06 May 2008

Roma 8:5-8: HIDUP OLEH ROH VS HIDUP OLEH DAGING

Seri Eksposisi Surat Roma :
Manusia Lama Vs Manusia Baru-12


Hidup oleh Roh Vs Hidup oleh Daging

oleh: Denny Teguh Sutandio


Nats : Roma 8:5-8.

Setelah mempelajari tentang adanya jaminan hidup dari suatu hidup yang tidak lagi dikuasai oleh dosa di ayat 1 s/d 4, kita akan mempelajari kedalaman jaminan tersebut melalui pemaparan Paulus tentang tiga perbedaan esensial antara hidup oleh Roh vs hidup oleh daging mulai ayat 5 s/d 8.

Di pasal 8 ayat 3-4, Paulus sudah mengajarkan bahwa kita tidak lagi hidup di bawah Taurat, karena Taurat tak mungkin menyelamatkan, tetapi kita hidup di bawah anugerah Allah. Hal ini justru mengakibatkan kita yang telah dibenarkan di dalam Kristus mampu melakukan Taurat dengan motivasi yang beres, yaitu memuliakan Allah, bukan untuk diperkenan di hadapan Allah. Hidup oleh Roh adalah hidup yang berada di bawah anugerah Allah dan sekaligus Taurat Allah yang memerdekakan umat pilihan-Nya dan memimpin mereka di dalam jalan ketaatan kepada Allah. Inilah yang dijelaskan Paulus di ayat 5, “Sebab mereka yang hidup menurut daging, memikirkan hal-hal yang dari daging; mereka yang hidup menurut Roh, memikirkan hal-hal yang dari Roh.” International Standard Version (ISV) menerjemahkannya, “For those who live according to the flesh set their minds on the things of the flesh, but those who live according to the Spirit set their minds on the things of the Spirit.” Di dalam ayat ini, Paulus mulai mengontraskan dua prinsip hidup yang berbeda dan bahkan saling bertentangan. Prinsip hidup pertama adalah hidup oleh daging. Ketika manusia hidup oleh daging, Paulus mengatakan bahwa pertama, orang tersebut hidup dikuasai oleh keinginan daging. Alkitab Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS) menerjemahkannya, “Orang-orang yang hidup menurut tabiat manusia, terus memikirkan apa yang diinginkan oleh tabiat manusia.” “Menurut daging” diterjemahkan oleh Alkitab BIS sebagai tabiat manusia, artinya natur manusia, yaitu manusia yang dicipta, terbatas dan berdosa. Bukan hanya hidup menurut tabiat manusia, orang yang hidup oleh daging juga terus memikirkan apa yang diinginkan oleh tabiat manusia. Dengan kata lain, orang yang hidup oleh daging terus tunduk di bawah keinginan tabiat manusia yang berdosa. Ambil contoh, ketika seseorang merokok, dia merokok bukan tanpa sebab. Mungkin dia merokok karena terpengaruh teman, atau sedang frustasi, dll, tetapi kebiasaan hidup oleh daging ini terus berlanjut, mengapa ? Karena hidup oleh daging mengakibatkan orang tersebut mau ditundukkan oleh kedagingan. Dengan kata lain, keinginan daging menjadi “tuan” mereka. Pdt. Billy Kristanto di dalam National Reformed Evangelical Convention (NREC) 2005 pernah menuturkan bahwa orang yang rakus adalah orang yang menjadikan makanan sebagai “tuan/tuhan”nya. Memang sungguh aneh dan lucu kedengarannya. Kalau kita mengerti bahwa manusia itu makhluk hidup dan hal-hal lain seperti makanan, keinginan, dll adalah hal-hal yang mati, maka adalah bodoh ketika kita menjadikan sesuatu yang mati sebagai “tuan”/penentu bagi kita yang hidup. Seharusnya, kita yang hidup menguasai dan menjadi tuan atas hal-hal yang mati, tetapi kondisi asli ini berubah dan bahkan berganti posisi, mengapa ? Karena kita telah berdosa. Pdt. Dr. Stephen Tong pernah mengatakan bahwa dosa mengakibatkan adanya pembalikan posisi, yaitu ketika manusia seharusnya menguasai alam dan tunduk di bawah Allah, malahan manusia mau menguasai Allah dan dikuasai alam. Itulah kegagalan hidup oleh daging. Lalu, bagaimana dengan hidup oleh Roh ? Prinsip hidup kedua yaitu hidup oleh Roh adalah, “terus memikirkan apa yang diinginkan oleh Roh Allah.” (terjemahan Bahasa Indonesia Sehari-hari) Hidup oleh Roh adalah pertama, hidup yang menTuhankan Kristus dan taat pada pimpinan Roh Kudus. Dengan kata lain, hidup oleh Roh adalah hidup yang menTuhankan apa yang patut diTuhankan (=dijadikan Penguasa/Pemerintah yang mutlak harus ditaati di dalam hidup kita) yaitu Sumber Kehidupan sejati. Ketika kita menTuhankan Sumber Kehidupan sejati, maka pasti kita mendapatkan hidup sejati. Jadi, hidup oleh Roh adalah hidup sejati. Lalu, kita memperhatikan kata “terus” di dalam terjemahan BIS. Hidup Kristen yang adalah hidup oleh Roh bukan menghasilkan suatu kehidupan Kristen yang instan, artinya langsung kudus, bebas dari cacat cela, dll, tetapi hidup oleh Roh berada di dalam proses pengudusan Roh Kudus. Sehingga terjemahan BIS menambahkan kata “terus” yang mengindikasikan bahwa hidup oleh Roh adalah hidup yang terus-menerus (berkelanjutan) memikirkan apa yang diinginkan oleh Roh Allah. Bagaimana dengan kita ? Kita mungkin sudah menjadi Kristen berpuluh-puluh tahun, mungkin kita berasal dari keluarga Kristen (meskipun bukan jaminan bahwa kita adalah orang Kristen sejati yang termasuk anak-anak Allah), sudahkah hidup kita diserahkan total kepada-Nya untuk dikuasai dan dipimpin oleh Roh Allah ? Tuhan melalui Paulus mengingatkan kita bahwa hidup oleh Roh adalah hidup yang terus memikirkan apa yang diinginkan oleh Roh Allah, bukan yang diinginkan oleh kita sebagai manusia berdosa. Janganlah kita berani mengaku di depan umum sebagai orang Kristen, tetapi sayangnya kita masih hidup oleh daging, itu adalah penyangkalan. Paulus sudah membedakan kedua prinsip hidup ini dengan tegas, sejelas membedakan hitam dengan putih. Jadi, jangan menyamarkan kedua prinsip hidup ini.

Lalu, apa yang dimaksud dengan kedua prinsip hukum di atas ? Poin kedua dalam perbedaan dua prinsip hidup ini akan dibahas pada ayat 6, “Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera.” Hal kedua yang dipelajari dari hidup oleh daging yang adalah hidup yang dikuasai oleh keinginan daging adalah maut. Artinya, akibat dari hidup oleh daging adalah kematian (mengutip dari Geneva Bible Translation Notes). Mengapa ? Karena hidup oleh daging adalah hidup yang dikuasai oleh keinginan daging yang sudah berdosa, sehingga yang dihasilkannya tentu adalah efek dari sesuatu yang berdosa yaitu kematian. Paulus sudah menjelaskan bahwa upah dosa ialah maut (Roma 6:23), dan gambaran inilah yang ia maksudkan ketika menjelaskan bahwa keinginan daging berbuahkan kematian/maut. Ketika kita mulai mendasarkan hidup pada yang bukan kehidupan, maka terimalah konsekuensinya yaitu kita pasti mengalami kematian (entah itu fisik maupun spiritual) yang sia-sia. Sedangkan, hidup oleh Roh dalam poin kedua dijelaskan Paulus membawa kepada kehidupan dan damai sejahtera. Geneva Bible Translation Notes menafsirkan kedua hal ini sebagai joy and everlasting life (kesukacitaan dan kehidupan yang kekal). Berbeda dari hidup oleh daging yang mengakibatkan kematian, maka hidup oleh Roh menghasilkan kehidupan sejati/kekal. Artinya, kehidupan yang kita jalani di dalam prinsip hidup oleh Roh adalah kehidupan yang memiliki tiga hal yang Paulus ajarkan di dalam Surat 1 Korintus 13:13 yaitu : iman, pengharapan dan kasih. Rev. Dr. John R. W. Stott di dalam bukunya Kristus yang Tiada Tara (Incomparable Christ) memaparkan bahwa ketiga hal ini berkaitan dengan tiga masa dan sekaligus tindakan yang harus dilakukan oleh orang Kristen, yaitu : Iman, kepada sesuatu yang sudah terjadi (tentu juga yang belum terjadi) ; Pengharapan, kepada sesuatu yang akan terjadi dan Kasih adalah tindakan yang harus kita lakukan saat ini. Dari sini, kita dapat mempelajari bahwa hidup oleh Roh bukan hidup yang sementara tetapi hidup yang melintasi waktu (dulu, sekarang dan akan datang) dan bahkan sampai kepada kekekalan. Mengapa bisa demikian ? Karena hidup oleh Roh adalah hidup yang bergantung kepada Kekekalan, bukan kesementaraan, sehingga barangsiapa yang hidup oleh Roh, hidupnya pasti tidak menemui kebinasaan, tetapi kekekalan, seperti yang telah dijanjikan Tuhan Yesus, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yohanes 3:16). Kedua, berbeda dari hidup yang dikuasai oleh kedagingan yang membawa kepada maut/hidup yang tidak tenang (Pdt. Sutjipto Subeno menyebutnya “mati sebelum mati”), maka hidup oleh Roh adalah hidup yang dipenuhi dengan damai sejahtera. Geneva Bible Translation Notes menafsirkan damai sejahtera sebagai sukacita (joy). Orang dunia terus mendengungkan suatu kondisi negara yang damai, tenteram, aman, dll, tetapi sayangnya banyak dari mereka sangat tidak mengerti apa arti damai, mengapa ? Karena mereka tidak mengenal dan mengalami sendiri Sumber Damai Sejahtera sejati yaitu Tuhan Yesus. Tuhan Yesus berfirman, “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu.” (Yohanes 14:27) Dan uniknya ayat ini berada tepat setelah ayat 26, yang mengajarkan bahwa Roh Kudus yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Nya (Kristus) akan mengingatkan para murid-Nya tentang segala sesuatu yang Kristus telah ajarkan. Dengan kata lain, Roh Kudus yang diutus bukan hanya Roh yang memimpin kepada Kristus, tetapi juga Roh yang memberikan damai sejahtera Kristus di dalam hidup umat pilihan-Nya. Ketika kita hidup oleh Roh, hidup kita pasti dipenuhi oleh damai sejahtera Kristus. Lalu, apa arti damai sejahtera itu ? Tuhan Yesus tadi sudah mengatakan bahwa damai sejahtera-Nya yang diberikan-Nya kepada para murid (dan juga kepada kita yang termasuk umat pilihan-Nya) BERBEDA dari damai sejahtera yang diberikan oleh dunia kepada kita. Di mana letak perbedaannya ? Dalam perkataan selanjutnya, Ia menjelaskan makna damai sejahtera-Nya yaitu “Janganlah gelisah dan gentar hatimu.” Dengan kata lain, makna damai sejahtera Kristus adalah hidup yang tidak gelisah dan hati yang tidak gentar. Dari bahasa Yunani, kedua hal ini berarti hati yang tidak risau dan jangan takut. Damai sejahtera Kristus adalah damai sejahtera yang memberikan ketidakrisauan dan ketidaktakutan di dalam segala hal. Kalau kita melihat konteks Yohanes 14, maka kita mengerti bahwa pada waktu itu, Tuhan Yesus akan disalib, dan para murid-Nya gemetar ketakutan akan ditinggal sendirian, nah, saat itulah Tuhan Yesus menguatkan iman mereka bahwa Roh Kudus yang akan datang akan memberikan damai sejahtera Kristus sehingga mereka tak perlu takut ataupun kuatir dan cemas, karena meskipun Ia nantinya akan meninggalkan mereka untuk mati disalib, mereka tidak akan sendirian, karena Roh Kudus ada di dalam hati mereka. Bagaimana dengan kita ? Dunia di sekitar kita menghimpit dan menjepit kita dengan berbagai teror, ketakutan, kriminalitas, dll. Lalu, apakah kita yang tinggal di dalam dunia (negara) yang berdosa ini, masihkah kita takut dengan semuanya itu ? Kalau kita masih takut, saya mengundang Anda, segeralah datang kepada Tuhan Yesus yang akan memberikan damai sejahtera sejati kepada kita. Mungkin dunia, agama, filsafat, ilmu, kebudayaan, dll datang dan menawarkan kedamaian bagi Anda, tetapi ingatlah damai sejahtera Kristus sangat BERBEDA dari apa yang dunia tawarkan, mengapa ? Karena damai sejahtera Kristus selain memberikan ketidakrisauan dan ketidaktakutan, damai sejahtera-Nya adalah damai sejahtera abadi, karena Pemberinya adalah Kristus yang adalah Pribadi kedua Allah Trinitas yang kekal. Ketika Sang Kekal memberikan damai sejahtera, tentu damai ini sangat berbeda dengan damai sejahtera yang diberikan oleh kesementaraan.

Kemudian, perbedaan esensial ketiga antara kedua prinsip hidup ini dijelaskan pada ayat 7-8, “Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya. Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah.” Prinsip hidup oleh daging ketiga adalah perseteruan terhadap Allah. Kata ini lebih tepat diterjemahkan perlawanan menentang Allah (menurut terjemahan langsung dari King James Version : enmity against God dan bahasa Yunani : echthra yang bisa berarti opposition/perlawanan). Kedua kata ini sedikit berbeda, di mana kata “perseteruan” hanya sebatas permusuhan (yang mungkin bisa melawan, tetapi bisa juga tidak melawan), tetapi kata “perlawanan” jelas menunjuk kepada tindakan melawan/menyerang. Dengan kata lain, hidup oleh daging bukan hanya bermusuhan dengan Allah, tetapi juga melawan Allah. Mengapa demikian ? Pernyataan berikut menjelaskannya yaitu karena keinginan daging tidak takluk kepada hukum Allah. Mengapa setan disebut “setan” (=penantang) ? Karena setan tidak takluk kepada Allah dan memberontak melawan-Nya. Ketika itulah, setan disebut penantang dan musuh yang melawan Allah. Ketika hidup kita tidak tunduk kepada hukum Allah, di saat itu pula hidup kita dikatakan melawan Allah. Mengapa ? Karena ketika kita tidak tunduk kepada hukum Allah, di saat yang sama, kita mencoba membangun suatu formulasi hukum yang kita anggap menyenangkan. Rev. Dr. W. Gary Crampton di dalam bukunya Verbum Dei (Alkitab : Firman Allah) memaparkan bahwa “otonomi” berarti self-law (hukum yang dibuat sendiri). Hukum ini dibuat untuk menyaingi bahkan melawan hukum Allah. Itu yang terjadi pada Adam dan Hawa ketika berbuat dosa sehingga Allah mengusir mereka dari Taman Eden karena ketidaktaatan mereka. Dosa ketidaktaatan sama dengan dosa melawan Allah. Adam dan Hawa bukan hanya tidak taat pada perintah Allah untuk tidak makan buah pengetahuan baik dan jahat, mereka juga berusaha menciptakan “hukum” sendiri (self-law) yang diimpor dari setan untuk melawan Allah, sehingga dari hukum tersebut, mereka lebih menaati hukum sendiri (Kejadian 3:6) dengan memakan buah pengetahuan baik dan jahat. Apakah hukum sendiri ini berhasil ? TIDAK ! Mengapa ? Karena hukum yang dibangun oleh diri sendiri yang adalah makhluk ciptaan, terbatas dan berdosa adalah hukum yang berdosa dan terbatas/sementara yang pasti mengakibatkan kehancuran dan kematian. Dunia kita sudah membuktikan hal ini sampai sekarang. Di zaman rasionalisme, ketika orang-orang mulai menegakkan self-lawnya dengan men”tuan”kan rasio mereka, maka apa yang terjadi ? Meletuslah Perang Dunia 1 dan 2 (1942-1945). Bukan kebaikan yang mereka tuai, tetapi perang yang mematikan ribuan jiwa. Lalu, orang-orang rasionalis menyadari hal ini, tetapi masih tidak mau kembali kepada Tuhan, malahan kembali menegakkan self-lawnya dengan men”tuan”kan diri/perasaan. Sehingga zaman modern digantikan dengan zaman postmodern yang menekankan universalisme, pluralisme ditambah terpaan dari filsafat Gerakan Zaman Baru yang menjadikan diri sendiri sebagai “allah”. Jangan heran, dunia kita hari-hari ini banyak dipenuhi dengan buku yang bertemakan “How to” (Bagaimana...) ditambah buku-buku yang bernuansakan Pengembangan Diri tanpa Allah (Human Potential Development). Pdt. Thomy J. Matakupan mengatakan bahwa orang lebih suka membaca buku yang bertemakan “How to” ketimbang “Why...” (Mengapa...). Hal ini jelas menunjukkan budaya pragmatisme di dalam dunia postmodern. Lalu, apa akibatnya ? Tetap sama, dunia postmodern tidak pernah menghasilkan budaya yang beres di mata Tuhan, berkualitas tinggi, dll, sebaliknya justru dari zaman postmodern, keluarlah budaya-budaya yang aneh, misalnya homoseksual (yang belum terjadi di zaman rasionalisme), feminine leadership (=kepemimpinan dipegang oleh wanita), death of the author (=kematian penulis ; artinya budaya hermeneutika postmodern tidak lagi memperhatikan sumber asli penulis, konteks, dll, tetapi lebih menekankan tafsiran para pembaca yang sembarangan), dll. Semua hal ini justru mengakibatkan budaya postmodern tidak pernah berkualitas tinggi dan malahan tragisnya lebih parah daripada budaya rasionalisme. Itu semua menunjukkan self-law manusia mengakibatkan kehancuran dan kematian manusia secara perlahan.
Bukan hanya melawan Allah, Alkitab mengajarkan bahwa keinginan daging tidak berkenan bagi Allah. Di dalam Galatia 5:19-21, Paulus memberikan gambaran yang jelas tentang hidup oleh daging, “Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya. Terhadap semuanya itu kuperingatkan kamu--seperti yang telah kubuat dahulu--bahwa barangsiapa melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah.” Di dalam ayat 21b, Paulus mengingatkan jemaat Galatia bahwa keinginan daging yang mengakibatkan perbuatan daging “tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah.” Artinya, hal-hal tersebut merupakan suatu kekejian di mata Allah. Mengapa ? Karena Allah yang Mahakudus menghendaki umat pilihan-Nya hidup terus-menerus di dalam kekudusan, dan Ia sangat membenci dosa (tetapi mengasihi umat pilihan-Nya yang berdosa). Bukan hanya berbicara mengenai aspek kekudusan, hal-hal tersebut bersifat sementara, sehingga Allah menginginkan kita bukan berpikir sementara, tetapi berpikir yang mengandung unsur kekekalan. Kembali, Paulus di dalam Filipi 4:8 mengajarkan, “Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.” Inilah yang saya maksudkan dengan berpikir yang mengandung unsur kekekalan, yaitu pikiran yang : benar, mulia, adil, suci/kudus, manis, sedap didengar, mengandung kebajikan dan patut dipuji (BIS menerjemahkannya, “hal-hal yang benar, yang terhormat, yang adil, murni, manis, dan baik.”). Tuhan menginginkan kita sebagai anak-anak-Nya memikirkan hal-hal yang menyenangkan-Nya, karena itulah tandanya kita hidup oleh Roh, yaitu hidup yang terus memikirkan keinginan Roh Allah. Ingatlah, semuanya terjadi karena Ia menginginkan kita berbeda total dari dunia dan memperbaharui pikiran kita untuk melakukan segala sesuatu yang berkenan bagi-Nya (Roma 12:1-2).

Bagaimana dengan kita ? Setelah merenungkan keempat ayat ini, sudahkah kita mulai hari ini berkomitmen untuk hidup oleh Roh dan tidak hidup lagi oleh daging yang menghasilkan kematian ? Ketika kita hidup oleh Roh di dalam Kristus, kita bersedia dengan sukarela dan sukacita menyerahkan diri dan seluruh hidup kita untuk dikuasai dan diperintah oleh Kristus melalui Roh Kudus. Itulah sebabnya saya menyebut hidup oleh Roh sebagai hidup yang men-Tuhan-kan Kristus. Mari kita mengintrospeksi diri kita, sudahkah kita hidup bagi Kristus dan tidak lagi hidup mentuankan dunia dan segala hal yang bersifat fana ? Kiranya Roh Kudus terus memurnikan motivasi, misi, aksi dan visi kita bagi kemuliaan-Nya. Soli Deo Gloria. Amin.

No comments: