27 August 2008

Matius 11:1-6: KRISTUS SEBAGAI PUSAT HIDUP-1

Ringkasan Khotbah : 07 Mei 2006
Kristus sebagai Pusat Hidup (1)
oleh: Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.
Nats: Mat. 11:1-6



Pendahuluan
Matius 11:1 merupakan ayat jembatan maka ayat ini dapat diletakkan di pasal 10 atau pasal 11. Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) meletakkannya di pasal 10 tapi Alkitab versi Inggris meletakkan di pasal 11. Namun secara keseluruhan tema dari Matius pasal 11 ini merupakan kelanjutan dari pasal 10 yang telah kita renungkan sebelumnya, yakni seorang pengikut Kristus itu seperti domba di tengah serigala. Perhatikan, Tuhan tidak pernah janji akan memberikan hidup aman, nyaman, tidak ada beban dan kesulitan pada para pengikut-Nya. Tidak! Namun demikian ketika kita menjadi murid Kristus bukan berarti kita akan selalu mengalami kesulitan dan aniaya. Tidak! Atau sebaliknya, menjadi pengikut Kristus, hidup kita selalu aman dan nyaman. Tidak! Melalui Injil Matius 11 ini, Tuhan ingin supaya kita memutar fokus hidup kita pada Kristus, melihat Kristus sebagai Raja maka disitu kita akan mendapat kekuatan dari Tuhan sehingga kita dapat menghadapi dunia yang penuh dengan tantangan.
Dalam menafsirkan ayat harus dikaitkan dengan keseluruhan konteks dengan demikian kita tidak menjadi sesat. Mat. 11:1 jika diletakkan di pasal ke-10 maka orang hanya melihat Kristus sebatas pekerjaan-Nya saja, the work of Christ, yakni sebagai pengajar dan pemberita Injil. Orang terjebak dalam suatu rumusan belaka; orang hanya melihat dan memperdebatkan pengajaran atau doktrin yang diajarkan Kristus dan yang terpenting, yaitu pribadi Kristus justru dihilangkan dari ajaran-Nya. Iman Kristen bukan sekedar ritual atau praktek keagamaan tetapi iman Kristen adalah pribadi Kristus sekaligus semua pengajaran-Nya. Mat. 11:1 lebih tepat jika diletakkan di pasal 11. Dalam bagian ini pengajaran Kristus bukan disoroti ke pengajaran-Nya tetapi dari pekerjaan Kristus, Yohanes mengajak para murid untuk melihat kepada pribadi Kristus. Ketika Tuhan Yesus mengajar dari satu kota ke kota lain maka pada saat itu, Yohanes Pembaptis yang berada dalam penjara mengikuti semua yang dilakukan oleh Tuhan Yesus. Yohanes Pembaptis menyuruh para murid untuk bertanya pada Kristus: “Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan orang lain?“ Atau dengan kata lain Yohanes Pembaptis ingin para muridnya menanyakan pada Yesus, apakah Yesus seorang Mesias atau bukan? Pertanyaan Yohanes Pembaptis merupakan pertanyaan Mesianis. Hal ini sangat penting untuk kita pahami, yakni ajaran tidak boleh dilepaskan dari pribadi Kristus.
Di dunia tidak ada satu pun manusia yang sempurna termasuk para pendiri agama. Setiap manusia pasti mempunyai banyak kelemahan karena manusia telah berdosa maka manusia berdosa tidak dapat dijadikan teladan sempurna. Karena itulah, para tokoh pendiri agama lebih menekankan pada pengajarannya, bukan pribadinya bahkan mereka sendiri pun bertanya-tanya apakah mereka juga diselamatkan. Dan kalau para tokoh agama ini mau jujur, sesungguhnya ajaran mereka itupun mempunyai banyak kelemahan jika dibandingkan dengan kebenaran asasi yang menyangkut unsur kekekalan, universal, integritas dan moral. Ajaran dan pribadi Kristus tidak saling bertentangan, Kristus menjadi teladan sempurna dari seluruh ajaran yang Dia sendiri ajarkan. Kristus adalah Sang Kebenaran sejati, Akulah jalan, kebenaran dan hidup...(Yoh. 14:6) jadi, ajaran-Nya bukan sekedar teori tetapi kebenaran. Iman Kristen harus kembali pada Kristus, Raja atas segala raja sebagai pusat hidup dan warga Kerajaan Sorga, kita harus taat pada Sang Raja.
Yohanes Pembaptis meminta pada muridnya untuk menanyakan kepada Kristus: “Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan orang lain?“ Sepintas pertanyaan ini adalah pertanyaan biasa. Akan tetapi kalau kita yang mendapat pertanyaan seperti yang diajukan oleh Yohanes Pembaptis maka apakah jawabmu? Apakah kita akan menjawab: Ya, Yesus adalah Mesias ataukah kita akan menjawab: tidak, Dia bukan Mesias. Jawaban ini menuntut pertanggung jawaban total dari kita sebab dari jawaban kita dapatlah diketahui sampai sebatas manakah kita memahami iman Kristen. Pertanyaan sekarang adalah kenapa pertanyaan ini diajukan oleh Yohanes Pembaptis? Beberapa penafsiran menyatakan:
Pertama, Yohanes Pembaptis mengalami keragu-raguan dan kemungkinan juga, umurnya tidak panjang lagi sehingga ia butuh suatu kepastian tentang Mesias. Kalau kita melihat hanya sebatas satu ayat itu saja tanpa memperhatikan keseluruhan konteks maka penafsiran ini sangatlah logis. Inilah akibatnya kalau kita sembarang menafsir ayat. Sesungguhnya, Yohanes Pembaptis tahu persis kalau Kristus adalah Mesias. Yohanes Pembaptis bertemu Yesus bukan pada suatu waktu atau tempat yang tidak biasa. Tidak! Pertemuan antara Yesus dan Yohanes ini terjadi sangat wajar. Hari itu, seperti biasa Yohanes Pembaptis membaptiskan banyak orang lalu muncullah Seorang yang sangat sederhana, anak seorang tukang kayu atau dapat dikatakan “seorang gembel“ datang di tengah-tengah kerumunan orang banyak itu dan minta dibaptiskan. Berbeda halnya kalau yang datang hari itu adalah raja Herodes, datang dengan kereta kudanya yang megah dan dikawal dengan pasukan berjumlah banyak pastilah semua orang dapat mengenali dia sebagai orang penting.
Kedatangan Tuhan Yesus hari itu tidaklah demikian, semua terjadi seperti biasa, tidak ada tanda-tanda kebesaran apapun; Dia datang dengan pakaian sederhana, berjalan kaki dan seorang diri namun Yohanes Pembaptis langsung mengenal Dia sebagai Mesias. Ketika Tuhan Yesus meminta dibaptis olehnya, Yohanes Pembaptis langsung mencegah Dia dan berkata: “Akulah yang perlu dibaptiskan oleh-Mu....“ Tidak hanya itu, untuk membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak. Sejak awal, sebagai seorang nabi, Yohanes Pembaptis sudah tahu kalau Kristus adalah Mesias dan ia yang menjadi pembuka jalan, forerider. Bahkan tidak hanya di situ saja, Allah dari sorga langsung mengkonfirmasi: “Inilah Anak yang Ku-kasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan.“ Kejadian seperti ini tidak pernah terjadi pada siapapun juga ketika orang lain dibaptis. Jadi, penafsiran yang menyatakan Yohanes Pembaptis meragukan pribadi Kristus itu kurang tepat.
Kedua, Yohanes Pembaptis mengalami penganiayaan yang sangat berat di penjara maka kemungkinan pikirannya sedikit terganggu sehingga dia perlu mempertanyakan kembali pernyataannya. Yohanes Pembaptis hidup di jaman kepemimpinan Raja Herodes yang sangat kejam, ia tidak segan-segan untuk membunuh orang yang melawan dia atau orang yang tidak sejalan dengan pemikirannya. Hari itu, kalau dia dapat menjadi Raja Yahudi itupun didapatkan dengan cara licik karena seharusnya dia tidak berhak untuk menjadi raja atas orang Yahudi sebab dia bukan orang Yahudi asli. Tidak hanya kelakuannya saja yang bejat, moralnya pun sangat rusak dan hal inilah yang dikritik keras oleh Yohanes Pembaptis. Maka wajarlah kalau kemudian muncul penafsiran yang menyatakan bahwa Yohanes Pembaptis dianiaya dengan sangat berat karena sikap Yohanes Pembaptis yang selalu melawan Herodes. Penganiayaan yang berat tersebut mengakibatkan dia mengalami gangguan kejiwaan. Konklusi ini memang logis tapi itu bukan menjadi jawaban Alkitab. Orang dapat memaparkan kondisi sedemikian rupa namun hal itu tidak dapat kita jadikan sebagai kesimpulan. Kalau kita mau menelusur dengan teliti maka kita menjumpai Herodes yang sangat sedih ketika anak perempuannya meminta kepala Yohanes Pembaptis tetapi karena ia telah bersumpah maka ia pun menuruti apa yang menjadi permintaan dari anaknya tersebut (Mat. 14). Herodes sangat takut ketika ia harus menjalankan eksekusi tersebut, karena Herodes tahu, Yohanes Pembaptis bukan orang biasa, ia mempunyai ribuan pengikut. Dari sini, kita tahu sekarang kalau Herodes tidak akan berani menyentuh Yohanes Pembaptis. Dari Alkitab kita tahu, meski Yohanes di penjara, ia masih dapat bercakap-cakap dengan para murid-muridnya, ia dapat mengikuti seluruh apa yang dikerjakan oleh Tuhan Yesus, ia masih dapat mengajar dengan demikian hubungannya dengan murid-muridnya dapat terjaga dengan baik. Jadi, penafsiran kedua kurang tepat.
Ketiga, para Reformator menafsirkan kalau pertanyaan yang diajukan oleh Yohanes Pembaptis ini bukan untuk dirinya tetapi ditujukan untuk para muridnya, yaitu supaya para muridnya itu mendapat pernyataan langsung dari Kristus kalau Yesus adalah Mesias.
Ada tiga aspek yang Yohanes Pembaptis ingin para murid berubah:
1. Ke-Mesias-an Kristus. Yohanes Pembaptis menyuruh para murid untuk menyampaikan pertanyaan pada Kristus: “Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan orang lain?“ Pertanyaan ini membuat para murid harus bertemu langsung dengan Tuhan Yesus dan mereka mendapat jawaban langsung dari Tuhan Yesus tentang siapa diri-Nya yang sesungguhnya – Kristus adalah Mesias. Memang, tidak salah kalau kita “mengidolakan“ seseorang karena kita merasa dia telah berjasa dalam membangun iman tetapi merupakan suatu kesalahan fatal kalau iman berhenti pada batas manusia yang kita hormati tersebut sebab kalau orang yang kita hormati itu meninggal maka iman kitapun ikut mati. Yohanes Pembaptis menyadari akan gejala ini maka ia ingin supaya murid-murid-Nya mendengar dan memperoleh pernyataan langsung dari Kristus. Yohanes juga ingin supaya para muridnya memutar fokus imannya kepada Mesias yang sejati dan bukan pada dirinya. Biarlah iman kita tidak berhenti pada pribadi satu orang saja dan biarlah iman kita tidak berhenti di batas pengalaman-pengalaman tertentu tapi hendaklah Kristus yang menjadi pusat hidup kita dan hanya kepada-Nya saja, Raja di atas segala raja itu kita harus taat.
2. Tanda Kristus. Dari peristiwa ini kita melihat ada percakapan secara tidak langsung antara Tuhan Yesus dengan Yohanes Pembaptis dimana sebagai perantara media adalah murid-murid Yohanes Pembaptis. Tuhan Yesus tidak langsung menjawab pertanyaan Yohanes Pembaptis. Tuhan Yesus ingin membangun iman para murid Yohanes ini maka Yesus menjawab: “Pergi dan katakanlah kepada Yohanes apa yang kamu dengar dan kamu lihat:...(Yoh. 11:4-6). Artinya para murid telah melihat dan mendengar tentang semua hal yang dilakukan oleh Tuhan Yesus seperti: orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin mendapat kabar baik maka dari sana mereka dapat menarik sebuah kesimpulan dan kesimpulan itulah yang harus mereka laporkan kepada Yohanes. Inilah iman, yaitu mereka mengalami sendiri dan membuktikan dengan mata kepala mereka sendiri bahwa Kristus Yesus adalah Mesias. Namun sangatlah disayangkan, hari ini ayat 5 ditafsirkan dengan sembrono karena orang melepaskan dari konteks keseluruhan. Orang menafsirkan kalau menjadi pengikut Kristus maka segala sakit penyakit akan disembuhkan. Penafsiran yang salah! Berhati-hatilah pada akhir jaman, banyak orang yang mengaku sebagai mesias. Pertanyaan yang diajukan Yohanes adalah dalam konteks mempertanyakan tentang siapa Kristus. Tanda diberikan supaya orang mengenal bahwa Kristus adalah Mesias namun orang tidak mengerti tanda tetapi orang mengikut Yesus karena mereka kenyang (Yoh. 6:25-29). Maka tidaklah heran setelah orang mengalami pengalaman iman yang spektakuler, mereka justru terjebak ke dalam pengalaman itu dan lupa kalau ada Kristus yang bekerja dibalik mujizat itu.
3. Pusat Iman. Setelah murid-murid Yohanes pergi, Kristus membukakan pada para murid-Nya tentang Yohanes Pembaptis (Yoh. 11:7-11). Tuhan Yesus menyetarakan Yohanes Pembaptis dengan nabi Elia. Dan hal ini pasti didengar oleh Yohanes. Bagi orang Yahudi, Elia adalah seorang tokoh sekaligus seorang nabi besar. Seorang diri, Elia berhasil mengalahkan 400 nabi Baal, selain itu, Elia adalah satu-satunya nabi yang tidak mati, ia diangkat ke sorga dengan kereta berapi. Dengan kata lain, Tuhan Yesus mau menegaskan kalau Yohanes Pembaptis adalah seorang nabi besar tidak beda dengan nabi Elia. Namun di ayat 11, Tuhan menyatakan: Sesungguhnya di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan tidak pernah tampil seorang yang lebih besar daripada Yohanes Pembaptis, namun yang terkecil dalam Kerajaan Sorga lebih besar dari padanya. Gambaran kontras ini bukan untuk merendahkan Yohanes Pembaptis. Tidak! Tuhan Yesus membandingkan antara diri-Nya dengan Yohanes. Kata “yang terkecil“ disana adalah Tuhan Yesus. Yohanes tahu, dirinya bukanlah yang terbesar tetapi Kristuslah yang terbesar: “Lihatlah Dia, ecce hommo; Dia harus makin besar dan aku makin kecil, Dia harus makin bertambah, aku harus makin berkurang.“ Inilah jiwa seorang Yohanes Pembaptis, nabi besar. Sadarlah, ketika kita berpaling pada Kristus maka justru disanalah kita akan mendapat kekuatan sorgawi untuk menghadapi segala tantangan jaman.
Bukanlah hal yang mudah bagi orang untuk berpindah dari satu kepercayaan ke kepercayaan lain, kecuali ia tahu pasti kalau kepercayaan barunya itu jauh lebih agung dan lebih benar barulah ia berpindah. Begitu juga yang dialami oleh murid Yohanes bukan hal mudah untuk berpaling kepada Kristus. Biarlah kita dipakai menjadi saksi Kristus yang menyatakan kepada dunia bahwa kepercayaan kita kepada Kristus itu jauh lebih agung dibandingkan dengan kepercayaan lain yang ada di dunia sebab tidak hanya ajaran-Nya yang adalah kebenaran sejati tetapi pribadi Kristus itu sendiri adalah Sang Kebenaran; Dia adalah Raja di atas segala raja. Biarlah ketika kita berada dalam penderitaan aniaya, kita tahu semua yang kita lakukan itu tidak sia-sia karena kita memandang pada Kristus yang menjadi pusat iman kita. Amin.

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)
Sumber:

No comments: