul setia, sukar ditemukan.” Terjemahan yang lebih tepat adalah banyak orang mengaku kepada orang lain bahwa dia itu baik (teman), tetapi orang yang setia, siapa yang dapat menemukannya? Perhatikan terjemahan KJV, “Most men will proclaim every one his own goodness: but a faithful man who can find?” Kata “faithful” dalam bahasa Ibrani dapat diartikan dapat dipercaya (trustworthiness) yang berkaitan dengan kesetiaan (faithful) dan kebenaran (truth). Tuhan tidak menginginkan kita menjadi teman semua orang, setuju dengan semua orang apakah pendapat orang tersebut benar atau salah (pandangan orang postmodern), tetapi Tuhan menuntut kita SETIA! Setia seperti apa? Setia kepada Kebenaran dan Allah! Itu tantangan orang Kristen sejati di abad postmodern yang terlalu mudah “melacurkan” iman Kristen dengan semua paradigma filsafat manusia berdosa. Kalau kita sudah belajar banyak tentang Firman-Nya, setiakah kita menTuhankan Kristus dan menjadikan Firman-Nya sebagai satu-satunya otoritas kebenaran yang memerintah hidup kita? Ataukah kita malahan menjadikan firman-Nya tidak berotoritas, atau berotoritas hanya untuk masalah-masalah tertentu yang menurut rasio kita cocok dan membuang sisanya dengan argumentasi “theologis”, misalnya bagian ini bukan Firman Allah (hanya tulisan Paulus, Petrus, dll)? Tuhan TIDAK membutuhkan argumentasi theologis yang Anda (atau kita) pelajari di bangku seminari theologi, tetapi Tuhan menuntut kita setia dan patuh pada apa yang telah difirmankan-Nya. Setia belajar Firman, setia juga dalam menundukkan diri di bawah Firman (siap dikoreksi oleh Firman) dan setia juga lah dalam menjadi saksi Kristus melalui pemberitaan Injil dan perbuatan kita sehari-hari. Itulah kesetiaan yang Tuhan tuntut: kesetiaan holistik.
Kedua, kedaulatan Allah dan predestinasi-Nya. Kepada orang yang setia, Ia mengasihi mereka, tetapi kepada orang yang tidak setia bahkan berani mempermainkan-Nya, Ia tidak segan-segan menghukum mereka. Contoh jelas yang Ia tunjukkan dalam hal ini adalah Israel. Dalam hal ini, Israel telah dipilih Allah, tetapi bukan sebagai suatu bangsa, melainkan sebagai kaum pilihan. Ini yang Paulus jelaskan di Roma 9-11 yang membukakan pikiran orang Israel di Roma tentang arti umat pilihan Allah. Ketika ada umat pilihan-Nya berdosa, Ia menegur mereka dan menghukum mereka, tetapi kepada orang-orang yang jelas tidak dipilih-Nya, Ia membiarkan mereka. Hal ini dibukakan lebih jelas ketika Paulus membahas dengan mengutip PL bahwa Allah membuat Israel cemburu dengan menjadikan orang-orang dari bangsa lain juga sebagai umat-Nya. Tindakan Allah ini TIDAK dilakukan setelah Ia mengetahui kebebalan Israel, tetapi sebelumnya, karena Ia adalah Allah yang berdaulat yang tentu mengetahui apa yang akan terjadi kelak. Tindakan-Nya ini adalah kedaulatan-Nya yang berhak memilih siapa pun untuk menjadi umat-Nya. Ini menjadi pelajaran berharga bagi kita. Jangan kira semua orang Kristen adalah anak Tuhan, justru mungkin sekali ada beberapa orang-orang yang non-Kristen telah dipilih-Nya untuk menjadi anak-Nya, tetapi sekarang memang belum waktunya mereka mendengar Injil. Tinggal tunggu waktu Tuhan, banyak orang non-Kristen, mungkin yang dulu menganiaya Kristus dan Kekristenan, akan dipimpin Roh Kudus menuju kepada Injil dan menjadi anak-anak-Nya yang sejati yang percaya di dalam Kristus. Kalau sampai Tuhan melakukan hal ini, kita perlu berhati-hati dan mengintrospeksi diri. Mengapa? Karena jika Tuhan melakukan hal ini, apa yang terjadi pada Israel terulang kembali, yaitu Ia hampir jarang menemukan orang Kristen yang setia dan taat pada-Nya dan Firman-Nya, sebaliknya mungkin sekali Ia banyak menemukan orang yang mengaku diri “Kristen”, “melayani” di gereja, bahkan tidak sedikit para “pemimpin gereja” ternyata para pendusta dan munafik yang kelihatan percaya kepada Allah dan Alkitab, tetapi ternyata percaya pada rasio dan keinginan mereka. Berhati-hatilah dan waspadalah! Ingatlah, iblis sedang merajalela di abad postmodern ini dengan beragam filsafat dunia yang mulai meracuni Kekristenan pelan namun pasti. Sudahkah kita dipanggil untuk tetap setia dan memberitakan Injil kepada mereka yang belum percaya? Percayalah, di dalam penginjilan, Roh Kudus akan menyertai kita, dan Allah akan memanggil umat-Nya untuk mendengar Injil dan meresponinya dengan sungguh-sungguh bertobat sebagai bukti bahwa mereka adalah umat pilihan-Nya sejati.

Lebih dalam lagi, di ayat 20-21, dengan mengutip Yesaya 65:1-2, Paulus memaparkan kedaulatan Allah dan predestinasi-Nya bagi orang-orang non-Israel (dan beberapa orang Israel), “Dan dengan berani Yesaya mengatakan: "Aku telah berkenan ditemukan mereka yang tidak mencari Aku, Aku telah menampakkan diri kepada mereka yang tidak menanyakan Aku." Tetapi tentang Israel ia berkata: "Sepanjang hari Aku telah mengulurkan tangan-Ku kepada bangsa yang tidak taat dan yang membantah."” Yesaya 65 diberi judul oleh LAI, Jawab Allah: Hukuman bagi orang berdosa dan keselamatan bagi orang saleh. Judul ini tepat, karena pasal ini jelas membedakan dua macam reaksi Allah kepada manusia, yaitu berkat dan keselamatan bagi mereka yang setia dan hidup di jalan-Nya, sedangkan hukuman berat bagi mereka yang tidak setia dan memberontak. Di ayat 1, Yesaya mengungkapkan bahwa Allah melakukan tiga hal kepada bangsa yang justru tidak mencari Dia, yaitu: memberi petunjuk, berkenan ditemukan dan menyatakan diri-Nya secara langsung. Paulus memberi tafsiran pada Yesaya 65:1 sebagai orang-orang non-Israel. Ini adalah berkat dan keselamatan Allah bagi umat pilihan-Nya yang bukan dari Israel. Sebaliknya, tentang orang-orang Israel yang mengaku diri umat pilihan Allah, justru Allah mengatakan bahwa Ia akan mengulurkan tangan-Nya untuk menghukum mereka. Dan di ayat selanjutnya, Allah berfirman bahwa Israel adalah bangsa yang menyakitkan hati-Nya dengan beribadah kepada ilah lain (ayat 3, 7). Tetapi puji Tuhan, di dalam keadilan dan murka-Nya, Ia tetap mengasihi umat-Nya, dari semua bangsa Israel, Allah berkenan memilih beberapa orang daripadanya untuk dijadikan umat pilihan-Nya (ayat 8-10). Dan sisa dari orang-orang yang tidak dipilih-Nya akan mendapatkan celaka dengan sendirinya (ayat 11-16). Bagaimana dengan kita? Kedua ayat ini memberi pelajaran penting bagi kita.
Pertama, Allah mencari manusia. Dari dua ayat yang Paulus paparkan dan dari Yesaya 65:1-2 yang dikutip Paulus, kita belajar bahwa Allah lah yang mencari manusia. Ia berkenan menunjukkan jalan dan menyatakan diri-Nya kepada manusia yang bahkan tidak mencari Dia. Perhatikan kontras di Yesaya 65:1 antara karya Allah yang aktif dan karya manusia yang pasif (Aku telah berkenan ... kepada orang yang tidak menanyakan Aku, dst). Kontras ini jelas menyatakan bahwa manusia yang berdosa TIDAK pernah bisa mencari Allah (Roma 3:10-11), tetapi justru Allah lah yang mencari manusia dan menyelamatkan mereka yang terhilang (umat pilihan-Nya). Tuhan Yesus berkata di dalam Injil Yohanes 15:16, “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu.” Bukan kita yang memilih Allah, tetapi Allahlah yang memilih kita bahkan sebelum dunia dijadikan (Roma 8:29-30; Efesus 1:4a; 2:1-8), supaya kita hidup memuliakan Allah dengan menghasilkan buah yang memuliakan-Nya (Yohanes 15:16b; Roma 8:30; Efesus 1:4b; 2:10). Baru setelah kita menghasilkan buah, kita mendapatkan hak kita, yaitu meminta kepada Bapa dalam nama Kristus (tentu berkaitan dengan usaha menghasilkan buah bagi-Nya) dan kita akan menerimanya. Tetapi banyak ajaran “Kristen” saat ini membalik konsep ini dan mengajar bahwa sebut, tuntutlah dan mintalah kepada Allah, Ia pasti mengabulkan permohonanmu, karena kamu adalah anak-anak Raja. Mereka terus mendengungkan untuk mengklaim hak kita (seolah-olah Allah pernah berutang sesuatu, sehingga perlu diklaim), tetapi mereka hampir tidak pernah berbuah bagi kemuliaan-Nya. Konsekuensi dan akibat dari Allah mencari dan memilih manusia adalah kita sebagai manusia diwajibkan tanpa paksa untuk berbuah bagi Allah dan bukan sebaliknya (kita berbuat baik bagi Allah, baru Allah mencari dan memilih kita). Inilah bedanya gereja dan theologi yang berpusat pada Allah (Theosentris) vs gereja dan theologi yang berpusat pada otonomi manusia berdosa (antroposentris). Manakah yang Anda pilih?

Kedua, kasih dan keadilan Allah. Allah adalah Allah yang Mahakasih sekaligus Mahaadil. Kita belajar konsep ini dari Alkitab. Memisahkan atribut Allah ini berarti memisahkan dan tidak mengerti dan mengenal Pribadi Allah. Seluruh PL dan PB secara integratif memaparkan bahwa Allah yang mengasihi juga Allah yang menghukum dan mengadili mereka yang berdosa. Begitu pula sebaliknya, di dalam keadilan dan murka-Nya, Ia menunjukkan kasih-Nya kepada sisa-sisa dari manusia berdosa sehingga mereka mendapatkan dan mengalami kasih-Nya. Konsep ini bukan sekadar konsep di dalam wilayah theologi, tetapi juga berimplikasi pada kehidupan kita sehari-hari. Konsep kasih dan keadilan Allah mengakibatkan kita tidak lagi hidup mempermainkan Allah dengan tidak hormat, sekaligus di sisi yang sama, kita tetap menikmati anugerah dan pemeliharaan Allah sambil bersyukur. Biarlah konsep di dalam Yesaya 65:1-2 ini mengajar kita untuk makin setia dan taat kepada Allah bukan karena terpaksa tetapi sebagai respon ucapan syukur kita karena kita telah diselamatkan oleh-Nya melalui anugerah penebusan di dalam Kristus Yesus, Tuhan dan Juruselamat kita yang agung.


Kita telah merenungkan tiga ayat mengenai perbedaan jelas antara konsep percaya vs “percaya” dengan melihat teladan dari Israel dan non-Israel (bukan sebagai bangsa). Sudahkah kita hari ini mau berkomitmen untuk tidak lagi hidup berpusat pada diri, tetapi hidup berpusat pada Allah dan berbuah bagi-Nya dengan bersaksi memberitakan Injil-Nya? Amin. Soli Deo Gloria.

No comments: