22 April 2008

Matius 9:18-26: ELEMEN IMAN

Ringkasan Khotbah : 24 Juli 2005

Elemen Iman
oleh: Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.

Nats: Mat. 9:18-26


Pendahuluan
Kita telah memahami bahwa seorang warga Kerajaan Sorga harus taat pada Sang Raja, yakni Kristus Yesus. Kristus berdaulat penuh atas hidup kita sebab Dia adalah Tuhan dan kita adalah budak-Nya maka iman sejati haruslah berpusat pada Kristus. Kalau aku ada di dalam Kristus maka bukan aku lagi yang hidup tetapi Kristus yang hidup didalamku maka sub tema kedua adalah pemuridan, yakni menjadi pengikut Kristus bukan sementara tetapi mengikut Kristus bersifat selamanya, secara mutlak hidup hanya bersandar pada-Nya, bukan kita yang mengatur diri tetapi Tuhan yang mengatur setiap langkah hidup kita dan kita akan merasakan sukacita dan damai sejahtera hidup dibawah pimpinan Sang Raja yang Maha Bijaksana. Seorang pengikut Kristus sejati haruslah berbeda dengan pengikut dunia dengan demikian kita menjadi berkat dan saksi bagi dunia; kita bagaikan domba yang ada di tengah-tengah serigala. Memang tidak mudah bagi seorang anak Tuhan hidup di tengah dunia, kita akan dimusuhi karena kita berbeda maka satu-satunya kekuatan hanya dengan berpaut dan beriman pada Kristus, Tuhan dan Raja atas alam semesta. Keempat sub tema ini dipaparkan oleh Matius sedemikian rupa dimana di setiap masing-masing sub tema diberikan tiga kisah dengan demikian setiap pengikut Kristus semakin dicerahkan dan hidup seperti teladan Kristus.

Pada sub tema keempat, yaitu iman maka Matius banyak menuliskan kata “percaya“, Matius ingin menekankan bahwa sebagai pengikut Kristus sejati maka sepenuhnya kita harus beriman pada Kristus bukan beriman pada “hasil iman“ tetapi lebih daripada itu, beriman pada Kristus adalah iman yang menyelamatkan. Bangkitnya anak perempuan Yairus dari kematian bukanlah sekedar kebangkitan jasmani tetapi kebangkitan rohani yang bersifat kekal. Maka pada kisah yang kedua, sekali lagi Matius mengajak kita melihat pada kisah yang mirip dengan sebelumnya, yakni orang buta yang disembuhkan. Kisah tentang orang buta yang disembuhkan ini juga terjadi di kota Yerikho, yakni kisah Bartimeus, seorang buta yang dicelikkan. Perhatikan, di sepanjang Alkitab banyak mujizat terjadi tetapi tidak ada satupun nabi atau para rasul yang melakukan mujizat mencelikkan mata orang buta; hanya Tuhan Yesus saja yang dapat melakukannya. Satu-satunya orang buta yang dicelikkan bukan oleh Tuhan Yesus adalah Saulus, itupun Saulus tidak buta sejak lahir tetapi karena hukuman Tuhanlah ia menjadi buta dan Tuhan memakai Ananias untuk memulihkannya kembali. Mujizat ini sebenarnya merupakan gambaran bahwa Kristus bukan hanya dapat mencelikkan mata jasmani tetapi lebih daripada itu, Tuhan Yesus mencelikkan mata rohani.

Perhatikan, ketika Tuhan Yesus bertanya kepada kedua orang buta ini, “Percayakah kamu, bahwa Aku dapat melakukannya?“ disini tidak ada satu penekanan; Tuhan Yesus tidak menuntut manusia untuk berespon sebab itu merupakan hak setiap manusia untuk berespon. Justru setelah Tuhan Yesus mencelikkan mata mereka, dengan tegas, Tuhan Yesus berpesan supaya mereka tidak menceritakan hal ini pada orang lain tapi mereka melanggarnya, yang terjadi hari ini justru sebaliknya, egoisme dan kesombongan manusia mendorong supaya mereka “bersaksi“ demi untuk keuntungan diri. Pertanyaannya sekarang adalah kalau kita beriman, elemen iman seperti apakah yang seharusnya kita miliki sehingga kita memiliki iman sejati? Ada lima elemen iman yang hendak dipaparkan oleh Matius terdiri dari:
1. Aktif
Percaya adalah suatu langkah aktif menghampiri Kristus sebagai obyek iman sejati. Hal ini dilakukan oleh kedua orang buta ini, mereka mengikuti kemanapun Yesus pergi sambil berseru-seru: “Kasihanilah kami, hai Anak Daud“ berarti mereka tahu kalau Yesus adalah Mesias yang dinubuatkan itu. Tentu tidaklah mudah mengikuti kemanapun Yesus pergi, pasti banyak kesulitan dan hambatan bagi kedua orang buta ini namun toh mereka tetap mengikut. Inilah yang namanya fokus iman, aktif beriman pada Kristus yakni sekali mengarahkan diri pada Kristus maka tidak akan berpaling lagi. Beriman bukanlah pasrah, hopeless, orang yang pasrah justru menunjukkan ia tidak beriman, ia tidak tahu harus berbuat apa. Maka jelaslah bahwa beriman bukan pasrah tetapi aktif mengerjakan dan menuju pada obyek iman yang sejati, yaitu Kristus dan ini sekaligus kita menghancurkan obyek iman yang lain termasuk diri kita sendiri. “Percayakah kamu, bahwa Aku dapat melakukannya?“, dunia menganggap pertanyaan ini tidaklah logis namun justru disinilah inti man sejati; pertanyaan ini sekaligus menguji diri kita, yakni bagaimana mata kita diarahkan pada Kristus, obyek iman sejati. Bukanlah hal yang mudah bagi manusia untuk percaya sebab manusia telah terbiasa dilatih untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Hari ini banyak orang yang mengaku Kristen, mereka mengaku percaya pada Kristus Yesus tetapi sekaligus juga percaya pada obyek iman lain dan celakanya, manusia berani mengadu diantara obyek iman tersebut, siapa yang lebih kuat Kristus Yesuskah atau diri yang juga menjadi obyek iman.

2. Penundukan Diri
Elemen iman yang kedua ini sepertinya berlawanan dengan elemen iman yang pertama namun sesungguhnya tidaklah demikian, maka lebih tepat dikatakan paradoks. Hati-hati, iman yang aktif memfokus pada Kristus bukanlah sebuah ambisi atau keinginan maka disamping aktif, kita juga harus sekaligus menundukkan diri secara total kepada Kristus. Inilah kunci iman yang sejati. Dua orang buta ini tunduk mutlak pada Kristus, mereka tetap taat pada Kristus. Dua orang buta ini aktif datang pada Kristus, mereka selalu mengikut kemanapun Tuhan Yesus pergi sambil berseru-seru: “Kasihanilah kami, hai Anak Daud“, mereka tidak peduli meskipun mereka mendapatkan perlakuan yang tidak baik dari orang-orang yang ada di sekitar Tuhan Yesus, mereka hanya tahu satu hal yakni taat pada Kristus. Aktif sekaligus tunduk, kedua aspek ini sangat sulit dilakukan oleh manusia, orang cenderung mendualismekan; seorang yang aktif tidak akan mau tunduk, ia selalu berjalan menurut kemauannya sendiri sebaliknya orang yang tunduk selalu cenderung pasif, setelah ada perintah barulah ia kerjakan kalau tidak ada perintah maka ia pasif, tidak mengerjakan apapun. Seorang warga Kerajaan Sorga sejati haruslah menjalankan kedua aspek tersebut, yakni aktif dan tunduk mutlak; kalau kita dapat menjalankan keduanya maka kita akan memperoleh kesuksesan. Dimanapun kita bekerja maka keberadaan kita tersebut haruslah menjadi berkat, yakni atasan kita akan merasa tertolong dengan keaktifan kita tetapi perlu diperhatikan aktif disini tentulah yang sesuai dengan keinginan atasan kita, bukan aktif yang menurut kemauan kita sebab itu malah tidak menolong tetapi justru semakin menyusahkan. Kristus telah mengasihi kita sedemikian rupa maka sebagai warga Kerajaan Sorga sikap kita terhadap Kristus Tuhan dan Raja atas semesta alam seharusnya lebih baik dibandingkan sikap kita pada orang lain yang menjadi atasan kita di dunia; apapun yang kita kerjakan haruslah menyenangkan hati-Nya dan kemuliaan hanya bagi Dia saja. Iman bukan memaksakan kehendak kita tetapi menjalankan apa yang menjadi kehendak Tuhan.

3. Sabar
Orang yang beriman sejati adalah orang yang sabar menunggu waktu Tuhan. Selain aktif untuk tunduk mutlak, kita juga harus aktif untuk peka akan pimpinan Tuhan atas hidup kita, dan juga peka akan waktu Tuhan. Kalau waktu Tuhan belum tiba maka janganlah kita paksa sebab semua yang terjadi di luar waktu Tuhan justru akan menghancurkan hidupmu apalagi kalau iblis turut campur maka kita harus lebih berhati-hati sebab iblis sangatlah licik, ia akan membuat segala sesuatu yang ada di depan mata kelihatan indah tetapi kemudian berakhir dengan kebinasaan. Perhatikan, kedua orang buta ini selalu mengikuti Tuhan Yesus tetapi Tuhan Yesus tidak menghiraukannya sampai tiba waktu-Nya, barulah mereka disembuhkan. Kalau kita yang diperlakukan demikian oleh Tuhan Yesus, bagaimanakah sikapmu? Orang yang ambisius pasti akan marah, sesungguhnya orang yang ambisius itu juga ingin ditolong tapi waktu dan caranya haruslah sesuai dengan keinginan diri. Memang siapakah kita berani mengatur dan memaksa Tuhan untuk menuruti kehendak kita? Setiap hal yang menjadi beban pelayanan kita hendaklah kita pergumulkan terlebih dahulu, benarkah itu kehendak Tuhan ataukah ambisi kita? Ingat, kalau Tuhan sudah berkehendak maka tidak ada apapun dan tidak ada satupun manusia yang dapat menghambatnya tapi kalau beban itu adalah ambisi kita maka jangan pernah berharap akan menjadi sukses. Ingat, melayani bukanlah mengaplikasikan ambisi diri tetapi melayani adalah taat melakukan kehendak Tuhan, sabar menanti waktu Tuhan.


4. Tahan Uji
Iman sejati harus diuji dan iman sejati harus lulus dari ujian, seperti emas semakin dibakar makin nampak kemurniannya demikian juga seharusnya iman. Setiap orang pasti beriman akan tetapi pertanyaannya adalah siapakah yang menjadi obyek imannya? Apakah obyek iman tersebut membawa kita pada keselamatan ataukah membawa kita pada kehancuran? maka tugas kita untuk membawa mereka pada kebenaran sejati. Orang Kristen bukan hasil reparasi tetapi orang Kristen adalah ciptaan baru di dalam Kristus maka seluruh pola pikirnya, tatanan dan kepercayaannya haruslah berubah dan hal ini tidaklah mudah karena itu iman perlu diuji. Orang yang takut imannya diuji membuktikan kalau ia tidak beriman, imannya rapuh. Ujian iman itu bukanlah untuk menjatuhkan dan membawa kita ke dalam dosa, tidak, ujian justru tempat untuk memurnikan iman dan ketahanan itu muncul saat kita berada dalam tekanan dan penderitaan, masihkah engkau percaya pada Kristus?
Biarlah hal ini menjadi kekuatan kita untuk hidup di tengah dunia yang kacau ini. Iman sejati membawa kita pada suatu titik krusial, siapakah obyek sekaligus subyek iman kita? Apa atau pada siapa yang kita percaya maka obyek iman itu sekaligus menjadi subyek yang mengatur hidup kita. Orang yang percaya pada diri sendiri maka diri sendiri akan mengatur seluruh langkahnya namun Tuhan menegaskan bahwa tanpa Tuhan semua yang kita kerjakan hanya berakhir dengan kesia-siaan; Tuhan menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya, apabila ia jatuh tidak sampai tergeletak sebab Tuhan menopang. Iman sejati haruslah mempunyai daya tahan sehingga ketika kita berada dalam menghadapi kesulitan, kita tetap mempunyai keberanian untuk berkata: tidak seperti teladan Sadrakh, Mesakh dan Abednego. Sadrakh, Mesakh, Abednego percaya bahwa Allah yang ia sembah dapat melepaskannya dari dapur api tapi seandainya tidakpun mereka tidak akan meninggalkan Allah. Dunia semakin hari semakin rusak dan kacau maka tugas setiap anak Tuhan untuk membawa orang pada iman kebenaran sejati dengan demikian orang mempunyai dasar iman yang teguh, tidak mudah diombang-ambingkan oleh tekanan arus dunia dan itu menjadi kekuatan dan penghiburan bahwa Tuhan senantiasa memelihara hidup kita.

5. Rendah Hati
Hati-hati, orang yang selalu mendapatkan pertolongan dari Tuhan ketika ia berada dalam kesulitan, mendapatkan penghiburan dari Tuhan di saat ia sedih maka sangatlah mudah baginya jatuh dalam kesombongan. Tuhan ingin supaya kita rendah hati. Dari jawaban dua orang buta ini, yakni: “Ya Tuhan, kami percaya“ menunjukkan kerendahan hatinya, mereka menyadari bahwa mereka adalah budak. Namun karena kasih-Nya yang begitu besar sehingga Dia tidak lagi menganggap kita sebagai budak melainkan seorang sahabat akan tetapi status sahabat itu janganlah menjadikan kita menjadi sombong bahkan cenderung kurang ajar. Kita sepatutnya bersyukur kalau kita dapat merasakan pimpinan Tuhan atas hidup kita, bersyukur atas mujizat besar, yaitu pertobatan dalam diri kita dan juga bersyukur, di saat kita berada dalam kesulitan, Dia memberikan penghiburan dan kekuatan, dan kuasa-Nya menyertai hidup kita. Akan tetapi, biarlah pemeliharaan-Nya atas hidup kita menjadikan kita mawas diri, kita tetap harus sadar bahwa sesungguhnya, kita adalah budak dan Dia adalah Tuhan. Beriman pada Kristus mengharuskan kita untuk rendah hati. Satu hal yang kita tahu, yakni hanya bersandar mutlak pada-Nya. Ingat, memang Tuhan ingin supaya kita aktif namun juga tunduk mutlak pada-Nya karena Dia adalah Tuhan diatas segala tuan dan kita adalah budak.
Biarlah konsep ini terus kita sadari dan terimplikasi dalam hidup kita maka kita akan mempunyai iman yang kokoh yang tidak mudah diguncangkan oleh segala macam badai kehidupan akan tetapi meski badai itu datang percayalah, sekali-kali Tuhan tidak akan pernah meninggalkan engkau. Percayakah engkau, bahwa Aku dapat melakukannya? Amin.

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)
Sumber:

No comments: